Tekstual Sentrik Artikulasi yaitu pengucapan kata dari mulut agar terdengar baik dan benar

Secara keseluruhan gaya berbicara Joko Widodo terdengar tenang, tidak tegang dan tidak tergesa-gesa. Namun masih terdapat beberapa pemenggalan suku kata dengan artikulasi yang tidak terlalu jelas dipengaruhi aksen jawa yang tidak bisa terkikis dari gaya berbicara Joko Widodo sendiri.

4.1.2.2 Tekstual Sentrik

Merupakan tahapan penjelasan tentang aspek kajian yang diteliti. Dalam tahapan ini dijelaskan tentang bahasa, hermeutika dan praktik retorika. Istilah- istilah kunci dijelaskan dan dihubungkan dengan istilah-istilah sentral lain dalam penelitian. Tahapan ini merupakan inti dari penelitian berbasis teks retorika. Pidato berikut adalah pidato perdana Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang berjudul “Dibawah Kehendak Rakyat dan Konstitusi” yang dibacakan dalam sidang paripurna MPR-RI di gedung MPR-DPR RI, Senayan, Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2014 pada pukul 10.40 sampai dengan pukul 10.50 WIB. Lafadz Bismillahirrahmanirrahim berasal dari bahasa arab yang berarti “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” yang bagi Umat Islam memiliki makna dan kandungan yang luas dan mendalam menggambarkan kebesaran Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Bismillahirrahmanirrahim merupakan bacaan awal dari segala Paragraf 1 Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi, Salam sejahtera untuk kita semuanya, Om Swastiastu, Namo Budaya, Hasil Analisis Pembentukan image Joko Widodo sebagai sosok yang menjunjung tinggi pluralisme Universitas Sumatera Utara bacaan atau bacaan sebelum melakukan kegiatan apapun. Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh merupakan salam sekaligus doa kepada sesama muslim yang memiliki arti “Semoga kedamaian dilimpahkan kepadamu diiringi dengan rahmat dari Allah dan juga barakah dari Allah untukmu.” Salam sejahtera untuk kita semuanya merupakan salam yang paling lazim digunakan seorang pembicara dalam pidatonya. Dalam konteks ini Joko Widodo menyampaikan salam untuk umat nasrani atau pemeluk agama lain yang bersifat netral dan sekuler. Om Suastiastu merupakan salam pembuka yang biasa diberikan oleh umat Hindu Bali kepada seseorang yang ditemuinya. Adapun maksud dari salam tersebut adalah sapaan sekaligus doa untuk lawan bicara agar orang tersebut selalu diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Om adalah aksara suci untuk Sang Hyang Widhi. Kata Suastiastu terdiri dari kata-kata Sansekerta: SU + ASTI + ASTU, Su artinya baik, Asti artinya adalah, Astu artinya mudah-mudahan. Jadi arti keseluruhan Om Suastiastu ialah “Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi”. Salam Om Suastiastu meskipun ia dikemas dalam bahasa sansekerta, bahasa pengantar kitab suci Veda, makna yang terkandung di dalamnya sangatlah universal dan tidak memilih waktu. Namo Buddhaya bukanlah salam, tetapi ungkapan penghormatan seseorang kepada Buddha artinya adalah “Terpujilah semua Buddha”. Ungkapan ini merupakan suatu ajakan kita kepada orang lain untuk memuji Buddha. Ungkapan ini tidak ditemui di Tripitaka juga tidak diucapkan oleh Buddha, tapi merupakan ungkapan seorang Brahmana yang mengagumi Sang Buddha saat itu. Secara keseluruhan isi salam pembuka dalam bagian pendahuluan teks pidato menyebutkan ungkapan, salam atau penghormatan menurut empat agama yaitu Islam, Kristen baik Khatolik maupun Protestan, Buddha dan Hindu secara berurutan. Dalam sejarah pidato pelantikan Presiden sebelumnya belum ada satupun presiden yang mengucapkan salam atau ungkapan menurut empat agama. Joko Widodo sendiri menggunakan salam atau ungkapan menurut empat agama tersebut dimulai pada saat kampanye tepatnya pada pembukaan pidato debat capres dan cawapres pada tanggal 15 Juni, debat capres pada 22 Juni serta pada Universitas Sumatera Utara saat pidato deklarasi kemenangannya di Pelabuhan Sunda Kelapa pada 22 Juli 2014. Ketiga pidato sebelumnya yaitu pidato debat capres dan cawapres pada 15 Juni dan pidato capres 22 Juni serta pada saat pidato deklarasi kemenangannya pada 22 Juli 2014 disiarkan di beberapa televisi nasional secara langsung dan dapat disaksikan oleh penonton di seluruh penjuru tanah air. Implikasi bahwa penyebutan salam atau penghormatan pada ke empat agama tersebut dimaksudkan untuk membentuk persepsi khalayak penonton pada penekanan image bahwa sosok Jokowi adalah sosok yang menghargai pluralisme dan menjunjung tinggi semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhinekka Tunggal Ika. Analisis ini diperkuat dengan hasil survey yang dilakukan LPI Lembaga Pemilih Indonesia yang dirilis Minggu 10 November 2014 yang menyebutkan bahwa Joko Widodo yang saat itu masih menduduki jabatan Gubernur DKI Jakarta berada pada urutan pertama dalam kategori elite baru yang bergerak dalam politik kurang dari 10 tahun sebagai tokoh politik yang paling pluralis. Indikator yang digunakan menempatkan Joko Widodo di posisi paling atas adalah karena kebijakannya yang membela kaum–kaum minoritas. Kasus yang banyak diungkit saat menjelaskan tentang pluralisme Joko Widodo adalah keputusannya untuk memilih Basuki Tjahaya Purnama Ahok sebagai pasangannya untuk maju sebagai Gubernur DKI Jakarta dan pengalamannya ketika mengangkat Lurah Susan yang beragama non muslim di kawasan Lenteng Agung yang didominasi masyarakat muslimhttp:nasional.kompas.comread201311101252246LPI.Jo kowi.dan.Surya.Paloh.Tokoh.Politik.Paling.Pluralis. Isu ini makin diperkuat oleh penemuan hasil survey yang dilakukan lembaga LSI Lingkaran Survei Indonesia yang dipublikasikan pada 26 Juni 2014 dimana Joko Widodo-Jusuf Kalla mengungguli pasangan Prabowo Soebianto-Hatta Radjasa dalam jumlah persentasi pemilih Non muslim yakni sebesar 67,65 responden melawan 15,5, pemilih Prabowo Hattahttp:nasional.inilah.comreaddetail2113734lsi-jokowi-unggul-di-pemili h-non-muslim. Sehingga penting bagi pembuat naskah pidato Jokowi untuk membentuk kembali image Jokowi sebagai sosok yang menjunjung tinggi pluralisme di Universitas Sumatera Utara hadapan khalayak baik yang melihat secara langsung di ruang sidang paripurna maupun khalayak penonton televisi melalui salam pembuka dalam pidato pelantikannya. Salam penghormatan tertinggi diberikan kepada para pimpinan dan anggota MPR yang menjalankan salah satu tugasnya dengan baik yaitu melantik Joko Widodo sebagai presiden tanpa ada hambatan sedikit pun mengingat menguaknya wacana penjegalan acara pelantikan oleh anggota MPR. Isu tersebut terbantah dengan sendirinya perihal kehadiran dominan anggota MPR yang hadir serta alat pelengkapannya yang didominasi oleh Koalisi Merah Putih. Penambahan kata yang saya muliakan setelah kata Yang saya hormati kepada kepala negara dan pemerintahan serta utusan khusus dari negara–negara sahabat memiliki makna penghargaan dan penghormatan yang tinggi serta Paragraf 2 Yang saya hormati, para Pimpinan dan seluruh Anggota MPR, Yang saya hormati, Wakil Presiden Republik Indonesia, Yang saya hormati, Bapak Profesor Dr. BJ Habibie, Presiden Republik Indonesia ke-3, Yang saya hormati, Ibu Hj. Megawati Soekarno Putri, Presiden Republik Indonesia ke-5, Yang saya hormati, Bapak Try Sutrisno, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-6, Yang saya hormati, Bapak Hamzah Haz, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-9, dan Yang saya hormati, Bapak Profesor Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia ke-6, Bapak Profesor Dr. Budiono, Wakil Presiden Republik Indonesia ke-11, Yang saya hormati, Ibu Sinta Nuriyah Abdurahman Wahid, Yang saya hormati, Rekan dan Sahabat baik saya, Bapak Prabowo Subianto, dan Bapak Hatta Rajasa, Yang saya hormati, para Pimpinan Lembaga-lembaga Tinggi Negara, Yang saya hormati dan yang saya muliakan, Kepala Negara dan Pemerintahan serta Utusan Khusus dari negara-negara sahabat, Para Tamu Undangan yang saya hormati, Saudara-saudaraku, se-bangsa dan se-Tanah Air, Hasil Analisis Motif tindakan penyebutan pihak terkait dimaksudkan menjaga hubungan baik di tengah konflik internal Universitas Sumatera Utara mengapresiasi kehadiran utusan–utusan luar negeri pada pelantikan Joko Widodo. Penting bagi Jokowi untuk memainkan suatu peran sebagai seorang pemimpin yang menghargai martabat bangsa lain, sebagai upaya menjalin peningkatan hubungan diplomatik dengan berbagai negara sahabat. Hal ini bertujuan untuk membangun citra positif dirinya sebagai representasi bangsa. Dramatisme secara terang–terangan ditampilkan dalam salam penghormatan yang disampaikan Joko Widodo saat mengucapkan Rekan dan Sahabat baik saya, Bapak Prabowo Subianto, dan Bapak Hatta Rajasa. Sebelumnya, Joko Widodo dan Prabowo Soebianto adalah dua pasangan calon presiden yang bertarung di pemilu 2014. Selama masa kampanye terbuka 13 Juni sampai 15 Juli sejumlah isu kampanye negatif dan kampanye fitnah secara signifikan berkembang di media sosial. Joko Widodo dikaitkan dengan topik kampanye fitnah seperti “cina”, “komunis”, “pencitraan”, “kristen” sedangkan kampanye hitam untuk pasangan Prabowo Soebianto didominasi isu “pelanggaran HAM”, “Nazi”, “Orde Baru” http:www.tribunnews.comnasional 20140710inilah-kata-kata-kunci-kampanye-hitam-yang-menyerang-jokowi-ma upun-prabowo-di-media-sosial. Dua kubu capres mendekati pemilihan juga banyak melontarkan sindiran seperti pada saat wacana tawaran kursi menteri bagi partai pendukung, Prabowo Subianto mendapat kritikan dari Joko Widodo yang menilai gaya koalisi tersebut sudah kuno dan tidak relevan dengan undang–undang yang berlaku serta isu tentang dukungan ratusan purnawirawan TNI dan Polri dari seluruh Indonesia yang mendukung Prabowo ditanggapi oleh kubu Joko Widodo yang mengklaim pihaknya memiliki jenderal yang lebih banyak dibandingkan pendukung Prabowo. Sebelumnya, Prabowo juga sempat menyindir Joko Widodo dengan sebutan pemimpin yang “mencla–mencle” atau tidak kuat pendirian. Sindiran tersebut dilontarkan juga pada Jusuf Kalla yang menurutnya sikap Jusuf Kalla tidak sesuai dengan apa yang ia ucapkan pada salah satu tayangan televisi yang menolak Joko Widodo menjadi presiden. Sindiran lainnya yang dilontarkan Prabowo adalah mengenai isu capres boneka. Ia menyindir Joko Widodo yang dinilai hanya menjadi perpanjangan tangan Megawati http:indonesia- baru.liputan6.comread2055325saling-sindir-jokowi-vs-prabowo. Universitas Sumatera Utara Keduanya juga secara bersama–sama mengklaim kemenangannya pada pemilu 9 Juli 2014 berdasarkan hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survey. Sebelum diumumkan secara resmi pada tanggal 22 Juli 2014, Prabowo secara tegas menyatakan telah menarik diri dari proses pemilihan presiden dan menyampaikan gugatannya ke Mahkamah Konstitusi. Dalam permohonannya, Prabowo Soebianto-Hatta Radjasa menyatakan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilpres 2014 tidak sah menurut hukum. Tim hukum Prabowo Soebianto-Hatta Radjasa mendalilkan adanya perbedaan jumlah daftar pemilih tetap DPT faktual sebagaimana hasil rekapitulasi KPU pada 22 Juli 2014 serta dugaan bahwa KPU serta jajarannya melanggar peraturan perundang–undangan terkait pilpres karena diduga terjadi kecurangan. Pihak Prabowo juga mencantumkan dalam berkas gugatan hasil perolehan suara yakni untuk pasangan Prabowo-Hatta dengan 67.139.153 suara dan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan 66.435.124 suara http:nasional.kompas.comread2014080811151351 Tim.JokowiJK.Sudah.Menarik.Diri.Prabowo.Tak.Bisa.Ajukan.Gugatan.ke.MK. Motif tindakan yang dilakukan adalah dimana Joko Widodo sedang menampilkan sebuah drama yang dipoles dalam tutur kesopanan bahasa. Tim pembuat naskah dan Joko Widodo sendiri merasa perlu untuk menampilkan peran yang kontra dengan konteks isu yang berkembang. Pada prinsipnya tindakan tersebut ditujukan untuk mengurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keinginan untuk menjaga hubungan yang baik di depan khalayak penonton. Pemilihan kata rekan merujuk pada konteks ranah kekuasaan dan sahabat yang memasuki ruang lingkup pribadi yang diasumsikan mempunyai kedekatan secara fisik maupun emosional. Kedatangan Prabowo Soebianto dan Hatta Radjasa pada acara pelantikan tersebut padahal tidak ada suatu kewajiban untuk mereka agar datang dinilai masyarakat sebagai sebuah tindakan berjiwa besar yang diapresiasi oleh pihak Joko Widodo sebagai sebuah signal untuk memainkan peran tertentu di depan podium seperti seakan–akan memang tidak pernah ada konflik di antara keduanya. Pemilihan kalimat saudara merupakan suatu strategi simbolis untuk mentransfer pengalaman sosial. Dimana Joko Widodo sedang berusaha untuk mentransfer pesan tentang kedekatannya dengan rakyat yakni dianalogikan Universitas Sumatera Utara seperti layaknya keluarga. Joko Widodo dalam konteks ini sedang menarik perhatian khalayak dalam artian khalayak penonton melalui saluran media. Penggunaan kata hadirin yang saya muliakan menunjukkan suatu kedudukan subjek hadirin yang secara leksikal menunjukkan semua yang hadir dalam ruang rapat sidang paripurna sebagai orang–orang yang memiliki kedudukan atau pangkat tinggi yang pantas untuk dihormati. Frekuensi penggunaan kalimat hadirin yang saya muliakan atau hadirin yang mulia di keseluruhan isi pidato menunjukkan hubungan masing–masing yang dibatasi oleh kedudukan. Selanjutnya analisis dipusatkan pada perhatian tentang motif utama bagi pembicara melakukan tindakan komunikasi dan penggunaan simbol dalam lingkungan sosialnya. Dramatisme menyediakan cara yang menarik tentang bagaimana pembicara mengorganisir pengalaman mereka ketika berhadapan dengan dunia sosialnya dan memainkan peran tertentu sesuai tujuannya Akmajian, 2001: 418. Pemilihan kata ‘mulia’ sebagai frasa yang menerangkan kata hadirin menunjuk kepada sebagian besar anggota MPR, diikuti oleh duta besar atau pimpinan dan perwakilan negara sahabat, tamu luar negeri dan mantan presiden serta mantan wakil presiden, ketua umum partai politik dan tamu undangan pribadi. Motif penggunaannya adalah memainkan peran tertentu dimana semua yang hadir dalam acara pelantikan tersebut dinaikkan sedikit derajat kehormatannya. Paragraf 3 Hadirin yang saya muliakan, Baru saja, kami Jokowi dan JK, mengucapkan sumpah. Sumpah itu memiliki makna spiritual yang amat dalam, yang menegaskan komitmen untuk bekerja keras mencapai kehendak kita bersama sebagai bangsa yang besar. Hasil Analisis Pembentukan image Joko Widodo sebagai sosok yang dapat disentuh berbagai kalangan masyarakat Universitas Sumatera Utara Pemilihan penyebutan nama dalam kalimat kami Jokowi dan JK menjadi sesuatu yang menarik karena dalam situasi resmi pemilihan penyebutan Jokowi dan JK merupakan panggilan akrab untuk kedua tokoh. Sebutan Jokowi adalah singkatan dari namanya Joko Widodo dan JK sebagai singkatan Jusuf Kalla. Dalam sejarahnya, sebelum menggunakan nama Jokowi, ia kerap dipanggil Joko. Joko Widodo pernah mengungkapkan bahwa nama Jokowi yang merupakan panggilan akrabnya bukan datang dengan sendirinya. Salah seorang pelanggannya asal Prancis yang memberinya nama itu sewaktu masih menjadi pengusaha meubel di Solo. Pelanggan tersebut meminta agar memakai nama Jokowi dengan maksud apabila mengirimkan surat ke Indonesia, surat tersebut tidak tertukar dengan pelanggan di Indonesia yang namanya sama–sama Joko http:www.tribunnews.commetropolitan20120405nama-jokowi-berasal-dari- perancis. Jusuf Kalla sendiri mulai disebut dengan nama JK pada saat Pilpres 2004 saat hendak memilih tagline iklan kampanye. Pada awalnya disepakati singkatan tiga huruf dari masing–masing capres dan cawapres pada saat itu yang berbunyi “SBY-MJK” Namun setelah diperhatikan lagi, singkatan namanya mudah diplesetkan dari singkatan MJK menjadi MCK Mandi Cuci Kakus. Akhirnya disetujui untuk memakai dua huruf saja yaitu JK yang sampai sekarang sangat akrab sebagai sapaan di kalangan masyarakat https:news.liputan6.comread 521843tak-mau-dipelesetkan-jadi-mck-kalla-pilih-singkatan-jk Sebutan Jokowi dan JK merupakan suatu proses pembentukan makna simbolis budaya. Secara lebih luas, dramatisme melihat kekuatan pemilihan bahasa sebagai komponen yang dapat menyatukan dan memisahkan. Jokowi dan JK adalah sebutan nama yang mempunyai efek–efek psikologis tertentu karena begitu melekat dibenak khalayaknya dibandingkan dengan mengucapkan nama lengkap masing–masing. Pemilihan kata Jokowi dan JK seperti sebuah komponen bahasa sederhana yang ingin mengungkapkan tentang tidak adanya pembatasan antar status dan pembentukan makna bahwa masing–masing tokoh tetap merupakan sosok yang dapat disentuh oleh setiap kalangan masyarakat. Universitas Sumatera Utara Repetisi atau pengulangan pemilihan kata kini saatnya menarik perhatian peneliti. Peneliti menemukan pemilihan kata tersebut sebagai jenis tindak tutur yang mempunyai beragam makna yang dapat dilihat dari beberapa konteks. Motif penggunaan pesan disesuaikan dengan perilaku yang akhirnya membentuk suatu cerita. Pemilihan kata kita menyatukan di kalimat pertama setelah kata kini saatnya merupakan suatu tindak tutur langsung sebuah penyataan ajakan sekaligus juga tutur tidak langsung sebuah pernyataan perintah. Kita yang di maksudkan dalam kalimat tersebut merupakan subjek yang mengarah pada dirinya yang merupakan representasi dari pemerintahan dan subjek lain yang di representasikan sebagai masyarakat. Sehingga mengandung sebuah ajakan jika dialamatkan kepada masyarakat dan sebuah perintah jika tuturan tersebut dialamatkan kepada pemerintah dibawah wewenangnya sebagai pemimpin. Analogi hati dan tangan dipersepsikan sebagai sebuah simbol komunikasi dimana hati diartikan menurut konteks adalah perasaan batin seperti kehendak, keinginan dan harapan sementara tangan dianalogikan sebagai organ tubuh yang melakukan tindakan. Jadi secara keseluruhan penggunaan kalimat memiliki motif tindakan ajakan untuk masyarakat dan perintah kepada pemerintah untuk menyamakan dan atau menyelaraskan kehendak dan perbuatan. Penekanan pada kalimat kedua yaitu pada kata ujian sejarah yang maha berat mengandung makna konotasi atau yang tidak sebenarnya. Cara pengungkapannya menggunakan ragam kekayaan bahasa atau majas yang berguna untuk memperoleh efek–efek tertentu. Seperti dalam pemilihan kata Paragraf 4 Kini saatnya kita menyatukan hati dan tangan. Kini saatnya kita bersama-sama melanjutkan ujian sejarah berikutnya yang maha berat, yakni mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam berkebudayaan. Hasil Analisis Motif tindakan mengajak, memerintah, menghakimi, dan pemecahan masalah Universitas Sumatera Utara ujian sejarah yang maha berat yang merupakan majas hiperbola yaitu pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan menjadi tidak masuk akal. Jika dikaitkan, tiga aspek dasar ini adalah isu yang selalu berkembang dalam sejarah bangsa Indonesia. Makna kata kini saatnya menjadi lebih kompleks apabila dikaitkan dengan konteks historis seakan membentuk persepsi bahwa sebelumnya tindakan wacana yang telah disebutkan diatas, belum mampu untuk diwujudkan oleh pemerintahan sebelumnya. Hal ini terlihat dalam ketidak konsistenan penyebutan ujian sejarah dan tugas sejarah di paragraf berikutnya. Ujian secara leksikal berarti suatu hasil yang dipakai untuk menguji mutu sesuatu seperti kepandaian dan kemampuan sementara tugas diartikan sebagai sesuatu yang wajib dikerjakan atau dilakukan dan menjadi tanggung jawab pihak yang dibebankan pekerjaan. Sehingga terbentuk suatu implikasi penekanan hasil bahwa tiga aspek dasar berupa politik, ekonomi dan kebudayaan di masa pemerintahan sebelumnya bahkan belum dapat dicapai apalagi diwujudkan. Hal ini juga membentuk suatu kesimpulan identifikasi dari motif tindak tersembunyi yaitu tindakan menghakimi masa pemerintahan sebelumnya dalam modus kalimat ajakan. Konsep berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam berkebudayaan adalah pemikiran Soekarno yang merupakan jawaban atas cita–cita yang perlu direalisasikan dalam kemerdekaan yang lazim disebut konsepsi Trisakti. Prinsip Trisakti dipilih karena dipercaya akan membawa Indonesia pada kemandirian yang diyakini akan menggiring Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat baik secara politik, ekonomi dan kebudayaan. Dan dengan bermodalkan Trisaktilah diyakini pula bangsa Indonesia akan dapat membangun kemampuannya dalam mendidik manusia–manusianya memiliki kualitas dan daya saing yang siap bertarung di kancah global. Dengan menganut prinsip Trisakti manusia Indonesia diharapkan akan menciptakan hidup yang memiliki kreativitas dan tidak bergantung pada pihak lain. Dijelaskan dalam buku Trisakti Bung Karno dalam Golden Era Paharizal, 2014: 122 lebih jauh lagi Bung Karno mengatakan bahwa sebelum cita–cita itu tercapai sesungguhnya negara yang sudah merdeka tidak merdeka atau belum merdeka. Dalam amanat Presiden Soekarno pada peresmian Universitas Sumatera Utara pembukaan Pabrik di Senayan, 29 Desember 1965, Soekarno pernah mengungkapkan hal berikut “Revolusi baru akan selesai apabila cita–cita harfiah terwujud: berdaulat secara politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Sesuai dengan yang berulang kukatakan, bahwa kemerdekaan barulah kemerdekaan yang sempurna jikalau bangsa yang merdeka itu bisa berdiri di atas kaki sendiri.” Bung Karno berharap Indonesia yang telah memperoleh kemerdekaan secara fisik dapat meraih cita–cita itu. Cita–cita yang apabila terwujud akan menjadikan bangsa Indonesia berdaulat, mandiri dan memiliki kepribadian. Ketiadaan ketiga komponen ini, menurut Bung Karno akan menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa pengemis. Trisakti secara hakiki dibangun atas fondasi prinsip kemandirian. Prinsip ini telah dirumuskan oleh Soekarno jauh–jauh hari sebelum Indonesia merdeka. Di dalam surat pembelaannya yang kemudian hari terkenal dengan istilah Indonesia menggugat di depan pengadilan kolonial pada 16 Juni 1930, Bung Karno dengan lantang melontarkan dan membacakan barisan kalimat sebagai berikut “…kekuasaan politik, kemerdekaan, hanyalah bisa di datangkan oleh usaha rakyat Indonesia sendiri Kaum imperialisme sudah semestinya menghalangi kami dari sistem imperialisme, yang hidupnya dari penjajahan itu, kami tak harus mengharapkan sokongan memberhentikan penjajahan itu. Nasib kami adalah di dalam genggaman kami sendiri keselamatan kami adalah di dalam kemauan kami sendiri, di dalam tekad kami sendiri, di dalam kebiasaan kami sendiri, di dalam usaha kami sendiri. Semboyan kami tidaklah meminta–minta, tidaklah mengemis, tidaklah mendicancy. Tetapi semboyan kami haruslah noncooperation, lebih benar: selfhelp, zelferwerkelijking, selfrehance Sebagai yang kami lambangkan dengan perlambangan dengan perlambang kepala banteng” Berdaulat dalam bidang politik artinya bangsa Indonesia bebas untuk menentukan dan merumuskan sendiri ideologi politiknya, tidak terdikte oleh ideologi kanan kapitalisme maupun ideologi kiri sosialisme-komunis. Selain itu bangsa Indonesia juga aktif menjaga, membela, dan mempertahankan ideologi Universitas Sumatera Utara politik yang telah dirumuskannya sendiri, dan mengikis unsur–unsur kapitalisme, kolonialisme, dan imperialisme. Kedaulatan politik dalam kerangka ini yang disebut dengan kedaulatan politik yang bebas aktif. Politik Indonesia diartikan Bung Karno sebagai bentuk dari ketidaknetralan. Kepentingan yang menolak secara aktif bentuk imperialisme, kolonialisme, dan neokolonialisme. Tidak netral atau tidak dapat netral dinyatakan dalam menghadapi hal tersebut kita tidak dapat membiarkan suatu bangsa merampas kemerdekaan suatu bangsa lain, mengkolonialisasi atau meneokolonisasi suatu bangsa lain. Hal itu diperkuat dalam deklarasi kemerdekaan mukadimah UUD 1945 “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Konsepsi Bung Karno tentang kemandirian ekonomi pada hakikatnya dirumuskan untuk melawan imperialisme. Bung Karno meminjam konsepsi dari Lenin dan Karl Kautsky ideolog dari garis komunis yang dituangkannya dalam naskah pembelaan di depan hakim pengadilan kolonial pada 1930. Ia menuliskan bahwa yang ia artikan sebagai imperialisme adalah kapital besar suatu negeri yang sebagian besar dikuasai bank–bank, mempergunakan politik luar negeri untuk diri sendiri. Ia memahami bahwa imperialisme adalah perkembangan tertinggi dari kapitalisme. Soekarno menunjukkan perkembangan kapitalisme ke imperialisme yang dimetaforakan sebagai Raksasa Bahwana Dasamuka bermulut sepuluh. Ia menyatakan jika sebuah negara secara ekonomi masih bergantung dengan negara lain disebut sebagai negara yang belum mandiri. Ketidakmandirian suatu bangsa secara ekonomi, selalu bergantung pada bangsa lain, diolok–olok oleh Bung Karno sebagai bangsa pengemis atau yang sering istilahkan mendicancy oleh Bung Karno. Untuk mencegah tindakan mengemis, Bung Karno mengarahkan agar Indonesia berdikari dalam lapangan politik ekonomi. Politik ekonomi berdikari yang bersendi usaha sendiri dan percaya diri. Pembangunan ekonomi didasarkan pada kekuatan lokal dan nasional yaitu pemberdayaan ekonomi kerakyatan sebagai tulang punggung ekonomi nasional. Konsepsi kemandirian yang dimaksud juga bukanlah sistem ekonomi yang tertutup terhadap investasi asing tetapi memperluas kerjasama internasional yang Universitas Sumatera Utara sejajar dan saling menguntungkan serta tidak terciptanya ketergantungan. Paharizal, 2014: 118 Bung Karno pernah menyatakan bahwa revolusi itu sendiri adalah kebudayaan, sebagaimana halnya politik. Bung Karno menilai jika bangsa Indonesia tidak mendorong kemunculan kebudayaan sendiri dan kemudian melestarikannya, maka ia menyebut rakyat Indonesia tidak berkepribadian, bangsa penjiplak, dan bangsa tanpa kreativitas. Ia tidak anti terhadap kebudayaan asing dengan syarat kebudayaan yang datang tidak bersifat merusak kebudayaan asli Indonesia. Ia mengharapkan antara budaya asing dan lokal bisa saling menghormati dan menguatkan kemandirian dan kepribadian antara satu sama lain. Kesenian bangsa Indonesia sebelumnya dianggap sebagai kebudayaan kampungan dan terpinggirkan. Menurut Bung Karno, justru yang dianggap oleh orang–orang modern kampungan, apabila diangkat dan diperkuat, Bung Karno yakin, kesenian dan kebudayaan orang Indonesia itu mengandung nilai–nilai yang dapat memepengaruhi secara kuat pembentukan kepribadian bangsa Indonesia yang halus hati dan budinya. Inilah tujuan dari seni dan kebudayaan yang harus dibangun, dikembangkan, dan diperkuat di Indonesia. Kesenian dan kebudayaan asli Indonesia yang mencirikan kepribadian Indonesia dalam budaya. Seperti pada kalimat sebelumnya pemilihan kata tugas sejarah yang di tampilkan pada paragraf ini memiliki suatu motif tertentu untuk mempengaruhi cara orang berpikir apalagi jika dikaitkan dengan kata kita pikul bersama–sama. Paragraf 5 Saya yakin tugas sejarah yang maha berat ini akan bisa kita pikul bersama-sama dengan persatuan, dengan gotong-royong, dan dengan kerja keras. Persatuan dan gotong royong adalah syarat bagi kita untuk menjadi bangsa besar. Kita tidak akan pernah besar jika terjebak dalam keterbelahan dan keterpecahan, dan kita tidak pernah betul-betul merdeka tanpa kerja keras. Hasil Analisis Pemberian harapan dan sindiran kepada lembaga negara secara implisit Universitas Sumatera Utara Makna kata yang ditangkap peneliti adalah pemilihan kata tersebut merupakan pengertian bahwa pekerjaan seorang pemimpin sebagai representasi pemerintah atas ketiga aspek yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya tidak hanya dibebankan kepadanya sebagai pemimpin tetapi juga pada masyarakat. Sehingga hasilnya merupakan tanggung jawab bersama bukan semata–mata produk yang dihasilkan pemerintahan yang ia jalankan. Solusi yang Joko Widodo tampilkan pada kalimat tersebut yaitu persatuan, gotong royong dan kerja keras adalah sebuah produk selling hope atau menjual harapan kepada masyarakat atas solusi pemecahan masalah. Penekanan pada persatuan dan gotong royong sebagai solusi utama menimbulkan suatu persepsi jika dikaitkan dengan ideologi kepartaian ditambah dengan penggunaan diksi bangsa yang besar. Bangsa memiliki pengertian nilai yang luhur dan bermartabat menunjukkan kelompok masyarakat yang bersamaan keturunan, adat, bahasa, sejarah serta pemerintahannya dibandingkan dengan pemilihan kata serupa seperti negara yang lebih menonjolkan sisi kelompok sosial yang menduduki wilayah tertentu dibawah pengaruh lembaga politik yang menentukan tujuan nasionalnya. Paham persatuan bagi partai PDI-P merupakan sesuatu yang ditegaskan karena partai ini memang menjunjung tinggi nilai pluralisme partai ditambah nilai–nilai gotong royong yang memang sudah menjadi simbolisasi dasar ideologi yang dianut PDI-P. Pemilihan kalimat kita tidak akan pernah besar jika terjebak dalam keterbelahan dan keterpecahan merupakan salah satu kalimat pasif yang di temukan peneliti sejauh ini. Kalimat pasif merupakan penekanan pada subjek yang dikenai pekerjaan. Sehingga pada akhirnya fokusnya terdapat pada objek yaitu kita yang tidak akan pernah besar dan bukan pada keterbelahan dan keterpecahan nya. Motif tindakannya jelas jika memahami maksud keterbelahan yang dimaksud adalah membagi menjadi dua dalam konteks isu yang sedang berkembang pada saat itu yaitu perseteruan Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih yang akhirnya akan memicu isu lainnya yang menimbulkan perpecahan yaitu keterbelahan yang menjadi beberapa bagian lagi mengingat isu– isu tersebut sangat sensitif di Indonesia. Joko Widodo dalam konteks ini sedang Universitas Sumatera Utara memainkan peran sebagai sosok yang netral dengan tindakannya mempengaruhi pola pikir khalayak untuk mengenyampingkan tentang keterpecahan dan keterbelahan dan memfokuskan pada produk harapan yaitu menjadi bangsa yang besar. Selanjutnya pemilihan kata kita tidak pernah betul-betul merdeka tanpa kerja keras mempunyai sisi lain dimana kerja keras merupakan ideologi yang dianut Joko Widodo sendiri sedangkan merdeka secara leksikal menunjukkan kebebasan dari ikatan dan dapat berdiri sendiri. Motif tindakan secara keseluruhan adalah menawarkan masyarakat sebuah produk harapan yaitu persatuan, gotong royong dan kerja keras masing masing merepresentasikan ideologi partai dari Joko Widodo secara pribadi seperti pluralisme, bahu– membahu dan prinsip utamanya adalah melakukan sesuatu yaitu verba kerja. Pengamatan lainnya adalah kedua analogi kalimat disampaikan melalui kalimat negatif yang jika dipersepsikan bahwa kita merdeka karena kita kerja keras atau kita tidak merdeka karena kita tidak kerja keras. Joko Widodo sebenarnya ingin membentuk suatu manipulasi bahasa jika Indonesia sebenarnya belum merdeka atau belum bisa berdiri sendiri karena belum memahami artian kerja keras yang ia maksudkan. Jika melihat pola kalimat pemerintahan yang saya pimpin akan bekerja untuk memastikan, bahwa setiap rakyat di seluruh pelosok Tanah Air merasakan Paragraf 6 Pemerintahan yang saya pimpin akan bekerja untuk memastikan, bahwa setiap rakyat di seluruh pelosok Tanah Air merasakan kehadiran pelayanan pemerintahan. Saya juga mengajak seluruh lembaga negara, untuk bekerja dengan semangat yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. Saya yakin negara ini akan semakin kuat dan berwibawa, jika semua lembaga negara bekerja memanggul mandat yang telah diberikan oleh konstitusi kita. Hasil Analisis Motif tindakan pemberian harapan, menghakimi, perintah dan sindiran Universitas Sumatera Utara kehadiran pelayanan pemerintahan terdapat beberapa penekanan yang ada dalam kalimat tersebut. Pertama, peneliti mengimplikasikan bahwa sekali lagi Joko Widodo sedang melakukan selling hope atau menjual harapan kepada masyarakat. Produk yang dijual adalah harapan bahwa pemerintahannya akan membangun atau mengontrol secara penuh penggunaan pelayanan publik di seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali. Hal ini seperti mengingatkan tentang konteks bagaimana pemerintahan sebelumnya mungkin tidak secara penuh bekerja demi kemaslahatan masyarakat atau bekerja hanya untuk beberapa bagian besar masyarakat yang terjamah oleh pemerintahannya. Implikasi kedua menyatakan bahwa kalimat tersebut secara tidak langsung adalah sebuah motif tindakan perintah bahwa fokus utama pemerintah saat ini adalah pelayanan pemerintah di seluruh Indonesia. Kalimat kedua kurang lebih adalah sebuah kegiatan persuasi kepada lembaga–lembaga negara di luar lembaga eksekutif yang ia pimpin. Persuasi ini dilakukan mengingat kedudukannya yang hampir sama dengan semua lembaga negara. Ia ingin mengingatkan ketika lembaga eksekutif sudah mulai bebenah diri untuk secara penuh melayani masyarakat maka hal tersebut semestinya juga harus diikuti oleh lembaga–lembaga negara lain yang meliputi lembaga legislatif dan yudikatif. Menelaah dari konteks isu yang ditampilkan sebelum acara pelantikan sebenarnya kalimat ini juga merupakan sindiran kepada lembaga legislatif untuk menyudahi konflik internal antar partai yang menyebabkan terganggunya stabilisasi politik pada saat itu dan kembali ke tugas masing– masing yaitu melayani rakyat dan bukan terjebak dalam manuver politik. Kalimat ketiga sebenarnya adalah penegasan kepada kalimat kedua dimana lembaga negara mempunyai tugas masing–masing yang telah diatur dalam UUD 1945. Tujuannya adalah sama yaitu membangun negara itu sendiri. Pemilihan kata negara pada kalimat ketiga paragraf di atas diartikan sebagai suatu wilayah kekuasaan baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut yang sistem pemerintahannya diatur oleh lembaga negara yang secara psikologis sebenarnya adalah sebuah strategi simbolis untuk membagi pengalaman sosial. Universitas Sumatera Utara Penyebutan beberapa profesi dan pekerjaan dalam kalimat di atas merupakan pemilihan kata melalui pemanfaatan majas Pars Pro Toto yaitu pengungkapan sebagian dari objek padahal yang dimaksud adalah keseluruhan objek. Pekerjaan yang disebutkan mulai dari golongan bawah, menengah sampai dengan golongan atas sebenarnya ingin mengungkapkan keseluruhan warga negara dari segala golongan baik bawah, menengah ataupun atas tanpa terkecuali namun untuk membuatnya pidato lebih mengena kepada khalayak maka penyebutan beberapa pekerjaan dan profesi dianggap akan lebih efektif untuk menarik perhatian khalayak ditambah dengan kesan merakyat dan dekat dengan banyak kalangan. Penyebutan pekerjaan “nelayan” pada awal kalimat merujuk pada salah satu pekerjaan yang ingin ia fokuskan pada pidatonya kali ini yaitu pengembangan pada sektor maritim atau kelautan sehingga nelayan memiliki tempat khusus dan layak dijadikan prioritas untuk disebut. “Buruh” disebutkan untuk mewakili masyarakat yang bekerja di bidang industri dan “petani” untuk mewakili golongan masyarakat yang bekerja di bidang agrikultur. “Pedagang bakso dan pedagang asongan” mewakili sektor perdagangan, “supir” mewakili sektor pelayanan umum, “akademisi dan guru” di sektor pengembangan pendidikan, “TNI dan Polri” di bidang keamanan dan stabilitas negara dan “pengusaha serta kalangan profesional” mewakili sektor pengembangan investasi Paragraf 7 Kepada para Nelayan, para Buruh, para Petani, para Pedagang Baso, para Pedagang Asongan, Supir, Akademisi, Guru, TNI, Polri, Pengusaha, dan kalangan Profesional, saya menyerukan untuk bekerja keras, bahu- membahu, bergotong-royong, karena inilah momen sejarah bagi kita semua untuk bergerak bersama, untuk bekerja, untuk bekerja, dan bekerja. Hasil Analisis Pembentukan kesan merakyat serta untuk menarik perhatian khalayak Universitas Sumatera Utara dan ekonomi kreatif. Penyebutan beberapa pekerjaan sebenarnya adalah sebuah representasi sektor–sektor yang akan difokuskan dalam pemerintahannya. Pada akhirnya Joko Widodo ingin menekankan bahwa bagian inti yang ingin ia tonjolkan dalam setiap kalimatnya adalah untuk sama–sama bekerja. Menurut Burke, bahasa bukanlah teknologi yang netral, namun salah satu bagian yang memiliki kekuatan luar biasa pada orang–orang yang terlibat di dalamnya. Komunikator, dalam hal ini memiliki kepentingan untuk mengarahkan penggunaan bahasa agar sesuai dengan kepentingannya. Pemilihan kata–kata tertentu dapat membentuk persepsi khalayak terhadap suatu hal. Proses identifikasi sendiri bukanlah proses yang mudah. Ada persoalan ambiguitas makna dalam berbagai istilah. Dalam buku Janji–Janji Jokowi–JK Yuwono, 2014: 153 Joko Widodo mengakui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang dianggap lemah. Dalam ungkapannya pada debat capres 22 Juni 2014, ia mengatakan “menurut saya, kita ini dianggap negara yang lemah. Oleh karena itu ke depan, masalah kehormatan dan kewibawaan negara harus mendapat catatan khusus bagi presiden. Jangan sampai kita ini dilecehkan, jangan sampai kita ini diremehkan gara–gara kita dianggap lemah dan tidak berwibawa.” Paragraf 8 Hadirin yang mulia, Saya juga ingin hadir di antara bangsa-bangsa dengan kehormatan, dengan martabat, dengan harga diri. Kita ingin menjadi bangsa yang bisa menyusun peradaban sendiri, bangsa besar yang kreatif yang bisa ikut menyumbangkan keluhuran bagi peradaban global. Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Hasil Analisis Aktualisasi diri sebagai hasil dari motif tindakan tuntutan Universitas Sumatera Utara Joko Widodo juga menyatakan bahwa pada masa kepemimpinan Soekarno, Indonesia pernah menjadi negara yang disegani, bahkan Indonesia pernah menjadi negara pemimpin dan pelopor kongres Asia-Afrika. Kepemimpinan dan kepeloporan inilah, yang menurut Joko Widodo, dapat diulangi kembali oleh Indonesia. Dengan kata lain, menurut Joko Widodo, Indonesia bisa menjadi pemimpin dan pelopor seperti yang terjadi pada masa lalu. Untuk dapat mengulangi posisi Indonesia sebagai pemimpin dan pelopor itulah, menurut Jokowi, hal yang penting untuk dibangun adalah poros maritim dunia. Seperti yang diungkapkan Jokowi dalam debat calon presiden 22 Juni 2014 ia mengatakan “… kita pernah jaya ketika mengadakan Konferensi Asia-Afrika. Ini bisa kita ulang. Tadi di depan sudah saya sampaikan, apabila kita bisa membangun poros maritim dunia yang baik, sehingga peran kita di situ jelas negara yang lain, mau tidak mau berkepentingan kepada kita, mau tidak mau akan mendekati kita, karena mereka memiliki kepentingan untuk masuk ke dalam perairan kita. Peran itulah yang menjadi kunci negara kita berwibawa, negara kita dihormati.” Kekuatan luar biasa juga dapat terlihat dari metafora pemilihan kata pada kalimat pertama ialah bangsa–bangsa dengan kehormatan, dengan martabat, dan dengan harga diri. Joko Widodo secara pribadi sebagai pemimpin dan representasi bangsa ingin menunjukkan kepada bangsa–bangsa lain bahwa Indonesia memiliki suatu kekuatan yang ditunjukkan pada kalimat kedua yaitu pada intinya dapat mempengaruhi bangsa–bangsa lainnya bukan dipengaruhi bangsa lain. Aspek yang difokuskan dalam paragraf ini terdapat pada kalimat ketiga yaitu pada kekuatan di sektor maritim atau kelautan. Makna berikutnya yang peneliti tangkap dari pemilihan kata saya juga ingin hadir menyiratkan makna bahwa selama ini Joko Widodo belum merasa Indonesia bisa tampil percaya diri di depan bangsa–bangsa lain. Pemilhan kata yang digunakan juga menunjukkan bahwa Indonesia masih dipandang sebelah mata oleh bangsa– bangsa lainnya. Tidak konsistennya pemilihan subjek Saya dan Kita pada dua kalimat tersebut menampilkan indikasi suatu motif tuntutan dengan hasilnya adalah Universitas Sumatera Utara aktualisasi diri pemimpinnya. Tuntutan yang disampaikan diperhalus dengan pemilihan kata kita karena merupakan suatu tugas bersama untuk ikut ambil bagian dalam proses membangun bangsa. Dan hasilnya ditunjukkan melalui tampilnya Joko Widodo sebagai pemimpin dengan suatu kebanggaan besar sebagai pemimpin bangsa. Paragraf ini jelas menunjukkan komitmen Joko Widodo untuk berfokus pada sektor kemaritiman. Jalesveva Jayamahe adalah motto atau seruan TNI Angkatan Laut Indonesia yang berasal dari bahasa sansekerta yang secara harafiah artinya adalah “Di air–airlah kita berjaya” dan sering diterjemahkan dengan kalimat “Di lautan kita jaya”. Makna sesungguhnya yang ingin di sampaikan dari pemilihan ungkapan Jalesveva Jayamahe dapat diketahui dengan mempelajari sejarah dimana dahulu Kerajaan Majapahit dapat menyatukan nusantara hingga menguasai Filipina bermodalkan angkatan laut yang kuat. Begitu juga kerajaan Sriwijaya yang memiliki angkatan laut yang sangat kuat sehingga mampu memperluas wilayah kekuasaannya. Hal ini disebabkan Jalesveva Jayamahe sangat dipegang teguh oleh setiap pasukan dan jenderal- jenderalnya. Inggris pun terkenal dengan semboyannya Britain Rules The Sea dan mampu dipegang teguh oleh pasukan bahkan rakyatnya. Sehingga Inggris pada saat itu benar-benar menguasai laut dan membuat frustasi beberapa tokoh termasuk Napoleon Bonaparte yang armada lautnya dikalahkan oleh Inggris dibawah Laksamana Muda Horatio Nelson Lord Nelson di teluk Abukir. Paragraf 9 Samudera, laut, selat, dan teluk, adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudera, dan memunggungi selat, dan teluk. Ini saatnya kita mengembalikan semuanya, sehingga Jalesveva Jaya Mahe, di laut justru kita jaya sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu, bisa kembali lagi membahana. Hasil Analisis Fokus komitmen Joko Widodo di sektor maritim Universitas Sumatera Utara Dijelaskan dalam buku Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia Narulloh 2014: 78 bahwa secara garis besar gagasan Joko Widodo-Jusuf Kalla dirangkai dalam visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong” yang kemudian diturunkan menjadi tujuh visi dan terselip pesan yang berkomitmen terhadap dunia maritim terkhususnya terdapat pada misi; 1 Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. 2 Mewujudkan politik luar negeri bebas–aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 3 Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas lautan yang mencapai 82 dari keseluruhan wilayah, sudah sepatutnya Indonesia memiliki strategi maritim yang baik. Hal tersebut mencakup aspek ekonomi, sosial budaya, politik, keamanan dan pertahanan. Secara detail, strategi Joko Widodo-Jusuf Kalla mengatasi persoalan ini termuat dalam dokumen visi dan misi, antara lain meningkatkan jumlah kapal penumpang dan barang, modernisasi material handling di pelabuhan, meningkatkan pelayaran perintis antarpulau, pengembangan industri perkapalan di dalam negeri untuk menyediakan sarana transportasi laut yang aman, efisien, dan nyaman, pengembangan kapasitas dan kapabilitas perusahaan jasa kapal laut di Indonesia. Selain itu dilakukan pengembangan rute kapal laut yang menghubungkan seluruh kepulauan di Indonesia termasuk pulau–pulau terisolasi, revitalisasi pelabuhan yang ada, bertambahnya kapal domestik, peningkatan jumlah pelabuhan container sebanyak 10 unit, pembaharuan metode pemindahan barang dari kapal ke darat dan sebaliknya, dan penambahan kapal pandu. Pembangunan ekonomi maritim juga ditempuh melalui peningkatan kapasitas dan pemberian akses terhadap sumber modal, sarana produksi, infrastruktur, teknologi dan pasar; pembangunan 100 sentra perikanan; pemberantasan illegal, unregulated and unreported fishing; peningkatan luas kawasan konservasi perairan; mendesain tata ruang wilayah pesisir dan lautan; serta meningkatkan produksi perikanan dua kali lipat, menjadi Universitas Sumatera Utara sekitar 40-50 juta ton per tahun pada 2019 sebagaimana visi misi dan program aksi Joko Widodo–Jusuf Kalla di laman situs www.kpu.go.id Kedudukan Indonesia pada posisi silang perdagangan, memiliki empat dari sembilan Sea Lines of Communication dunia mengakibatkan Indonesia mempunyai kewajiban yang sangat besar menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran internasional. Joko Widodo–Jusuf Kalla dalam kampanyenya pernah berjanji akan mengedepankan identitas Indoenesia sebagai negara kepulauan archipelagic state dalam pelaksanaan diplomasi dan membangun kerja sama internasional. Politik luar negeri yang mencerminkan identitas negara kepulauan ini diwujudkan melalui lima agenda aksi, antara lain yang pertama adalah diplomasi maritim untuk mempercepat penyelesaian permasalahan perbatasan Indonesia. Kedua, menjamin integritas wilayah NKRI, kedaulatan maritim dan keamanankesejahteraan pulau–pulau terdepan. Ketiga, mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Eksklusif ZEE. Keempat, mengintensifkan diplomasi pertahanan dan kelima meredam rivalitas maritim di antara negara– negara besar dan mendorong penyelesaian sengketa teritorial. Dalam hal ini Joko Widodo juga meminjam pemikiran Soekarno yang banyak memberikan perhatiannya terhadap kebaharian. Pada hari Maritim tahun 1963, Soekarno pernah mengatakan “Indonesia tidak akan menjadi bangsa yang kuat kalau rakyatnya tidak kawin dengan laut. Apabila Bangsa Indonesia mempunyai jiwa samudra, jiwa pelaut, maka Indonesia akan menjadi bangsa yang besar” Harapan tersebut semakin terkikis seiring peralihan kekuasaan pada Soeharto. Kebijakan pembangunan nasional sangat dominan diarahkan berbasis daratan land based oriented development. Pilihan kebijakan Orde Baru tersebut mirip dengan yang dilakukan kolonial Belanda saat menduduki Nusantara. Pemilihan kata memunggungi digunakan untuk menyatakan ketidak pekaan masyarakat Indonesia terhadap potensi yang ada di lautan dikarenakan berubahnya paradigma masyarakat Indonesia yang semula berpola pikir kepulauan menjadi berpola pikir daratan. Sehingga terkesan Indonesia Universitas Sumatera Utara dominannya adalah negara agraris dan bukan negara kepulauan. Hal ini yang ingin disampaikan kembali oleh Jokowi agar kita sebagai masyarakat Indonesia jangan sampai melupakan potensi kelautan kita yang amat kaya. Karena kelautan juga sebenarnya adalah potensi utama kekayaan Indonesia yang ditunjukkan lewat pemilihan kata masa depan peradaban bangsa. Namun jika dikilas balik dari pengungkapan visi dan misi yang dilayangkan Joko Widodo saat masa kampanye. Penyampaian materi pidato yang terfokus pada pengembangan di sektor maritim sangat disayangkan karena seakan–akan kekuatan ekonomi kita hanya berada di laut. Joko Widodo tidak memberikan gambaran jelas tentang upaya menyelesaikan permasalahan– permasalahan lain yang kian kompleks seperti penegakan hukum, ketahanan nasional, pendidikan dan kesehatan, serta penghematan pengeluaran negara. Sehingga terkesan fokus pidato adalah hanya berupa wacana memberi harapan dan bukan solusi–solusi konkret. Kalimat berikut adalah kalimat majemuk berlawanan yang mengindikasikan sekali lagi memiliki makna repetisi. Secara tersurat kalimat berikut berisikan ajakan sekaligus tuntutan untuk mempersatukan kinerja pemerintah dan masyarakat ke depannya seperti paragraf–paragraf sebelumnya sehingga terkesan bertele-tele. Namun upaya–upaya yang dilakukan belum di rasakan secara konkret sehingga seakan–akan pemilihan kalimat menyatakan Paragraf 10 Saudara-saudara se-bangsa dan se-Tanah Air, Kerja besar membangun bangsa tidak mungkin dilakukan sendiri oleh presiden, wakil presiden ataupun jajaran pemerintahan yang saya pimpin, tetapi membutuhkan topangan kekuatan kolektif yang merupakan kesatuan seluruh bangsa. Hasil Analisis Repetisi mengajak dan menuntut adanya penyatuan kerja Universitas Sumatera Utara bahwa Joko Widodo sebagai pemimpin dan pemerintahan yang dipimpinnya sudah bekerja padahal hari itu adalah hari pertamanya menjadi presiden. Pemilihan kata momentum lima tahun ke depan dilihat berdasarkan lima tahun masa pemerintahan Joko Widodo yang akan dilewati. Kalimat ini dimetaforakan dengan penggunaan kalimat momentum pertaruhan kita sebagai bangsa yang besar. Makna yang terkandung dalam kalimat memberikan efek– efek psikologis yang terkesan ambigu. Makna yang ditangkap peneliti adalah pembuktian bahwa Indonesia akan merdeka pada masa pemerintahan Joko Widodo sendiri sehingga terkesan pemerintahan masa lalu belum bisa menunjukkan jati diri Indonesia sebagai bangsa yang merdeka atau sebagai motif tindakan tertentu untuk menunjukkan bahwa hanya pada masa pemerintahan Joko Widodo lah maka Indonesia akan merdeka bukan hanya sekedar retorika tapi juga dalam aplikasinya. Penyebutan pengulangan kerja, kerja, kerja juga sudah ada pada paragraf sebelumnya dalam artian ini sebenarnya Jokowi sedang menunjukkan penegasan terhadap paham dan ideologinya bahwa segala sesuatu dapat terselesaikan karena semuanya bekerja. Namun menjadi tidak efektif karena sebelumnya hal ini sudah ditegaskan dalam paragraf sebelumnya. Keyakinan terhadap pahamnya yang dapat membangun bangsa diperkuat dengan Paragraf 11 Lima tahun ke depan menjadi momentum pertaruhan kita sebagai bangsa merdeka. Oleh sebab itu, kerja, kerja, dan kerja adalah yang utama. Saya yakin, dengan kerja keras dan gotong royong, kita akan akan mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Hasil Analisis Motif tindakan menghakimi dan pembuktian diri melalui tujuan yang sesuai konstitusi yang berlaku Universitas Sumatera Utara simbolisasi kekuatan bahasa dengan menambahkan unsur–unsur tujuan bersama yang tercantum pada pembukaan UUD 1945 yang mempunyai efek–efek psikologis tertentu diantara khalayaknya untuk mencerminkan bahwa Joko Widodo juga mengedepankan pencapaian tujuan yang sesuai dengan cita–cita bangsa sesuai dengan konstitusi yang berlaku. Penghormatan kepada kepala negara dan utusan khusus dari luar negeri merupakan suatu pembentukan image simbolik yang sengaja didesain untuk menghasilkan efek bagi khalayaknya dimana aktor komunikasi dimaksudkan untuk mengarahkan khalayak lebih mempertimbangkan isu yang disampaikan oleh aktor dibandingkan isu lain. Dramatisme menyediakan cara yang menarik tentang bagaimana manusia mengorganisir pengalaman mereka ketika harus berhadapan dengan dunia sosial. Fokus utama dari dramatisme terutama pada bagaimana manusia menggunakan teks atau bahasa untuk menggambarkan dunia sosial dalam perspektifnya. Joko Widodo dalam hal ini memberikan salam penghormatan kepada para utusan luar negeri dalam upaya memainkan peran Paragraf 12 Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, atas nama rakyat dan pemerintah Indonesia, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Yang Mulia kepala negara dan pemerintahan serta utusan khusus dari negara-negara sahabat. Saya ingin menegaskan, di bawah pemerintahan saya, Indonesia sebagai negara terbesar ketiga dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, sebagai negara kepulauan, dan sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, akan terus menjalankan politik luar negeri bebas-aktif, yang diabdikan untuk kepentingan nasional, dan ikut serta dalam menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hasil Analisis Pembentukan citra positif tentang Indonesia sebagai alat diplomasi Universitas Sumatera Utara tertentu di depan khalayaknya bahwa ia adalah pemimpin yang menghargai kehadiran utusan luar negeri dan menunjukkan fakta tentang Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, negara kepulauan, dan negara terbesar di Asia Tenggara. Pengungkapan fakta tersebut dimaksudkan untuk membentuk suatu persepsi khalayak bahwa Indonesia patut untuk diperhitungkan di kancah internasional. Penyebutan Indonesia sebagai negara ketiga terbesar adalah sesuatu yang keliru karena menurut data yang dilansir dari finance.detik.com, Indonesia menempati posisi ke empat dari daftar negara menurut jumlah populasi di dunia setelah China, India dan Amerika serikat dengan jumlah populasi mencapai 253.609.643 jiwa. Distorsi pesan ini semestinya tidak terjadi dalam sebuah pidato resmi ditambah dengan penggunaan naskah yang sudah terkonsep sedemikian rupa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesalahan pada distorsi pesan murni terdapat karena kesalahan pada data yang tidak akurat pada teks pidato yang di sampaikan oleh Joko Widodo. http:finance.detik.comread2014 030613405325174614negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-ri-masuk- 4-besar Sebutan Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia menurut data yang dilansir dari mapsofworld.com dalam laman situs koran perdjoeangan adalah benar. Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia dengan total jumlah populasi 209.120.000 orang yang memeluk agama Islam. Angka ini mencakup 13,1 persen dari jumlah populasi muslim di dunia. Meskipun 88 penduduknya beragama Islam, Indonesia bukanlah negara Islam. Muslim di Indonesia dikenal dengan sifatnya yang moderat dan toleranhttp:www.koranperdjoeangan.com5- negara-dengan-populasi-muslim-terbesar-di-dunia.html Namun dalam perkembangannya Islam identik dengan stereotip agama kekerasan dan terlibat dengan aksi terorisme. Beberapa gerakan Islam sangat provokatif dan konfrontasional, tidak bersedia untuk mengakui batas–batas kekuasaan serta identitas dan perbedaan antar negara. Ayatullah Khomeini dari Iran, misalnya, menganggap asing konsep perbedaan negara. Sebagian negara Islam terus menerus menyatakan adanya kerusakan spiritual di Barat dan Universitas Sumatera Utara membanggakan vitalitas dan kemantapan Islam. Realitas ini yang menguatkan opini publik bangsa barat bahwa negara Islam secara intrinsik anti barat dan anti demokrasi. Persepsi budaya bangsa barat umumnya menganggap Muslim berbahaya, tidak dapat dipercaya, tidak demokratis, barbar dan primitif. Pandangan ini bisa berakar dari dari sejarah religius terbentuknya negara Islam sampai ke konflik historis antara umat Kristen dan Islam yang merupakan pertikaian yang diturunkan dan dipopulerkan dari generasi ke generasi melalui sejarah, sastra, cerita rakyat, media dan wacana akademis Gerges, 2002: 10 Bangsa Eropa dan Amerika memberikan gambaran tentang Islam sebagai agama yang lahir dari tirani, sebuah agama yang menganggap sah tekanan politik dan kemandekan ekonomi. Hal ini dimulai dari kesalahpahaman mendalam mengenai hubungan agama dan politik. Elit penguasa bangsa barat menganut pasca-pencerahanRenaisans, sebuah pemahaman modern akan agama sebagai sistem kepercayaan yang personal bukan sebagai cara hidup total. Mereka melihat fenomena Islamis yang ingin memapankan kembali bentuk aturan tradisional yang mencakup semua bidang sebagai hal yang abnormal karena meninggalkan norma modern yang sudah diterima. Maka jadilah Islam itu “sukar dipahami, ekstrem, dan mengancam”. Selanjutnya ancaman “Islam ekstrem” makin berganda dengan adanya terorisme internasional maupun domestik dan “hantu” bom nuklir Islam khususnya bom Iran. Pensinoniman Islam dengan teorisme sangat mencoreng wajah Islam di negara–negara barat hal ini dipengaruhi juga oleh judul–judul berita yang dramatis. Seperti yang dikatakan seorang korespoden New York Times, sebuah ancaman sedang menggema dibenak masyarakat: jihad islam. Ahli–ahli strategi menyatakan bahwa negara– negara jahat seperti Irak, Iran, Sudan dan berbagai kelompok islamis adalah ancaman besar bagi stabilitas regional, mereka mendanai terorisme dan arus perdagangan senjata penghancur skala besar. Tapi untuk mengimbangi, elit penentu kebijakan luar negeri bangsa barat melihat mereka yang apolitis sebagai negara–negara Islam yang “baik”; dan Islam moderat adalah pemerintahan yang pro-barat, seperti Arab Saudi, Mesir, Tunisia, Turki, Pakistan, Malaysia dan Indonesia. Gerges, 2002: 14. Hal ini lah yang ingin ditekankan oleh Jokowi Universitas Sumatera Utara yaitu Indonesia merupakan negara dengan penduduk islam moderat dan menjunjung tinggi pluralisme. Indonesia juga merupakan negara besar baik luas wilayahnya yang mencapai 1.919.440 km 2 , terluas di kawasan Asia Tenggara dan terluas ke-13 di duniahttp:id.wikipedia.orgwikiDaftar_negara_menurut_luas_wilayah dengan jumlah penduduk 235 juta jiwa. Di lingkup ASEAN, Indonesia dinilai berhasil menciptakan kestabilan kawasan dengan menjadi salah satu inisiator ASEAN dan menjaga perdamaian ditengah sengketa batas wilayah Laut Tiongkok Selatan, berperan besar mengubah Myanmar yang militeristik otoritarian menuju pemerintahan yang menghagai aspirasi masyarakat sipil serta mendorong terciptanya masyarakat demokratis bagi sesama anggota ASEAN http:www.republika.co.idberitainternasionalglobal140506n55g4n-uni-erop a-indonesia-punya-pengaruh-besar-di-level-internasional Politik bebas aktif adalah prinsip strategi diplomasi luar negeri Indonesia yang terdapat dalam kerangka politik Indonesia disampaikan Bung Karno 6 Juni 1959 di Istora Senayan, Jakarta. Politik bebas aktif diartikan Bung Karno sebagai bentuk dari ketidaknetralan. Bung karno mengharapkan bangsa Indonesia ikut turut aktif dalam perjuangan beserta umat manusia untuk mencapai dunia yang baru, dunia tanpa exploitation de I’homme par I’homme dan tanpa exploitation de nation par nation. Kita tidak netral dan tidak dapat netral, misalnya, dalam menghadapi imperialisme, kolonialisme, dan neokolonisme. Kita tidak membiarkan suatu bangsa merampas kemerdekaannya suatu bangsa lain, mengkolonisasi dan meneokolonisasi suatu bangsa lain. Hal ini diperkuat dengan alinea ke empat pembukaan UUD 1945 yang merupakan cita–cita Indonesia sebagai bagian dari anggota masyarakat dunia. Paharizal, 2005: 125 Paragraf 13 Pada kesempatan yang bersejarah ini, perkenankan saya, atas nama pribadi, atas nama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla dan atas nama bangsa Indonesia menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono dan Bapak Prof. Dr. Boediono yang telah memimpin Universitas Sumatera Utara Pada paragraf ini, motif tindakan melalui dramatisme terlihat ditampilkan. Identifikasi dalam paragraf ini menampilkan aktivitas yang berkaitan dengan aktivitas dari aktor komunikasi berupa penjelasan mengenai bagaimana aktor komunikasi menampilkan komunikasi politiknya melalui strategi pemilihan bahasa serta aktivitas lainnya yang diasosiasikan lewat simbol yang digunakan. Pemilihan kata penghargaan yang setinggi–tingginya merupakan suatu pembentukan image kepada pemerintahan sebelumnya dalam hal ini secara pribadi kepada Soesilo Bambang Yudhoyono SBY untuk tetap menjaga hubungan yang harmonis antar keduanya mengingat keduanya memang merupakan generasi pemimpin yang berbeda dari segi tipe pemimpin dan cara kepemimpinannya. Perlu kiranya bagi Joko Widodo dan Tim untuk membuat ucapan terima kasih yang khusus yang dialamatkan kepada SBY beserta alat kelengkapan negara lainnya yang telah memimpin secara keseluruhan pemerintahan dalam lima tahun terakhir. Namun apabila ditelaah lebih lanjut kalimat tersebut tidak secara keseluruhan menyatakan apresiasi yang sesungguhnya karena hanya berfokus pada ucapan terima kasih atas masa kepemimpinan SBY lima tahun terakhir dan tidak disertai dengan penjelasan bagaimana kepemimpinannya selama lima tahun terakhir tersebut apakah berlangsung baik atau tidak. Tidak ditambahkannya kata keterangan yang menjelaskan tentang masa kepemimpinannya mengasumsikan Jokowi memiliki penilaian sendiri terhadap masa kepemimpinan SBY. penyelenggaraan pemerintahan selama lima tahun terakhir. Hasil Analisis Apresiasi terhadap masa pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono Paragraf 14 Hadirin yang saya muliakan, mengakhiri pidato ini, saya mengajak saudara-saudara sebangsa dan setanah air untuk mengingat satu hal yang pernah disampaikan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia, Bung Karno, bahwa untuk membangun Indonesia menjadi negara yang Universitas Sumatera Utara Dua paragraf terakhir adalah kalimat penutup yang saling berhubungan. Simbolisasi makna terlihat dari pemilihan analogi laut, kapal dan nakhoda yang merupakan inti dari pidato Joko Widodo sendiri yang ingin menyerukan kembali paham kemaritiman di Indonesia. Indonesia dianalogikan sebagai sebuah kapal, Joko Widodo sendiri dianalogikan sebagai seorang nakhoda dan problematika bangsa dianalogikan sebagai gelombang laut. Pesan Joko Widodo tentang jiwa cakrawati samudera merupakan kutipan pidato Soekarno enam tahun sebelum Dekrit, tepatnya saat upacara peresmian berdirinya Institut Angkatan Laut IAL pada 1953 di Surabaya. Cakrawati samudera adalah sebuah bangsa yang mempunyai armada niaga, armada militer, dan bangsa yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan. Lalu empat tahun kemudian, ditetapkanlah Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957. Indonesia mengusulkan kepada dunia konsep negara kepulauan yang mengakui laut dan pulau-pulau, di antaranya sebagai satu kesatuan wilayah, kesatuan politik, dan kesatuan ekonomi. Kekuatan cakrawati samudera yang disebutkan Joko Widodo merupakan kekuatan yang berasal dari kekuatan sendiri yang membangun bangsa dengan penambahan metafora berdiri di atas kehendak rakyat dan konstitusi yang juga merupakan judul pidato Joko Widodo sendiri adalah menegaskan posisi Joko Widodo adalah dua kepentingan yaitu kepentingan untuk mensejahterakan rakyat besar, negara yang kuat, negara yang makmur, negara damai, kita harus memiliki jiwa cakrawati samudera; jiwa pelaut yang berani mengarungi gelombang dan hempasan ombak yang menggulung. Sebagai nahkoda yang dipercaya oleh rakyat, saya mengajak semua warga bangsa untuk naik ke atas kapal Republik Indonesia dan berlayar bersama menuju Indonesia Raya. Kita akan kembangkan layar yang kuat. Kita akan hadapi semua badai dan gelombang samudera dengan kekuatan kita sendiri. Saya akan berdiri di bawah kehendak rakyat dan Konstitusi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa merestui upaya luhur kita bersama. Hasil Analisis Analogi kelautan sebagai penegasan pada fokus pidato serta deskripsi tentang posisi Joko Widodo sebagai pemimpin Universitas Sumatera Utara sesuai dengan tujuan konstitusi negara kita yaitu UUD 1945. Untuk menambah kesan religi pada kalimat tersebut izin untuk menyertai setiap tindakan yang ingin dilakukan dikembalikan lagi kepada Tuhan sebagai empunya segala rencana. Berdasarkan pengamatan dari keseluruhan isi pidato, peneliti menemukan kebanyakan isi pidato terinspirasi oleh prinsip–prinsip juga kutipan pidato yang disampaikan oleh Presiden Soekarno semasa ia memimpin Indonesia. Terdapat ambiguitas makna jika peneliti mengartikannya dalam konteks yang sedang berkembang. Dalam sebuah wawancara, Joko Widodo pernah menyatakan bahwa Ia memang mengidolakan Soekarno yang juga merupakan tokoh inspirasi Partai tempat Joko Widodo bernaung yaitu PDI-P. Hal ini seperti mengingatkan kembali peranan Joko Widodo yang sangat besar untuk menaikan kembali pamor PDI-P. Asumsinya adalah Joko Widodo ingin mengobarkan kembali prinsip– prinsip Soekarno dalam memerdekakan bangsa Indonesia secara utuh, sebagai pembentukan image menunjukkan kepada khalayak bahwa ia menghargai sejarah bangsa atau mensejajarkan diri layaknya Soekarno sebagai pahlawan revolusioner. Sebagian masyarakat juga menyetujui adanya kesamaan antara Soekarno dan Joko Widodo. Masyarakat sebahagian percaya bahwa Joko Widodo adalah titisan Soekarno karena mitos bahwa wafatnya Soekarno bersamaan dengan tanggal dan bulan kelahiran Joko Widodo. Sosok dan sifat kebangsaan dan kepemimpinan Joko Widodo dianggap juga hampir mirip dengan Soekarno. Keduanya mempunyai watak dan sepak terjang sebagai sosok yang peduli dengan orang kecil dan menjunjung tinggi ideologi marhaenisme yaitu menentang penindasan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa http:www.merdeka.comperistiwadianggap-sebagai-titisan-lukisan-soekarno- jokowi-disandingkan.html Paragraf 15 Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Tuhan memberkati, Om santi, santi om, Namo Budaya Universitas Sumatera Utara Salam penutup sama seperti salam pembuka di awal pembuka pidato, diakhiri dengan salam dan atau penghormatan dalam empat agama yang telah peneliti jelaskan pada bagian penjelasan salam pembuka yang menjelaskan tentang image Joko Widodo yang menjunjung tinggi nilai pluralisme. Penambahan pekikan merdeka dalam akhir pidato adalah sebagai simbolisasi makna. Pekik merdeka yang bergema tahun 1945 di seluruh Indonesia bermakna perjuangan mengusir penjajah. Dahulu Presiden Soekarno menggunakan kata– kata kemerdekaan dari kesulitan hidup atau kemiskinan. Ia juga mengatakan bahwa rakyat Indonesia menghendaki kemerdekaan pribadi atau kemerdekaan individu dari berbagai penderitaan. Di masa sekarang pengertian merdeka tidak lagi sebatas mengusir penjajah yang secara terang–terangan menguasai negeri tapi juga merdeka di segi politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Pekikan merdeka ini juga sebagai motif tindakan meniru pidato–pidato para retoris dan para negarawan yang secara implisit menunjukkan bahwa saat ini adalah saat yang tepat untuk berjuang. Merdeka Hasil Analisis Pembentukan image Joko Widodo sebagai sosok yang menjunjung tinggi pluralisme dan nasionalisme Universitas Sumatera Utara TABEL 4.1 Analisis Pentad Drama Paragraf Hasil Analisis Dramatisme Penekanan Teks Fokus Elemen Pentad Drama 1 Pembentukan image Jokowi sebagai sosok yang menjunjung tinggi pluralisme Karakter diri aktor komunikasi yang filosofis Agen 2 Motif tindakan penyebutan pihak terkait dimaksudkan menjaga hubungan baik di tengah konflik internal Konteks yang menekankan pada pengaturan keadaan Adegan 3 Pembentukan image Jokowi sebagai sosok yang dapat disentuh berbagai kalangan masyarakat Fokus pada karakter diri aktor komunikasi yang filosofis Agen 4 Motif tindakan mengajak, memerintah dan menghakimi, dan pemecahan masalah Motif tindakan Tindakan 5 Pemberian harapan dan sindiran kepada lembaga negara secara implisit Motif Tindakan Tindakan 6 Motif tindakan pemberian harapan, menghakimi, perintah dan sindiran Motif Tindakan Tindakan 7 Pembentukan kesan merakyat serta untuk menarik perhatian khalayak Karakter diri aktor komunikasi Agen Universitas Sumatera Utara yang filosofis 8 Aktualisasi diri sebagai hasil dari motif tindakan tuntutan Pembentukan karakter diri aktor komunikasi di masa depan Agen 9 Fokus komitmen Jokowi di sektor maritime Keinginan kuat untuk mencapai suatu kepentingan Tujuan 10 Repetisi mengajak dan menuntut adanya penyatuan kerja Motif Tindakan Tindakan 11 Motif tindakan menghakimi dan pembuktian diri melalui tujuan yang sesuai konstitusi yang berlaku Motif Tindakan Tindakan 12 Pembentukan citra positif tentang Indonesia sebagai alat diplomasi Pembentukan karakter Indonesia di mata internasional Agen 13 Apresiasi terhadap masa pemerintahan SBY Strategi penyampaian pesan melalui pujian Agensi 14 Analogi kelautan sebagai penegasan pada fokus pidato serta deskripsi tentang posisi Jokowi sebagai pemimpin Motif Tindakan Tindakan 15 Pembentukan image sosok yang menjunjung tinggi pluralisme dan nasionalisme Karakter diri aktor komunikasi yang filosofis Agen Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel analisis fokus elemen pentad drama diketahui pidato kenegaraan Joko Widodo didominasi oleh rasio tindakan-agen. Penekanan pada elemen tindakan menunjukkan komitmen untuk realisme diketahui melalui pengembangan pesan yang banyak menggunakan kalimat-kalimat aktif dan didominasi penggunaan kata–kata verbal. Penekanan pada elemen agen memfokuskan pada karakter dari aktor komunikasi yang menggambarkan idealisme sebagai orientasi utama. Joko Widodo banyak menggunakan pesan untuk deskripsi diri dan tanggung jawab yang ia emban dan berusaha untuk konsisten dengan paham idealisme filosofis dari dirinya. Dalam rasio dramatistik jika penekanan ada pada rasio tindakan-agen, pidato kenegaraan pertama yang disampaikan oleh Joko Widodo akan terfokus pada kritik tentang determinasi dampak pidatonya kepada khalayak yaitu cara khalayak memandang image yang ingin dibentuk Joko Widodo dan tindakan yang sudah ia lakukan dan yang ingin ia lakukan melalui pidatonya.

4.1.2.3 Tekstual Seminal