Citra Perempuan dan Media Massa Citra Ideal Perempuan

BAB II KERANGKA TEORI

A. Pengertian Perempuan

1. Citra Perempuan dan Media Massa

Perempuan dalam media massa sering dikatakan sebagai perempuannya lelaki, karena dalam realitas sosialnya perempuan selalu diibaratkan sosok yang lemah-lembut dan perayu. Sehingga pencitraan perempuan di media massa digambarkan sebagai pelengkap bagi laki-laki. Dalam dunia media massa keindahan perempuan dan kekaguman lelaki terhadap perempuan merupakan sebuah satu kesatuan yang utuh dimana, dengan modal kecantikan perempuan yang dikagumkan oleh laki- laki menjadi bahan inspirasi yang tak habis-habisnya bagi para pekerja seni dan juga tambang uang bagi kaum kapital. Ketika perempuan menjadi simbol dalam seni-seni komersial, maka kekaguman-kekaguman terhadap perempuan itu berubah menjadi diskriminatif, dan tendensius, bahkan menjadi simbol-simbol dari kekuasaan laki-laki. 13 keindahan perempuan menempatkannya dalam keadaan stereotype yang membawanya kedalam sifat-sifat dari keindahan perempuan tersebut. Dalam media massa, perempuan dituntut untuk tampil cantik dan seksi, yang kemudian peranan perempuan terlihat sebagai orang yang pandai memasak, pandai mengurus rumah tangga, tampil prima untuk melayani suami, cerdas serta sumber pengetahuan bagi keluarga. Streotipe ini yang menjadi ide dan citra sekaligus sumber ekploitasi perempuan di berbagai media massa. 14 Media massa menurut aliran kritis dijadikan sarana atau alat legitimasi kekuasaan yang bersifat ekonomis sehingga sulit dibedakan dengan kekuatan politis, sebagai mana pendapat Sindhunata berikut, ‘…Mana kekuasaan politik, mana kekuasaan ekonomi, sulit dibedakan pada saat itu, sering kali untuk melebarkan kekuasaan ekonomi dipakai sarana-sarana terror secara politik, diperlukan penghisapan ekonomi dengan cara menciptakan kebutuhan-kebutuhan artivisual lewat kepandaian teknologi…’ 15

2. Citra Ideal Perempuan

Citra adalah sebuah konsep yang mempunyai sejarahnya sendiri, dan dibentuk oleh beragam budaya. Citra merupakan hasil dari persepsi tentang suatu realitas dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas yang ada citra terbentuk berdasarkan informasi yang diterima. 16 Di lain pihak citra sebagai sebuah kategori di dalam relasi simbolik diantara manusia dan objek, yang membutuhkan aktualisasi dirinya kedalam dunia realitas, termasuk dunia gaya hidup 17 . + + , + - . . Thomas W. J. Mitchel, membedakan beberapa kelas citra berikut : 1 Citra Grafis, 2 Citra optikal, 3 Citra Perseptual, 4 Citra Mental, dan 5 Citra Verbal. Cita menurut Mitchel menjelaskan pada tingkat ontology. Citra grafis, adalah citra yang dibentuk oleh elemen-elemen visual yang kongkret di dalam ruang dan waktu garis, bentuk, bidang, warna, tekstur, seperti gambar, patung, arsitektur. Citra optic adalah citra refleksi dari sebuah objek yang kongkret pada sebuah cermin, elemen-elemen visualnya tidak menempati ruang-waktu yang kongkret. Citra Perseptual, adalah penampakan visual sebuah objek sebagaimana ia hadir dalam pikiran seseorang. Elemen-elemen yang hadir di dalam ruang waktu yang kongkret, seperti mimpi, memori, ide, fantasi. Citra verbal adalah, elemen-elemen yang bersifat linguistic, yaitu gambaran atau lukisan yang hadir ketika bahasa verbal digunakan, baik dalam bentuk deskripsi maupun metafora. 18 Edmund Burke Feldman menjelaskan “…citra dalam relasinya yang sepesifik dengan dunia objek atau benda things..”. Perbincangan mengenai citra dalam kaitannya dengan dunia objek, berarti membicarakan relasi yang khusus antara citra dan objek. Citra terbentuk dari elemen- elemen visual objek yang disebut citra visual. 19 Menurut Feldmen, citra dibentuk dan dilihat citra dapat dilihat dari suatu benda bukan dari benda secara langsung. Sensasi cahaya pada retina . . ditransmisikan sebagai implus energi pada otak yang secara simultan menerjemahkan kedalam entitas bermakna yang disebut citra. Proses optik terjadi di mata diteruskan ke otak melalui mekanisme persepsi, yang di dalamnya terjadi proses pemaknaan. Sebuah sensasi objek diinterpretasikan di dalam otak dengan cara tertentu. 20 Gillez Deleize, di dalam cinema : The Movement Image menjelaskan tipologi citra bergerak atau gambar disebut citra gerak the Movement Image. Citra gerak ini adalah system relay, yang mengonversi gerak-gerak eksternal di dunia realitas kedalam gerak di dalam media dan di dalam persepsi orang yang melihatnya. Ada tiga citra gerak, yaitu 1. persepsi perception image, yaitu : 1 citra yang diterima oleh retina dan diteruskan ke otak, yang di dalamnya terjadi proses pembingkaian framing, yaitu citra yang diambil inclusion tetapi ada yang dibuang exclusion, 2 citra tindakan action- image , yaitu citra perceptual yang konversi lebih jauh lagi kedalam pelbagai tindakan yang mengikutinya. 3 citra afeksi affection image, yaitu bagaimana citra disaring itu mendorong aktivitas afeksi, seperti emosi. Citra adalah sebuah konsep yang terus berkembang ideas in Progress . Yang mengalami banyak perubahan dan perkembangan seiring dari perkembangan teknologi dan informasi abad ini. Perempuan adalah pencerminan sebuah identitas yang asli yang bisa didasarkan pada biologi ataupun budaya. Banyak yang mengatakan . budaya perempuan lebih bersifat cultural dan linguistic dari pada biologis. Meski bagian itu merupakan hanya penanda bahwa dia adalah perempuan. Karya Daly 1987 GynEcologi “…yang menghubungkan perempuan dengan alam, menekankan penindasan material dan psikologis perempuan, serta merayakan sebuah budaya perempuan yang khas…” 21 Dalam argumen yang dikemukakan oleh Daly di atas, Daly mencoba mengkaji perempuan dari sisi kebudayaannya yang telah terbangun atas dasar cultural dalam masyarakat. dalam konteks ini perempuan lebih diibaratkan pada sebuah etika pengasuhan. Perempuan dalam hal ini didorong oleh alasan-alasan budaya. “…Wanita tidak hanya melihat diri mereka sebagaimana pria melihat mereka, tetapi didorong untuk menikmati sexualitas mereka melalui mata pria…”. 22 Janes Winship dalam tulisannya” Sexuality For sale” 1980 dalam tulisan ini wiship membongkar relasi-relasi yang berhubungan dengan ideologi gender dan kapitalisme yang terjadi dalam pencitraan perempuan baik di iklan televisi maupun majalah-majalah. Pencitraan perempuan tidak saja terjadi karena buatan media massa saja tapi didorong juga atas dasar fenomena citra wanita yang akhir-akhir ini semakin marak ditonjolkan baik dalam iklan maupun dalam majalah- majalah, pencitraan itu terjadi tatkala adanya berbagai macam persfektif- 1 + 2 3 4 - . 5 2 52 + 6 +- perfektif yang terjadi dikalangan masyarakat. Yang merupakan bentuk penjelasan tentang representasi perempuan di media massa. Citra Perempuan dalam majalah menurut Karen Johnson dan Ferguson, “…citra perempuan dalam media massa adalah cermin “wanita” namun disayangkan cermin tersebut bukan saja menggambarkan dunia perempuan malahan menggambarkan kehidupan yang tidak realistis atau kehidupan yang berdasarkan dengan mimpi..”. Citra ideal yang terus menerus dikonstruksi dan ditanamkan serta disosialisasikan lewatoleh media ini perlahan tapi pasti telah merubah standar budaya mengenai kecantikan perempuan yang mengendap dari kesadaran. 23 Citra ideal perempuan dalam media massa seringkali digambarkan perempuan harus cantik, seksi, mulus, dan lembut. Sehingga banyak dari wanita yang berada di media massa yang takut akan kegemukan. Johnson dan Ferguson 1990, “…Wanita perlu belajar untuk menerima ukuran bodi mereka yang normal untuk melawan citra ideal perempuan langsing yang dipromosikan oleh budaya dan media massa...” 24 Maksud dari pernyataan Johnson dan Ferguson 1990, ciri wanita ideal yang terus diperkenalkan oleh media massa, merupakan bentuk dari ideologi gender dan kapitalisme yang menjadikan perempuan sebagai objek dari media massa dan sekaligus barang komoditas yang menghasilkan uang bagi para pemilik modal atau budaya capital. Karena 5 2 52 dengan kemulusan perempuanlah sumber inspirasi yang tak habis- habisnya bagi pecinta seni. Secara spesifik, Stereotipe pencitraan perempuan dalam media massa, menurut tomagola 25 dapat dikategorikan dalam iklan sebagai citra pigura, citra pilar, citra pinggan, dan citra pergaulan. a. Citra pigura, banyak dari media massa menekankan pentingnya perempuan untuk tampil memikat dengan mempertegas sifat kewanitaannya secara biologis, seperti memiliki waktu menstruasi, memiliki rambut panjang,. Pencitraan perempuan dengan citra perempuan seperti ini ditekankan lagi dengan menebarkan isu “natural anomy” bahwa umur perempuan, ketuaan perempuan sebagai momok yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan. b. Cita pilar, perempuan digambarkan sebagai tulang punggung keluarga. Perempuan sederajat dengan laki-laki, namun karena kodrat perempuan berbeda dengan laki-laki maka diberi tanggung jawab yang besar terhadap rumah tangga. Secara lebih luas dalam pencitraan ini perempuan ditakdirkan untuk lebih bertanggung jawab kepada pekerjaan domestik. c. Citra pinggan, dalam citra ini perempuan digambarkan sebagai sosok yang tidak lepas dengan dapur. Walau sehebat apapun perempuan namun dapur adalah dunianya perempuan. d. Citra pergaulan, citra ini diatandai dengan pergaulan perempuan untuk memasuki kelas-kelas tertentu dengan penampilan yang menarik, menawan dan anggun. Pencitaan perempuan di atas tidak saja dipandang sebagai objek namun dapat juga dilihat sebagai subjek pergulatan perempuan dalam menempatkan dirinya di media massa, terkadang mereka lupa bahwa diri mereka telah diekploitasi oleh media kapitalis demi merauk sebuah keuntungan besar.

3. Kekuasaan Laki-laki atas Perempuan Di Media Massa