Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan, 2008.
USU Repository © 2009
perjanjian baru dapat berlaku dengan suatu formalitas tertentu dinamakan perjanjian formil, misalnya perjanjian perdamaian dilakukan secara tertulis.
C. Asas – asas Perjanjian
Salah satu unsur yang penting dalam hukum perjanjian adalah asas hukum. Hal ini menunjukan betapa pentingnya asas hukum dalam suatu Undang-Undang. Sebelum
menguraikan lebih lanjut mengenai asas-asas perjanjian, perlu dijelaskan pengertian asas. Istilah asas merupakan terjemahan dari bahasa Latin ”principium”, bahasa Inggris
”principle” dan bahasa Belanda ”beginsel”, yang artinya dasar yaitu sesuatu yang menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat.
4
Pengertian asas dalam bidang hukum yang lebih memuaskan dikemukakan oleh para ahli hukum antara lain “A principle is the broad reason which lise at the base of a
rule of law.” Ada dua hal yang terkandung dalam makna asas tersebut yakni pertama,
Kata ”principle” atau asas adalah sesuatu, yang dapat dijadikan sebagai alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyadarkan, untuk
mengembalikan sesuatu hal, yang hendak dijelaskan. Principle is a fundamental truth or doctrine, as of law; a comprehensive rule or
doctrine which furnishes a basis or origin for others. Pengertian ini belum memberikan kejelasan dalam ilmu hukum, tetapi sudah memberikan arahan tentang hal yang menjadi
essensi dari asas yakni ajaran atau kebenaran yang mendasar untuk pembentukan peraturan hukum yang menyeluruh.
4
Prof. Dr. H. Tan Kamelo, S.H., M.S, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004, Hal 157
Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan, 2008.
USU Repository © 2009
asas merupakan pemikiran, pertimbangan, sebab yang luas atau umum, abstrak the
board reason; kedua, asas merupakan hal yang mendasari adanya norma hukum the
best the rule of law. Oleh karena itu, asas hukum tidak sama dengan norma hukum, walaupun adakalanya norma hukum itu sekaligus merupakan asas hukum. Karakter asas
hukum yang umum, abstrak itu membuat cita-cita, harapan das sollen, dan bukan peraturan yang akan diperlakukan secara langsung kepada subjek hukum. Asas hukum
bukanlah suatu perintah hukum yang konkrit dan tidak pula memiliki sanksi yang tegas. Hal-hal tersebut hanya ada dalam norma hukum yang konkrit seperti peraturan yang
sudah dituangkan dalam wujud Pasal-Pasal PerUndang-Undangan. Dalam peraturan- peraturan dapat ditemukan aturan yang mendasar berupa asas hukum yang merupakan
cita-cita dari pembentuknya. Asas hukum diperoleh dari proses analitis konstruksi yuridis yaitu dengan menyaring abstraksi sifat-sifat khusus yang melekat pada aturan-
aturan yang konkret, untuk memperoleh sifat-sifatnya yang abstrak
5
1. Asas kebebasan berkontrak atau open system
. Di dalam hukum perjanjian, Undang-Undang mencantumkan beberapa ketentuan
yang menjadi dasar dari asas perjanjian. Adapun di dalam hukum perjanjian tersebut ada beberapa asas adalah sebagai berikut :
Asas yang utama dalam suatu perjanjian adalah asas yang terbuka atau open system. Asas terbuka adalah suatu asas yang menentukan bahwa setiap orang bebas untuk
memperjanjikan apa dan kepada siapa. Ketentuan tentang asas ini disebutkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :
5
Ibid, hal 158
Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan, 2008.
USU Repository © 2009
”Semua perjanjian yang sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini biasa disebut dengan asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract. R. Surbekti menyebut asas kebebasan berkontrak ini denagan sistem terbuka
beginsel der contract vrijheid, hal ini merupakan penyimpulan dari Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Jadi dengan adanya asas kebebasan berkontrak tersebut maka setiap orang
yang ingin membuat perjanjian, leluasa untuk membuat peraturan – peraturan dan persetujuan – persetujuan dengan mencantumkan hak dan kewajiban masing – masing
pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.
2. Asas konsensual atau asas kekuasaan bersepakat
Perkataan konsensualisme berasal dari kata ”konsensus” yang artinya sepakat, setuju, dan mengizinkan. Sepakat merupakan suatu asas yang menentukan terjadinya
suatu perjanjian. Ketentuan ini disebut pada Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi adalah sebagai berikut :
”Jual beli ini dianggap telah terjadi antar kedua belah pihak, seketika setelahnya orang – orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya,
meskipun kebendaan ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.
Maksud dari asas ini adalah tercapainya kata sepakat maka sah dan mengikatlah suatu perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak dan berlakulah ia
sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuat perjanjian tersebut. Namun dalam asas konsensualisme ini ada juga pengecualiannya yaitu dengan ketentuan yang harus
Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan, 2008.
USU Repository © 2009
memenuhi formalitas – formalitas tertentu yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang dalam berbagai macam perjanjian.
3. Asas Obligatoir
Di dalam hukum perjanjian mengenai penyerahan merupakan suatu perbuatan hukum untuk memindahkan suatu hak atas barang atau benda. Dalam hal ini penyerahan
levering, terlebih dahulu diadakan perjanjian yang mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak. Jadi perjanjian tersebut bersifat obligatoir maksudnya adalah yang dibuat
para pihak tersebut, baru dalam taraf menyimpulkan hak dan kewajiban saja, serta sifatnya mengikat kedua belah pihak, dengan kata lain, bahwa perjanjian yang
mendahului penyerahan itu belum mendahului hak milik. Dari uraian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III
KUHPerdata adalah bersifat obligatoir karena dapat dengan nyata dan jelas terlihat dalam perjanjian, seperti perjanjian jual beli atau perjanjian tukar menukar.
4. Asas kelengkapan atau optimal system
Maksud dari asas ini adalah para pihak yang mengadakan perjanjian menginginkan ketentuan – ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang atau hukum
perjanjian boleh disingkirkan. Akan tetapi, jika tidak secara tegas ditentukan dalam suatu perjanjian, maka ketentuan yang ada dalam Undang-Undanglah yang dinyatakan berlaku.
Berkaitan dengan uraian tersebut, sebagai contoh dapat dilihat dalam Pasal 1477 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut :
” Penyerahan harus terjadi ditempat dimana barang yang terjual berada pada waktu penjualan jika tentang itu tidak telah diadakan persetujuan lain.”
Zaki Alyamani : Tinjauan Hukum Atas Perjanjian Kredit Serbaguna Mikro Mandiri Studi Pada Bank Mandiri Kantor Wilayah I Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Maksud dari ketentuan diatas adalah tempat penyerahan terhadap suatu barang yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian dapat ditentukan oleh masing – masing pihak,
tidak selalu menentukan tempat penyerahan. Hal ini mungkin terjadi oleh karena kesengajaan atau tanpa disengaja, maka penyerahan barang yang terjual tersebut adalah
tempat dimana barang tersebut dijual seperti yang telah ditentukan dalam Undang- Undang.
D. Sifat dan Jenis Perjanjian