Proses Pengambilan Keputusan Membeli di Department Store Ditinjau dari Citra Department Store
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMBELI
DI DEPARTMENT STORE DITINJAU DARI CITRA
DEPARTMENT STORE
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
HALIMATUS SAKDIYAH LUBIS
051301130
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GENAP, 2008/2009
(2)
SKRIPSI
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMBELI
DI DEPARTMENT STORE DITINJAU DARI
CITRA DEPARTMENT STORE
Dipersiapkan dan disusun oleh :
HALIMATUS SAKDIYAH LUBIS 051301130
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal
Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi
Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) NIP. 140 080 762
Tim Penguji
1. Zulkarnain S.Psi, Psi
NIP : 132 285 918 ( )
2. Ferry Novliadi, M.Si
NIP : 132 316 960 ( )
3. Desvi Yanti Mukhtar, M.Psi, Psi
(3)
Proses Pengambilan Keputusan Membeli di Department Store Ditinjau dari Citra Department Store
Halimatus Sakdiyah Lubis dan Zulkarnain
ABSTRAK
Department store merupakan salah satu jenis toko pengecer (ritel) yang
menyediakan variasi produk belanja dan produk-produk khusus secara luas. Hal ini menjadi salah satu daya tarik department store sehingga banyak konsumen yang berbelanja di department store (Richert, Meyer dan Haines, 1962). Pembelanja department store akan lebih konsen terhadap kualitas dari barang dagangan, derajat kemudahan berbelanja, dan kepuasan setelah transaksi (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001). Dodds, Monroe dan Grewal menyatakan bahwa citra toko yang baik di mata konsumen menciptakan nama toko yang baik pula. Citra toko merupakan persepsi terhadap toko. Jika persepsi konsumen positif terhadap toko maka akan menciptakan penerimaan kualitas yang berlanjut kepada penerimaan nilai dan produk akhirnya adalah keinginan untuk membeli.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara proses pengambilan keputusan membeli di department store dengan citra department store.
Penelitian ini mengambil sampel mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sejumlah 173 orang yang pernah berbelanja di
department store. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan incidental sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala
yaitu skala proses pengambilan keputusan membeli dan skala citra department
store yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tahapan proses pengambilan
keputusan membeli dari Engel, Blackwell dan Miniard (1995) dan Hansen dan Deutscher (1986). Skala proses pengambilan keputusan membeli memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.889 dan nilai reliabilitas skala citra department store
(rxx)=0.939.
Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan analisa regresi menunjukkan koefisien korelasi (r)=0.504 dengan taraf signifikansi p<0.05 (p=0.000) sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara proses pengambilan keputusan membeli di department store dengan citra department store.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Proses Pengambilan Keputusan Membeli di Department Store Ditinjau dari Citra
Department Store” ini. Tulisan kecil ini adalah skripsi yang diajukan untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Pembuatan skripsi ini merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga penulis mohon maaf jika sekiranya dalam skripsi ini terdapat kejanggalan-kejanggalan, baik isi maupun cara penulisannya, yang masih banyak terdapat kesalahan.
Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak. Bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Kedua orang tua penulis yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis. Terima kasih atas segala kasih sayang dan cinta yang telah diberikan. Semua ini penulis lakukan hanya untuk membahagiakan keduanya. Penulis tidak akan mengecewakan keduanya. Terus doakan penulis. Buat kak Leni (kakak penulis yang cerewet) dan bang Ami (Abang penulis), terima kasih banyak. Doakan adik kalian ini biar selalu sukses.Amin.
(5)
3. Bapak Zulkarnain, S.Psi, Psi selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih banyak atas arahan dan bimbingan yang Bapak berikan, atas kesabaran Bapak membimbing dan mengajari penulis. Terima kasih kepada Bapak yang telah rela menunda kepulangan Bapak ke Malaysia sampai penulis sidang, hanya Allah yang bisa membalas kebaikan Bapak, semoga Bapak diberikan kemudahan oleh Allah SWT dan bisa menyelesaikan bab VI dan bab VII Bapak dengan segera. Amin.Sukses selalu ya pak.
4. Ibu Desvi Yanti Mukhtar, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik penulis. Terima kasih atas arahan dan masukan serta perhatiannya. Kepada Ibu Gustiarti Leila, M.Si, Psi, M.Kes yang telah memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis dan membantu penulis dalam membentuk KAMPPIO (Kelompok Aspirasi Mahasiswa Peminat PIO). 5. Kepada seluruh dosen pengajar di Fakultas Psikologi, terima kasih atas
ilmu yang telah kalian berikan kepada penulis.Tanpa kalian penulis bukanlah apa-apa. Terima kasih kepada kak Ade, kak Ari, kak Devi, Pak Aswan, Pak Iskandar yang telah membantu penulis.
6. Terima kasih kepada Budi Juliansyah yang telah mengisi hari-hari dan hati penulis, yang telah rela kembali ke Medan untuk membantu penelitian penulis. Terima kasih atas cinta, perhatian, kasih sayang dan pengorbanannya. Semoga kuliahnya lancar dan bisa cepat selesai. Amin. Kepada keluarga BJ (Bapak, Ibu, Icha dan Puput) terima kasih karena selalu mendukung dan memberi semangat serta doa kepada penulis.
(6)
7. Kepada sahabat-sahabatku Isha, Yolandha, Endah, Dee-Dee, Ita terima kasih atas kebersamaan yang ada selama menjalani perkuliahan. Bersama kita dalam suka dan duka. Semangat ya. Semoga kita semua sukses. Amin. Tetap saling komunikasi ya. Buat Elsa, Paidi(06), Yefri dan PCI serta semua teman-teman yang telah membantu penelitian penulis, penulis hanya bisa mengucapkan terima kasih. Bantuan kalian semua sangat berharga bagi penulis. Buat angkatan 05, tetap kompak ya teman-teman. Jangan lupa diisi database buat buku alumni 05. OK. Buat teman-teman seperjuangan Angel, Mayang, Mbak Yu dan khususnya bang Joko terima kasih atas bantuan dan dukungan satu sama lain.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan saudara semua. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi reka-rekan semua.
Medan , Januari 2009
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR DIAGRAM ... iv
DAFTAR TABEL ... BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II. LANDASAN TEORI ... 11
A. Keputusan Membeli ... 11
1. Defenisi Keputusan Membeli ... 11
2. Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Membeli ... 14
3. Jenis Keputusan Membeli ... 17
4. Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan Membeli ... 20
B. Citra Department Store ... 32
(8)
2. Pengertian Citra Department Store ... 33
3. Faktor Pendukung Citra Toko ... 34
4. Dimensi Citra Department Store ... 36
C. Keputusan Membeli di Department Store Ditinjau dari Citra Department Store ... 38
D. Hipotesa Penelitian ... 42
BAB III. METODE PENELITIAN ... 43
A. Identifikasi Variabel ...43
B. Definisi Variabel Penelitian ...43
1. Keputusan Membeli ...43
2. Citra Department Store ...44
C. Populasi, Sampel, Dan Metode Pengambilan Sampel...45
1. Karakteristik Subjek Penelitian...45
2. Teknik Pengambilan Sampel ... 46
3. Jumlah Sampel Penelitian ...46
D. Metode Pengumpulan Data ...47
1. Metode Skala ...47
2. Skala Keputusan Membeli...49
3. Skala Citra Department Store...52
E. Uji Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur ...54
1. Uji Validitas ...55
(9)
F. Metode Analisa Data ...57
BAB IV ANALISA DATA ...
(10)
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 : Faktor yang mempengaruhi proses
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Distribusi Aitem-aitem Skala Proses
Pengambilan Keputusan Membeli ... 47 Tabel 2 : Distribusi Aitem-aitem Skala Citra Department Store ... 49 Tabel 3 : Distribusi item skala proses pengambilan
keputusan membeli setelah uji coba...53 Tabel 4 :
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Resep yang Menunjukkan Kombinasi Tetrasiklin dengan
Antasida ... 23 Lampiran 2. Resep yang Menunjukkan Kombinasi Digoksin dengan
Furosemida ... 30
Lampiran 3. Resep yang Menunjukkan Kombinasi Rifampisin dengan
INH ... 36 Lampiran 4. Resep yang Menunjukkan Kombinasi Sulfas ferosus dengan
Antasida... 42 Lampiran 5. Resep yang Menunjukkan Kombinasi Kloramphenikol dengan
Parasetamol ... 43 Lampiran 6. Resep yang Menunjukkan Kombinasi Gentamisin dengan
(13)
Proses Pengambilan Keputusan Membeli di Department Store Ditinjau dari Citra Department Store
Halimatus Sakdiyah Lubis dan Zulkarnain
ABSTRAK
Department store merupakan salah satu jenis toko pengecer (ritel) yang
menyediakan variasi produk belanja dan produk-produk khusus secara luas. Hal ini menjadi salah satu daya tarik department store sehingga banyak konsumen yang berbelanja di department store (Richert, Meyer dan Haines, 1962). Pembelanja department store akan lebih konsen terhadap kualitas dari barang dagangan, derajat kemudahan berbelanja, dan kepuasan setelah transaksi (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001). Dodds, Monroe dan Grewal menyatakan bahwa citra toko yang baik di mata konsumen menciptakan nama toko yang baik pula. Citra toko merupakan persepsi terhadap toko. Jika persepsi konsumen positif terhadap toko maka akan menciptakan penerimaan kualitas yang berlanjut kepada penerimaan nilai dan produk akhirnya adalah keinginan untuk membeli.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara proses pengambilan keputusan membeli di department store dengan citra department store.
Penelitian ini mengambil sampel mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sejumlah 173 orang yang pernah berbelanja di
department store. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan incidental sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua buah skala
yaitu skala proses pengambilan keputusan membeli dan skala citra department
store yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tahapan proses pengambilan
keputusan membeli dari Engel, Blackwell dan Miniard (1995) dan Hansen dan Deutscher (1986). Skala proses pengambilan keputusan membeli memiliki nilai reliabilitas (rxx)=0.889 dan nilai reliabilitas skala citra department store
(rxx)=0.939.
Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan analisa regresi menunjukkan koefisien korelasi (r)=0.504 dengan taraf signifikansi p<0.05 (p=0.000) sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara proses pengambilan keputusan membeli di department store dengan citra department store.
(14)
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan pasar tradisional mulai tersaingi atau bahkan tergeser oleh adanya bisnis eceran modern. Bisnis eceran atau biasa disebut dengan pedagang eceran semakin terasa keberadaannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Berbagai macam pusat perbelanjaan eceran bermunculan dengan bermacam bentuk dan ukuran. Salah satu bentuk pusat perbelanjaan eceran adalah department store (Suryandari, 2003).
Department store merupakan salah satu jenis toko pengecer (ritel) yang
menyediakan variasi produk belanja dan produk-produk khusus secara luas, termasuk pakaian, kosmetik, peralatan rumah tangga, alat-alat rumah tangga dan mebel. Pembelian biasanya dilakukan di masing-masing bagian yang diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah agar ekonomis dalam promosi, pembelian, pelayanan, dan pengawasan. Masing-masing bagian biasanya dikepalai oleh seorang buyer, yang tidak saja memilih produk dagangan untuk bagiannya tetapi juga bertanggung jawab atas keseluruhan promosi dan personil (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001).
Suatu department store menyediakan berbagai macam produk secara luas. Hal ini menjadi salah satu daya tarik department store sehingga banyak konsumen yang berbelanja di department store (Richert, Meyer dan Haines, 1962). Pembelanja department store akan lebih konsen terhadap kualitas dari barang
(15)
dagangan, derajat kemudahan berbelanja, dan kepuasan setelah transaksi (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001).
Proses pengambilan keputusan membeli khususnya dalam hal jumlah pencarian informasi yang dilakukan oleh konsumen berhubungan dengan tipe toko dimana konsumen berbelanja. Pembeli di department store lebih memiliki pengetahuan, memiliki lebih banyak pengalaman, membaca lebih banyak mengenai produk yang akan dibeli, mengunjungi lebih banyak toko dan mencari saran dari teman atau orang-orang di sekitarnya (Loudon dan Bitta, 1984).
Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan. Stanton (1997) mengemukakan keputusan membeli sebagai proses dalam pembelian nyata setelah melalui tahap-tahap sebelumnya. Setelah melakukan evaluasi atas sejumlah alternatif maka konsumen dapat memutuskan apakah suatu produk akan dibeli atau diputuskan untuk tidak dibeli sama sekali.
Awater (dalam setiadi, 2003) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai kegiatan mengumpulkan informasi tentang alternatif yang relevan dan membuat pilihan yang sesuai.
Proses keputusan konsumen merupakan hal penting yang dilakukan konsumen dalam membeli suatu produk. Hal ini dikarenakan dalam proses tersebut memuat berbagai langkah yang terjadi secara berurutan sebelum konsumen mengambil keputusan (Engel, 1994).
Proses pengambilan keputusan melibatkan tiga tahapan, antara lain : input, proses, dan output. Tahapan input mempengaruhi rekognisi terhadap kebutuhan
(16)
produk dan terdiri dari dua sumber utama, yaitu usaha pemasaran perusahaan (produk, tempat, harga, dan promosi) dan pengaruh sosioekternal konsumen (keluarga, teman, tetangga, kelas sosial, budaya). Tahapan proses fokus terhadap bagaimana konsumen membuat keputusan yang mencakup faktor psikologis (motivasi, persepsi, belajar, kepribadian, dan sikap). Mempengaruhi rekognisi terhadap kebutuhan, pencarian alternatif sebelum pembelian, dan evaluasi alternatif. Tahapan output merupakan pembelian dan perilaku setelah pembelian (Schiffman dan Kanuk, 2004).
Secara umum, konsumen mengikuti proses pengambilan keputusan ketika membeli suatu produk. Tahapan proses pengambilan keputusan membeli antara lain : pengenalan kebutuhaan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli, konsumsi, dan perilaku pascapembelian (Engel, 1995).
Proses pengambilan keputusan pembelian suatu barang atau jasa akan melibatkan berbagai pihak, sesuai dengan peran masing-masing. Peran yang dilakukan tersebut antara lain: Initiator, adalah individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu; Influencer, adalah individu yang berpengaruh terhadap keputusan membeli. Informasi mengenai kriteria yang diberikan akan dipertimbangkan baik secara sengaja atau tidak; Decider, adalah yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya; Buyer, adalah individu yang melakukan transaksi pembelian sesungguhnya; User, yaitu individu yang menggunakan produk atau jasa yang dibeli (Loudon dan Bitta, 1993).
(17)
Proses pengambilan keputusan konsumen tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen, antara lain faktor budaya, faktor sosial, faktor individu dan faktor psikologis. Faktor budaya mencakup budaya dan nilai, subbudaya dan kelas sosial. Faktor sosial menunjukkan interaksi sosial antara konsumen dan sekelompok orang yang memiliki pengaruh, seperti pada referensi kelompok, opini para pemimpin dan para anggota keluarga. Faktor individu mencakup jenis kelamin, umur, keluarga dan daur hidup keluarga, pribadi, konsep hidup, serta gaya hidup. Faktor psikologis menentukan bagaimana menerima dan berinteraksi dengan lingkungan dan berpengaruh pada keputusan yang diambil oleh konsumen. Faktor psikologis mencakup persepsi, motivasi, pembelajaran, keyakinan dan sikap (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001).
Kottler (1997) menyatakan bahwa ada dua kepentingan utama yang diperhatikan oleh konsumen dalam memutuskan pembelian suatu produk, antara lain: Pertama, keputusan pada ketersediaan dan kegunaan suatu produk. Konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk, jika produk yang ditawarkan tersebut tersedia dan bermanfaat baginya. Kedua, keputusan pada hubungan dari produk atau jasa. Konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk jika produk tersebut mempunyai hubungan dengan yang diinginkan konsumen.
Rangsangan dalam toko juga memiliki pengaruh terhadap keputusan membeli. Menurut Assael (1998) rangsangan dalam toko merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen
(18)
khususnya untuk pembelian yang tidak direncanakan. Hal ini menunjukkan bahwa situasi yang baik dalam toko dapat mempengaruhi konsumen dalam membuat keputusan untuk melakukan pembelian. Dengan kata lain, situasi yang baik dapat menjadikan suatu rangsangan bagi konsumen untuk melakukan pembelian.
Lingkungan dalam toko memiliki peran yang sangat penting untuk menarik minat konsumen mengunjungi toko. Di samping itu, suasana dalam toko yang baik dan menyenangkan ditambah dengan adanya pelayanan yang memuaskan akan melekat di benak konsumen yang berbelanja. Melalui penyebaran informasi dari mulut ke mulut citra toko (store image) akan menjadi positif dan semakin baik di mata konsumen sehingga semakin besar pula kemungkinan akan terjadi pembelian-pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya oleh konsumen. Konsumen yang memasuki toko memiliki kesan tersendiri terhadap toko. Misalnya kesan terhadap harga produk, pelayanan yang diberikan oleh karyawan atau kesan terhadap barang yang ada. Setiap toko berusaha untuk menciptakan citra yang baik di mata konsumen, karena citra konsumen terhadap toko pada akhirnya akan menimbulkan penilaian konsumen akan keberadaan toko tersebut (Wiyanto, 2002).
Citra toko dianggap sebagai salah satu aset yang berharga bagi sebuah usaha. Menurut Simamora (2003) seperti produk, sebuah toko juga mempunyai kepribadian. Bahkan beberapa toko mempunyai citra yang sangat jelas dalam benak konsumen. Dengan kata lain citra toko adalah kepribadian sebuah toko. Kepribadian atau citra toko menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen terhadap toko tertentu. Citra toko dengan sendirinya akan mampu
(19)
mendiferensiasikan sebuah toko sehingga positioning toko menjadi jelas.
Positioning ini merupakan sebuah daya tarik bagi konsumen sehingga mau
berkunjung ke sebuah toko. Penciptaan citra toko menjadi penting karena berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Simamora (2003) bagi konsumen, kepribadian ini juga mewakili suatu gambaran yang utuh atas retailer. Oleh karena itu retailer harus mampu mengetahui dan merancang apa yang mereka ingin konsumen lihat dan rasakan. Citra toko merupakan salah satu alat yang terpenting bagi retailer untuk menarik dan memenuhi kepuasan konsumen. Konsumen menilai sebuah toko berdasarkan pengalaman mereka atas produk yang dijajakan oleh toko tersebut. Citra toko memungkinkan beberapa toko akan membekas dalam ingatan konsumen. Kesan ini bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu kesan positif dan kesan negatif.
Menciptakan kesan positif konsumen terhadap suatu toko merupakan hal yang sangat penting. Dengan semakin maraknya bisnis ritel di Indonesia, maka persaingan yang ketat di bisnis ritel tidak dapat terelakkan. Hal ini disebabkan semakin banyaknya bisnis ritel luar negeri yang memasuki pasar domestik. Masuknya bisnis ritel dari luar negeri yang dikelola secara profesional menuntut bisnis ritel domestik untuk dikelola secara profesional agar mampu bersaing dalam melayani konsumen. Persaingan untuk memperebutkan konsumen di bisnis ritel pun semakin ketat dengan semakin banyaknya pusat perbelanjaan domestik yang bermunculan, pusat-pusat perbelanjaan harus bekerja sekeras mungkin untuk menarik konsumen dari pusat perbelanjaan lain sehingga diperlukan strategi yang jitu untuk memperebutkan konsumen. Salah satu strategi agar suatu ritel mampu
(20)
bersaing adalah dengan membangun citra yang baik di mata konsumen maupun publik, karena citra dapat mempengaruhi proses pembelian suatu produk atau jasa. Oleh karena itu, citra menjadi faktor penting bagi keberhasilan pemasaran (Suryandari, 2003). Dengan kondisi kompetitif ini, maka retailer harus mampu menerapkan strategi ritel yang tepat. Salah satu strategi yang dapat dipergunakan adalah membangun citra toko. Citra toko di mata pengunjung dapat menjadi stimuli untuk masuk ke dalam toko, yang berlanjut pada proses interaksi hingga pembelian (Kusumowidagdo, 2005).
Citra suatu toko merupakan faktor fungsional dan faktor psikologis yang dirasakan oleh konsumen ketika berada di dalam toko (Loudan dan Bitta, 1993). Citra atau image merupakan hal yang penting bagi perusahaan, khususnya sebuah toko. Defenisi tentang citra toko yang lebih luas dikemukakan oleh Martineu (dalam Engel, Blackwell dan Miniard, 1995) yaitu cara sebuah toko didefenisikan di benak pembeli, sebagian oleh kualitas fungsionalnya dan sebagian lagi oleh pancaran cahaya atribut psikologis. Citra department store dapat didefinisikan sebagai suatu kesan yang dimiliki oleh konsumen maupun publik terhadap suatu
department store sebagai suatu refleksi atas evaluasi department store yang
bersangkutan.
Konsumen mempunyai kriteria evaluasi toko tertentu dalam pikiran konsumen dan membandingkan persepsi mereka pada karakteristik toko dan sebagai hasil dari proses ini, toko dikategorikan dengan dapat diterima (cocok) dan tidak dapat diterima (tidak cocok) (Loudon dan Bitta, 1993).
(21)
Atribusi sebuah toko merupakan hal yang sangat penting. Ketika konsumen membuat keputusan pemilihan toko, hal ini tergantung pada tipe toko. Atribusi suatu toko dapat membangkitkan minat konsumen untuk mengunjungi suatu toko. Minat berkunjung adalah keinginan seseorang untuk mendatangi suatu tempat tertentu yang dapat memberikan kepuasan pada konsumen, atau paling tidak minat berkunjung menunjukkan intensitas dari sebuah keinginan dan rasa penasaran pada diri seseorang. Minat berkunjung perlu mendapatkan perhatian karena untuk sebuah department store, maka kunjungan konsumen adalah awal dari sebuah transaksi pembelian yang dilakukan konsumen. Jika sebuah
department store mampu memberikan daya tarik tertentu pada konsumen
sehingga minat berkunjung konsumen semakin kuat, maka kemungkinan realisasi pembelian yang dilakukan konsumen semakin besar. Hal ini dikemukakan oleh Mish (dalam Handoko, 2006).
Penentu pemilihan toko berhubungan dengan citra toko (store image) yang dipengaruhi oleh kuatnya penarik. Akibatnya, pedagang membutuhkan pengertian tentang kriteria evaluasi konsumen yang digunakan dalam memilih toko, seberapa penting masing-masing kriteria, citra konsumen tentang toko, dan bagaimana citra tersebut dibandingkan dengan citra ideal dan citra kompetitor (Loudon dan Bitta, 1993). Karakteristik pembeli mempengaruhi citra toko. Citra toko pada gilirannya mempengaruhi pilihan toko dan produk akhirnya adalah pembelian pada toko tersebut. Jika pengalaman masa lalu memuaskan, maka pilihannya akan bersifat kebiasaan, kecuali jika faktor-faktor lain telah berubah semenjak kunjungan terakhir (Engel, Blackwell, Miniard, 1995) .
(22)
Dodds, Monroe dan Grewal (dalam Schiffman dan Kanuk, 2004) menyatakan bahwa citra toko yang baik di mata konsumen menciptakan nama toko yang baik pula. Citra toko merupakan persepsi terhadap toko. Jika persepsi konsumen positif terhadap toko maka akan menciptakan penerimaan kualitas yang berlanjut kepada penerimaan nilai dan produk akhirnya adalah keinginan untuk membeli. Grewal (dalam Heijen dan Verhagen, 2003) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara citra toko dan keputusan membeli.
Kahl (dalam Engel, 1995) menyatakan bahwa kelas sosial mempengaruhi keputusan membeli. Ada beberapa aspek yang menentukan kelas sosial, antara lain : pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Orang yang berada pada status sosial yang sama cenderung untuk berbagi keyakinan, nilai dan cara bertindak di antara sesama mereka serta memiliki perasaan yang lebih dekat. Nilai, keyakinan, dan interaksi yang berkembang berpengaruh pada perilaku konsumen. Kelas sosial memprediksi bagaimana dan dimana seseorang akan berbelanja.
Berdasarkan pendapat di atas peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sebagai responden karena dipandang dari segi pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor demografis yang mempengaruhi keputusan membeli.
B. RUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan antara proses pengambilan keputusan membeli di department store dengan citra
(23)
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara citra
department store dengan keputusan membeli di department store.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi terutama dalam bidang perilaku konsumen (consumer behavior) mengenai hubungan antara citra department
store dengan proses pengambilan keputusan membeli di department store dengan memberikan bukti empiris mengenai
hubungan tersebut.
b. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti mengenai perilaku konsumen sebagai referensi teoritis dan empiris.
2. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai hubungan antara citra department store dengan keputusan membeli sehingga dapat menjadi masukan yang berguna bagi para pelaku pasar khususnya pengelola department store.
(24)
b. Dengan adanya penelitian ini maka dapat membantu para pengelola
department store dalam kaitannya dengan strategi pemasaran.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Di sini digambarkan mengenai berbagai tinjauan literatur dan hasil penelitian sebelumnya mengenai citra toko dan proses pengambilan keputusan membeli.
Bab II Landasan teori
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori tentang citra toko dan proses pengambilan keputusan membeli. Bab ini juga mengemukakan hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan hubungan antara citra department store dengan proses pengambilan keputusan membeli di department store.
Bab III Metodologi penelitian
Bab ini menguraikan identifikasi variabel, defenisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.
(25)
Bab IV Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.
Bab V Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Bab ini menguraikan kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian. Diskusi membahas mengenai kesesuaian maupun kestidaksesuaian antara data penelitian yang diperoleh dengan teori yang ada dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.
(26)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KEPUTUSAN MEMBELI
1. Definisi Proses Pengambilan Keputusan Membeli
Dalam istilah umum, membuat keputusan adalah penyeleksian tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif (Schiffman dan Kanuk, 2004). Dengan kata lain, keputusan dapat dibuat hanya jika ada beberapa alternatif yang dipilih. Apabila alternatif pilihan tidak ada maka tindakan yang dilakukan tanpa adanya pilihan tersebut tidak dapat dikatakan membuat keputusan.
Proses pengambilan keputusan melibatkan tiga tahapan, antara lain: input, proses, dan output. Tahapan input mempengaruhi rekognisi terhadap kebutuhan produk dan terdiri dari dua sumber utama, yaitu usaha pemasaran perusahaan (produk, tempat, harga, dan promosi) dan pengaruh sosioekternal konsumen (keluarga, teman, tetangga, kelas sosial, budaya). Tahapan proses fokus terhadap bagaimana konsumen membuat keputusan yang mencakup faktor psikologis (motivasi, persepsi, belajar, kepribadian, dan sikap) yang mempengaruhi rekognisi terhadap kebutuhan, pencarian alternatif sebelum pembelian, dan evaluasi alternatif. Tahapan output merupakan pembelian dan perilaku setelah pembelian (Schiffman dan Kanuk, 2004).
Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan. Stanton (1997) mengemukakan keputusan membeli sebagai proses
(27)
dalam pembelian nyata setelah melalui tahap-tahap sebelumnya. Setelah melakukan evaluasi atas sejumlah alternatif maka konsumen dapat memutuskan apakah suatu produk akan dibeli atau diputuskan untuk tidak dibeli sama sekali.
Awater (dalam setiadi, 2003) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai kegiatan mengumpulkan informasi tentang alternatif yang relevan dan membuat pilihan yang sesuai.
Menurut Setiadi (2003), keputusan yang diambil oleh seseorang dapat disebut sebagai sebuah pemecahan masalah. Dalam proses pengambilan keputusan, konsumen memiliki sasaran atau perilaku yang ingin dicapai atau dipuaskan. Selanjutnya, konsumen membuat keputusan mengenai perilaku yang ingin dilakukan untuk dapat memecahkan masalahnya. Selanjutnya dijelaskan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu aliran timbal balik yang berkesinambungan di antara faktor lingkungan, proses kognitif dan afektif, serta tindakan perilaku. Proses pengambilan keputusan terdiri dari empat tahapan. Pada tahap pertama merupakan pemahaman akan adanya masalah. Tahap berikutnya, terjadi evaluasi terhadap alternatif yang ada dan tindakan yang paling sesuai dipilih. Selanjutnya, pembelian diwujudkan dalam bentuk tindakan. Pada akhirnya barang yang telah dibeli akan digunakan dan konsumen melakukan evaluasi ulang terhadap keputusan yang telah diambilnya.
Menurut Engel (1994) proses keputusan konsumen merupakan hal penting yang dilakukan konsumen dalam membeli suatu produk. Proses keputusan konsumen merupakan suatu kegiatan yang penting karena dalam proses tersebut
(28)
memuat berbagai langkah yang terjadi secara berurutan sebelum konsumen mengambil keputusan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan membeli merupakan kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan individu dalam pemilihan alternatif perilaku yang sesuai dari dua alternatif perilaku atau lebih dan dianggap sebagai tindakan yang paling tepat dalam membeli dengan terlebih dahulu melalui tahapan proses pengambilan keputusan.
2. Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Membeli
Ada enam tahapan proses pengambilan keputusan menurut Engel (1995) yaitu:
a. Pengenalan Kebutuhan
Konsumen berusaha mencari tahu apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya, baik yang sudah direncanakan maupun yang muncul secara tiba-tiba. Perbedaan atau ketidaksesuaian antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya, akan membangkitkan dan mengaktifkan proses kebutuhan.
b. Pencarian informasi dan penilaian sumber-sumber
Pencarian internal ke memori untuk menentukan solusi yang memungkinkan. Jika pemecahannya tidak dapat diperoleh melalui pencarian internal, maka proses pencarian difokuskan pada stimulus eksternal yang relevan dalam menyelesaikan masalah (pencarian eksternal).
(29)
Info tersebut dapat berupa :
1). Semua pribadi, seperti opini dan sikap dari teman, kenalan, keluarga 2). Sumber bebas seperti kelompok konsumen dan badan pemerintah 3). Sumber pemasaran seperti iklan
4). Sumber pengalaman langsung seperti langsung mengunjungi toko, mencoba produk secara langsung
Konsumen mencari apa yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Setelah tahu apa yang tepat maka ia akan melakukan penilaian disertai pertimbangan yang diperoleh dari berbagai informasi berkaitan dengan lamanya waktu dan jumlah uang yang tersedia untuk membeli.
c. Penilaian dan seleksi terhadap alternatif pembelian
Terdiri dari dua tahap, yaitu menetapkan tujuan pembelian dan menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian berdasarkan tujuan pembeliannya. Setelah konsumen mengumpulkan informasi mengenai jawaban alternatif terhadap suatu kebutuhan, maka konsumen akan mengevaluasi pilihan dan menyederhanakan pilihan pada alternatif yang diinginkan.
d. Keputusan membeli
Proses dalam pengambilan keputusan membeli, setelah melewati tahap-tahap sebelumnya. Apabila konsumen dipuaskan dari pembelian tersebut maka akan ada pembelian kembali. Konsumen melakukan pembelian yang nyata berdasarkan alternatif yang telah dipilih. Keputusan membeli meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, keputusan membeli atau tidak, waktu pembelian, tempat pembelian, dan bagaimana cara pembayaran.
(30)
e. Konsumsi
Pada tahap ini, konsumen akan menggunakan alternatif pembelian. Biasanya tindakan pembelian diikuti oleh tindakan mengkonsumsi dan menggunakan produk.
f. Perilaku sesudah pembelian
Perilaku ini mempengaruhi pembelian ulang dan juga mempengaruhi ucapan-ucapan pembeli kepada pihak lain tentang produk perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, tahapan proses pengambilan keputusan membeli terdiri dari enam tahapan, yaitu diawali dengan tahapan pengenalan kebutuhan, kemudian ke tahapan kedua pencarian informasi dan penilaian sumber-sumber, dilanjutkan ke tahapan ketiga evaluasi alternatif, selanjutnya ke tahapan keempat keputusan untuk membeli, tahapan kelima konsumsi dan diakhiri dengan tahapan perilaku sesudah pembelian.
3. Jenis Pengambilan Keputusan Membeli
Ada beberapa variasi pengambilan keputusan membeli. Berdasarkan variasi itu, Engel (1995) menjelaskannya ke dalam tipe yang lebih terperinci dengan mengolongkan tipe pengambilan keputusan menjadi tiga golongan yaitu :
a. Pengambilan Keputusan Diperluas (Extended Problem Solving)
Pada proses pengambilan keputusan yang diperluas, konsumen terbuka pada informasi berbagai sumber dan termotivasi untuk menilai dan mempertimbangkan serta membuat pilihan yang tepat. Pengambilan keputusan
(31)
yang diperluas biasanya dilakukan pada pembelian barang-barang yang tahan lama seperti mobil, rumah, pakaian mahal, peralatan elektronik, dan sebagainya.
Dalam kondisi ini konsumen melakukan pencarian informasi yang intensif dan evaluasi terhadap banyak alternatif. Proses tidak hanya berhenti sampai tahap pembelian, konsumen juga melakukan tahap evaluasi setelah pembelian. Keenam tahapan proses pengambilan keputusan diikuti meskipun tidak berurutan dan akan banyak sekali alternatif yang dievaluasi. Jika hasil yang diharapkan terpenuhi maka keputusan ditunjukkan dalam bentuk rekomendasi pada orang lain dan adanya keinginan untuk membeli kembali. Sebaliknya, bila konsumen merasa kecewa maka kekecewaannya akan disampaikan pada orang lain sehingga individu akan menghambat orang lain untuk melakukan pembelian di tempat yang serupa.
b. Pengambilan Keputusan Antara (Midrange Problem Solving)
Pengambilan keputusan ini berada di antara kedua titik ekstrim yaitu pengambilan keputusan yang diperluas dan pengambilan keputusan yang terbatas. Tahap pencarian informasi dan evaluasi alternatif dilakukan oleh konsumen tetapi intensitasnya terbatas. Karena konsumen sudah mendapat informasi sebelumnya, maka konsumen akan langsung mengambil keputusan membeli tanpa harus mempertimbangkan lagi. Tahapan pengambilan keputusan tidak dilalui semuanya. Setelah melakukan proses pembelian, konsumen merasa tidak perlu lagi untuk melakukan evaluasi lagi karena konsumen sudah merasa yakin dengan pilihannya.
(32)
c. Pengambilan Keputusan Terbatas (Limited Problem Solving)
Pada proses pengambilan keputusan terbatas, konsumen akan menyederhanakan proses dan mengurangi jumlah dan variasi dari sumber informasi alternatif dan kriteria yang digunakan untuk evaluasi. Pilihan biasanya dibuat dengan mengikuti aturan yang sederhana. Hanya sedikit pencarian informasi dan evaluasi sebelum pembelian atau dengan kata lain pengenalan kebutuhannya mengarah pada tindakan pembelian. Pencarian yang ekstensif dan evaluasi alternatif dihindari karena proses pembelian diasumsikan sebagai hal yang tidak penting bagi konsumen.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis keputusan membeli, antara lain pengambilan keputusan diperluas (extended
problem solving), pengambilan keputusan antara (midrange problem solving),
pengambilan keputusan terbatas (limited problem solving).
4. Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan Membeli Ada 2 (dua) faktor yang dapat mempengaruhi maksud pembelian dan
keputusan membeli (Engel, 1994) yaitu: a. Sikap atau pendirian orang lain
Pendirian orang lain dapat mengurangi alternatif yang disukai seseorang. Hal ini tergantung pada dua hal, antara lain :
1). Intensitas dari pendirian negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen.
(33)
b. Faktor situasi yang tidak diantisipasi.
Konsumen membentuk suatu maksud pembelian atas dasar faktor-faktor seperti pendapatan keluarga, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diinginkan.
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) pengambilan keputusan membeli dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu berasal dari lingkungan (eksternal) dan bersifat individual (internal).
Beberapa faktor dari lingkungan (eksternal) yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan membeli (Engel dkk, 1995) antara lain:
a. Budaya
Aspek kebudayaan menjadi dasar nilai, keyakinan dan tindakan konsumen dalam pengambilan keputusan membeli. Menurut Engel dkk. (1995) ada beberapa variasi dalam nilai budaya yang mempengaruhi keputusan membeli:
1). Other oriented values : mencerminkan pandangan masyarakat tentang hubungan antara individu dengan kelompok (keseragaman vs eksentrik)
2). Environment oriented values : mencerminkan pandangan masyarakat pada lingkungan fisik yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat ekonomis maupun teknis
3). Self oriented values : mencerminkan hal-hal yang objektif dan pendekatan hidup dimana anggota masyarakat secara individual menemukan hal-hal yang menyenangkan
(34)
Schiffman dan Kanuk (2004) menjelaskan teorinya tentang kepercayaan, nilai dan kebiasaan sebagai berikut: kepercayaan terdiri dari sejumlah besar mental atau pernyataan verbal yang merefleksikan pengetahuan khusus seseorang dan penilaian mereka terhadap sesuatu. Nilai juga merupakan kepercayaan, namun nilai berbeda dengan kepercayaan karena nilai dihadapkan pada kriteria-kriteria, nilai relatif kecil jumlahnya, nilai memberi petunjuk perilaku kebudayaan yang tepat, abadi atau sulit berubah, tidak terikat pada objek spesifik dari situasi dan diterima dengan luas oleh anggota masyarakat. Sedangkan kebiasaan adalah pola jelas dari perilaku yang diakui secara budaya atau diterima cara berperilakunya pada situasi yang spesifik.
Kultur (kebudayaan) adalah determinan paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Assael (1998) menjelaskan kebudayaan adalah nilai-nilai, norma dan kebiasaan dimana individu belajar dari masyarakat dan berperan penting pada pola umum perilaku sebuah masyarakat. Subkultur mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis.
b. Kelas sosial
Kelas sosial mengacu pada pengelompokan orang yang sama dalam perilaku mereka berdasarkan posisi ekonomi mereka di dalam pasar. Ada beberapa aspek yang menentukan kelas sosial (Kahl, dalam Engel dkk, 1995) yaitu : pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Dikatakan bahwa orang yang berada pada status sosial yang sama cenderung untuk saling berbagi keyakinan, nilai dan cara bertindak di antara sesama mereka serta memiliki perasaan yang lebih dekat dengan mereka. Nilai, keyakinan dan interaksi yang berkembang ini
(35)
berpengaruh pada perilaku konsumen. Kelas sosial memprediksi bagaimana dan dimana orang akan berbelanja.
Kelas sosial adalah bagian-bagian yang relatif homogen dan tetap dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarkis dan anggota-anggotanya memiliki tata nilai, minat dan perilaku yang mirip. Dalam Loudon dan Bitta (1993) kelas sosial didefenisikan sebagai sebuah kelompok terdiri dari sejumlah orang yang memiliki posisi yang sama pada masyarakat. Posisi tersebut mungkin dicapai daripada diperoleh menurut asalnya, dengan beberapa kesempatan pergerakan ke atas atau ke bawah menuju kelas lain.
c. Demografi
Harrel (1986) mengemukakan bahwa perilaku konsumen lebih menekankan pada aspek-aspek yang menetap yang mengacu pada populasi suatu daerah yang bersifat kuantitatif seperti usia, pendapatan, pekerjaan, jenis kelamin, pendidikan dan kode wilayah. Sementara itu Engel dkk (1995) mengemukakan bahwa faktor demografi yaitu status sosial ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan dan kekayaan. Setiap produsen juga memperhitungkan aspek demografi dalam menghasilkan suatu produk.
d. Pengaruh kelompok
Kebanyakan perilaku konsumen dipengaruhi oleh kelompok (Hasbro, dalam Engel dkk,1995) khususnya dipengaruhi oleh kelompok referensi, cara berpikir dan nilai yang dianut kelompok mempengaruhi perilaku individu. Secara sadar atau tidak, individu melakukan proses penyesuaian diri ke dalam kelompok
(36)
dengan menuruti harapan kelompok dan ide serta opini anggota di dalam kelompok tersebut.
Adapun bentuk pengaruh tersebut (Engel dkk,1995) yaitu : 1). Pengaruh Informasional
Terjadi ketika individu mengunakan opini atau perilaku kelompok referensi sebagai satu sumber informasi dalam berperilaku.
2). Pengaruh Normatif
Terjadi ketika individu memenuhi harapan kelompok untuk mendapatkan imbalan langsung/pujian untuk menghindari sanksi.
3). Pengaruh Identifikasi
Terjadi ketika individu menggunakan norma dan nilai-nilai kelompok sebagai acuan bagi nilai dan sikapnya.
Dari sudut pandang pemasaran kelompok acuan didefenisikan sebagai kelompok yang memberikan kerangka atau referensi kepada individu dalam pembelian atau keputusan konsumsinya. Kelompok acuan yang berpengaruh terhadap nilai dan perilaku secara umum dan luas disebut kelompok acuan normatif, sedangkan kelompok acuan yang mempengaruhi sikap atau perilaku secara spesifik atau sempit disebut kelompok acuan komperatif. Pada perkembangannya kelompok acuan tidak lagi hanya berupa kelompok secara langsung dapat mempengaruhi individu, namun ada kelompok acuan yang bersifat tidak langsung, yang terdiri dari individu atau kelompok yang tidak perlu secara langsung melakukan kontak dalam memberikan pengaruhnya, seperti bintang film, bintang olahraga, atau acara yang disusun dengan baik dan menarik agar
(37)
mudah dilihat oleh orang. Derajat pengaruh yang dapat diberikan kelompok acuan pada perilaku individu tergantung pada bagaimana keadaan individu dan suatu produk pada faktor spesifik sosial (Schiffman dan Kanuk, 2004).
e. Keluarga
Keluarga adalah “pusat pembelian” yang merefleksikan kegiatan dan pengaruh individu yang membentuk keluarga yang bersangkutan (Engel dkk, 1995). Individu membeli produk untuk dipakai sendiri dan untuk dipakai oleh anggota keluarga lain. Keluarga merupakan variabel struktural yang memberikan pengaruh bagi keputusan membeli, yang terdiri dari usia kepala rumah tangga atau keluarga, status perkawinan, kehadiran anak dan status pekerjaan serta peran status suami istri dalam rumah tangga. Rumah adalah contoh produk yang dibeli oleh keluarga yang melibatkan dua pasangan (suami dan istri), anak dan kemungkinan melibatkan kakek- nenek atau anggota keluarga lain yang besar. Pembagian keluarga menurut jumlahnya yaitu: keluarga inti (nurclear family) terdiri dari ayah, ibu, anak yang tinggal bersama, dan keluarga besar (extended
family) yang terdiri dari keluarga inti dan keluarga tambahan kakek, nenek,
paman, bibi, sepupu, dan kerabat karena ada ikatan perkawinan.
Keluarga merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh. Orientasi keluarga terdiri dari orang tua. Setelah keluarga, terdapat kelompok referensi yang paling mempengaruhi pola pembelian dan konsumsi individu, kelompok acuan lainnya yang dapat mempengaruhi pola pembelian dan konsumsi individu secara berurutan adalah teman, kelompok sosial, subkultur tertentu, budaya sendiri dan budaya lain. Peran dan status merupakan posisi orang dalam kelompoknya. Peran
(38)
dan status tertentu dapat berpengaruh terhadap besar kecilnya pengaruh seseorang terhadap orang lain, termasuk dalam pembelian atau konsumsi barang (Schiffman dan Kanuk, 2004).
Sedangkan untuk faktor-faktor yang bersifat individual (internal) yang mempengaruhi keputusan membeli yaitu (Engel, 1995) :
a. Persepsi
Dasar dari pengambilan keputusan konsumen adalah adanya informasi. Konsumen mengumpulkan informasi, memprosesnya, dan menyimpan sebagian informasi, serta menambah dan menggabungkan informasi yang baru dengan yang lama sehingga akan menghasilkan suatu pemecahan masalah dalam bentuk adanya keputusan. Ada empat langkah utama dalam menghasilkan informasi yaitu pengenalan (exposure), perhatian (attention), interpretasi (interpretation) dan ingatan (memory). Informasi tersebut merupakan fakta, perkiraan, prediksi dan hubungan yang digeneralisasikan dan digunakan konsumen untuk menggali dan memecahkan masalah (Engel, 1995).
Persepsi dimulai dengan tahap pengenalan (exposure) yang muncul ketika stimulus datang melalui salah satu reseptor sensori utama individu. Seseorang akan membuka diri terhadap stimulus, jika stimulus tersebut diletakkan pada lingkungan di sekitar orang tersebut. Dalam kehidupan, terdapat banyak stimulus dalam aktivitas dan kegiatan sehari-hari individu (Engel, 1995).
Tahap kedua dari persepsi yaitu adanya perhatian (attention) yang muncul ketika stimulus mengaktifkan satu atau lebih sensori reseptor dan sensasi yang terbentuk bergerak menuju otak untuk diproses. Banyaknya stimulus yang hadir
(39)
akan menimbulkan perhatian pada stimulus yang menarik. Faktor stimulus adalah karekteristik fisik dari stimulus, seperti penerangan, ukuran, intensitas, warna dan gerakan. Faktor individu adalah karekteristik individu seperti minat dan kebutuhan (Engel, 1995).
Langkah ketiga adalah interpretasi (interpretation), menentukan makna dari sensasi atau proses pada saat stimulus baru ditempatkan dalam salah satu kategori makna dari sensasi atau proses dimana stimulus baru ditempatkan dalam salah satu dari makna kategori yang ada Engel, 1995) .
Persepsi dapat bersifat ekstrinsik yang tidak terkait langsung dengan produk, seperti penempatan merek, harga, citra, layanan, atau pesan promosi/iklan (Winsor, 1997).
Para konsumen merasakan kualitas dan kehandalan terhadap suatu merek atau toko sebagian besar karena adanya hubungan yang kuat antara nilai yang dipersepsikan. Pelaku pasar harus mengenali tanda-tanda atau sinyal persepsi konsumen sehingga dapat menimbulkan kesan (image) bagi konsumen (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001).
b. Belajar dan Ingatan
Belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang yang bersumber dari adanya pengalaman. Seseorang memperoleh sikap, nilai, selera, perilaku, kesukaan, makna-makna simbolis melalui belajar. Kebudayaan dan kelas sosial memberikan pengalaman belajar melalui sekolah, organisasi keagamaan, keluarga dan teman. Perilaku konsumen dapat dipelajari karena sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang menentukan tindakan dan pengambilan keputusan
(40)
membeli bagi konsumen. Seseorang harus mempelajari semua hal yang berkaitan dengan performa, keberadaan, nilai, pilihan produk, kemudian menyimpan informasi tersebut dalam ingatan (Engel, 1995).
c. Gaya hidup
Gaya hidup adalah fungsi dari karekteristik seseorang yang telah terbentuk melalui interaksi sosial. Harrel (1986) mendefenisikan gaya hidup sebagai bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mengalokasikan uang dan waktu. Kotler (2000) mengemukakan bahwa gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapat (opini) yang bersangkutan. Gaya hidup individu didasari oleh konsep dirinya yaitu sikap yang dianut seseorang dalam dirinya. Gaya hidup merupakan pendorong dasar yang mempengaruhi kebutuhan dan sikap individu, yang akan mempengaruhi aktivitas pembelian dan penggunaaan produk.
d. Sikap
Hawkins (1986) sikap merupakan cara berpikir, merasa dan bertindak terhadap beberapa aspek lingkungan. Ada tiga komponen sikap, yaitu kognitif, afektif dan perilaku. Kognitif berarti keyakinan atau pengetahuan individu terhadap objek. Afektif berarti perasaan atau reaksi emosional terhadap objek. Sedangkan perilaku merefleksikan tindakan yang tampak dan pernyataan dari intensi perilaku dengan mempertimbangkan atribut fisik dari suatu objek. Ketiga komponen sikap akan konsisten satu sama lainnya. Jika pihak pemasar dapat mempengaruhi suatu komponen sikap, maka komponen lainnya akan berpengaruh
(41)
(Kotler, 2000). Pemasar berusaha untuk mempengaruhi komponen sikap dengan memberikan pengalaman langsung dengan produk atau melalui pesan persuasif.
e. Motivasi dan kepribadian
Motivasi adalah dorongan yang menggerakkan perilaku dan memberikan arah serta tujuan bagi perilaku seseorang. Sedangkan motif adalah konstruk yang menggambarkan kekuatan dalam diri yang tidak dapat diamati, merangsang respon perilaku dan memberikan arah spesifik terhadap respon tersebut. Ketika motivasi mengarahkan kekuatan yang mengakibatkan perilaku sesorang memiliki tujuan, maka kepribadian akan mengarahkan perilaku yang dipilih untuk mencapai tujuan dalam situasi yang berbeda.
Kepribadian berkaitan dengan kualitas pribadi yang bertahan lama, yang memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan diri dan berespon terhadap dunia sekitarnya. Menurut Kotler (2000), kepribadian adalah ciri-ciri psikologis yang membedakan seseorang, yang menyebabkan terjadinya jawaban secara relatif dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Sedangkan Karsijan (dalam Engel dkk,1995) mengemukakan bahwa dalam perilaku konsumen kepribadian didefenisikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan.
Kepribadian menyediakan pola khusus organisasi yang membuat individu unik dan berbeda dengan semua individu yang lain. Konsumen akan memilih produk berdasarkan pada apa yang paling dibutuhkannya dan memilih produk apa yang paling sesuai dengan kepribadiannya. Pendekatan kepribadian berusaha untuk mengkuantitatifkan karekteristik-karekteristik yang dimiliki individu (Engel, 1995).
(42)
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004), tiga hal nyata dalam kepribadian adalah kepribadian mencerminkan perbedaan individu, kepribadian bersifat konsisten, abadi dan dapat dirubah. Kepribadian merupakan konsep yang berguna karena memungkinkan kita untuk mengelompokkan pelanggan yang berbeda-beda berdasarkan satu atau beberapa sifat. Kepribadian seseorang cenderung konsisten dan tetap, namun perilaku konsumsi konsumen sangat bervariasi karena faktor psikologis, sosial budaya, lingkungan dan situasional yang mempengaruhi perilaku. Namun dalam keadaan tertentu kepribadian dapat berubah. Kepribadian dapat dirubah oleh kejadian-kejadian hidup seperti kelahiran anak, kematian orang yang dicintai, perceraian atau kenaikan karir secara mencolok.
Berdasarkan uraian di atas, maka faktor yang mempengaruhi keputusan membeli dibagi menjadi dua kelompok antara lain : faktor yang berasal dari lingkungan (eksternal) dan bersifat individu (internal). Faktor eksternal mencakup budaya, kelas sosial, demografi, pengaruh kelompok, dan keluarga. Faktor Internal mencakup persepsi, belajar dan ingatan, gaya hidup, sikap, serta motivasi dan kepribadian.
(43)
Diagram 1. Faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan membeli
(Engel dkk, 1995)
B. CITRA DEPARTMENT STORE 1. Pengertian Department Store
Secara definitif pengecer atau toko pengecer adalah sebuah lembaga yang melakukan kegiatan usaha menjual barang kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi (nonbisnis) Swastha (dalam Suryandari, 2003). Pengertian tentang perdagangan eceran yang hampir sama juga dikemukakan oleh Meyer (dalam Suryandari 2003) sebagai semua fungsi atau kegiatan yang melibatkan
Faktor Eksternal Budaya
Kelas sosial Demografi
Pengaruh Kelompok Keluarga
Proses Pengambilan
Keputusan Membeli
Membeli
Tidak Membeli Faktor Internal
Persepsi
Belajar dan ingatan Gaya Hidup Sikap Motivasi dan kepribadian
(44)
penjualan (atau sewa) barang dan jasa kepada pengguna akhir, termasuk rumah tangga, perorangan, dan lainnya yang membeli barang atau jasa untuk konsumsi akhir. Menurut metode operasinya, perdagangan eceran dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu perdagangan eceran dalam toko dan perdagangan eceran tanpa toko. Masing-masing golongan meliputi beberapa perdagangan eceran antara lain perdagangan eceran dalam toko yang terdiri dari perdagangan eceran dengan servis penuh, perdagangan eceran supermarket, perdagangan eceran dengan potongan. Sedangkan perdagangan eceran tanpa toko meliputi penjualan melalui tenaga penjualan di luar toko, penjualan melalui pos, penjualan dengan mesin otomatis. Jenis-jenis utama operasi eceran meliputi, department
store, toko khusus, pasar swalayan, toko kebutuhan sehari-hari, toko obat, toko
diskon, dan restoran (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001).
Department store merupakan jenis bisnis eceran yang menyediakan
variasi produk belanja dan produk-produk khusus secara luas, termasuk pakaian, kosmetik, peralatan rumah tangga, alat-alat rumah tangga dan mebel. Pembelian biasanya dilakukan di masing-masing bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah agar ekonomis dalam promosi, pembelian, pelayanan, dan pengawasan. Masing-masing bagian biasanya dikepalai oleh seorang buyer, yang tidak saja memilih produk dagangan untuk bagiannya tetapi juga bertanggung jawab atas keseluruhan promosi dan personil (Lamb, Hair dan McDaniel, 2001).
Dari uraian di atas, department store merupakan salah satu jenis bisnis eceran yang menjual produk berupa makanan maupun nonmakanan dimana
(45)
pembelian dilakukan pada bagian masing-masing dan setiap bagian dikepalai oleh seorang buyer.
2. Pengertian Citra Department Store
Citra suatu toko merupakan faktor fungsional dan faktor psikologis yang dirasakan oleh konsumen ketika berada di dalam toko (Loudon dan Bitta, 1993).
Citra toko diartikan sebagai apa yang dipikirkan konsumen tentang toko. Termasuk di dalamnya persepsi dan sikap yang didasarkan pada sensasi dari rangsangan yang berkaitan dengan toko yang diterima melalui kelima indera. Merupakan atribut toko yang diterima oleh benak konsumen melalui pengalaman pada toko tersebut (Omar, 1999).
Citra toko diekspresikan sebagai fungsi atribut toko yang dievaluasi dan dibandingkan satu sama lain. Dilihat sebagai kekompleksan persepsi konsumen terhadap toko pada atribut yang berbeda (Ghosh, 1994).
Citra toko adalah kepribadian sebuah toko. Kepribadian atau citra toko menggambarkan apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen terhadap toko tertentu (Simamora, 2003).
Defenisi tentang citra toko yang lebih luas dikemukakan oleh Martineu (dalam Engel, Blackwell dan Miniard, 1995) yaitu cara dimana sebuah toko didefenisikan di dalam benak konsumen, sebagian oleh kualitas fungsionalnya dan sebagian lagi oleh pancaran cahaya atribut psikologis.
Mengacu dari beberapa defenisi mengenai citra toko diatas, maka citra
(46)
sikap yang didasarkan pada sensasi rangsangan toko yang dimiliki oleh konsumen maupun publik terhadap suatu department store sebagai suatu refleksi atas evaluasi department store yang bersangkutan.
3. Faktor Pendukung Citra Toko
Menurut Simamora (2003), dua faktor yang mendukung citra toko yaitu
external impression dan internal impression.
a. External Impression
Menurut Simamora (2003) secara eksternal penempatan lokasi toko, desain arsitek, penempatan logo, pintu masuk, serta etalase muka toko merupakan bagian dari citra suatu toko. Atribut-atribut tersebut termasuk salah satu alat komunikasi nonverbal dalam menyampaikan citra toko yang diinginkan oleh
retailer kepada konsumennya. Citra toko sangat tergantung pada kemampuan
manajemen untuk melakukan desain toko termasuk desain eksternal. Desain eksternal ini akan menumbuhkan suatu kesan tertentu kepada pengunjung.
Pentingnya penyampaian citra toko yang benar didasarkan pada kepercayaan bahwa citra toko menolong penempatan posisi suatu retailer dibandingkan dengan para pesaingnya.
Dalam penyampaian pesan yang tepat, masalah yang dihadapi adalah bagaimana sebuah retailer mampu menggunakan atribut-atribut eksternal secara maksimal sehingga konsumen dapat menyerap apa yang retailer ingin mereka lihat dan rasakan. Kesan yang masuk pertama kali di benak konsumen pada umumnya adalah semua atribut eksternal toko. Kesan yang pertama kali inilah
(47)
yang penting karena hal ini dapat membedakan sebuah retailer dengan pesaingnya (Simamora, 2003).
b. Internal Impression
Simamora (2003) menyatakan secara internal, citra sebuah toko dapat diciptakan menurut warna toko, bentuk toko, ukuran toko, penempatan departemen, pengaturan lalu lintas pengunjung, pengaturan penempatan display, penggunaan lampu, serta pemilihan perlengkapan toko. Khusus pemilihan citra toko secara internal, sebuah retailer harus memperhatikan target pasar yang dituju. Karakteristik konsumen yang berbeda-beda mengharuskan sebuah retailer harus memahami semua karakteristik konsumen sehingga bisa memprioritaskan manajemen toko disesuaikan dengan kelompok pelanggan yang paling potensial bagi retailer. Citra yang ditujukan oleh sebuah retailer belum tentu cocok untuk semua orang. Oleh karena itu, citra toko harus diciptakan sesuai dengan kebutuhan psikologis dan kebutuhan fisik dari target pasar yang dituju (Simamora, 2003).
Berdasarkan uraian di atas, terdapat dua faktor yang menjadi pendukung citra toko, di antaranya external impression yang mencakup secara eksternal penempatan lokasi toko, desain arsitek, tampak muka toko, penempatan logo, pintu masuk, serta etalase muka toko yang merupakan bagian dari citra suatu toko. Faktor pendukung citra toko yang kedua adalah internal imppression yang mencakup warna toko, bentuk toko, ukuran toko, penempatan departemen, pengaturan lalu lintas pengunjung, pengaturan penempatan display, penggunaan lampu, serta pemilihan perlengkapan toko.
(48)
4. Dimensi Citra Department Store
Citra pengecer diukur melintasi beberapa dimensi yang mencerminkan atribut yang mencolok. Engel, Blackwell dan Miniard (1995) menyatakan bahwa citra pengecer mempunyai enam dimensi, yaitu : lokasi, keragaman, harga, iklan dan promosi penjualan, personil toko dan pelayanan. Sedangkan pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Hildebrand (dalam Suryandari, 2003) yang menyatakan bahwa citra Department Store dibangun oleh tiga dimensi utama, yaitu dimensi kualitas produk, dimensi harga dan dimensi suasana. Menurut Hansen dan Deutscher (dalam Hawkins, 1986) terdapat sembilan dimensi dari citra toko (store image), yaitu dimensi barang dagangan, dimensi pelayanan, dimensi para langganan, dimensi fasilitas fisik, convenience, promosi, atmosfir toko, institusional, dan posttransaksi.
Secara garis besar, citra department store dapat diukur melalui dimensi antara lain :
a. Barang Dagangan
Dimensi barang dagangan meliputi pemilihan barang yang didagangkan,
style, kualitas serta harga dari barang dagangan.
b. Pelayanan
Tersedianya fasilitas angsuran, personil penjualan yang ramah serta mau membantu, kemudahan dalam pengembalian (easy return) barang, tersedianya fasilitas kredit dan jasa pengiriman (delivery).
(49)
c. Para Langganan
Banyak konsumen yang berbelanja dan menjadi pelanggan. Jenis orang yang berbelanja di sebuah toko mempengaruhi pilihan karena ada kecendrungan pervasif untuk berusaha menyesuaikan citra diri seseorang dengan citra toko yang bersangkutan.
d. Fasilitas Fisik
Tersedianyan fasilitas fisik yang bersih, layout toko yang menarik dan memberikan kemudahan dalam berbelanja.
e. Convenience
Lokasi yang strategis dan mudah dijangkau serta tersedianya fasilitas parkir yang luas dan mudah.
f. Promosi
Menyediakan promosi dalam bentuk periklanan mengenai produk dan jasa yang ditawarkan.
g. Atmosfir Toko
Perancangan secara sadar atas ruang untuk menciptakan efek tertentu yang serasi pada pembeli.
h. Institusional
Memiliki reputasi yang baik. i. Posttransaksi
(50)
C. KEPUTUSAN MEMBELI PADA DEPARTMENT STORE DITINJAU DARI CITRA DEPARTMENT STORE
Penentu pemilihan department store berhubungan dengan citra department
store yang dipengaruhi oleh kuatnya penarik. Akibatnya, pedagang membutuhkan
pengertian tentang kriteria evaluasi konsumen yang digunakan dalam memilih
department store, seberapa penting masing-masing kriteria, citra konsumen
tentang department store, dan bagaimana citra tersebut dibandingkan dengan citra ideal dan citra kompetitor (Loudon dan Bitta, 1993). Citra dapat mempengaruhi proses pembelian suatu produk atau jasa. Oleh karena itu, citra menjadi faktor penting bagi keberhasilan pemasaran (Suryandari, 2003).
Karakteristik pembeli mempengaruhi citra toko. Citra toko pada gilirannya mempengaruhi pilihan toko dan produk akhirnya adalah pembelian. Jika pengalaman masa lalu memuaskan, maka pilihannya akan bersifat kebiasaan, kecuali jika faktor-faktor lain telah berubah semenjak kunjungan terakhir (Engel, Blackwell, Miniard, 1995).
Citra toko di mata pengunjung dapat menjadi stimuli untuk masuk ke dalam toko, yang berlanjut pada proses interaksi hingga pembelian (Kusumowidagdo, 2005). Jika sebuah department store mampu memberikan daya tarik tertentu pada konsumen sehingga minat berkunjung konsumen semakin kuat, maka kemungkinan realisasi pembelian yang dilakukan konsumen adalah semakin besar (Mish, dalam Handoko, 2006). Grewal (dalam Heijen dan Verhagen, 2003) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara citra toko dan intensi pembelian.
(51)
Menurut Assael (1998) rangsangan dalam toko merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi keputusan membeli khususnya untuk pembelian yang tidak direncanakan. Hal ini menunjukkan bahwa situasi yang baik dalam toko dapat mempengaruhi konsumen dalam membuat keputusan untuk melakukan pembelian, dengan kata lain situasi yang baik tersebut dapat menjadikan suatu rangsangan bagi konsumen untuk melakukan pembelian.
Citra toko yang baik di mata konsumen menciptakan nama toko yang baik pula. Nama toko merupakan persepsi terhadap toko. Jika persepsi konsumen positif terhadap toko maka akan menciptakan penerimaan kualitas yang berlanjut kepada penerimaan nilai dan produk akhirnya adalah keinginan untuk membeli (Dodds, Monroe, Grewal, dalam Schiffman dan Kanuk, 2004).
Buckley (dalam Yildirim, 2007) menemukan hubungan antara citra toko dan intensi pembelian. Beberapa peneliti berpendapat bahwa konsumen yang menerima citra toko yang positif, sebagai hasilnya adalah pengaruh yang lebih positif terhadap toko. Retailer harus memastikan bahwa citra toko mereka sepositif mungkin di mata konsumen sehingga harapan konsumen terhadap kepribadian toko dapat ditemui.
Berdasarkan penelitian Dewi (2008) citra supermarket berpengaruh positif pada attitudinal loyalty, behavioral loyalty, dan composite royalty. Selain itu, citra supermarket juga berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan.
Sularko (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh atribut toko terhadap minat beli. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa :
(52)
1. Kelengkapan barang mampu mempengaruhi minat beli konsumen dan memiliki hubungan yang signifikan
2. Harga mampu mempengaruhi dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap minat beli konsumen
3. Lokasi toko mampu mempengaruhi minat beli konsumen dan memiliki hubungan yang signifikan, sehingga lokasi toko memiliki peranan yang cukup besar dan dengan tersedianya sarana tempat parkir serta keamanan yang memadai bagi para pengunjung toko, dengan sendirinya akan memberikan rasa aman bagi pengunjung
4. Kualitas barang mampu mempengaruhi minat beli konsumen dan memiliki hubungan yang signifikan, sehingga apabila kualitas barang itu rendah maka minat beli konsumen akan rendah dan sebaliknya apabila kualitas barang itu tinggi, maka minat beli konsumen juga akan tinggi.
Yusoff (dalam Mardalis, 2005) menyatakan bahwa suatu toko maupun perusahaan akan dilihat melalui citranya baik citra itu negatif atau positif. Citra yang positif akan memberikan arti yang baik terhadap produk toko atau perusahaan tersebut dan seterusnya dapat meningkatkan jumlah penjualan. Sebaliknya penjualan produk suatu toko atau perusahaan akan jatuh atau mengalami kerugian jika citranya dipandang negatif oleh masyarakat.
Sunter (dalam Mardalis, 2005) berkeyakinan bahwa pada masa akan datang hanya dengan citra, maka pelanggan akan dapat membedakan sebuah
(53)
produk dengan produk lainnya. Oleh karena itu, bagi toko dan perusahaan jasa memiliki citra yang baik sangatlah penting. Dengan konsep citra toko dan citra perusahaan yang baik ia dapat melengkapkan identitas yang baik pula dan pada akhirnya dapat mengarahkan kepada kesadaran yang tinggi, loyalitas, dan reputasi yang baik. Pengaruh citra terhadap loyalitas juga ditemukan dalam hasil penelitian Andreassen dan Linestad (dalam Mardalis, 2005). Hasil penelitian mereka, ada yang menyimpulkan bahwa citra produk mempunyai dampak langsung yang signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
D. HIPOTESIS PENELITIAN
Dalam penelitian ini diajukan sebuah hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah dikemukakan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
“Ada hubungan antara proses pengambilan keputusan membeli di
(54)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Adapun variabel yang terlibat pada penelitian ini antara lain: Variabel Bebas : Citra Department Store
Variabel Tergantung : Proses Pengambilan Keputusan Membeli
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Proses Pengambilan Keputusan Membeli
Proses pengambilan keputusan membeli merupakan kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan individu dalam pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif perilaku atau lebih yang dilakukan oleh individu dan dianggap sebagai tindakan yang paling tepat dalam membeli dengan terlebih dahulu melalui tahapan proses pengambilan keputusan.
Proses pengambilan keputusan membeli diukur melalui skala yang disusun berdasarkan tahapan-tahapan proses pengambilan keputusan membeli yang dikemukakan oleh Engel (1995). Adapun tahapan proses pengambilan keputusan membeli, antara lain:
a. Pengenalan kebutuhan
b. Pencarian informasi dan penilaian sumber c. Evaluasi alternatif
(55)
e. Konsumsi
f. Perilaku sesudah pembelian
Proses pengambilan keputusan membeli dapat dilihat dari skor yang diperoleh individu dari skala. Jika semakin tinggi skor proses pengambilan keputusan membeli maka pengambilan keputusan membeli diperluas (Extended
Problem Solving). Demikian sebaliknya, jika semakin rendah skor proses
pengambilan keputusan membeli maka pengambilan keputusan membeli terbatas (Limited Problem Solving).
2. Citra Department Store (Store Image)
Citra department store didefinisikan sebagai suatu kesan termasuk persepsi dan sikap yang didasarkan pada sensasi dari rangsangan toko yang dimiliki oleh konsumen maupun publik terhadap suatu department store sebagai suatu refleksi atas evaluasi department store yang bersangkutan.
Citra department store diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi dari citra department store yang dikemukakan oleh Hansen dan Deutscher (dalam Hawkins, 1986). Terdapat sembilan dimensi yaitu dimensi barang dagangan, dimensi pelayanan, dimensi para langganan, dimensi fasilitas fisik, convenience, promosi, atmosfir toko, institusional, dan posttransaksi.
Citra department store dapat dilihat dari skor nilai yang diperoleh individu
(56)
store positif. Demikian sebaliknya, jika skor citra department store rendah maka
citra department store negatif .
C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL
Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu akan digeneralisasikan (Hadi, 2002).
Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang pernah berbelanja di department store. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel. Peneliti memilih mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sebagai subjek penelitian.
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Berstatus mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Menurut Kahl (dalam Engel, 1995), kelas sosial mempengaruhi keputusan membeli. Beberapa aspek kelas sosial antara lain : pekerjaan, pendidikan dan pendapatan.
(57)
Mahasiswa menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2002) adalah orang yang terdaftar dan menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Susantoro (2001) juga mengatakan bahwa sosok mahasiswa juga kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan rasional. Jadi dapat disimpulkan bahwa status mahasiswa dapat dianggap telah memiliki pendidikan yang cukup tinggi.
b. Minimal pernah satu kali berbelanja di department store.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Adapun upaya untuk memperoleh sampel penelitian dalam penelitian ini, digunakan teknik incidental sampling, dimana hanya individu-individu atau kelompok-kelompok yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang diselidiki (Hadi, 2002).
3. Jumlah Sampel Penelitian
Mengenai jumlah sampel tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal sampel penelitian, seperti yang dikatakan Siegel (1997) bahwa kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Jumlah total dalam penelitian 173 orang dan diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat-sifat populasinya.
(58)
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2002). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala.
Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2006).
Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert. Penskalaan ini merupakan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2006).
1. Skala Proses Pengambilan Keputusan Membeli
Skala proses pengambilan keputusan membeli disusun berdasarkan tahapan proses pengambilan keputusan membeli yang diungkapkan oleh Engel (1995) terdapat enam tahapan keputusan membeli, yaitu:
a. Pengenalan Kebutuhan
Konsumen berusaha mencari tahu apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya, baik yang sudah direncanakan maupun yang timbul secara tiba-tiba.
b. Pencarian informasi dan penilaian sumber-sumber
Pencarian internal ke memori untuk menentukan solusi yang memungkinkan. Jika pemecahannya tidak dapat diperoleh melalui pencarian internal, maka proses pencarian difokuskan pada stimulus eksternal yang relevan dalam
(59)
menyelesaikan masalah (pencarian eksternal). Konsumen mencari apa yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Setelah tahu apa yang tepat maka ia akan melakukan penilaian disertai pertimbangan yang diperoleh dari berbagai informasi berkaitan dengan lamanya waktu dan jumlah uang yang tersedia untuk membeli.
c. Penilaian dan seleksi terhadap alternatif pembelian
Terdiri dari dua tahap, yaitu menetapkan tujuan pembelian dan menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian berdasarkan tujuan pembeliannya. Setelah konsumen mengumpulkan informasi mengenai jawaban alternatif terhadap suatu kebutuhan, maka konsumen akan mengevaluasi pilihan dan menyempitkan pilihan pada alternatif yang diinginkan.
d. Keputusan untuk membeli
Proses dalam pengambilan keputusan membeli, setelah melewati tahap-tahap sebelumnya. Apabila konsumen dipuaskan dari pembelian tersebut maka akan ada pembelian kembali. Konsumen melakukan pembelian yang nyata berdasarkan alternatif yang telah dipilih. Keputusan membeli meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, keputusan membeli atau tidak, waktu pembelian, tempat pembelian, dan bagaimana cara pembayaran. e. Konsumsi
Pada tahap ini, konsumen akan menggunakan alternatif dalam pembelian. Biasanya tindakan pembelian diikuti oleh tindakan mengkonsumsi dan menggunakan produk.
(60)
f. Perilaku sesudah pembelian
Perilaku ini mempengaruhi pembelian ulang dan juga mempengaruhi ucapan-ucapan pembeli kepada pihak lain tentang produk perusahaan.
Tabel 1. Distribusi Aitem-aitem Skala Proses Pengambilan Keputusan Membeli
Dimensi Nomor Aitem Total
Favorabel Unfavorabel Jumlah
Pengenalan Kebutuhan 1, 13, 25, 37, 49 7, 19, 31, 43, 55 10
Pencarian informasi dan penilaian sumber-sumber
2, 8, 20, 38, 50, 63 14, 26, 32, 44, 56, 64
12
Penilaian dan seleksi terhadap alternatif pembelian
9, 15, 33, 45, 57,65 3, 21, 27, 39, 51 11
Keputusan membeli 4, 10, 22, 40, 52 16, 28, 34, 46, 58 10
Konsumsi 11, 23, 35, 47, 59 5, 17, 29, 41, 53 10
Perilaku sesudah pembelian 18, 24, 30, 48, 60, 61, 62
6, 12, 36, 42, 54 12
Total 34 31 65
Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan
favorabel dan unfavorabel, dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan yaitu
Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai(STS). Untuk aitem yang favorabel, pilihan SS akan mendapatkan skor empat, pilihan S
(61)
akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang unfavorabel pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, pilihan pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor empat.
2. Skala Citra Department Store
Skala citra department store disusun berdasarkan dimensi-dimensi dari citra department store yang diungkapkan oleh Hansen dan Deutscher (dalam Hawkins, 1986) terdapat sembilan dimensi yaitu dimensi barang dagangan, dimensi pelayanan, dimensi para langganan, dimensi fasilitas fisik, convenience, promosi, atmosfir toko, institusional, dan posttransaksi.
a. Barang Dagangan
Dimensi barang dagangan meliputi pemilihan barang yang didagangkan,
style, kualitas serta harga dari barang dagangan.
b. Pelayanan
Tersedianya fasilitas angsuran, personil penjualan yang ramah serta mau membantu, kemudahan dalam pengembalian (easy return) barang, tersedianya fasilitas kredit dan jasa pengiriman (delivery).
c. Para Langganan
Banyak konsumen yang berbelanja dan menjadi pelanggan. Jenis orang yang berbelanja di sebuah toko mempengaruhi pilihan karena ada
(1)
48.
2 1 2
124
49.
3 3 3
139
50.
3 3 3
152
51.
3 3 3
153
52.
4 3 3
154
53.
3 3 3
143
54.
3 3 3
152
55.
3 3 3
147
56.
3 3 3
160
57.
3 3 3
150
58.
3 3 3
153
59.
3 3 3
153
60.
3 3 3
141
61.
3 3 3
150
62.
3 3 3
152
63.
3 3 2
149
64.
4 3 2
161
65.
3 3 3
153
66.
3 3 3
163
67.
4 4 4
175
68.
3 3 2
143
69.
4 3 3
161
70.
3 3 3
153
71.
4 3 3
154
72.
3 3 3
153
73.
3 3 2
148
74.
3 4 4
170
75.
4 3 3
165
76.
3 3 3
142
77.
3 3 3
158
78.
3 3 3
153
79.
3 3 3
144
80.
4 3 3
155
81.
3 3 3
153
82.
3 3 3
153
83.
1 3 3
148
84.
3 3 2
141
85.
4 3 3
163
86.
3 3 3
159
87.
3 2 3
152
88.
3 3 3
152
89.
4 3 3
157
90.
3 3 2
142
91.
3 3 2
145
92.
3 3 3
158
93.
3 3 3
163
94.
3 2 3
154
(2)
96.
3 3 3
153
97.
4 4 3
163
98.
3 3 3
147
99.
2 2 3
119
100.
3 3 3
133
101.
3 3 4
158
102.
3 3 3
152
103.
3 2 3
150
104.
3 2 3
172
105.
3 3 3
152
106.
3 3 2
146
107.
2 2 3
143
108.
3 3 3
155
109.
4 4 2
174
110.
4 3 3
170
111.
3 3 4
153
112.
4 3 3
156
113.
3 3 2
148
114.
4 3 2
142
115.
3 3 3
149
116.
3 3 3
166
117.
3 2 3
148
118.
3 3 3
156
119.
3 3 3
136
120.
3 3 3
155
121.
3 3 3
153
122.
3 3 3
154
123.
3 3 3
159
124.
4 3 3
154
125.
2 3 2
127
126.
3 3 3
147
127.
3 3 3
152
128.
3 3 3
157
129.
3 4 3
172
130.
3 3 2
144
131.
4 3 3
158
132.
3 3 3
151
133.
2 3 3
144
134.
3 3 2
142
135.
3 3 3
141
136.
3 2 3
150
137.
3 3 3
149
138.
3 3 2
146
139.
3 3 3
146
140.
3 3 3
149
141.
3 3 2
143
142.
3 2 3
175
(3)
144.
4 4 4
197
145.
3 3 3
147
146.
3 3 3
157
147.
4 3 3
154
148.
3 3 3
149
149.
3 3 3
156
150.
3 3 3
152
151.
3 3 3
155
152.
3 3 3
151
153.
2 3 3
146
154.
3 3 3
147
155.
3 3 3
147
156.
3 3 3
148
157.
3 3 2
126
158.
2 2 3
141
159.
4 4 3
164
160.
3 3 2
164
161.
4 4 4
167
162.
3 2 4
168
163.
3 3 3
155
164.
3 3 3
149
165.
3 3 3
158
166.
3 3 3
163
167.
3 3 3
140
168.
3 3 3
159
169.
3 3 3
133
170.
3 3 3
158
171.
3 3 3
153
172.
3 3 3
151
(4)
LAMPIRAN E
(5)
Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KM 173 78 113 94.34 6.256
Citra 173 119 175 152.09 8.886
Valid N (listwise) 173
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
KM * Citra 173 84.4% 32 15.6% 205 100.0%
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KM Citra
N 173 173
Normal Parameters(a,b)
Mean 94.34 152.09
Std. Deviation 6.256 8.886
Most Extreme Differences
Absolute .098 .097
Positive .098 .097
Negative -.086 -.064
Kolmogorov-Smirnov Z 1.290 1.277
Asymp. Sig. (2-tailed) .072 .077
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
ANOVA Table
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
KM * Citra Between Groups
(Combined)
2871.568 39 73.630 2.536 .000
Linearity 1708.076 1 1708.076 58.838 .000
Deviation from Linearity 1163.492 38 30.618 1.055 .400
Within Groups 3860.987 133 29.030
(6)
Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared
KM * Citra .504 .254 .653 .427
Regression
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .504(a) .254 .249 5.421
a Predictors: (Constant), Citra
ANOVA(b)
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regressio
n 1708.076 1 1708.076 58.132 .000(a)
Residual 5024.479 171 29.383
Total 6732.555 172
a Predictors: (Constant), Citra b Dependent Variable: KM
Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant
) 40.400 7.086 5.701 .000
Citra .355 .047 .504 7.624 .000