Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan, 2008.
USU Repository © 2009
dalam kemajuan yang begitu pesat, perjanjian pada umumnya dilakukan dalam bentuk tertulis, namun ada juga melakukannya secara lisan yang didasarkan pada asas
kepercayaan. Perjanjian secara lisan memang dapat dilakukan, tetapi apabila kita memerlukan pembuktian akan lebih baik jika perjanjian itu dibuat secara tertulis.
Perjanjian tertulis mempunyai kekuatan hukum untuk membuktikan bahwa telah terjadi suatu peristiwa hukum. Dasar hukum perjanjian adalah sesuai yang disebutkan dalam
pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : ”Semua perjanjian yang sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang
membuatnya.”
Merupakan konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa setiap perikatan dapat lahir dari Undang-Undang maupun karena
perjanjian. Dalam membuat perjanjian secara tertulis, perlu diketahui syarat – syarat apa yang harus diterapkan dalam perjanjian, bagaimana kebebasan para pihak dalam
perjanjian tersebut, keseluruhan secara umum terdapat dalam KUHPerdata. Jika para pihak menginginkan perjanjian tersebut dalam bentuk khusus, maka para pihak dapat
membuat perjanjian di luar yang ditentukan dalam KUHPerdata, asal saja antara para pihak terdapat kesepakatan sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 1338 KUHPerdata.
B. Syarat – Syarat Sahnya Perjanjian
Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu perjanjian itu dikatakan sah apabila telah memenuhi empat kriteria, adalah sebagai berikut :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan, 2008.
USU Repository © 2009
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Keempat syarat diatas merupakan syarat yang pokok dari suatu perjanjian. Keempat syarat ini dibedakan menjadi dua golongan, yaitu kedua syarat yang pertama
dinamakan syarat subjektif, karena menyangkut orang atau person yang mengadakan perjanjian. Sedangkan kedua syarat yang terakhir disebut syarat objektif, karena
menyangkut perbuatan yang dilakukan atau dengan kata lain menyangkut kepada objek dari perjanjian.
Walaupun syarat tersebut dapat dikelompokkan dari segi subjek dan objek, bukanlah menunjukkan bahwa segi objek lebih penting dari segi subjek. Karena keempat
syarat itu adalah merupkan hal yang essensial di dalam setiap persetujuan. Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Kata sepakat adalah bahwa pihak – pihak yang membuat perjanjian harus memberikan persetujuannya secara bebas, apa yang dikehendaki pihak yang satu haruslah
merupakan kehendak dari pihak lain. Dengan kata lain, kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian haruslah seia sekata mengenai hal – hal pokok dari perikatan
yang mereka lakukan. Uraian tentang kata sepakat di dalam suatu perjanjian, yang
dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman:
”Bahwa kata sepakat mengadakan perjanjian berarti kedua belah pihak harus mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat suatu tekanan yang mengakibatkan
adanya cacad bagi perwujudan kehandak tersebut”
3
3
. Prof. Dr. Mariam Darus, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Fakultas Hukum USU, 1974, hal. 36
Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan, 2008.
USU Repository © 2009
kata sepakat yang diberikan dengan salah pengertiankekhilafan, paksaan atau penipuan adalah tidak sah karena persetujuan diberikan dengan cacad kehendak.
Ad. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Subjek yang dianggap memiliki kecakapan memberikan persetujuan ialah
orang yang mampu melakukan tindakan hukum. Mereka yang mampu melakukan tindakan hukum adalah orang dewasa, yang waras akal budinya, bukan orang yang
sedang berada dibawah pengampuan wali ataupun di bawah curatele. Dengan kata lain yang bersangkutan berdasarkan dari dalam dirinya sendiri menginsafi akan tanggung
jawab dari apa yang telah diperjanjikan. Setiap orang yang sudah dewasa dan sehat akalnya mampu mengetahui dan
menghendaki apa yang diperjanjikan. Akan tetapi menurut hukum tidak semuanya dapat bertanggung jawab. Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, pihak yang tidak mampu
melakukan perbuatan hukum atau membuat perjanjian adalah sebagai berikut : 1.
Orang – orang belum dewasa 2.
Mereka yang berada dibawah pengampuan 3.
Orang – orang perempuan, dalam hal – hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang telah dilarang membuat persetujuan – persetujuan tertentu.
Yang dimaksud dengan orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun, akan tetapi apabila terlebih dahulu kawin dan bercerai,
maka mereka telah dianggap dalam keadaan dewasa. Mereka yang berada di bawah pengampuan curatele yaitu orang yang tidak sehat akalnya, pemboros, orang yang
lemah ingatannya, juga dinyatakan tidak cakap untuk membuat perikatan. Dalam hal ini undang-undang menganggap bahwa mereka tidak mampu menginsafi tanggung jawab,
Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan, 2008.
USU Repository © 2009
oleh karena itu, mereka tidak dapat bertindak melakukan perjanjian, dan untuk mewakilinya ditunjuk orang tua dan wakil pengampunya curator.
Ketidakcakapan orang – orang perempuan sudah tidak sesuai lagi. Hal ini dipertegas dalam Surat Edaran Mahkamah Agung SEMA RI No. 3 Tahun 1963 kepada
Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Negri seluruh Indonesia. Berdasarkan SEMA RI tersebut, kedudukan seorang perempuan dengan seorang laki - laki adalah
sama. Ini diatur dalam pasal 31 ayat 1 dan 2 undang-undang Pokok Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi sebagai berikut :
1. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. 2.
Masing- masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Ad. 3. Suatu hal tertentu
Setiap perjanjian harus jelas apa yang menjadi objek perjanjian. Sekurang – kurangnya dapat ditentukan apa jenisnya, jumlahnya, harganya, dan harus dapat
diperdagangkan sesuai dengan Pasal 1332 KUHPerdata. Barang – barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum antara lain seperti jalan umum merupakan barang
atau benda yang tidak dapat diperagangkan. Barang atau benda yang terlarang tidaklah dapat dijadikan objek perjanjian.
Pasal 1333 KUHPerdata mengatakan : ”Suatu persetujuan harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit
ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung,”
Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Objek dari suatu perjanjian itu harus tertentu atau dapat ditentukan dan dapat berupa benda yang sekarang ada dan benda yang kemudian akan ada seperti mobil yang
belum siap dirakit tetapi suda h dipesan dalam suatu perjanjian.
Ad. 4. Suatu sebab yang halal Sebab yang halal bukanlah motif dorongan atau alasan dalam membuat
perjanjian, karena motif atau alasan yang mendorong seseorang membuat perjanjian, tidak dipermasalahkan oleh hukum perjanjian, Jadi sebab yang halal adalah isi dan tujuan
dari perjanjian atau persetujuan itu, tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Pasal 1335 KUHPerdata mengatakan : ”Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang
palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.”
Pasal 1337 KUHPerdata mengatakan : ”Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila
berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.” Dari hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa yang menjadi tolak ukur adalah apakah
isi dan maksud tujuan dari perjanjian yang dibuat itu bertentangan atau tidak dengan Undang-Undang. Apabila perjanjian yang dibuat halal atau tidak bertentangan dengan
Undang-Undang, maka perbuatan tersebut dapat dilakukan. Dari keempat syarat sahnya perjanjian di atas, tidak ada diberikan suatu formalitas tertentu disamping kata sepakat
pada pihak mengenai hal - hal pokok perjanjian tersebut. Tetapi ada pengecualian terhadap Undang-Undang yang dibutuhkan bahwa formalitas tersebut untuk beberapa
Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan, 2008.
USU Repository © 2009
perjanjian baru dapat berlaku dengan suatu formalitas tertentu dinamakan perjanjian formil, misalnya perjanjian perdamaian dilakukan secara tertulis.
C. Asas – asas Perjanjian