Peran Aisyiyah Cabang Sukaramai Dalam Pemberdayaan Perempuan (Studi deskriptif Pada Organisasi Aisyiyah Cabang Sukaramai Medan)

(1)

(2)

(3)

ABSTRAK

Peran Aisyiyah Cabang Sukaramai Dalam Pemberdayaan Perempuan diawali dari pemikiran bahwa Aisyiyah merupakan salah satu organisasi Perempuan tertua dan terbesar di Indonesia, peran nyatanya dalam memberdayakan perempuan sudah bisa dilihat dan dibuktikan, kerjasama yang begitu luas baik dengan organisasi di dalam negeri maupun dengan organisasi luar negeri, bahkan namanya sudah terdengar sampai ke berbagai Negara. Lalu muncul pertanyaan dari peneliti apakah Aisyiyah pada tingkat paling bawah yaitu cabang dan ranting mampu melakukan perannya yaitu sebagai organisasi perempuan yang memberdayakan perempuan, lalu seberapa besarkah peran Aisyiyah cabang Sukaramai dalam memberdayakan perempuan dan bagaimana pemahaman Anggota dan Pengurus Aisyiyah cabang Sukaramai terhadap Isu-isu gender

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di Aisyiyah cabang Sukaramai. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah 11 orang, 4 orang merupakan pengurus Aisyiyah cabang Sukaramai dan 7 orang merupakan anggota Aisyiyah cabang Sukaramai, informan adalah orang yang lebih dari 2 tahun telah menjadi anggota Aisyiyah cabang Sukaramai. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.

Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa Aisyiyah pada tingkat cabang mampu melakukan pemberdayaan dalam hal meningkatkan kualitas hidup perempuan, yang tampak dari peningkatan ilmu dan wawasan perempuan mengenai masalah sosial, pendidikan keluarga, kepemimpinan dan Aisyiyah memotivasi perempuan untuk menjadi mandiri dengan memberi akses berupa peminjaman uang maksimal 1 juta rupiah dari koperasi simpan pinjam untuk menambah modal usaha agar anggota mempunyai penghasilan sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain secara ekonomi. Aisyiyah juga melakukan penyadaran kepada Anggota bahwa ketidakadilan gender membawa dampak yang buruk bagi laki-laki dan perempuan sehingga Anggota dan pengurus Aisyiyah saat ini sudah menyadari hal tersebut dan akan berusaha menghapuskan ketidakadilan gender di dalam keluarganya dan lingkungannya. Namun beban ganda masih dianggap menjadi kodrat perempuan yang bisa diterima dan memang harus dijalankan, beban ganda yang dianggap sebagai kodrat merupakan salah satu faktor yang menghambat keaktifan anggota dan pengurus dalam menjalankan seluruh kegiatan Aisyiyah sehingga sulit untuk mengembangkan Aisyiyah menjadi sebesar organisasi induknya.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan Anugerah-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan proses perkuliahan dan juga pada penyusunan skripsi yang berjudul “Peran Organisasi Aisyiyah dalam Pemberdayaan Perempuan”(Studi deskriptif Pada Organisasi Aisyiyah Cabang Sukaramai Medan). Secara Khusus Rasa Hormat dan Cintaku kepada kedua Orang Tua ku, Ayahku Syahminan Lubis (Alm), Ayah yang menerapkan kepada semua anak-anaknya akan betapa pentingnya pendidikan dan Ia bekerja keras untuk itu, dan ibu ku seorang wanita tegar yang sejak 3 tahun lalu berjuang sebagai ibu sekaligus sebagai bapak untuk kelima anak-anaknya, yang setiap hari berdoa untuk ku agar berhasil dalam melakukan apapun. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam Penulisan skripsi ini penulis banyak menghadapi berbagai hambatan , hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan materi penulisan, namun berkat kekuasaan Allah SWT yang selalu memberi kekeuatan, kesabaran dan keyakinan kepada penulis, motivasi dari keluarga, teman-teman dan sahabat pada saat penulis mengalami kesulitan, hingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, kritikan, saran, motivasi, serta dukungan doa dari berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof.Dr.M.Arif Nasution, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.Badaruddin, Msi. selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dan juga merupakan dosen wali dan Ketua penguji penulis.

3. Rasa hormat setinggi-tingginya dan terimakasih kepada Ibu Dra.Harmona Daulay, M.si. sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini dan telah merubah cara berfikir penulis yang semula “mentah” menjadi sedikit berwawasan dalam melihat dan menganalisis suatu persoalan yang ada di masyarakat.

4. Bapak Drs.Sismudjito, M.si. selaku Dosen dan Penguji yang telah memberi materi perkuliahan yang berguna dalam menambah wawasan penulis.

5. Kepada seluruh dosen Sosiologi dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan berbagai materi selama penulis menjalani perkuliahan di FISIP USU

6. Kepada Kakak,Abang dan Adik-adikku K’lily, Agam, Amin, Iqbal yang selalu mendukung dan terus memacu semangat ku untuk segera menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini

7. Kepada Mami, Om Adek (atas inspirasi judul ini), Bunda Mar, Cik ta, atas dukungan baik moril maupun materiil sehingga melancarkan jalan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.


(6)

8. Kepada bg Irvan, makasih ya udah jadi seksi sibuk dalam panitia pembuatan skripsi ini.

9. Kepada Teman-Teman ku sosiologi ‘O5, khususnya KURCACI2 KU, (Yanti (Ma’e),Tiara (juru foto),Irdha(pildacil).Penggi ,Nana ,Rani,Nia (si aktivis)), tengkiu ya.. kalian ada disaat aku sedih dan senang, terutama kalian ada ketika aku dalam kesedihan yang dalam, ku beruntung pernah memiliki kalian. Teman-teman seperjuangan ku , chen2 imoed,katub,Nova, Sari, Rizka, Ade, Andrian, Hernita, Tongam, Imun, A.Witasman(Wiwit), Jey, franklin, Ramauli, Yosi (jojo) aku senang bisa melalui hari-hari dikampus bersama kalian. Untuk Ira, Kiki, Ika, K’devi , bg Fakhruddin, bg Ardiansyah(’04), makasih untuk masukan-masukan dan informasi nya ya…., kepada seluruh junior ku Tantri,Darma, Vivi, Angga, Okto, Dilla, Rian,dll (’06), yang selalu bertanya kapan sidangnya kak?? Yang menjadi motivasi kepada ku untuk segera menyelesaikan perkuliahan ini,

10.Kepada teman-teman ku yang lain, Dina kita dulu pernah masuk bersama di Universitas itu, tapi kini harus keluar dari Universitas yang berbeda, namun ku harap kita tak pernah berhenti menjadi sahabat. Desma, Devi, makasih ya udah macu semangat ku untuk mengerjakan skripsi ini, Eta teman ku yang baik, yang selalu ada waktu untuk nemeni aku dalam proses observasi dan wawancara, keluar masuk dari 1 rumah ke rumah yang lain.

11.Kepada seluruh Informan, Ibu-Ibu Pengurus dan Anggota Aisyiyah Cabang Sukaramai khususnya kepada Ibu Sumarni dan Ibu Ermawati yang telah memberikan banyak informasi dan buku-buku mengenai Aisyiyah kepada Penulis dan terimakasih karena penulis selalu disambut dengan baik dan ramah setiap


(7)

penulis berkali-kali datang untuk meminta informasii dan masukan-masukan mengenai Aisyiyah dan melibatkan penulis dalam kegiatan NA.

Penulis telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga pikiran serta waktu dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun demikian penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari para pembaca. Besar harapan penulis kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 20 Januari 2010 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ………i

Kata Pengantar……….……….………..ii

Daftar Isi ..…….……… vi

Daftar TabeL………... viii

Daftar Matriks ………...……… ix

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah...1

1.2. Rumusan Masalah...…..………..……… 10 1.3. Tujuan Penelitian ……..………. 10

1.4. Manfaat Penelitian ………...………. .10 1.5. Defenisi Konsep ………...11

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tipe-tipe Organisasi Perempuan di Dunia ketiga …..………..…… 13

2.2. Pendekatan Yang Pernah Muncul Dalam “Dasawarsa PBB Untuk Perempuan ………..……….16

2.3. Ketidakadilan Gender………...……….……… 20 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN


(9)

3.1. Jenis Penelitian ……….……… 25

3.2. Lokasi Penelitian ………..……….. 25

3.3. Unit Analisis Dan Informan Penelitian ………...25

3.4. Teknik Pengumpulan Data ………..……… .26.

3.5. Interpretasi Data ………26

3.6. Jadwal Penelitian ………..………27

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Profil Organisasi Aisyiyah ……….. 28

4.2. Profil Informan Penelitian ………... 38

4.3. Aisyiyah Dalam Pendekatan Pemberdayaan Perempuan ...……… 57

4.4. Peran Aisyiyah Cabang Sukaramai dalam Pemberdayaan Perempuan… .61 4.4.1.Peran Aisyiyah Dalam kesehatan Perempuan, Pembinaan Keluarga dan Anak……….………. 62

4.4.2. Peran Aisyiyah Cabang Sukaramai Dalam Ekonomi Perempuan ……… 66

4.4.3. Pendapat Pengurus dan Anggota aisyiyah terhadap Isu Gender ……...… 68

4.5. Faktor Pendukung dan Penghambat Kegiatan Aisyiyah ………...…. 74

4.6. Analisa Data ………....……… .76.

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ………..………..80


(10)

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel Jadwal Penelitian ……… 27


(11)

DAFTAR MATRIKS

MATRIKS 1. Respon Masyarakat Terhadap Berhasil atau Belum Berhasilnya Aisyiyah Sukaramai Dalam Pemberdayaan Perempuan …….……… 58 MATRIKS 2. Manfaat Yang Dirasakan Masyarakat Setelah Masuk Menjadi Anggota Aisyiyah Cabang Sukaramai………..……..……. 60 MATRIKS 3. Pemahaman Masyarakat Mengenai Isu-isu Ketidakadilan Gender …… 70 MATRIKS 4. Tingkat Pemahaman Masyarakat Terhadap UU PKDRT …………..……73


(12)

ABSTRAK

Peran Aisyiyah Cabang Sukaramai Dalam Pemberdayaan Perempuan diawali dari pemikiran bahwa Aisyiyah merupakan salah satu organisasi Perempuan tertua dan terbesar di Indonesia, peran nyatanya dalam memberdayakan perempuan sudah bisa dilihat dan dibuktikan, kerjasama yang begitu luas baik dengan organisasi di dalam negeri maupun dengan organisasi luar negeri, bahkan namanya sudah terdengar sampai ke berbagai Negara. Lalu muncul pertanyaan dari peneliti apakah Aisyiyah pada tingkat paling bawah yaitu cabang dan ranting mampu melakukan perannya yaitu sebagai organisasi perempuan yang memberdayakan perempuan, lalu seberapa besarkah peran Aisyiyah cabang Sukaramai dalam memberdayakan perempuan dan bagaimana pemahaman Anggota dan Pengurus Aisyiyah cabang Sukaramai terhadap Isu-isu gender

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di Aisyiyah cabang Sukaramai. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah 11 orang, 4 orang merupakan pengurus Aisyiyah cabang Sukaramai dan 7 orang merupakan anggota Aisyiyah cabang Sukaramai, informan adalah orang yang lebih dari 2 tahun telah menjadi anggota Aisyiyah cabang Sukaramai. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.

Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa Aisyiyah pada tingkat cabang mampu melakukan pemberdayaan dalam hal meningkatkan kualitas hidup perempuan, yang tampak dari peningkatan ilmu dan wawasan perempuan mengenai masalah sosial, pendidikan keluarga, kepemimpinan dan Aisyiyah memotivasi perempuan untuk menjadi mandiri dengan memberi akses berupa peminjaman uang maksimal 1 juta rupiah dari koperasi simpan pinjam untuk menambah modal usaha agar anggota mempunyai penghasilan sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain secara ekonomi. Aisyiyah juga melakukan penyadaran kepada Anggota bahwa ketidakadilan gender membawa dampak yang buruk bagi laki-laki dan perempuan sehingga Anggota dan pengurus Aisyiyah saat ini sudah menyadari hal tersebut dan akan berusaha menghapuskan ketidakadilan gender di dalam keluarganya dan lingkungannya. Namun beban ganda masih dianggap menjadi kodrat perempuan yang bisa diterima dan memang harus dijalankan, beban ganda yang dianggap sebagai kodrat merupakan salah satu faktor yang menghambat keaktifan anggota dan pengurus dalam menjalankan seluruh kegiatan Aisyiyah sehingga sulit untuk mengembangkan Aisyiyah menjadi sebesar organisasi induknya.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang

Pemberdayaan kaum perempuan, termasuk di dalamnya organisasi perempuan sangat penting dan selalu relevan untuk diperjuangkan secara serius melalui upaya-upaya yang comprehensif, sistematis, dan berkesinambungan. Banyak upaya-upaya yang dapat dilakukan secara bersama-sama dalam rangka membantu pemberdayaan kaum perempuan.

Organisasi dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan wacana gender termasuk partisipasi politik perempuan, melalui kegiatan organisasi , kaum perempuan diharapkan dapat menghimpun kesadaran kolektif akan pentingnya perjuangan hak-hak yang selama ini terabaikan.

Aisyiyah adalah organisasi perempuan persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan pada tahun 1917 berusaha untuk “membenahi” pandangan yang merendahkan / kurang menghargai sumbangan perempuan dalam pengembangan masyarakat dan


(14)

pembangunan belum dipahami secara tepat dan mengakibatkan belum diterima sepenuhnya oleh para pengambil keputusan , perumus kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan.

Aisyiyah sebagai salah satu organisasi perempuan paling tua di Indonesia, memiliki potensi yang sangat besar dan sejarah yang panjang dalam proses pemberdayaan kaum perempuan. Jauh sebelum didirikan secara resmi tahun 1917, Aisyiyah (waktu itu masih bernama Sopo Tresno yang berarti “siapa suka”) telah melakukan tiga program pemberdayaan .

Pertama, membongkar mitos kaum perempuan sebagai pelengkap dalam rumah tangga. Pada zaman dahulu, muncul anggapan yang kuat dalam masyarakat bahwa kaum perempuan adalah ”konco wingking” (teman di belakang) bagi suami yang “swarga nunut neraka katut” (kesurga ikut, ke neraka terbawa). Kata “nunut” dan katut dalam bahasa Jawa berkonotasi pasif dan tidak memiliki inisiatif, sehingga nasibnya sangat tergantung kepada suami.

Kedua, memberi beragam bekal keterampilan bagi kaum perempuan, antara lain ketrampilan menjahit, merawat bayi, mengurus rumah tangga, serta berwirausaha dengan membuat kain batik dan berbagai jenis makanan.

Ketiga, memberi akses kaum perempuan kepada lembaga pendidikan. Pendidikan yang dikembangkan ‘Aisyiyah tidak hanya mengajarkan ilmu-ilmu keislaman tradisional (akidah,fikih, akhlak, tafsir, dan hadis), tetapi juga pelajaran umum seperti berhitung, bahasa Indonesia dan pengetahuan alam.


(15)

Dengan tiga program pemberdayaan ini, ditambah program santunan bagi anak yatim, Aisyiyah berkembang dengan pesat.(Salman,2005:xiii)

Pada Tahun 1919 ‘Aisyiyah mendirikan Taman Kanak-Kanak dengan nama FROBEL. Pada tahun 1923, Aisyiyah mengadakan pemberantasan buta huruf, baik arab maupun latin. Peserta yang ikut dari para gadis sampai dengan orang-orang tua.Tahun 1925, untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi, Aisyiyah menerbitkan majalah wanita yang bernama Suara Aisyiyah .

Gerakan Aisyiyah dari waktu ke waktu terus meningkatkan peran dan memperluas kerja dalam rangka peningkatan dan pemajuan harkat wanita Indonesia sampai hari ini. Hasil yang sangat nyata adalah wujud amal usaha yang tersebar diseluruh Indonesia yang terdiri atas:

1. Pengembangan dan pemberdayaan lembaga- lembaga sosial yang dikelola oleh Aisyiyah seperti : 132 panti asuhan, 21 tim pengurus jenazah, 177 dana santunan sosial, 42 anak asuh non panti.

2. Mengelola dan mengembangkan 10 RSKIA (Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak), 50 Klinik Bersalin, 232 BKIA/Yandu, dan 36 Balai Pengobatan, 15 RSU dan 8 apotik yang tersebar di seluruh Indonesia

3. Mengembangkan Bina Usaha Ekonomi Keluarga Aisyiyah (BUEKA) dan Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM). Saat ini Aisyiyah memiliki dan membina Badan USaha Ekonomi sebanyak 1.426 buah di wilayah, Daerah dan Cabang yang berupa 163


(16)

badan usaha jasa koperasi, 131 BUEKA, 9 baitul maal, pertanian, industri rumah tangga, pedagang kecil/ took dan pembinaan ekonomi keluarga.

4. Sedang melakukan pengelolaan dan pembinaan sebanyak 412 Kelompok Bermain / Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 5.865 Taman Kanak-kanak, 88 Madrasah Diniyah, 668 TPA/TPQ, 15 Sekolah Luar Biasa, 24 Sekolah Dasar, 5 SLTP, 10 Madrasah Tsanawiyah, 8 SMU, 3 SMKK, 2 Madrasah Aliyah, 6 Pesantren Putri, serta 55 pendidikan luar sekolah (http://www.aisyiyah.or.id)

Kesetaraan partisipasi perempuan dalam pembuatan keputusan bukan sekedar tuntutan keadilan, atau demokrasi, melainkan juga dapat dipandang sebagai kondisi yang diperlukan agar kepentingan perempuan dapat diperhitungkan, tanpa partisipasi aktif perempuan dan pernyataan perspektif perempuan di semua tingkatan pembuatan keputusan, tujuan kesetaraan, dan pembangunan tidak akan tercapai (Suparno,2005:19).

Masalah rendahnya partisipasi perempuan dalam struktur politik formal atau di arena pembuatan keputusan publik di segala tingkatan di Indonesia menjadi persoalan yang penting bagi perempuan untuk mengartikulasikan kepentingannya. Dampak dari rendahnya partisipasi perempuan dalam struktur politik formal dan arena pengambil keputusan ini adalah langkanya kebijakan – kebijakan pemerintah dalam segala level yang berpihak pada perempuan sehingga kepentingan – kepentingan perempuan tidak dapat diartikulasikan. (Suparno,2005 hal 3-4)


(17)

Pemerintah telah menyatakan keberpihakannya untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender dengan mengeluarkan kebijakan pengarusutamaan gender pada semua program kerjanya (Inpres No. 9 Tahun 2000). Inpres ini dapat dikatakan sebagai produk yang monumental dari perjuangan perempuan karena dalam Inpres ini ditekankan tentang keharusan bagi setiap instansi pemerintah, di pusat, dan di daerah untuk melakukan pengarusutamaan gender.

Pengarusutamaan gender bertujuan terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.( Pusat Kajian Wanita dan Gender, UI, 2004:201)

Tujuan Pembangunan Milenium atau MDGS adalah serangkaian tujuan yang telah disepakati oleh para pemimpin dunia dalam KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Milenium pada September 2000. Tujuan Pembangunan Milenium adalah komitmen dari komunitas internasional terhadap pengembangan visi mengenai pembangunan; yang secara kuat mempromosikan pembangunan manusia sebagai kunci untuk mencapai pengembangan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan dengan menciptakan dan mengembangkan kerjasama dan kemitraan global.

Tujuan Pembangunan Millenium atau MDGs merupakan upaya internasional dan nasional untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Selain itu, pada era persaingan global yang penuh tantangan,


(18)

pembangunan suatu negara akan terjadi apabila didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, profesional, mandiri dan handal. Semua itu pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari peranan ormas perempuan sebagai wadah untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan kaum perempuan sebagai aset bangsa dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, sosial, dan budaya.

Dari delapan sasaran pelaksanaan tujuan pembangunan millennium (MDGs), dua area di antaranya berkaitan langsung dengan kaum perempuan yaitu pada point 3) kesetaraan dan keadilan gender serta pemberdayaan perempuan, dan pada point 5): memperbaiki kesehatan ibu hamil, sementara lima lainnya hanya dapat dicapai bila perempuan berada dalam posisi setara dengan mitranya, laki-laki. Dengan kata lain, MDGs hanya akan tercapai apabila ada peran dari kaum perempuan baik secara individual maupun kelompok. Untuk itu, transformasi dalam memperkuat posisi dan peran perempuan di berbagai bidang jelas menjadi sebuah kebutuhan. Kebutuhan bukan hanya bagi orang-orang yang peduli terhadap perkembangan demokrasi, melainkan lebih dari itu, sebagai modal utama dalam mensejahterakan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Masalah sosial utama yang dihadapi Negara – Negara Asia-Afrika saat ini adalah masalah kemiskinan. Hal ini sebagaimana telah dinyatakan oleh beberapa petinggi Negara Asia Afrika dalam konfrensinya di Bandung April 2005. Penelitian yang dilakukan The Asia Foundation menunjukkan bahwa masalah besar dihadapi perempuan di Indonesia saat ini adalah kemiskinan. Relasi gender yang tidak setara semakin mempersempit akses perempuan atas pendidikan, sumber daya produktif , pewarisan ,


(19)

dan kekuasaan. Bahkan kemiskinan dapat memaksa perempuan untuk memasuki sektor-sektor pekerjaan yang membahayakan bagi dirinya yaitu sebagai pekerja migran dan prostitusi.(Tanfiz Aisyiyah,2005.16-17)

Penelitian dari Tim Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Tim P2E-LIPI) warga miskin tahun 2008 bertambah menjadi 41,7 juta orang atau setara 21,92 persen dibandingkan kondisi penduduk miskin 2007 mencapai 37,2 juta atau sebanding dengan 16,58 persen 2009).

Saat ini Indonesia merupakan pengirim tenaga kerja keluar negeri (buruh migran) terbesar di Asia. Sebagian besar mereka bekerja sebagai pekerja rumah tangga, buruh-buruh pabrik dan buruh perkebunan dengan ketrampilan yang sangat minim. Rata-rata mereka berasal dari pedesaan dengan tingkat pendidikan yang rendah. data BNP2TKI menunjukkan ada 900.129 TKI yang secara resmi bekerja di luar negeri pada tahun 2008. Rinciannya, sebanyak 266.315 TKI mengais rezeki di Asia Pasifik dan Amerika Serikat. Di Timur Tengah dan Afrika tercatat 183.717 orang. Sementara di Eropa dengan jumlah 450.097 TKI. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah pekerja migran yang tidak berdokumen.

Kaum perempuan seringkali kurang mendapatkan kesempatan yang cukup untuk berkiprah dalam kehidupan sosial bila dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terjadi karena masih lekatnya ketidakadilan gender dalam masyarakat yang berwujud dalam marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan yang bersifat


(20)

menyepelekan (tidak penting) kepada kaum perempuan, bahkan kekerasan (violence) termasuk dalam hal bekerja atau justru beban kerja yang lebih panjang atau lebih banyak (double burden). Bentuk ketidakadilan gender ini tidak dapat dipisah-pisahkan karena saling terkait dan berhubungan, serta saling mempengaruhi.

Maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang umumnya diderita anak-anak dan perempuan mengundang keprihatinan tersendiri. Tidak hanya kasusnya yang bertambah banyak, tapi bentuk kekerasannya pun semakin beragam dan mengerikan. Dibeberapa tempat, ada anak usia sekolah dasar yang ‘disetrika’ ayahnya. Yang terbaru adalah kasus anak bawah lima tahun yang kakinya buntung terlindas kereta api karena didorong sang ayah kandung. Belum lagi kasus isteri yang disiksa suami, ditelantarkan secara ekonomi hingga dibakar hidup-hidup.

Kemiskinan yang dihadapi oleh perempuan membuat mereka tidak banyak memiliki alternative dalam mencari pekerjaan. Kemiskinan menyebabkan mereka tidak dapat memperoleh kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang memadai, menyebabkan mereka tidak dapat berbuat banyak dalam memilih pekerjaan dan menuntut haknya sebagai buruh. Keterampilan yang rendah menyebabkan perempuan miskin berada dalam kedudukan yang lemah dalam menghadapi persaingan menghadapi buruh laki-laki. Mereka juga menghadapi dilema antara keinginan mereka untuk bekerja guna memenuhi kehidupan keluarga dan tugas mereka sebagai ibu rumah tangga.


(21)

Perempuan merupakan sosok penting dalam menentukan kualitas hidup keluarga dan sebagai bagian dari komunitas masyarakat, Ia memiliki peran dan fungsi yang strategis. Namun, peranan itu masih sulit diwujudkan karena kemiskinan. Kemiskinan ini berkaitan erat dengan kesempatan untuk mengenyam pendidikan. Sejak Kartini sampai sekarang, pendidikan merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan peran dan status perempuan. Kenyataannya, data statistik menunjukkan angka buta huruf anak perempuan masih lebih tinggi daripada laki-laki. Dari data susenas tahun 2007, tingkat buta huruf di Indonesia adalah sebesar 7,26% , laki-laki 4,34% dan perempuan 10,12 % 2009) . Di dalam keluarga miskin yang biasanya harus mengalah untuk tidak melanjutkan pendidikan formal adalah perempuan. Inilah akar dari pemiskinan perempuan, yaitu budaya patriarki yang mensubordinasi perempuan.

Kesadaran akan hak-hak perempuan telah lama dimiliki oleh pemerintah, namun tentu tidak cukup sampai disitu karena kesadaran tersebut seharusnya menyebar dan merata sehingga menjadi kesadaran kolektif di masyarakat. Untuk itu diperlukan berbagai bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi ke masyarakat tentang hak-hak asasi manusia , dimana di dalamnya termasuk perempuan. Dengan semakin terbentuknya kesadaran akan hak asasi manusia dan seluruh umat manusia, secara otomatis tidak akan ada lagi permasalahan mengenai hak-hak perempuan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peran organisasi Aisyiyah dalam memberdayakan Perempuan dan sejauh apa organisasi perempuan berperan dalam


(22)

membangkitkan semangat perempuan untuk melakukan perubahan terutama dalam hal kesetaraan gender. Juga untuk mengetahui bagaimana pandangan pengurus dan anggota organisasi terhadap ketidakadilan gender. Penelitian ini dilakukan di Aisyiyah cabang Sukaramai Medan, untuk mengetahui apakah peran Aisyiyah dalam pemberdayaan perempuan sampai pada tingkat cabang dan rantingnya. Apakah Aisyiyah mampu melakukan pemberdayaan peran sampai pada tingkat masyarakat di kelurahan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Peran Aisyiyah dalam Pemberdayaan Perempuan di Sukaramai

Medan

2. Bagaimana Pandangan Pengurus dan Anggota terhadap Isu-isu Gender


(23)

dengan perumusan masalah yang dirumuskan diatas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah:

Untuk mengetahui bagaimana peran Aisyiyah dalam memberdayakan perempuan di Sukaramai

Untuk mengetahui apa yang menjadi motivasi perempuan untuk masuk dalam Organisasi dan apa hambatan yang mereka alami selama berorganisasi.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberi manfaat bagi peneliti agar lebih memahami tentang gerakan yang dilakukan oleh perempuan sebagai salah satu agen perubahan

2. Sebagai sumbangan bagi pihak ataupun masyarakat yang ingin mengetahui dan memperluas wacana seputar gerakan organisasi perempuan dalam menjalankan program kemanusiaan dan agar menyadarkan masyarakat bahwa perempuan juga dapat menyumbang banyak untuk kesejahteraan masyarakat.

1.5. Defenisi konsep

Konsep-konsep penting dalam penelitian ini adalah

1. Peran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fungsi-fungsi apa saja yang dilakukan oleh Aisyiyah dalam masyarakatnya sesuai dengan status Aisyiyah sebagai sebuah Organisasi yang menghimpun perempuan disekitarnya.


(24)

2. Pemberdayaan perempuan dalam penelitian ini adalah Tindakan/Program yang dilaksanakan oleh ‘Aisyiyah berupa memotivasi, mengembangkan potensi dan memberi akses kepada perempuan dalam upaya peningkatan kualitas perempuan yang dipandang dari kesejahteraan, akses, partisipasi, kontrol dan penyadaran diri dengan tujuan agar para perempuan menjadi lebih mandiri dan lebih berkualitas dalam segala aspek seperti dibidang ekonomi, pendidikan, sosial dll.

3. Organisasi Adalah kumpulan sekelompok orang yang memiliki visi dan misi yang sama yang berkumpul dalam suatu wadah yang mempunyai program-program yang bermanfaat untuk anggotanya dan orang lain, dan berada dalam suatu struktur kepemimpinan yang jelas

4. Aisyiyah adalah organisasi wanita muslim yang dibentuk oleh Muhammadiyah dengan status otonom yang berarti dapat mengatur anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sendiri, yang secara struktural

mempunyai fungsi koordinatif dengan Muhammadiyah.

5. Nasyiatul Aisyiyah adalah organisasi angkatan muda Muhammadiyah yang bergerak dikalangan Remaja putri Muhammadiyah dengan status organisasi otonom Muhammadiyah


(25)

6. Ketidakadilan Gender adalah kondisi yang tidak adil terhadap

perbedaan-perbedaan gender yang melahirkan kondisi diskriminasi terhadap gender tertentu khususnya terhadap perempuan.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tipe-tipe Organisasi Perempuan di Dunia Ketiga

Sen dan Grown (dalam Suparno,Indriyati.2005 hal 22-23) mengidentifikasi tipe-tipe organisasi perempuan di dunia ketiga.

1. Organisasi Tradisional yang berorientasi Pada Pelayanan

Organisasi ini memusatkan diri pada pelayanan pendidikan dan kesehatan yang menitikberatkan pada kesejahteraan sosial. Organisasi ini biasanya dimotori oleh kelompok kelas sosial menengah dan tidak memiliki perspektif tentang subordinasi perempuan. contoh: Organisasi istri.

2. Sayap Perempuan dari Partai Politik

Tipe Organisasi ini terikat dengan program politik partai dan mempunyai kader berbeda dengan isu-isu gender yang dibawa ke permukaan. Beberapa diantaranya hanya merupakan alat saja agar partai bisa memperoleh suara lebih banyak atau memperoleh lebih banyak kursi di parlemen.

3. Organisasi Buruh

Organisasi ini dibentuk atas dasar isu kelas, namun juga bisa menyinggung isu gender. Pengalaman perempuan dalam serikat buruh biasanya kurang begitu baik karena persaingan buruh laki-laki untuk memperoleh pekerjaan sehingga mereka lebih suka istri


(27)

tidak bekerja, atau bisa juga kaena laki-laki tidak mendukung kebutuhan perempuan akan tempat penitipan anak dan tunjangan kelahiran.

4. Proyek Perempuan dan Pembangunan

Proyek ini berwujud dalam organisasi – organisasi kecil yang menghasilkan kerajinan tangan atau menyediakan kredit. Biasanya tidak mempunyai pespektif gender. Proyek – proyek ini juga bisa proyek pemerintah atau non pemerintah.

5. Organisasi Akar Rumput

Organisasi ini mempunyai berbagai tujuan (kesehatan,pembebasan buta huruf, lingkungan, melawan kekerasan). Kebanyakan mempunyai komponen penyadaran dan protes yang besar. Organisasi ini sering hanya mengkhususkan diri pada satu isu intelektual dan konkret dengan dampak politik mereka yang cukup besar , namun segera setelah tujuan mereka terpenuhi, mereka sering terpecah. Tidak jarang organisasi akar rumput dikelola oleh perempuan kelas menengah, namun berusaha membela kepentingan perempuan miskin.

6. Organisasi Penelitian perempuan

Organisasi ini didirikan untuk menjalankan riset yang inovatif dan memperoleh perspektif feminis dalam penelitian. Perdebatan terbuka tentang hasil-hasil penelitian mereka bisa memberi dampak positif terhadap pengambilan keputusan politik.


(28)

7. Organisasi Profesi Perempuan

Organisasi – Organisasi seperti ini Bertujuan untuk membela kepentingan profesi mereka dan membagi pengalaman bersama. Contoh: Organisasi dokter perempuan, Organisasi wiraswasta Perempuan.

Dari ketujuh jenis organisasi yang dikemukakan Sen dan Grown, maka Aisyiyah termasuk ke dalam Sayap Perempuan Dari Partai Politik, yaitu sebagai Sayap Perempuan dari Muhammadiyah.

Melalui Organisasi – organisasi perempuan, kaum perempuan dapat berpartisipasi dalam sistem politik yang lebih luas. Dengan berorganisasi berarti perempuan mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam proses-proses pembuatan kebijakan. Perempuan berkeinginan mempengaruhi keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupan dan keluarga mereka, perekonomian, masyarakat dan Negara (Suparno,Indriyati,2005:27)

Dengan alasan-alasan tersebut maka masyarakat internasional sepakat untuk: pertama, menyatakan bahwa akses dan partisipasi perempuan dalam semua tingkat pengambilan keputusan sebagai hak fundamental perempuan; kedua, jumlah keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan harus mencapai 30%, agar memberikan dampak yang signifikan baik terhadap perempuan maupun terhadap masyarakat.


(29)

2.2. Pendekatan yang pernah muncul dalam “Dasawarsa PBB untuk Perempuan”.

Moser (dalam Saptari,1997:160-161) menjelaskan berbagai pendekatan yang pernah muncul dalam “Dasawarsa PBB untuk Perempuan”.

Pendekatan Kesejahteraan

Pendekatan ini didasarkan atas tiga asumsi, yaitu:

1) perempuan sebagai penerima pasif pembangunan.

2) Peran keibuan yang merupakan peranan yang paling penting bagi

perempuan di dalam masyarakat,

3) Mengasuh anak yang merupakan peranan perempuan yang paling efektif

dalam semua aspek pembangunan ekonomi

Pendekatan ini dititikberatkan pada peran reproduktif perempuan dan menempatkan perempuan di arena pribadi, sementara lelaki dipandang sebagai kelompok masyarakat yang aktif dalam arena publik. Pendekatan kesejahteraan ini banyak mendapat kritikan karena lebih banyak menempatkan perempuan sebagi ibu dan ibu rumah tangga (Housewife) yang cenderung menciptakan ketergantungan.

Pendekatan Kesamaan

Pendekatan ini mengakui bahwa perempuan merupakan partisipasipan aktif dalam proses pembangunan yang mempunyai sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kerja produktif dan reproduktif mereka walaupun sumbangan tersebut


(30)

seringkali tidak diakui. Dengan mengakui sumbangan ekonomi pereempuan, pendekatan ini melawan ketaksejajaran perempuan terhadap lelaki.

Pendekatan Anti Kemiskinan

Pendekatan ini lebih menekankan pada upaya menurunkan ketimpangan pendapatan antara perempuan dan lelaki. Pendekatan antikemiskinan untuk perempuan menitikberatkan pada peranan produktif mereka , atas dasar bahwa penghapusan kemiskinan dan peningkatan keseimbangan pertumbuhan ekonomi membutuhkan peningkatan produktivitas perempuan pada rumah tangga yang berpendapatan rendah.

Pendekatan Efisiensi

Disini tekanan telah bergeser dari perempuan ke pembangunan dengan asumsi bahwa peningkatan partisipasi ekonomi perempuan di Negara Dunia Ketiga secara otomatis berkaitan dengan peningkatan kesamaan. Perubahan ini khusunya terjadi di Amerika Latin dan Afrika, dimana masalah-masalah resesi ekonomi diakibatkan jatuhnya harga barang eksport dan beban utang. Hingga tenaga kerja yang “tidak efisien” dihapuskan. Perubahan tersebut mengakibatkan meningkatnya tenaga kerja perempuan yang tidak diupah dan perempuan menciptakan sendiri pekerjaan di sektor informal .

Pendekatan Pemberdayaan (Empowerment approach)

Pendekatan ini berasumsi bahwa untuk memperbaiki posisi perempuan, beberapa intervensi dari atas, tanpa disertai upaya untuk meningkatkan kekuasaan


(31)

perempuan dalam melakukan negoisasi, tawar menawar dan untuk mengubah sendiri situasinya, tidak akan berhasil. Pendekatan ini berpusat pada upaya penghapusan subordinasi perempuan. Pendekatan pemberdayaan bukan berarti pendekatan untuk mengambil kekuasaan secara politis namun lebih ditekankan pada suatu usaha untuk mengubah corak “kekuasaan” itu sendiri kea rah yang lebih adil.

Pendekatan ini berpusat pada upaya penghapusan subordinasi perempuan. Ini berarti kesamaan hak ekonomi (peluang untuk menguasai sumberdaya produktif, persamaan upah untuk kerja yang sama), hak-hak resmi yang tidak diskriminatif (mengenai perkawinan, perceraian, warisan, hak atas anak serta hak milik).

Pendekatan yang dipakai oleh Aisyiyah dalam tujuan organisasinya adalah Pendekatan Pemberdayaan, karena Aisyiyah bukan organisasi yang ingin mengambil kekuasaan atau pengakuan bahwa perempuan lebih baik dari laki-laki, namun Aisyiyah berusaha untuk memperbaiki posisi perempuan dan meningkatkan kemandirian perempuan.

Upaya nyata menjamin hak–hak mendasar perempuan, PBB telah menetapkan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Convention on the Elimination of all forms of Discrimination Againts Women atau CEDAW) tahun 1979 dan Indonesia meratifikasinya melalui UU RI No.7 Tahun 1984. Pasal – pasal dan rumusan CEDAW dengan tegas menjamin persamaan hak antara perempuan dengan laki-laki yakni : pasal 7 hak berpolitik , pasal 9 hak kewarganegaraan, pasal 10 hak mendapatkan pendidikan, pasal 11 ketenagakerjaan, pasal 15 hak ekonomi atas


(32)

tunjangan keluarga dan mendapat pinjaman bank dan kredit permodalan, persamaan hak di depan hukum dan pasal 16 persamaan hak semua urusan perkawinan dan kekeluargaan. (Sihite,Romany, 2007:178-179). Dengan diratifikasinya Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan , berarti setiap Negara yang meratifikasinya telah mengikatkan diri dan mempunyai kewajiban menyusun berbagai peraturan untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan.

Cita-cita besar tidak cukup hanya berorganisasi saja tetapi juga diikuti dengan berjejaring agar lebih besar seperti pandangan Mao Tze Tung dalam sebuah tulisannya Tzen Po Ta “Desa mengepung Kota : dari revolusi Demokrasi ke Revolusi Sosialisme. Satu dari dua kesalahan dalam sejarah 10 tahun perjuangan Partai Kaum Buruh dan Petani Tiongkok yang digolongkan sebagai kesalahan oportunis kiri yaitu “berjuang saja dan tidak berserikat. Oleh karena itu Mao menjelaskan bahwasanya dua spectrum berjuang dan berserikat adalah dua hal yang sangat mutlak dilakukan.(Pristiwati,2004:17)

Sejak berdiri, Aisyiyah telah menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik dalam maupun luar negri. Pada tahun 1928, Aisyiyah menjadi salah satu pelopor berdirinya badan federasi organisasi wanita Indonesia yang sekarang dikenal dengan nama Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Beberapa lembaga baik semi pemerintah maupun non pemerintah yang pernah menjadi mitra kerja 'Aisyiyah dalam rangka kepentingan sosial bersama antara lain : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Peningkatan Peranan Wanita untuk Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS), Yayasan Sayap Ibu, Badan


(33)

Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Aisyiyah juga melakukan kerjasama dengan lembaga luar negeri dalam rangka kesejahteraan sosial, program kemanusiaan, sosialisasi, kampanye, seminar, workshop, melengkapi prasarana amal usaha, dan lain-lain. Di antara lembaga luar negri yang pernah kerjasama dengan Aisyiyah adalah : Oversea Education Fund (OEF), Mobil Oil, The Pathfinder Fund, UNICEF, UNESCO, WHO, John Hopkins University, USAID, AUSAID, NOVIB, The New Century Foundation, The Asia Foundation, Regional Islamic Of South East Asia Pasific, World Conference of Religion and Peace, UNFPA, UNDP, World Bank, Partnership for Governance Reform in Indonesia, beberapa Kedutaan Besar Negara sahabat, dan lain-lain.

2.3. Ketidakadilan Gender

Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Untuk memahami bagaimana perbedaan gender menyebabkan ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui berbagai manifestasi ketidakadilan

Mansour Fakih (dalam Harmona Daulay,2007:79) mengklarifikasi ketidakadilan Gender dalam berbagai bentuk ketidakadilan Gender yaitu:


(34)

1. Marginalisasi dan proses pemiskinan ekonomi

2. Subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik 3. Stereotipe atau pelabelan negative

4. Kekerasan

5. Beban kerja

a). Gender dan Marginalisasi Perempuan

Marginalisasi adalah peminggiran peran kaum perempuan karena adanya anggapan perempuan adalah warga kelas dua. Di kebanyakan negara berkembang proses peminggiran ini erat kaitannya dengan proses kemiskinan, sebagai contoh banyak pekerja perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani lakilaki. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki.

Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan

secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang dikendalikan oleh laki-laki, perempuan tidak diberi kesempatan terhadap akses teknik-teknik pertanian modern, karena adanya semacam kepercayaan bahwa perempuan tidak dapat menangani mesin-mesin modern. Hal ini ternyata berimplikasi jauh, yaitu segala hal yang ditangani perempuan menjadi kurang canggih, kurang prestisius dan juga menjadi kurang penting


(35)

Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Dalam rumah tangga masih sering terdengar jika keuangan keluarga sangat terbatas, dan harus mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak-anaknya maka anak laki-laki akan mendapatkan prioritas utama. Praktek seperti ini sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.

c). Gender dan Stereotipe

Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Akan tetapi, stereotipe selalu menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotipe itu adalah yang bersumber dari pandangan gender. Misalnya penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka setiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe ini

d). Gender dan Kekerasan

Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorang. Pada dasarnya kekerasan gender disebabkan oleh ketidak setaraan yang ada dalam masyarakat. Banyak macam dan bentuk kejahatan yang bisa dikategorikan sebagai kekerasan gender diantaranya:


(36)

2) Tindakan pemukulan dan serangan fisik dalam rumah tangga

3) Penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (Genital mutilation).

4) Jenis kekerasan terselubung (mulestation), yakni memegang atau menyentuh

bagian tubuh permpuan.

5) kejahatan terhadap perempuan yang paling umum di kenal dengn nama

pelecehan seksual (sexual and emotioal harassment).

e). Gender dan Beban kerja

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum permpuan. Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras untuk menjaga kebersihan maupun kerapian rumah tangganya, memasak dan memelihara anak. Apalagi, dikalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebih-lebih jika seorang perempuan bekerja maka, ia memikul beban kerja yang ganda.

Kaum perempuan,dengan adanya anggapan gender ini, sejak dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. dilain pihak kaum lelaki tidak diwajibkan secara kultural untuk menekuni beberapa jenis pekerjaan dometik itu. Oleh karenanya rumah tangga juga menjadi tempat kritis dalam mensosialisasikan ketidakadilan gender yang telah mengakar didalam keyakinan dan menjadi ideologi kaun


(37)

laki-laki dan perempuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manivestasi ketidakadilan gender ini telah mengakar mulai dalam keyakinan dimasing-masing orang hingga pada tingkat negara yang bersifat global

Kaum wanita tak sekedar dinilai dari segi-segi keindahan tubuhnya, kemolekan parasnya, kesupelan pergaulan, dll. Lebih dari itu, wanita dimata Tuhan dilihat sebagai manusia pada umumnya (kaum pria). Wanita mempunyai tugas kemanusiaan, tanggung jawab pribadi dan sosial, punya akal untuk berfikir, nurani untuk mengambil keputusan, tangan untuk bekerja dan berkarya. Semua potensi yang diberikan Tuhan kepada kaum pria juga diberikan kepada kaum wanita. Tinggal kini bagaimana memaksimalkan aktualisasi diri (berupa bakat dan minat) yang diberikan sebagai rahmat Tuhan bagi wanita dengan memperluas kesempatan pendidikan dan horison komunikasi, sehingga wanita kian sadar bahwa ruang gerak dan badan, paling tidak fikiran semangatnya, tak hanya sebatas dinding-dinding ruang dalam rumahnya tapi bisa melebar ke penjuru dunia.

Pada era persaingan global yang penuh tantangan, pembangunan suatu negara akan terjadi apabila didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, profesional, mandiri dan handal. Semua itu pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari peranan organisasi perempuan sebagai wadah untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan kaum perempuan sebagai aset bangsa dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, sosial, dan budaya.


(38)

Organisasi perempuan apapun bidangnya, dibutuhkan dalam turut serta merealisasikan program Pemerintah.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan dan memahami secara terperinci suatu fenomena sosial secara menyeluruh dan menganalisis apa yang terjadi di lapangan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Aisyiyah Cabang Sukaramai Medan. Alasan pemilihan Lokasi karena berdasarkan hasil pantauan, peneliti melihat bahwa Aisyiyah Cabang Sukaramai Medan cukup aktif dalam melakukan kegiatan-kegiatannya

3.3 Unit Analisa Informan

Adapun yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah

Informan Kunci:

1. Ketua ‘Aisyiyah Cabang Sukaramai Medan

2. Pengurus-pengurus Aisyiyah


(40)

Anggota Aisyiyah

Dengan Kriteria :

- Telah menjadi Anggota Aisyiyah Cabang Sukaramai minimal 2 tahun

- Bertempat tinggal di Medan

3.4. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1 . Data Primer:

 Observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung dengan

kumpulan objek penelitian. Pengamatan dilakukan agar memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya

 Wawancara mendalam yaitu peneliti mengadakan Tanya jawab dengan

pedoman pertanyaan yang telah disusun dan ditujukan sedemikian rupa untuk menggali informasi dan mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab permaslahan penelitian.

2. Data Sekunder :

Yaitu data yang dapat mendukung data primer yang diperoleh melalui studi kepustakaan , berupa buku, internet, dll.


(41)

Interpretasi data merupakan tahap penyederhanaan data, setelah data informasi yang dibutuhkan dan diharapkan telah terkumpul. Data-data yang telah diperoleh dalam penelitian ini akan diinterpretasikan berdasarkan dukungan teori dalam tinjauan pustaka yang telah ditetapkan sampai akhirnya akan disusun sebagai laporan akhir penelitian.

3.6 Jadwal Kegiatan Penelitian

No Jenis Kegiatan

Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Acc Judul X

2 Penyusunan Proposal X X

3 Seminar Proposal X

4 Revisi Proposal X


(42)

6 Penelitian X X

7 Interpretasi data X

8 Bimbingan Penelitian X X

9 Penulisan Laporan Akhir X X


(43)

BAB IV

TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Profil Organisasi Aisyiyah

4.1.1. Sejarah Aisyiyah

Organisasi Aisyiyah merupakan salah satu pergerakan wanita Islam yang dibentuk oleh Muhammadiyah. Sejak berdirinya Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan sangat memperhatikan pembinaan terhadap kaum wanita. Dua tahun setelah berdiri, organisasi Muhammadiyah dibawah bimbingan KH.Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah (istri KH. Ahmad Dahlan), membentuk perkumpulan khusus bagi kaum wanita, pada tanggal 19 Mei 1917 yang diberi nama “ sopotresno”, perkumpulan ini mempunyai tugas khusus yakni menyelenggarakan pengajian khusus bagi kaum wanita yang simpati kepada Muhammadiyah. Perkumpulan tersebut akhirnya diubah menjadi Aisyiyah yang dikenal sekarang sebagai organisasi otonom yang berhak mengatur rumah tangga organisasinya sendiri dengan tetap bertanggung jawab kepada Muhammadiyah yang secara khusus membina anggota putri Muhammadiyah. diakses tanggal 15 Mei 2009)

Perkumpulan Aisyiyah senantiasa aktif berpartisispasi dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya, termasuk didalamnya mengangkat derajat kaum wanita dengan melalui berbagai amal usahanya. Hal tersebut dilakukan karena Aisyiyah


(44)

memandang wanita atau perempuan sebagai warga masyarakat yang keberadaannya di dalam masyarakat sama dengan masyarakat yang lain yakni pria. Sehingga kedudukan wanita itu sama dengan laki-laki seperti disebutkan dalam Al-Qur’an surat At-taubah ayat 71, Yang Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Demikian juga dalam menuntut ilmu seperti yang disebutkan dalam sebuah hadist, “ Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi pria dan wanita”.( HR. Buchori Muslim)

`Masyarakat pada umumnya, memandang wanita hanya memiliki peranan yang lebih kecil dibandingkan pria. Wanita dianggap tidak layak memiliki peranan yang sama disamping pria. Pada akhirnya wanita tidak disertakan dalam kehidupan masyarakat luas dan kaum prialah yang mendominasi pada sektor tersebut. Hal tersebut tidak hanya menimbulkan kebodohan dan ketertinggalan tetapi juga menyebabkan keahlian atau keterampilan yang dimiliki terbatas pada keterampilan sederhana seperti halnya gadis-gadis hanya pandai menggendong dan mengasuh anak, menjadi tolok ukur kualitas gadis-gadis pada saat itu. Maka gerakan Aisyiyah bermula dari kumpulan anak-anak atau gadis-gadis berusia 15 tahun, yang diberinya pengajian secara rutin dan diajak untuk memikirkan persoalan kemasyarakatan khususnya masalah peningkatan harkat kaum wanita. Setelah anak-anak wanita, kelompok kedua adalah mereka yang telah berumah tangga, yang selanjutnya memperluas gerakan Aisyiyah. Kemudian pada tahun 1966 Pimpinan pusat mancabut SK sebelumnya yaitu pada tahun 1961 tentang Aisyiyah sebagai majelis yang lazim disebut Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Aisyiyah dan selanjutnya kedudukan Aisyiyah menjadi organisasi otonom Muhammadiyah. diakses tanggal 19 April 2009).


(45)

K.H. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kaum wanita pun tidak boleh diabaikan tetapi harus mendapat perhatian khusus. Wanita juga dapat berprestasi apabila pandai-pandai memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya, dengan sebaik-baiknya. Atas dasar pandangan yang demikian kemudian muncul suatu pemikiran membangun dunia atau umat dengan cara bersama-sama antara laki-laki dan wanita. Melihat fenomena-fenomena seperti yang telah disebutkan diatas diperlukan adanya kontribusi wanita Islam dalam menghadapinya. Seperti halnya organisasi wanita Islam, khususnya Aisyiyah di Sukaramai, persyarikatan ini benar-benar konsisten mengamalkan usahanya untuk kepentingan umat, terutama peranannya dalam usaha mengangkat derajat wanita. Saat ini Aisyiyah telah memiliki 33 Pimpinan Wilayah Aisyiyah (setingkat Propinsi), 370 Pimpinan Daerah Aisyiyah (setingkat kabupaten), 2332 Pimpinan Cabang Aisyiyah (setingkat Kecamatan) dan 6924 Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah (setingkat Kelurahan).

4.1.2. Profil Aisyiyah Cabang Sukaramai

Mulai berdirinya Aisyiyah cabang Sukaramai pada tahun 15 Juni 1957 dengan 12 orang pelopor dari kaum ibu Muhammadiyah, dan 16 orang pelopor dari kaum Muhammadiyah , kegiatan tetap dilakukan meski belum mendapat SK dari Pimpinan Pusat Aisyiyah. Pada tahun 1968 Sesuai dengan SK yang dikeluarkan oleh Aisyiyah Pimpinan Pusat pada 23 Februari 1968 yaitu SK no=A=/=III/268=TG.7-9-68. memutuskan bahwa menetapkan berdirinya cabang Aisyiyah yang lingkungannya meliputi: Cabang Sukaramai Medan. Pada waktu itu diketuai oleh Ibu Djamilah. Dengan amal usaha pertama yaitu dengan mendirikan sekolah di bulan Agustus 1961, sekolah mulai aktif


(46)

sebagai tempat belajar mengajar pada tahun 1966. Berdirinya organisasi Aisyiyah di Cabang Sukaramai secara khusus dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1) Perlunya organisasi sebagai alat dakwah yang menyatukan umat

2) Kondisi kehidupan keagamaan di Sukaramai yang mayoritas beragama Islam, menuntut masyarakatnya untuk menciptakan kehidupan yang bahagia dan sejahtera, penuh limpahan rahmat dan nikmat Tuhan di dunia dan di akhirat.

3) Gerak dan syiar Amar Ma’ ruf Nahi Mungkar dalam persyarikatan Muhammadiyah harus diikuti oleh peran serta wanita yang tergabung dalam organisasi Aisyiyah.

4). Agama belum terlibat dan belum serta ikut mewarnai kehidupan sosial ekonomi.

5). Agama belum menjadi alat berjuang atau alat dakwah. (Wawancara dengan Ibu Zaharni November 2009)

4.1.3. Lokasi dan Kedudukan Aisyiyah Cabang Sukaramai

Aisyiyah Cabang Sukaramai berkedudukan di Jl.Denai Gang II No.16. Aisyiyah Cabang Sukaramai berada di Tegal Sari I Kecamatan Medan Area, Kecamatan yang mempunyai Luas wilayah 422 Ha terdiri dari 12 Kelurahan dan 174 lingkungan yang dihuni oleh masyarakat majemuk dan Hitrogen dengan mata pencarian sebagian besar adalah pedagang selebihnya Pegawai Negri /ABRI dan Karyawan Swasta, dan sebagian besar berusaha konfeksi . Jumlah Penduduk di Kecamatan Medan Area adalah 142.277


(47)

orang yang terdiri dari 72.126 Laki-laki dan 70.152 orang perempuan.(Data Kecamatan Medan Area, 2007).

Aisyiyah Cabang Sukaramai memiliki 4 ranting yaitu :

1. Ranting GG Langgar berada di kelurahan Tegal sari III

2. Ranting GG Damai berada di kelurahan Tegal sari III

3. Ranting GG Sehat berada di kelurahan Tegal sari I

4. Ranting GG II berada di kelurahan Tegal sari I

4.1.4. Karakteristik Anggota Aisyiyah

Anggota Aisyiyah terdiri dari Ibu-Ibu yang berbeda status ekonomi dan latar belakang pendidikan, namun mempunyai satu misi yang sama yaitu ingin memperbaiki posisi perempuan dan mengangkat harkat martabat kaum perempuan .

Jumlah Anggota Aisyiyah Cabang Sukaramai yang aktif adalah 80 orang.

Jumlah simpatisan Aisyiyah Cabang Sukaramai adalah 20 orang.

Simpatisan adalah orang yang simpati dengan Aisyiyah namun belum menjadi anggota.

Syarat untuk menjadi Anggota adalah :

1. WNI yang beragama Islam

2. Menjadi simpatisan selama 1 tahun


(48)

4. Mendaftarkan diri melalui ranting yang terdekat dari tempat tinggal

5. Membayar Iuran wajib

6. Mendukung perjuangan Aisyiyah (AD-ART Aisyiyah)

Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam boleh menjadi anggota Aisyiyah, serta mendukung cita-cita perjuangan Aisyiyah.


(49)

PROGRAM PIMPINAN AISYIYAH SUKARAMAI MEDAN

PERIODE 2005-2010

A. PROGRAM UMUM

Program konsolidasi organisasi

a. meningkatkan pembinaan dengan menggerakkan ranting sebagai basis dan ujung

tombak gerakan ditingkat akar rumput dibawah koordinasi cabang. b. Meningkatkan profesionalisme pengelolaan administrasi organisasi.

c. Meningkatkan kinerja organisasi dengan optimalisasi fungsi-fungsi kepemimpinan

disetiap unit kerja organisasi.

B. PROGRAM BIDANG

1. Majelis Tabligh dan Kehidupan Islami

a. Meningkatkan dan mengefektifkan pembinaan akhlak, ibadah dikalangan warga

Aisyiyah melalui pengajian, media cetak. Media elektronik dan berbagai kegiatan lainnya.

b. Memberdayakan kajian tarjih dan pedoman hidup Islami diseluruh tingkat organisasi

c. Meningkatkan kualitas mubaligh dengan metodologi dakwah serta meningkatkan

koordinasi antar mubaligh secabang

d. Mengembangkan lembaga pendidikan dengan wahana dakwah bekerjasama dengan majelis Tabligh


(50)

e. Meningkatkan fungsi mesjid, mushalla dan sarana dakwah sebagai pusat kegiatan tabligh dan penyiaran Islam.

2. Majelis Pembinaan kader dan PSDI

a. Mengadakan pelatihan fungsional / jabatan kepemimpinan diawal periode

agar pimpinan dapat melaksanakan tugas sesuai dengan jabatannya

b. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelatihan kader dan anggota

c. Meningkatkan upaya persemaian kader Aisyiyah yaitu melalui keluarga

d. Memasukkan materi keAisyiyahan dan KMD serta organisasi dalam

pengkaderan muballighat

f. Mengikuti pertemuan kader yang akan diadakan oleh daerah dan dilaksanakan 1

bulan 1 kali setiap kamis pertama

3. Majelis Dikdasmen

a. Mengadakan penataran manajement dan ADM amal usaha bekerjasama dengan bagian-bagian, minimal 2x dalam 1 periode I bulan Januari 2007 dan periode II bulan Juli

b. Mengadakan penataran Pendidikan dan Keasyiyahan kepada Guru-guru sekecabangan Sukaramai minimal 2x dalam 1 periode. Periode I bulan Juli 2007 dan Periode II bulan Juli 2009


(51)

c. Memberikan kesempatan guru-guru kuliah meningkatkan pendidikan

d. Mewajibkan guru-guru yang bekerja di amal usaha Aisyiyah mengikuti pengajian Aisyiyah minimal 2x dalam 1 bln, dan apabila tidak mengikuri 3

bulan berturut-berturut dalam pengajian maka akan dijatuhkan sanksi

e. meningkatkan pengajian orang tua murid

f. Mengikut sertakan setiap penataran yang diadakan oleh Dikdasmen tingkat daerah

g. Masa jabatan Ka.Sekolah tidak lebih dari 2 periode

4. Majelis Ekonomi

a.Menumbuh kembangkan kesadaran warga persyarikatan untuk memilih, memakai

produk dari kalangan sendiri.

b. Meningkatkan usaha Bina Usaha Ekonomi Aisyiyah

c. Melayani pesanan anggota berupa barang-barang pakaian, seragam dan lain-lain, dengan cara angsuran.

5. Majelis Pembinaan Kesehatan dan Lingkungan Hidup

a. Mengikuti penyegaran untuk Pimpinan Cabang Majelis Binkes Kota Medan,

dilaksanakan tahun 2007

b. Mengadakan penyuluhan penanggulangan penyakit menular, penyalahgunaan narkoba kepada anggota 1 kali 1 tahun oleh dokter/ polisi


(52)

c. Mengikuti peretemuan berkala PCA Binkes sekota Medan sekaligus melaporkan kegiatannya

d. Mengaktifkan kembali senam jantung sehat

e.Mengadakan penghijauan dilingkungan amal usaha di TK ABA

6. Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial

a.Mendata anak-anak yatim/ dhuafa dan dermawan di cabang Sukaramai

b. Mencatat kembali barang pecah belah (inventaris) Aisyiyah dan mengatur penyimpanan dan peminjamannya.

c. Meningkatklan kepedulian dan pelayanan penyantunan dhuafa / anak yatim d. Meningkatkan bantuan kepada korban bencana alam.

e.Menginstruksikan kepada ranting-ranting supaya mempunyai anak asuh minimal 4 orang dan dilaporkan kepada Cabang.

7. Lembaga Hubungan Organisasi dan Hukum Advokasi

a. Meningkatkan kesadaran hukum dan Ham di lapisan masyarakat bawah melalui

dakwah atau pengajian .

b. Mendukung dan mensosialisasikan upaya penegakan hukum di Kecamatan

Medan Area

c. Medukung advokasi Hukum dan Ham bagi anggota persyarikatan dan masyarakat luas.


(53)

DANA ORGANISASI

1. SWC ranting ke Cabang = Rp. 7.000/bulan

2. SWO Badan Pembantu Pimpinan

- Majelis Tabligh = Rp. 7.500/bulan

- Majelis Dikdasmen = Rp. 10.000/bulan

- Majelis Ekonomi = Rp. 10.000/bulan

- Majelis MKS = Rp. 5000/bulan

- Majelis Kader / SDI = Rp. 7500/bulan

- Majelis Binkes = Rp. 5000/bulan

Sumber: Tanfiz Keputusan MUSYCAB Aisyiyah Ke-10 Sukaramai Medan : 2006, Hal, 8-11.

SUSUNAN PIMPINAN CABANG AISYIYAH SUKARAMAI PERIODE 2005 – 2009

Ketua : Hj. Nurfadli

W. Ketua I : Yuliarni


(54)

W.Ketua III : Ermawati

Sekretaris I : Nurhamidah Siregar S.Pd

Sekretaris II : Rosmilawati Siregar

Bendahara : Hj. Jusmiati

Menetapkan : Hj.Zaharni sebagai Penasehat

Majelis Tabligh

Majelis-Majelis:

Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah

Majelis Lembaga &Advokasi

Majelis Ekonomi

Majelis Bidang Pembinaan Kesehatan

Majelis Kesejahteraan Sosial

Majelis Kader/Pengembangan Sumberdaya Insani

Pimpinan Ranting

Ranting ‘Aisyiyah Gang II Ranting Gang Langgar


(55)

Tugas - tugas :

Ketua : Koordinator Hubungan Organisasi, Hukum dan Advokasi serta

Binkes

W.Ketua I : Koordinator Majelis Kesejahteraan Sosial dan Binkes

W.Ketua II : Koordinator Majelis Ekonomi dan Dikdasmen

W.Ketua III : Koordinator Majelis Tabligh dan kader

4.2. PROFIL INFORMAN A. Pengurus Aisyiyah

1. Zaharni (Penasehat Cabang Aisyiyah)

Ibu Zaharni merupakan seorang yang sangat disegani di Aisyiyah cabang

Sukaramai, karena pemikiran, kerja keras dan pengabdian beliau selama ini di Aisyiyah. Ibu yang berusia 65 tahun ini menjadi anggota Aisyiyah sejak tahun 1970 itu berarti sudah hampir 40 tahun ia menjadi bagian dari Aisyiyah, berkat wawasan dan


(56)

semangatnya dalam meningkatkan kualitas perempuan disekitarnya ia pun selalu terpilih menjadi pengurus cabang maupun ranting. Di usianya yang sudah tidak lagi muda, ia masih mengerjakan pekerjaan yang dilakukan ibu-ibu pada umumnya, seperti memasak dan membantu usaha konveksi suaminya. Proses wawancara di lakukan dirumah Ibu Zaharni, setelah peneliti 3 kali mendatangi rumah beliau, terkadang ia masih sibuk memasak di dapur sehingga peneliti segan mengganggunya, kemudian untuk kedua kalinya peneliti datang pada sore hari, tetapi beliau sedang tidur siang, lalu terakhir peneliti datang pada malam hari selesai magrib, dan beruntung ia mempunyai waktu senggang untuk diwawancarai. Dari beliau lah peneliti mendapat banyak informasi mengenai sejarah berdirinya Aisyiyah Cabang Sukaramai.

Ibu Zaharni atau yang biasa dipanggil Umi ini mempunyai semangat yang luar

biasa untuk memberdayakan perempuan dan anak-anak yang tidak mampu, ibu yang pernah menjadi bilal mayit ini sangat bersemangat ketika ditanya mengenai Aisyiyah, baginya Aisyiyah adalah organisasi perempuan yang sangat memperdulikan nasib kaum perempuan, sehingga Aisyiyah harus terus ada dan terus berkembang, menurutnya agar Aisyiyah cabang Sukaramai jauh lebih berkembang dibutuhkan kesadaran dan kesabaran dari anggota dan pengurus agar lebih aktif dan semangat lagi dalam membina dan menjalankan kegiatan-kegiatan Aisyiyah di cabang Sukaramai ini. Ditanya mengenai pelabelan masyarakat bahwa kaum perempuan itu sebagai ibu rumah tangga saja, ia menjawab bahwa memang benar seorang perempuan atau seorang ibu adalah berkewajiban mengurus suami dan anak-anaknya, tapi bukan berarti ia tidak boleh bekerja atau berorganisasi, jika masih ada yang berpikiran seperti itu maka itu sudah


(57)

tidak cocok lagi dengan jaman modern ini, karena perempuan pun sudah ada yang jadi menteri dan presiden. Menurutnya perempuan bukan bawahan dari suami atau manusia kelas dua, tapi perempuan adalah mitra sejajar dari laki-laki yang berpotensi membantu menciptakan kesejahteraan bagi keluarga, masyarakat dan Negara.

2. Yuliarni (Wakil Ketua Cabang Aisyiyah)

Ibu Yuliarni berusia 59 tahun dan memiliki 8 orang anak, 5 orang laki-laki dan 3 orang perempuan yang hampir semuanya sudah berkeluarga hanya 1 dari 8 anaknya yang belum menikah . beliau sangat sibuk karena ia memiliki usaha home industri pembuatan mukenah dirumahnya dengan mempekerjakan beberapa pegawai. Ia termasuk seorang yang sibuk karena ia harus bertanggung jawab pada usaha mukenahnya tersebut, juga ia masih harus menjalani tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Pada saat memasuki rumah beliau terlihat kain-kain polos berwarna putih dan beberapa mesin jahit dan mesin bordir, Ia tengah sibuk menggambar di kain putih itu sehingga terbentuklah motif bunga-bunga yang cantik, yang selanjutnya diatas motif tersebut dibordir oleh pekerjanya, Ia turut mengerjakan proses pengerjaan mukenah tersebut dari pemilihan bahan, pemotongan, pembuatan motif mukenah dan proses selanjutnya ia serahkan kepada pekerjanya. Walau ia sangat sibuk namun ia tidak keberatan peneliti wawancarai, sambil sesekali menghentikan pekerjaannya karena harus berkonsentrasi menjawab beberapa pertanyaan peneliti.

Ibu Yuliarni merupakan Wakil Ketua di ‘Aisyiyah cabang Sukaramai, ia cukup terpandang di Aisyiyah cabang Sukaramai, karena pengalamannya yang telah lama


(58)

membina Aisyiyah di Cabang Sukaramai, hampir 30 tahun ia menjadi anggota Aisyiyah. Beliau merupakan sosok yang tegas dan disiplin dan itu ia mulai terapkan dari keluarga hingga kepada anggota-anggotanya, baginya tidak boleh ada diskriminasi terhadap perempuan baik itu di dalam keluarga maupun masyarakat. Ia merasakan manfaat menjadi anggota maupun pengurus Aisyiyah, melayani umat memang butuh kesabaran dan waktu, tapi ia tidak mengeluh, baginya itu merupakan suatu kebanggaan karena bisa melakukan sesuatu untuk orang banyak, walaupun tidak besar tapi itu ada dan nyata. Menurutnya keanggotaan di Aisyiyah cukup aktif dan rajin mengikuti pengajian, begitu juga dengan pengurus Aisyiyah yang sudah mengorbankan waktu dan pikiran bagi kepentingan orang banyak. Ia mengatakan bahwa Aisyiyah menjalin kerjasama dengan organisasi ini lain, dengan kelurahan dan puskesmas. Dana Aisyiyah didapat dari iuran wajib anggota, dari donatur dan dari hasil usaha Aisyiyah. Menurutnya yang menjadi sasaran dari program-program Aisyiyah cabang Sukaramai sekarang ini adalah anggota Aisyiyah saja, belum bisa seperti Aisyiyah Daerah yang mengelola panti asuhan dan memberikan beasiswa kepada yang tidak mampu, membuat posko pengaduan korban kekerasan dalam rumah tangga, karena keterbatasan dana dan sumberdaya manusia yang professional. Aisyiyah sangat peduli dengan keadaan perempuan juga dengan tingkat kesejahteraan perempuan, dengan adanya koperasi maka Anggota yang telah mempunyai kartu anggota bisa meminjam uang maksimal 1 juta rupiah untuk membantu menambah modal usaha, menyekolahkan anak, dll, tanpa dikenakan bunga, dan selama ini belum ada kendala dalam koperasi tersebut, karena selama ini anggota dengan rutin mengembalikan uang tersebut tanpa harus dipaksa-paksa.


(59)

3. Ermawati (Wakil Ketua Cabang Aisyiyah)

Ibu Ermawati berusia 51 tahun. Ia memiliki 7 orang anak , 3 laki-laki dan 4 perempuan, sehari-harinya ia bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah dan juga sebagai guru di madrasah, semua anak-anaknya sudah besar-besar, anak keduanya seorang perempuan telah menikah dan baru saja melahirkan seorang anak, ini merupakan cucu pertama beliau, anak pertamanya adalah laki-laki yang sekarang bekerja diluar kota dan hanya sekali-sekali pulang ke Medan, anak yang masih sekolah adalah anak ke 6 dan ke 7, yaitu duduk di kelas 3 SMA dan kelas 1 SMA, ia memang tidak repot lagi sebagai ibu, karena anak-anaknya sudah besar-besar dan mampu untuk mengurusi diri mereka sendiri, namun sebagai nenek ia kelihatan sangat repot, karena anak keduanya yang perempuan baru saja beberapa hari melahirkan, dan tinggal dirumah beliau, sehingga rumah tersebut menjadi ramai dan suasananya menjadi menyenangkan karena ada tangis dan kelucuan seorang bayi. Ketika peneliti menyampaikan maksud untuk melakukan wawancara perihal Aisyiyah, Ibu Ermawati langsung menyanggupi dan begitu senang karena judul penelitian peneliti yang mengangkat tema Aisyiyah, dan tampak Ia sangat semangat dalam menjawab setiap pertanyaan yang peneliti ajukan.

Ibu Ermawati masuk menjadi anggota Aisyiyah sejak tahun 1990 di kampung halamannya di Padang, beliau mengenal Aisyiyah sejak bergabung menjadi anggota Nasyiatul Aisyiyah, berlatar belakang orang tua yang merupakan warga Muhammadiyah, sehingga semangatnya untuk memajukan Aisyiyah sangat tinggi,


(60)

terbukti dengan keberadaan beliau sebagai Wakil ketua di Aisyiyah Cabang Sukaramai dan membidangi suatu majelis di Aisyiyah Daerah Medan. Semangat beliau dalam memberdayakan perempuan semakin terlihat dengan mempersiapkan generasi Aisyiyah berikutnya yaitu dengan memberikan perhatian dan motivasi kepada pengurus-pengurus dan anggota NA, beliau jugalah salah satu pendorong bangkitnya Aisyiyah Cabang Sukaramai kembali ketika sempat mengalami mati suri. Menurutnya kinerja pengurus selama ini sudah cukup baik, tapi dengan hanya mengandalkan kinerja pengurus saja tidaklah cukup karena dibutuhkan partisipasi anggota dalam setiap kegiatan agar pengurus tidak kerepotan dalam menjalankan tugas-tugasnya, karena menurutnya Aisyiyah ini bukan milik individu dan bukan milik pengurus, Aisyiyah adalah milik bersama, jadi dibutuhkan kerjasama dan dukungan dari semuanya baik itu dari anggota, pengurus, maupun dari masyarakat sekitar dan pemerintah. Karena sudah terlihat nyata peran Aisyiyah cabang Sukaramai ini dalam memberdayakan perempuan, berikut petikan wawancaranya:

“lihat aja ibu –ibu disini walau mereka gak semuanya berpendidikan tinggi tapi mereka punya wawasan yang luas dan punya banyak teman, itu artinya menambah banyak koneksi dan tentu saja menambah pemasukan bagi usaha mereka, karena kebanyakan ibu-ibu disini punya usaha sendiri, seperti toke telekung, toke sepatu, jualan jilbab, jualan pakaian muslim, buka warung, dll. Kalau modalnya kurang, bisa minjem dari koperasi Aisyiyah yang tanpa bunga, minjemnya pun bisa sampek 1 juta, jadi kan usaha mereka bia terus ada dan berkembang, jadi kan itu juga sudah memberdayakan perempuan”. (wawancara, November 2009)


(61)

Menurutnya perempuan perlu diberdayakan karena perempuan mempunyai motivasi dan potensi yang besar untuk mensejahterakan keluarganya.

4. Ibu Hamidah (Sekretaris Cabang Aisyiyah)

Ibu yang berusia 50 tahun ini memiliki tubuh yang tinggi dan tegap, beliau masih terlihat muda dan enerjik di usianya yang sudah 50 tahun, ia merupakan seorang pengurus organisasi yang mempunyai wibawa, dan wawasan yang luas terutama terhadap masalah sosial dan pendidikan. Beliau terlihat sangat sibuk dengan pekerjaannya sebagai kepala sekolah, hal ini tampak pada saat peneliti melakukan wawancara dengan beliau di ruang kerjanya di kantor kepala sekolah, wawancara berkali-kali terhenti karena ada beberapa guru dan orang tua murid yang secara bergantian masuk untuk menemui Ibu kepala sekolah ini, pekerjaan beliau sebagai kepala sekolah di SD Muhammadiyah memang memerlukan tenaga dan pikiran ekstra, namun itu tidak menghalanginya untuk tetap aktif sebagai Sekretaris Aisyiyah cabang Sukaramai walau ia mengaku agak sedikit repot untuk membagi waktunya. Yang ia rasakan selama menjadi pengurus adalah rasa bangga dan senang karena bisa mengayomi masyarakat, membina pengajian dan banyak yang dilakukan untuk masyarakat khususnya perempuan, ia tidak mengeluh dengan pengabdiannya di ‘Aisyiyah, baginya bisa berbuat untuk masyarakat adalah hal yang sangat menyenangkan bagi beliau

Kondisi kepengurusan di Aisyiyah cabang Sukaramai ini diakuinya pada awal periode berjalan dengan baik, namun sekarang ini sudah agak kurang aktif, namun begitu


(62)

kegiatan-kegiatan Aisyiyah dalam pemberdayaan perempuan tetap ada, hal ini tampak pada tetap rutinnya pengajian, seminar-seminar masih tetap diikuti, ada bedah buku yang akan menambah wawasan perempuan, dan dalam hal pemberdayaan ekonomi ada koperasi yaitu BUEKA.

Pendapatnya mengenai organisasi perempuan ia mengatakan bahwa keberadaan organisasi perempuan sangat diperlukan karena banyak sekali manfaat yang didapat jika masuk menjadi anggota organisasi perempuan, manfaat yang paling dasar adalah perempuan menjadi terbiasa untuk berbicara di depan umum, berani mengeluarkan pendapat, bisa saling bertukar informasi sesama perempuan, dan pastinya menambah wawasan mengenai masalah perempuan. Ketika ditanya mengenai UU PKDRT ia mengatakan bahwa dengan adanya UU tersebut maka masyarakat tidak semena-mena lagi terhadap perempuan, dalam mengatasi kekerasan dalam rumah tangga, Aisyiyah menampung pengaduan korban kekerasan untuk disampaikan di daerah dan Aisyiyah daerah akan memproses dan mendampingi korban tersebut.

B. Anggota Aisyiyah

1. Sumarni

Ibu Sumarni merupakan sosok ibu yang sangat ramah, berwawasan luas, dan sangat cepat membantu jika ada seseorang yang membutuhkan pertolongan, ini tampak ketika peneliti melakukan wawancara dengan beliau. Ibu yang berusia 53 tahun ini mempunyai


(63)

ciri fisik bertubuh kecil,berkulit sawo matang dan memakai kacamata, ia memiliki 2 orang anak laki-laki yang sudah dewasa dan ia memilki 1 orang cucu, beliau sehari-harinya bekerja sebagai guru Agama di SD N, sudah lebih dari 20 tahun beliau menjadi anggota Aisyiyah dan saat ini ia menjabat sebagai ketua Majelis Tabligh di Aisyiyah cabang Sukaramai, dalam waktu yang lama beliau tetap setia dan aktif mengikuti kegiatan-kegiatan Aisyiyah karena menurutnya suasana yang terjalin di ‘Asiyiyah sudah cukup nyaman, dan ada kerjasama antara anggota dan pengurus, dengan menjadi anggota dan pengurus ‘Aisyiyah, ia mengaku banyak mendapat ilmu, baik itu ilmu agama, kepemimpinan, hukum,dll. Selain itu dengan masuk ke Aisyiyah, dapat menambah teman dan mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang tidak diajarkan di bangku pendidikan formal.

Menurut ibu Sumarni, perempuan juga harus sadar dengan kodratnya sebagai perempuan yang harus melayani suami dan mengurus anak-anak, baginya perempuan boleh menjadi pemimpin, namun laki-laki lah yang tetap menjadi pemimpin utamanya. Ditanya mengenai kondisi keanggotaan dan kepengurusan ia mengatakan bahwa selama ini anggota aktif mengikuti pengajian namun belum aktif untuk urusan pengembangan Aisyiyah itu sendiri, dan kinerja kepengurusan saat ini juga baik namun mungkin belum bekerja secara maksimal, karena kurangnya sumber daya manusia yang professional sehingga ada beberapa pengurus yang merangkap jabatan dan begitu pula yang ia alami, menurutnya ‘Aisyiyah cabang Sukaramai telah banyak melakukan usaha untuk memberdayakan perempuan yaitu mengadakan koperasi simpan pinjam, pengkaderan


(64)

dan mendahulukan anggota Aisyiyah atau anggota NA untuk menjadi tenaga pengajar di sekolah Muhammadiyah.

Pandangan masyarakat bahwa perempuan lebih lemah dari laki-laki ibu Sumarni menjawab bahwa memang dari fisik laki-laki lebih kuat, namun kemauan, cita-cita menurutnya lebih tinggi perempuan. Ketika ditanya pendapatnya mengenai posisi laki-laki dan perempuan menurutnya kedudukannya sama dan di Al’Qur’an pun ada penjelasan tentang hal itu, maka dari itu tidak boleh ada diskriminasi terhadap perempuan apalagi melakukan kekerasan terhadap perempuan, ia senang dengan lahirnya UU PKDRT yang memberi sanksi kepada pelaku kekerasan terhadap perempuan. UU tersebut menjadi kekuatan bagi perempuan untuk tetap dihormati dan tidak disakiti.

2. Arisyah

Merupakan ibu rumah tangga yang pekerja keras, sehari-harinya ia ikut membantu usaha home industri suaminya, ibu dari 5 orang anak ini terkesan sangat ramah, humoris dan masih berjiwa muda, ini peneliti rasakan ketika mendengar gaya berbicara dan sifat keterbukaan beliau terhadap setiap pertanyaan yang peneliti tanyakan, bahkan peneliti dan ibu Arisyah saling bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing, sehingga peneliti menjadi sangat rileks dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan. Peneliti berkali-kali menemui ibu Arisyah untuk menanyakan kapan waktu yang tepat agar peneliti bisa melakukan proses wawancara dengan beliau, karena ibu Arisyah memang sangat sibuk, dirumahnya dipenuhi dengan bahan-bahan untuk pembuatan


(65)

sepatu dan sandal untuk laki-laki dewasa, dari pengguntingan, pengeleman, penjahitan, dan penghalusan, dikerjakan dirumah tersebut, dengan beberapa pekerjanya ibu Arisyah ikut membantu suaminya dalam proses produksi, dan distribusi sepatu tersebut. Proses wawancara sempat terhenti karena ia harus mengurus anaknya yang duduk di kelas 1 SMP yang baru pulang sekolah dan anak bungsu beliau yang masih duduk di kelas 5 SD, keduanya adalah anak-anak perempuannya, tampak ia sangat perhatian kepada semua anak-anaknya bahkan terhadap anak laki-laki pertamanya yang baru saja menikah, itu juga alasan mengapa ia lebih memilih membantu suaminya dirumah daripada bekerja diluar rumah, Ia tidak pernah mendiskriminasi anak perempuannya, namun ia tetap menganggap bahwa hak anak laki-laki lebih besar, seperti pernyataan beliau berikut:

“ibu gak pernah beda-bedain anak laki-laki dan perempuan, tentang pendidikan, kasih sayang, semuanya sama rata ibu buat, tapi memang kadang-kadang ibu lebihkan juga anak- laki-laki ini, karena kan kebutuhannya memang banyak, dia nanti kan harus bertanggung jawab sama keluarganya.(wawancara,November 2009)

Ibu Arisyah mengakui bahwa hubungan yang terjalin sesama anggota

dirasakannya cukup baik, dan menurutnya kinerja pengurus juga sudah baik, Ibu Arisyah mengaku mengalami kesulitan membagi waktu, akibatnya ia jarang bisa mengikuti kegiatan-kegiatan ‘Aisyiyah sepenuhnya, beliau menjadi anggota ‘Aisyiyah sejak 8 tahun yang lalu, membuat wawasannya mengenai ilmu agama semakin bertambah dan membuat ia semakin banyak mempunyai teman. Pendapat ibu Arisyah mengenai


(66)

pelabelan masyarakat mengenai perempuan sebagai ibu rumah tangga adalah sesibuk-sibuknya perempuan, ia harus mendahulukan mengurus rumah tangganya dahulu, setelah semua selesai baru bisa mengikuti kegiatan yang lain, itu juga alasannya bahwa organisasi perempuan bisa berkembang dan maju, namun tetap tidak bisa mengalahkan organisasi yang dibina oleh laki-laki, dikarenakan alasan keterbatasan waktu perempuan yang memang kodratnya sebagai ibu rumah tangga.

3. Ibu Tursina

Ibu dari 3 orang anak ini mempunyai cirri fisik agak sedikit gemuk dan berkulit sawo matang, merupakan sosok yang humoris, polos dan sangat terbuka, seringkali peneliti tertawa karena senda gurau dari beliau, sehingga membuat suasana pada saat wawancara menjadi menyenangkan dan tentu saja menjadi sangat lama, karena juga diselingi cerita-cerita dari beliau. Pertama kali saat mendatangi rumah beliau pada pukul 2 siang, beliau sedang menyiapkan makan siang untuk suaminya, sehingga setelah peneliti menyampaikan maksud dan memperkenalkan diri, peneliti mohon pamit karena tidak mau mengganggu dan kemudian peneliti datang pada malam harinya untuk melakukan wawancara, karena sudah mengetahui maksud dan tujuan peneliti, maka wawancara langsung dimulai, dan proses wawancara sempat terhenti karena anak perempuan beliau yang tahun lalu telah lulus dari sebuah universitas swasta di Medan menghidangkan teh untuk kami dan ikut serta duduk diantara kami karena ada rasa keingintahuan atas kedatangan saya, karena sebelumnya belum ada yang melakukan wawancara dengan ibunya seperti yang peneliti lakukan.


(67)

Ibu Tursina adalah seorang ibu rumah tangga, Ia mengenal Aisyiyah sudah sejak lama, karena orang tua beliau yang juga adalah warga Muhammadiyah, baginya banyak manfaat yang ia rasakan setelah menjadi anggota Aisyiyah, walau ia adalah seorang ibu rumah tangga dan hanya tamatan sekolah setingkat SLTA yang banyak menghabiskan waktu dirumah namun wawasannya mengenai masalah sosial kemasyarakatan dan pengetahuan lain ia tidak kalah dengan orang yang berpendidikan tinggi, baginya perempuan juga harus berkualitas karena kualitas keluarga tercermin dari kualitas bagaimana seorang ibu mendidik anak-anaknya.

Ia mendapat dukungan dari keluarganya untuk masuk menjadi anggota organisasi, karena tujuannya masuk ke organisasi Aisyiyah ini adalah untuk menambah wawasan dan juga ilmu agama yang akan berguna untuknya dalam mendidik anak-anaknya, menurutnya tidak boleh ada diskriminasi terhadap perempuan, dikeluarga beliau anak laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama, baik itu dalam pendidikan, juga dalam pengambilan keputusan, siapapun boleh mengeluarkan pendapatnya, tidak terkecuali anak perempuan. Ditanya mengenai organisasi dan kepemimpinan perempuan ia menjawab:

“gak ada masalah dengan organisasi perempuan dan kepengurusan perempuan, seperti Aisyiyah ini, dari anggota sampek pengurus-pengurusnya ya perempuan semua, dari ibu-ibu rumah tangga sampai perempuan karir ada disini, tapi gak masalah semua bisa berjalan dengan baik.”

Menurutnya kinerja pengurus Aisyiyah cabang Sukaramai ini sudah baik, dan ia tidak menemukan kendala dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di Aisyiyah, dan ia


(68)

merasakan manfaat dari semua kegiatan-kegiatan Aisyiyah yaitu pengetahuan dan wawasannya menjadi bertambah, dari Aisyiyah juga lah ia mengetahui adanya UU PKDRT yang melindungi hak-hak perempuan di dalam rumah tangga, dengan adanya UU PKDRT maka perempuan tidak boleh lagi diam ketika disakiti, perempuan harus mampu melawan atas ketidak adilan yang dirasakannya, dan perempuan harus terus diberdayakan dan dicerdaskan karena perempuan mempunyai potensi yang sama besar dengan laki-laki dalam masalah kecerdasan dan kemampuan untuk mengembangkan diri.

4. Ibu Rina Santi

Ibu yang berusia 39 tahun ini berciri fisik berbadan agak gemuk, tinggi, dan berkulit putih. Ibu Rina sangat sibuk, karena selain mengurus keenam anaknya yang masih kecil-kecil, sehari-harinya ia juga bekerja sebagai guru di SD Muhammdiyah, sehingga peneliti mendatangi ibu Rina untuk kedua kalinya pada hari libur, karena pada saat datang pertama kali, beliau sedang mengajar di sekolah. Pada saat peneliti masuk ke rumah ibu Rina tampak tumpukan pakaian-pakaian dilantai, tampak ibu Rina tengah menggosok pakaian seluruh anggota keluarganya, dan setelah menyampaikan maksud maka wawancara pun dimulai dengan ibu Rina yang terus melakukan pekerjaan menggosoknya, tampak ia sangat ulet mengurusi anak-anaknya, wawancara terus berjalan sambil ia menggosok dan mengurusi anak-anaknya.

Ia mengenal Aisyiyah sejak bergabung menjadi anggota NA (Nasyiatul ‘Aisyiyah) kemudian ia tertarik untuk menjadi anggota Aisyiyah, maka sejak tahun 1996 ia masuk


(69)

menjadi anggota Aisyiyah. Ia mendapat dukungan dari keluarga untuk masuk menjadi anggota Aisyiyah ini, karena ia bisa membagi waktu antara pekerjaan, keluarga dan organisasi dan menjalani kodratnya sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anaknya. Menurutnya hubungan yang terjalin antara sesama anggota dan antara anggota dan pengurus sudah sangat baik, kinerja pengurus dinilai sudah baik namun belum fokus kepada Aisyiyah, karena mungkin kesibukan dari pengurus itu sendiri yang juga bekerja atau membuka usaha dirumahnya. Baginya dalam berorganisasi ini hambatannya adalah waktu, karena walau sesibuk-sibuknya seorang perempuan di luar rumah, tetap harus mengutamakan keluarga. Ia harus membagi waktu antara keluarga, pekerjaan juga dalam berorganisasi. Ia pun sangat merasakan manfaat dari kegiatan yang dilakukan Aisyiyah, dari pengajian, pengkaderan sampai pada pengelolaan keuangan rumah tangga, menurutnya perempuan perlu untuk melakukan pemberdayaan dan diberdayakan, karena didalam diri perempuan terdapat potensi yang sama besar dengan laki-laki, dan perempuan dapat melakukan semua yang dilakukan laki-laki.

Pendapatnya mengenai perempuan yang melakukan peran ganda, ia berpendapat bahwa perempuan bekerja atau wanita karir sekarang itu sudah dianggap biasa, dan malah suami mendukung, itu karena suami mengerti bahwa sekarang semuanya serba mahal, jika mengharapkan dari suami saja tidak akan cukup. Asal pandai-pandai membagi waktu saja, dan tetap menomorsatukan keluarga, ditanya mengenai diskriminasi terhadap perempuan, ibu Rina tidak setuju, berikut hasil petikan wawancaranya :


(1)

11.jika pernah, diskriminasi seperti apa? Dan bagaimana pendapat ibu mengenai hal tersebut

12.Apakah ibu tau UU PKDRT

13.Darimana ibu mendapat informasi mengenai UU tersebut 14.Sejauh mana ibu mengetahui isi dari UU PKDRT

15.Apa tanggapan ibu mengenai adanya UU tersebut

16.Apakah Ibu pernah mengalami/ melihat kekerasan dirumah tangga ibu? Jika ya, bagaimana itu diatasi

17.Apakah ibu melakukan peran ganda (ibu yang berkarir)

18.Apa pendapat ibu mengenai perempuan yang melakukan peran ganda. 19.jika ya, Apakah ibu merasa kesulitan dalam menjalankan peran tersebut 20.Menurut ibu bagaimana peran perempuan di rumah tangga dan masyarakat

21.Apakah menurut Ibu organisasi ’Aisyiyah berperan dalam pemberdayaan perempuan

22.Menurut Ibu perlukah perempuan untuk diberdayakan, dalam hal apa dan menga Mengapa perempuan harus diberdayakan


(2)

Daftar Pustaka

Daulay, Harmona, 2007, Perempuan Dalam Kemelut Gender. USU Press

Moleong , 2005. Metodologi Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Pristiwati,Yuni, 2004, Merajut Perubahan : Sebuah catatan Harian Perempuan dalam Pengelolaan Program Pemberdayaan Perempuan. Klaten:PERSEPSI.

Pusat Kajian Wanita dan Gender, UI. 2004. Hak Azasi Perempuan Istrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gende. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Salman, Ismah. 2005, Keluarga Sakinah Dalam Aisyiyah (Diskursus Jender di Organisasi Perempuan Muhammadiyah). Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah

Saptari, R dan H,Brigette. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial. Jakarta: Pustaka Utama, Grafiti

Sihite, Romany, 2007, Perempuan, Kesetaraan, Keadilan, Suatu Tinjauan Berwawasan Gender. Jakarta : PT Raja Garfindo Persada

Sunarto, Kamanto, 2004, Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Suparno, Indriyati, 2005. Masih dalam Posisi Pinggiran (Membaca Tingkat Partisipasi Politik Perempuan di Kota Surakarta). Yogyakarta: Solidaritas Perempuan


(3)

untuk kemanusiaan dengan dukungan Uniting Church in Netherlands, Pustaka Pelajar.

TANFIZ Keputusan Muktamar ‘Aisyiyah Ke 45 Di Malang, 2005. Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Sumatera Utara, Medan.

Tan, Mely G, 1996, Perempuan Indonesia Pemimpin Masa Depan?, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Trisakti, Sugiarti, 2008, Konsep Dan Teknik Penelitian Gender (Edisi Revisi), UMM Press

Situs internet:

diakses pada tanggal 25 Januari 2009

diakses pada tanggal 12 April 2009

http://iiq-psw.blogspot.com/2006/01/pendidikan-formal-perempuan-dan.html

diakses pada tanggal 19 April 2009

diakses pada tanggal 20 juni 2009

diakses pada tanggal 20 juni 2009

http://buruhmigranberdaulat.blogspot.com/2009


(4)

diakses pada tanggal 25 januari


(5)

Gambar 1: Foto Kegiatan ibu-ibu Aisyiyah ketika sedang mengadakan Pelatihan pengkaderan

Gambar 2 : Foto bersama Pengurus dan Anggota Aisyiyah Cabang

Sukaramai


(6)

Gambar 3 : Pelatihan pengkaderan di ‘Aisyiyah Cabang Sukaramai

Gambar 4 : Lambang ‘Aisyiyah

Lambang & maksud

Warna putih : kesucian, kebenaran

Warna hijau : kesuburan, kemakmuran & kesejahteraan

Matahari : memancarkan cahaya menyinari alam semesta