“ Kalau mereka menolak melayani servis 15 item itu gimana?” tanya Jake.
“ bapak bisa melapor ke GM kami, kami akan menggantinya.,” jelas sang waiter.
Miko dan Jake saling memandang. Ia akan menuruti advis sang waiter, langsung mencoba. Miko masih sempat menghabiskan minuman dan makanan
kecil yang dipesannya. Tap tidak bagi Jake, ia langsung menunjuk salah satu cungkok untuk mengimplementasikan servis 15 item itu.
Keduanya naik Lift menhuju kamar yang dipesannya. Diantar oleh seorang waiter. Dan memasuki kamar, Jake sempat membuka tirai jendela
kamar. Ia menengok keluar gedung. Disana masih berseliweran lalu lintas Jakarta yang macet. Apalagi kawasan kota. Lampu-lampu mobil itu kerlap-
kerlip bak ribuan kunang-kunang yang menari-nari dimalam hari.
c. Striptis Boleh disentuh
Club Penjaja Cinta Semi Pro
Sajian Hiburan Malam beraroma hedonis disuguhkan di sebuah club baru di selatan Jakarta. Sedikit mengadopsi sajian yang ditawarkan club
dikawasan kota., club ini menampilkan striptis yang dapat diraba tamu-tamu. Menghibur diri disini makin lengkap dengan hadirnya wanita-wanita cantik
dan seksi diantara tamu-tamu. Meski tidak secara ekplisit di jajakan, para wanita ini dapat diajak one Night Stand. Bebrapa diantara mereka bahkan
berpropesi sebagai model.
Hujan yang turun malam itu seperti tak ada habis-habisnya, terkadang deras, lalu berubah rintik-rintik. Tak heran jika banyak genangan air
menghiasi jalan-jalan ibu kota. Hujan deras sebentar saja memang sanggup membuat semrawut lalu lintas. Dan kemacetan pun kian menjadi sahabat karib
baik sang pengemudi. Hal inilah yang turut dirasakan oleh reno. Sebut saja demikian, marketing manager yang. Mengabdikan skil-nya pada sebuah
perusahaan minyak swasta. Reno tergolong pada sosok yang cool dan biasanya selalu santai dalam melakukan hal apapun termasuk mengemudi.
Namun khusus malam itu reno rupanya lain dari biasanya. Ia tampak tergesa-gesa. Raut wajah yang biasanya selalu tenang kini menyimpan rona
kegelisaha. Kalau biasanya ia duduk santai dibelakang kemudi saat menghadapi jalan macet, malam itu ia tak henti-hentinya melirik arloji. Gues
perak yang melingkar ditangan kirinya. “Wah sudah jam 10, tapi masih macet aja,” keluhnya perlahan.sebuah
keluhan yang jarang terucap oleh seorang reno. “Jangan lupa yah nanti malam datang, acaranya special bangat. Yah,
hitung-hitung farewell party gua lah sebelum pindah,” sebuah kalimat singkat kembali mengiang ditelinga reno. Ajakan itu tadi dituturkan oleh sobat
kentalnya, Jimmy punya kedudukan penting di perusahaan provider telekomunikasi. Jabatanya sedang menanjak, mengingat reputasi provider –
nya yang juga kian meningkat dimasyarakat. Tapi malam ini Jimi bakalan mengakhiri karirnya di tempat tersebut.
Sesuatu yang membuat reno tak habis mengerti kenapa jimmy memutuskan untuk berhenti, sementara posisinya dalam kondisi mapan. “Gw gak betah,
rasanya seperti diperbudak tanpa henti. Apa gunanya gaji tinggi tapi engga enjoy?” begitu jawaban Jimi saat ditanya beberapa minggu silam.
Ternyata Jimi memilih membangun usaha sendiri, sebuah bisnis travel. Wajar juga, sejak, sejak dahulu ia memang hoby traveling.berbeda dengan
reno yang lebih senang clibbing dan menggauli kehidupan malam plus-plus. Lalu acara apa sesungguhnya yang dimaksud Jimmy “special banget”.
“Kenapa dia jadi lebih tahu daripada gue ya?” batin Reno. Rasa penasaran mendesak Reno untuk memacu kencang sedan
mewahnya ke arah Selatan Jakarta, ketika lepas dari kemacetan. “sepuluh menit lagi sampai sampai nih,” ujarnya pada Jimmy lewat handphone. Tak
sampai sepuluh menit, sekitar pukul sebelas lewat lima belas menit, Reno telah tiba di tempat tujuan. Ia pun berlari menembus gerimis, memasuki
ruangan Plasa mewah yang bersih dan beratap tinggi. Arsitektur khas Eropa terlihat jelas memengaruhi pilar-pilarnya. Klub yang ia datangi terdapat di
Plasa mewah ini. DAPAT DISENTUH. Dentuman dance musik khas Selatan menyergap
ketika Reno memasuki ruangan klub. Tak seperti klub lainnya, pintu klub ini ditutup rapat oleh sekuriti sesaat setelah ia masuk. Pantas saja jika dari luar
tidak begitu terdengar gemuruh musik seperti yang ditemui di sejumlah klub pada umumnya. Ruangan klub ini cukup besar, setidaknya untuk ukuran klub
selatan. Tata lampunya pun beegitu dinamis, meningkahi gerakan tubuh clubbers yang tenggelam dalam hentakan dance musik. Sound sistemnya pun
cukup memadai. Sayangnya, jarak dari pintu ke dalam tidak terlalu jauh, sehingga kalau sedang ramai, cukup menghalangi tamu yang hendak masuk.
Posisi tiang besar yang berada di pintu masuk pun cukup menjadi penghalang. Tiang ini menjadi tempat bersandar bagi sejumlah tamu yang tak
kebagian tempat duduk. Kondisi ini pun turut menghalangi tamu yang akan masuk. Tiang ini pun terlalu dekat dengan bar dimana terdapat kursi-kursi
tinggi di depannya. Begitupun melepaskan diri dari sesaknya tamu di depan pintu masuk,
Reno pun mulai menduga-duga, dimana posisi Jimmy. Namun sebelumnya dia menyempatkan diri melongok ke arah DJ booth. Rupanya seorang DJ wanita
cantik sedang sibuk mengolah turn table. Sekelumit senyum mengembang di bibir Reno melihat salah satu DJ favoritnya tersebut yang larut dalam mix
musik. Sejurus kemudian, pandangannya dialihkan ke arah table memanjang
di dekat bar. Di atas meja itu duduk dua orang wanita tanpa mengenakan busana sama sekali. Mereka duduk layaknya model yang sedang berpose. Satu
kaki diluruskan, satunya menekuk, sedangkan tubuh ditegakkan dengan posisi menantang. Sontak saja dirinya jadi kaget meskipun tidak diekspresikan
secara berlebih. Kekagetan semakin bertambah karena tamu-tamu di sekitar meja
tersebut tetap duduk santai. Minum dan ngobrol seperti biasa. Namun karena memang masih normal, sesekali mata mereka masih melirik juga ke arah
patung telanjang yang duduk sangat dekat dengan mereka. Tapi tak demikian dengan tamu-tamu yang tidak kebagian tempat duduk di dekat sang patung,
mata mereka tak henti-hentinya menatapi. Sementara dua patung tersebut tampat tak menunjukkan ekspresi berarti.
Sangat kaget, itulah sebuah suara yang sangat di kenalnya terdengar dari samping. “woy…, ada yang bengong nih…, ha ha ha…,” teriak Jimmy
yang datang dari toilet sambil menepuk pundaknya. Reno tersentak, lalu balas tertawa. “yuk kita kesana, acaranya sebentar lagi mulai,” ajak Jimmy sambil
menujuk ke ruangan VIP bersofa merah. Reno membatalkan niatnya untuk duduk ketika melihat kaki-kaki
jenjang dancers melangkah ke arah dance floor. Mimiknya menunjukkan keterkejutan saat melihat sexy dancers yang berjumlah lebih dari lima belas
orang. Tubuh mereka hanya ditutupi selembar kain putih tipis sambil menggenggam segelas whisky cola yang baru disodorkan Jimmy. Reno pun
berbisik di telinga sohibnya itu. “Banyak banget Jim, mau ngapain mereka?” tanya Reno.
“Liat saja nanti” jawab Jimmy santai. Pria satu ini memang paling senang berteka-teki. Di dance floor belasan sexy dancers bergerak seragam
dan teratur. Tangan mereka masing-masing memegang satu botol minum jenis whisky merk tertentu. Ketika musik berubah, mereka mengganti gerakannya
menjdi lebih cepat dan wild. Dan ketika botol-botol minuman mulai mereka guyurkan ke tubuhnya masing-masing, maka tak ayal kain tipis tadi menjadi
basah dan transparan. Teriakan histeris dari crowd pun menjadi-jadi, suasana kian panas. Gerakan tubuh para sexy dancers pun kian liar, tatapan mereka
mampu membuat darah mengalir lebih cepat. Tangan-tangan dancer perlahan tapi pasti mulai membuka kain basah
yang menutupi tibuh mereka. Tak lama kemudian, sudah ada belasan tubuh topless bertebaran di dance floor. Dengan hanya mengenakan g-string hitam,
mereka mulai menggeliat, menunjukkan gerakan-gerakan super sensual. Karena berjumlah banyak, sebagian dari merek memilih aksi gabungan. Ada
yang memilih enam sembilan, ada yang memilih three some, ada juga yang tiduran berdua sambil tindih-menindih.
Kegairahan tak cukup sampai di situ. Suasana kontan meledak saat belasan topless dancers tersebut mendatangi para tamu. Sasaran pertama
adalah VIP area, yang tidak lain adalah tempat Reno dan Jimmy berada. Dua dancer mengapit Reno dari arah depan dan belakang. Yang dari depan
berusaha menarik leher Reno ke dadanya yang polos. Sementara yang dari belakang memeluk sambil menciumi tengkuknya.
Sebagai orang yang terbiasa bergaul di lingkungan hedonisme Jakarta, Reno terlihat santai saja menerima perlakuan itu. Rasa kaget justru muncul
manakala melihat ke arah Jimmy. Persis di sebelahnya, seorang dancer mendudukkan tubuhnya di
pangkuan Jimmy. Tidak sekadar duduk, ia pun terus bergerak layaknya seorang yang sedang making love. Raut wajahnya terlihat menikmati apa yang
sedang ia lakukan. Yang membuat Reno kaget adalah tangan Jimmy yang begitu bebas menyentuh tubuh dancer. Ya, benar-benar bebas. Ia hanya
berpikir kalau sobatnya itu mungkin sedang nekat. Namun dugaan itu pun pupus ketika ia melihat ke beberapa tamu lain di sekitarnya. Tak berbeda jauh
dengan Jimmy, tamu-tamu lain pun begitu bebas menyentuh hampir seluruh bagian tubuh sang penari erotis yang nyaris tanpa busana itu. Dan yang
disentuh pun tak sekalipun menolak atau menepis tangan-tangan “ramah” para
tamu. Reno pun kini tak ragu-ragu lagi. Ia kini paham istilah special banget yang dimaksud Jimmy lewat tadi siang.
SEMI PRO. Jika pada awalnya Reno ragu-ragu atas undangan Jimmy, sangatlah wajar. Sebagai “orang malam” yang selalu meng-up date info
terbaru tentang aktivitas hiburan berbau hedonis, Reno sama sekali tak menyangka jika “hiburan” yang tengah dinikmati malam itu berlangsung di
Selatan. Ya, sebuah klub yang berlokasi di daerah Selatan yang selama ini justru dianggap “clear”. Kalaupun ada, itu pun sebatas private event yang
diadakan untuk kalangan terbatas. Tapi pada malam itu, dibungkus lewat event “grand opening”, aroma hedonis kental terasa.
Pemandangan yang disaksikan serta dialami Reno di atas bukan satu- satunya menu hedonis yang ditawarkan klub ini. Tak lama sepeninggal dia dan
rekan-rekannya menikmati sajian yang mengusik hasrat laki-lakinya, tempat mereka didatangi beberapa wanita cantik berusia muda. Para wanita itu diantar
seorang pria berkaca mata yang ditengarai sebagai germo atau semacam itu. Sama halnya dengan yang dia temui jika sedang menyambangi sebuah klub
hedonis di kawasan kota. “Selamat malam, Bos. Selamat datang di klub kami. Barang kali untuk
menghilangkan jenuh, PR-PR kami dapat menemani waktu santai bos-bos semua,” katanya tanpa basa-basi.
Seolah sudah di-setting sebelumnya, para wanita yang memang enak dilihat itu langsung mengambil posisi duduk berpasangan. Usai
memperkenalkan diri mereka pun terlibat pembicaraan beragam topic. Mulai dari sekedar basa-basi hingga menjurus urusan ranjang. Mereka pun terlihat
aktif menuangkan minuman ke botol-botol kosong, persis seperti yang dilakuakn ladies eksort LE di ruangan karaoke.
Menuangkan minuman kepada tamu-tamu yang ditemani memang menjadi salah satu tugas mereka. Seperti halnya LE, wanita-wanita yang
disebut public relation PR ini pun minum bersama tamu-tamu yang mereka temani. Bedanya, jika Le dipesan oleh tamu-tamu, para Pr ini justru
ditawarkan oleh klub. Tidak ada tarif khusus untuk jasa mereka, seperti yang berlaku jika tamu ingin menggunakan jasa LE. Meski “gratis” tamu tetap
berhak menolak. Tapi di sinilah persoalannya. Bagaimana mungkin Reno, Jimmy dan
teman-temannya menolak? Bahkan selama ini mereka sengaja mencari hiburan yang beraroma hedonisme, dan berlabuh di ranjang kenikmatan?
Kini, apa yang mereka cari selama ini berada di depan mata. Baru saja mereka dibuat penasaran denagn pemandangan dan kesempatan menyentuh
penari berbusana minim. Lalu, ditemani wanita-wanita cantik penggoda iman. Siapa yang berani menolak? Toh uang bukan masalah karena mereka memiliki
anggaran khusus untuk melakukannya. Yang membuat Reno tak mampu menolak ditemani justru kehadirtan
sejumlah model di sana. Acara malam itu juga diisi penampilan sejumlah model, mulai dari model catwalk hingga foto model yang menghiasi sejumlah
majalah hiburan dan gaya hidup pria. Beberapa diantara model itu cukup familiar wajahnya bagi Reno. Sayangnya, tak satu pun diantara mereka itu
yang duduk di ruangan Reno. Padahal keinginannya untuk dekat dengan model sudah lama dipupuk dan belum terlaksana hingga sekarang.
“Minta tukar boleh ngga?” tanya Reno kepada pria berkaca mata yang tadi membawa PR-PR itu.
“Maksud bos gimana?” balas sang pria. “Di ruang VIP sana saya lihat ada model yang menemani mereka. Di
sini kenapa ngga ada, ya?” katanya setengah berbisisk. “O, itu masalahnya. Yang di samping bos ini model, lho…” katanya
setengah berbisik juga. “belum lama ini dia muncul di salah satu majalah. Memang sih belum begitu terkenal, tapi tunggu saja, tak lama lagi dia bakal
top.” Lalu, pria itu menunjuk beberapa wanita yang ada di situ yang juga berniat menekuni foto model ataupun model cat walk.
Mendapat penjelasan seperti itu, Reno pun senang. Apalagi setalah dia tahu pri berkaca mata itu salah seorang yang menduduki posisi strategis di
sana. Saat Reno mengutarakan niatnya untuk mem-booking PR tersebut, pria berkaca mata itu tak terang-terangan mengiyakan. Ia tidak memfasilitasi dan
tidak pula menolak. Boleh jadi inilah gaya layanan semi professional yang ingin dibangun disini. Bagaimana pun, klub selatan idak memberlakukan cara-
cara yang vulgar dengan menjajakan wanita pemuas birahi. Tapi dengan gaya semi professional ini keberadaan mereka turut memberi warna baru bagi klub
ini sebagai hedonis. Artinya, aktivitas dan transaksi hedonis terjadi karena ada pihak yang
memfasilitasi, yakni klub. Namun, karena klub tidak memiliki tempat untuk melakukan eksekusi atau aktivitas hedonisme, akhirnya segala sesuatu
dikembalikan kepada tamu maupun sang PR. Kalua tamu berminat dan sang PR pun bersedia, urusan selanjutnya diserahkan kepada mereka. Termasuk
soal harga, karena pria berkaca mata tadi tidak sekalipun menyebutkan angka jika tamu berniat mem-booking sang tamu.
2. Analisis Semiotika Rubrik liputan Malam