Semiotic Roland Barthes Semiotika

memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan tanda. Semiotika adalah teori dan analisis berbagai tanda dan pemaknaan. Pada dasarnya para semiotikus melihat kehidupan sosial dan budaya sebagai pemaknaan, bukan sebagai hakikat esensial objek. 54

2. Semiotic Roland Barthes

Untuk menganalisis teks pada rubrik dalam majalah Popular, penulis menggunakan analisis menurut metode Roland Barthes, denotasi, Konotasi dan mitos. Firs order Second order 1 + - 4 9 ; + +- - + 2 +- ? + + 5 + ..7. Facility Sign Denotation Signifier Connotation Myth Culture Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda tertentu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja dengan mitos myth. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami kepada aspek tentang realitas atau gejala alam 55 . Dapat dipahami bahwa denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, konotasi adalah bagaimana menggambarkannya, dan mitos adalah pemahaman akan beberapa aspek realitas atau gejala alam yang sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat. Menurut konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebut sebagai “mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. 4 + .7 Maka denotative bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda dan pada intinya disebut sebagai gambaran sebuah petanda. Makna konotatif adalah makna denotatif ditambah dengan segala gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkannya. Di dalam mitos sebuah petanda dapat memiliki beberapa petanda. The first order of signification is that of denotation: at this level there is a sign consisting as the signifier and a signified. Connotation is a second-order of signification which uses the denotative dign signifier and signified as its signifier and attaches. To it an additional signified. Related to connotation refers to as myth. Myths were the dominant ideologis of our time. The orders of signification called denotation and connotation combine to produce ideology which has been described as the third order of signification. Myths help to make sense of our experience within of culture. In the third order of signification, the sign reflects major culturally. A particular word view such as masculinity, femininity, freedom, individualism, objectivism and so on. Menurut Okke Koyuma Sumantri Zaimar dikemukakan oleh Barthes bahwa ada tiga cara berbeda dalam membaca mitos, contoh penerapannya diambil dari teks yang dikemukakan Barthes, yaitu: a. Pembaca menyesuaikan diri dengan penanda yang kosong, ia membiarkan konsep mengisi bentuk tanpa ambiguitas, dan ia akan berhadapan dengan system yang sederhana. Disini pemaknaan bersifat harfiah. Contoh: prajurit kulit hitam yang memberi hormat pada bendera prancis adalah contoh kebesaran Prancis. Cara pembacaan seperti ini adalah yang dilakukan oleh si pembuat mitos, yang mulai dengan konsep, kemudian mencari bentuk yang sesuai dengan konsep itu. b. Apa bila pembaca menyesuaikan diri dengan penanda yang penuh, artinya telah ada bentuk dan arti disitu, dan mulai dari deformasi yang terjadi pada pemaknaan tahap ke dua, ia mengungkapkan signifikasi mitos-mitos prajurit kulit hitam yang memberi hormat pada bendera Prancis itu merupakan alibi demi kebesaran Prancis orsini pembaca berlaku sebagai ahli mitos, ia menganalisis mitos, ia memahami adanya deformasi. c. Akhirnya, apabila si pembaca mitos menyesuaikan diri dengan penanda mitos yang terdiri dari bentuk yang sudah menyatu dengan arti, ia mendapati makna ambigu, ia mengikuti mekanisme pembentukan mitos, benar-benar sebagai pembaca awam: serdadu kulit hitam itu bukan lagi contoh kebesaran Prancis ataupun alibi kebesaran itu melainkan merupakan gambaran tentang kebesaran itu. Berdasarkan penjabaran tersebut, dalam membaca mitos dapat dilakukan seseorang dengan menentukan dirinya. a. Pembuat mitos Pesan yang disampaikan adalah untuk mencapai tujuan tertentu. b. Ahli mitos Menjelaskan tujuan disebarkannya pesan tersebut. c. Pemirsa mitos Pesan dianggap sebagi konsep alamiah penerima Ideologi. 56 C + G 4 - + - 4 - 7

BAB III GAMBARAN UMUM MAJALAH POPULAR

A. Sejarah Singkat Majalah Popular

Perjalanan singkat majalah popuular tidak terasa sudah mencapai usia lima belas tahun. Waktu lima belas tahun bukan merupakan perjalanan yang singkat namun tergantung orang lain menilainya. Bagi Popular yang merupakan majalah lelaki yang eksis hingga mencapai usia lima belas tahun merupakan prestasi yang patut untuk dibanggakan, karena sampai saat ini masih tetap bersinar. Tidak seperti majalah-majalah lain yang sejenisnya karena tak mampu bersaing di pasaran dan akhirnya terpaksa gulung tikar. Sejarah jurnalisme ini telah mencatat, betapa sulit membuat dan me- maintenance majalah lelaki, dan itu merupakan telah terbukti dengan banyaknya majalah untuk lelaki yang gugur di tengah jalan, atau pernah menjulang, tapi tak mampu mempertahankan sehingga kehilangan visi dan kehilangan pasar. Di samping kaum Adam, kaum Hawa lebih membutuhkan majalah, dan produk yang dibutuhkan kaum lelaki pun tak sebanyak produk yang dibutuhkan kaum Hawa. Menurut bapak Heriadi H Sobiran, yang diinginkan ketika muncul ide mendirikan majalah Popular adalah, bagaimana membuat majalah sport yang menghibur dan bagus. Memang pada awal berdirinya pada tahun 1988 yang pada saat itu kebetulan berbarengan dengan SEA Games yang pada waktu itu