Peraturan Perudang-Undang Lainnya Pengaturan HAM dalam Peraturan Perundang-Undangan a. Dalam Pembukaan UUD 1945

c. Peraturan Perudang-Undang Lainnya

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya setiap perundang-undangan apakah pada level nasional atau pun internasional ada mencantumkan hak dan kewajiban setiap kelompok atau individu. Karena hak dan kewajiban tersebut menjadi pedoman bagi setiap kelompok atau individu itu untuk mendapatkan sesuatu dan lainnya. Bahkan kitab suci semua agama di dunia ini ada mencantumkan hak dan kewajiban bagi para umatnya. Begitu juga produk undang-undang yang dikeluarkan oleh parlemen terutama di Indonesia. Artinya undang-undang itu tidak menciderai hak dan kewajiban setiap warganya. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada pasal-pasal yang bermaksud melindungi kehidupan, kebebasan dan keamanan seseorang antara lain, pasal-pasal mengenai pembunuhan, perampasan kemerdekaan, perampasan dan pengancaman, penculikan dan sebagainya ; vide pasal-pasal 338-340, 333- 334, 368-369, 328. Ketentuan-ketentuan demikian identik dengan Pasal 3 UDHR. Juga di dalam KUHP ada larangan untuk perdagangan budak Pasal 324- 327 yang identik dengan Pasal 4 UDHR, dan ada pula larangan memerasmemaksa pengakuan atau keterangan dari seseorang dengan menggunakan sarana paksaan 422 dan pasal-pasal penganiayaan Pasal 351, dst yang dapat diselaraskan dengan Pasal 5 UDHR. Delik-delik terhadap harta benda dan pencabutan hak hanya berdasarkan undang-undang, identik dengan Pasal 17 UDHR. 27 27 Ibid, hal. 61. Universitas Sumatera Utara Meski norma-norma hak asasi manusia HAM sudah sejak lama menjadi spirit dan dasar bernegara, tetapi secara formal pengakuan dan upaya penegakannya baru dilakukan sejak dikeluarkannya UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Undang-undang ini adalah pembuka bagi penegakan HAM yang lebih terkonsentrasi. Meski undang-undang ini mereduksi banyak hak yang termuat dalam Hukum Internasional HAM, kehadirannya memberi optimisme bagi penghormatan, pemenuhan, dan pemajuan HAM di Indonesia. UU ini juga memandatkan terbentuknya Komisi Nasional HAM Komnas HAM, sebagai lembaga independen yang memiliki seperangkat kewenangan bagi penegakan HAM. Satu tahun setelah undang-undang tentang HAM lahir, diproduksi UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Undang-undang ini dimaksudkan menjadi semacam hukum acara atau hukum formal bagi penegakan hukum yang termuat dalam UU No 391999 itu. Sejak itu Komnas HAM dan lembaga peradilan memiliki prosedur kerja yang tersistematis dan formal. Sejak awal kelahiran, undang-undang ini menimbulkan kontroversi. Sebab, secara substantif undang-undang Pengadilan HAM mengadopsi Statuta Roma, suatu statuta internasional yang menjadi dasar pembentukan International Criminal Court ICC. Pendasaran pada Statua Roma tidak saja salah kaprah, tetapi juga menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negara yang memiliki pengadilan HAM. Lahirnya undang-undang Pengadilan HAM merupakan kesuksesan negara memanipulasi dan membiaskan Hukum Internasional HAM menjadi kian absurd. Absurditas yang diidap hukum HAM Indonesia inilah yang mengakibatkan kinerja Komnas HAM dan perangkat peradilan lain, yang Universitas Sumatera Utara mengadili aneka perkara kejahatan kemanusiaan menjadi sia-sia, tidak konstruktif bagi pemajuan HAM di Indonesia. 28 Daftar kegagalan yang bisa dirujuk misalnya, dari sekian banyak pelaku kejahatan kemanusiaan yang dalam bahasa publik Indonesia dianggap pelaku pelanggaran HAM, tidak satu pun pelaku menerima hukuman seharusnya. Bahkan, Abilio Soares, satu-satunya terdakwa yang masuk bui, akhirnya dibebaskan Mahkamah Agung dalam sidang Peninjauan Kembali. Korban sama sekali tidak ada yang menerima hak atas kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi. 29

3. Penegakan HAM di Indonesia