Pemberitaan Tindak Kriminal dalam Perspektif Undang-undang tentang Pers

BAB III PEMBERITAAN TINDAK KRIMINAL DIKAITKAN DENGAN HAM

A. Pemberitaan Tindak Kriminal dalam Perspektif Undang-undang tentang Pers

Pengertian pers secara umum adalah lembaga sosial social institution atau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari sistem pemerintahan negara di mana pers beroperasi, bersama-sama dengan subsistem lainnya. Pers dalam arti sempit meliputi media massa cetak seperti surat kabar, majalah tabloid, dan sebagainya, sedangkan dalam arti luas, pers meliputi media massa cetak elektronik, antara lain radio siaran dan televisi siaran, sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik. 49 49 Ahmad Kurnia El-Qorni, Komunikasi Politik, http:www.manajemenkomunikasi. blogspot.com, Diakses Tanggal 5 Agustus 2011. Pers di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pengertian pers terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pers, yaitu: “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia”. Universitas Sumatera Utara Kemerdekaan pers adalah kebebasan yang dibarengi dengan kewajiban- kewajiban. Tuntutan kebebasan tersebut harus pula memikul kewajiban atau tanggung jawab tertentu sehingga kebebasan pers berlaku tanpa batas42. Maksud dan tujuan kebebasan pers Indonesia adalah menciptakan pers yang sehat, yaitu pers yang bebas dan bertanggung jawab guna mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka yang demokratis dengan mekanisme interaktif positif antara pers, pemerintah dan masyarakat. 50 1. Landasan idiil Menurut keputusan Dewan Pers Nomor 79XIV1974 pada tanggal 1 Desember 1974 yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan yaitu Mashuri, pers nasional berpijak kepada enam landasan, yakni: Landasan idiil adalah Pancasila. Artinya, selama ideologi negara tidak diganti, suka atau tidak suka, pers nasional harus tetap merujuk kepada Pancasila sebagai ideologi nasional, dasar negara, falsafah hidup bangsa, sumber tata nilai, dan sumber segala hukum. 2. Landasan konstitusional Merujuk kepada Undang-Undang Dasar 1945 dan ketetapan-ketetapan Majelis Perusyawaratan Rakyat MPR yang mengatur tentang kebebasan berserikat, berkumpul, dan kebebasan menyatakan pikiran, pendapat baik lisan maupun tulisan. Pers nasional harus memiliki pijakan konstitusional agar tidak kehilangan kendali serta jati diri dalam kompetisi era global. 50 Khrisna Harahap, Pasang Surut Kemerdekaan di Indonesia, Bandung: Grafitri Bumi Utami, 2003, hal. 23. Universitas Sumatera Utara 3. Landasan yuridis formal a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pedoman bagi insan Pers dalam menjalankan profesinya adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Bulan September tahun 1999, pemerintah Indonesia mensahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran Siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak, maka Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran mengatur segala kegiatan siaran di dalam media elektronik. 4. Landasan strategis operasional Mengacu kepada kebijakan redaksional media pers masing-masing secara internal yang berdampak kepada kepentingan sosial dan nasioanal. Setiap penerbitan pers harus memiliki garis haluan manajerial berkaitan erat dengan filosofis, visi, orientasi, kebijakan dan kepentingan komersial. 5. Landasan sosio kultural Pers Indonesia bukanlah pers liberal. Segala sikap dan perilakunya pers nasional dipengaruhi dan dipagari nila-nilai kultural. Universitas Sumatera Utara 6. Landasan etis profesional Secara filosofis setiap organisasi pers harus menyatakan terkait dan tunduk kepada ketentuan kode etik. Setiap organisasi pers dapat memiliki kode etik sendiri dan menyepakati kode etik bersama. Pers dalam menyiarkan pemberitaannya harus menghormati hak narasumber, yaitu dengan sikap menahan diri dan berhati-hati. Pers harus memegang prinsip bahwa kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik. Terkait dengan investigasi yang dilakukan oleh insan pers dalam acara berita kriminal, pengertian Investigasi adalah upaya penelitian, penyelidikan, pengusutan, pencarian, pemeriksaan dan pengumpulan data, informasi, dan temuan lainnya untuk mengetahui atau membuktikan kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta yang kemudian menyajikan kesimpulan atas rangkaian temuan dan susunan kejadian. 51 Hakikat dari pers Pancasila adalah pers yang sehat yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam melaksanakan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif. Dalam mengamalkan pers Pancasila Pers Indonesia dalam melaksanakan kebebasan persnya mempunyai tanggung jawab yang didasarkan pada Pancasila. Oleh karena itu, pers di Indonesia merupakan pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan nilai-nilai ideologi dan falsafah negara Indonesia Pancasila dan UUD 1945 dan juga didasarkan pada nilai dan budaya Indonesia yang khas. 51 PPKJATIM, Spesialis Penanganan Masalah KMN yang dimuat dalam situs PPK Jawa Timur, http:ppkjatim.atspace.com, Diakses tanggal 5 Agustus 2011. Universitas Sumatera Utara mekanisme yang digunakan adalah interaksi positif antara masyarakat, pers dan pemerintah sehingga jelas bahwa selain kebebasan, pers juga mempunyai tanggung jawab. Berdasarkan asas demokrasi Pancasila, kebebasan pers digambarkan sebagai berikut: 52 Penyiaran berita kriminal yang ditayangkan di berbagai televisi adalah salah satu bentuk kebebasan pers, yaitu kebebasan untuk menyampaikan berita kepada pemirsa melalui media televisi. Apa sesungguhnya kebebasan pers tersebut dan apa pentingnya bagi masyarakat? Kebebasan pers merupakan salah satu hak asasi warga negara sebagaimana hak untuk berekspresi, mengeluarkan pendapat, berorganisasi, dan lain-lain. Kebebasan pers harus diartikan sebagai kebebasan untuk mempunyai dan menyatakan pendapat dan bukan sebagai kemerdekaan untuk memperoleh alat-alat dan expression seperti dikemukakan di negara-negara sosialis, ia tidak mengundang lembaga sensor preventif. Kebebasan ini bukanlah tidak terbatas, tidak mutlak dan tidak bersyarat sifatnya, dan ia merupakan suatu kebebasan dalam lingkungan batas-batas tertentu, dengan syarat- syarat limitatif dan demokrasi, seperti oleh hukum nasional, hukum internasional dan ilmu hukum. 53 52 Haris Sumandiria, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional, Cet 1, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005, hal. 128. 53 Dewan Pers, Kebebasan Pers dan Penegakan Hukum, Jakarta: Dewan Pers dan UNESCO, 2005, hal. 1 Secara spesifik kebebasan pers berarti pers memiliki kebebasan untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dengan dilindungi oleh hukum. Namun kebebasan pers bukanlah sesuatu yang absolut, melainkan suatu kebebasan disertai dengan kesadaran akan pentingnya penegakan norma etika, profesionalisme dan supremasi hukum. Ketiga hal tersebut merupakan pilar penting dan sekaligus sarana kontrol bagi pelaksanaan kebebasan pers. Dengan demikian, kebebasan pers secara hakiki bukanlah untuk komunitas pers, melainkan kepentingan Universitas Sumatera Utara peningkatan kualitas masyarakat serta untuk memperkuat demokrasi dan akuntabilitas negara atau pemerintah. Negara memiliki preanan penting dalam mengatur tentang pers dan penyiaran untuk kepentingan masyarakat luas, termasuk di dalamnya kepentingan untuk memberikan batasan-batasan tentang penyiaran dan pers. Pembentukan undang-undang merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dalam penegakan pers dan penyiaran di Indonesia. Pemerintah telah mengeluarkan beberapa produk undang-undang untuk mengaturnya, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Undang-Undang Pers dalam satu bagiannya mengatur tentang dewan pers yang menetapkan etika dalam pers. Adapun tujuan etika pers adalah agar berita yang disampaikan memenuhi standar jurnalistik profesional, antara lain memisahkan fakta dan opini, mengungkapkan fakta dan kutipan secara akurat, tidak emosional dan sensasional, seimbang dan adil fairness, berupa cover both sides peliputan berimbang, elalu menempatkan dan mempertimbangkan kepentingan publik. Pers juga wajib menghindari dari hal-hal yang bisa menimbulkan diskriminasi dan menggunakan bahasa yang patut. Jika dipenuhi etika tersebut di atas, maka pers akan mendapatkan keuntungan, yaitu berita lebih akurat dan lengkap dan bisa menghindari atau meminimalisasi tuntuntan hukum. Dengan demikian, berita atau informasi yang disampaikan adalah informasi, pendapat dari semua pihak termasuk pendapat pihak-pihak yang saling berargumen. Sehingga tujuan pers sebagai saluran informasi dan opini dari berbagai sumber dapat dilaksanakan dengan baik. Penyampaian informasi yang Universitas Sumatera Utara hanya sepihak atau hanya kepentingan-kepentingan tertentu bukanlah tujuan dari pers, begitu juga halnya dengan menyebarkan informasi yang menyenangkan atau menyuarakan kepentingan satu pihak saja. Sehubungan dengan masalah kode etik, maka kode etik pers merupakan pedoman dan penegakannya pada diri wartawan yang melaksanakannya. Berita- berita yang bersifat penyebaran kabar bohong, fitnah, pelanggaran privasi, asas praduga tak bersalah, plagiat, termasuk dalam pelanggaran etika pers maupun hukum, pelanggaran etika yang sifatnya tidak lazim dapat diselesaikan dengan pernyataan ralat atau permintaan maaf dan wartawan yang melanggar etika akan diperingatkan, dikenai sanksi atau skorsing. Sedangkan media atau wartawan yang sering melanggar etika pada akhirnya akan mendapatkan sanksi moral atau sosial. Misalnya konsumen tidak akan berminat untuk membeli karena meragukan kredibilitas media atau wartawan. Jika pelanggaran etika yang berat atau bersifat merugikan dan fatal bisa berimplikasi pada ancaman hukuman, misalnya pelanggaran pencemaran nama baik, kabah bohong yang dalam KUHP diancam dengan denda atau penjara. Dewan pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers melakukan pengawasan terhadap penegakan etika pers, namun sanksi kepada pelanggarnya menjadi tanggung jawab perusahaan pers dan organisasi pers yang bersangkutan. Terhadap wartawan yang tidak mempunyai surat kabar dan tidak bernaung pada salah satu organisasi pers, dewan pers mengeluarkan teguran atau sanksi berdasarkan KEWI Kode Etik Wartawan Indonesia. Dewan pers seperti diatur dalam Undang-Undang Pers hanya membatasi diri pada masalah etika. Penegakan Universitas Sumatera Utara hukum merupakan batasan yang memaksa agar pers menggunakan kebebasannya secara bertanggung jawab. Dengan demikian, tugas dewan pers adalah sebagai mediator antara kebebasan masyarakat dan pers serta fasilitator untuk meningkatkan kualitas pers. Ada ketentuan-ketentuan yang ditentukan untuk mengatur kemerdekaan pers dalam memenuhi hak public memperoleh informasi yang benar yaitu menetapkan pedoman supaya wartawan mempunyai landasan moral dan etika profesi dalam pelaksanaan operasional untuk menjaga kepercayaan public dan menegaskan integritas serta profesionalisme dengan menerapkan dan mentaati kode etik jurnalistik yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers Indonesia. Jurnalis diharapkan selalu menguji informasi, memberitahukan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Sebagai upaya untuk menyiarkan berita hukum dengan baik, terdapat sepuluh pedoman penyiaran berita tentang hukum yang dikeluarkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia tentang bagaimana melakukan penyiaran berita tentang hukum sehingga tidak akan bertentangan dengan asas-asas dalam hukum, yaitu: 54 1. Agar dijunjung tinggi asas praduga tidak bersalah 54 Mardjono Op. cit, hal. 126. Universitas Sumatera Utara 2. Agar penyebutan lengkap nama tersangka terdakwa dilakukan hanya demi kepentingan umum, 3. agar tidak dimuat lengkap atau jelas identitas korban perkosaan dan para remaja yang tersangkut dalam perkara pidana 4. agar anggota keluarga yang tidak ada sangkut pautnya dengan perkara tidak ikut disebutkan dalam berita 5. agar dapat membantu due process of law melalui keterangan yang diperoleh dari luar persidangan 6. agar menghindari terjadinya trial by the press 7. agar jangan menggunakan kata-kata sifat yang mengandung opini 8. agar memberikan kesempatan seimbang kepada polisi, jaksa, hakim dan pembela atau tersangka atau terdakwa 9. agar pemberitaan: proporsional, konsisten dan ada kelanjutan tentang penyelesaiannya 10. agar memberikan gambaran jelas mengenai duduknya perkara dan pihak- pihak dalam persidangan. Dalam kode etik jurnalistik 2006 mengatur tentang pemberian sanksi terhadap pelanggaran kode etik, yaitu: penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh dewan pers serta sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers. Berdasarkan hal yang disampaikan di atas, negara telah mengatur dalam perundang-undangan tentang pers dan di dalamnya juga mengatur tentang dewan pers. Dewan pers dalam tugas dan fungsinya membawahi organisasi-organisasi Universitas Sumatera Utara kewartawanan dan bersama-sama menetapkan kode etik pers. Kode etik bersifat moralitas sebagai pedoman para wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistik sehingga pelaksanaannya dapat berlangsung dengan baik, ditaati norma-norma yang ditetapkan. Di samping itu juga upaya yang dapat ditingkatkan adalah kesadaran akan pengetahuan hukum agar dalam pelaksanaan tugas jurnalistik maka dapat menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah sehingga tetap melindungi tersangka atau terdakwa sebagai bahan berita dapat dilindungi hak- haknya terutama yang berkaitan dengan hukum asas praduga tidak bersalah dijunjung tinggi serta tetap melindungi hak asasi tersangka atau terdakwa dalam pemberitaan.

B. Pemberitaan Kriminal dikaitkan dengan Hak Asasi Manusia Pelaku Tindak Pidana