Bagi Warga Sulit Air

B. Bagi Warga Sulit Air

Orang Minang selalu membaur dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya di rantau, namun ada sesuatu hal yang unik dan selalu menjadi ciri khas mereka. Yakni kepedulian dan kecintaan kepada kampung halaman. Sebagai masyarakat penganut matrilial (keturunan menurut garis ibu), jelas mereka mempunyai rasa cinta yang sangat besar kepada ibu yang melahirkannya. Demikian pula dalam hal mencintai tanah kelahiran atau kampung halamannya, orang Minang pun sangat menonjol, tak obah mencintai ibunya sendiri. Bahkan, orang (keturunan) Minang yang lahir di rantau pun tetap mencintai dan peduli dengan negeri ini sebagaimana kita lihat pada diri mayoritas Orang Minang selalu membaur dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya di rantau, namun ada sesuatu hal yang unik dan selalu menjadi ciri khas mereka. Yakni kepedulian dan kecintaan kepada kampung halaman. Sebagai masyarakat penganut matrilial (keturunan menurut garis ibu), jelas mereka mempunyai rasa cinta yang sangat besar kepada ibu yang melahirkannya. Demikian pula dalam hal mencintai tanah kelahiran atau kampung halamannya, orang Minang pun sangat menonjol, tak obah mencintai ibunya sendiri. Bahkan, orang (keturunan) Minang yang lahir di rantau pun tetap mencintai dan peduli dengan negeri ini sebagaimana kita lihat pada diri mayoritas

Di rantau mereka tetap mempertahankan jati diri sebagai orang Minang yang menganut “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” adalah penyatuan intisari dari kaidah-kaidah ajaran agama Islam yang bersifat universal dengan adat Minangkabau yang bersifat lokal, secara terencana,

teratur, terpadu, dinamis, dan saling mendukung 49 . Mereka tetap setia memelihara budaya, adat istiadat, tradisi, dan kesenian daerah asal mereka. Bahkan sudah tradisi, hampir setiap tahun

bersamaan dengan momentum Hari Raya Idul Fitri. Setinggi-tinggi terbang bangau, kembalinya ke kubangan jua. Sejauh-jauh merantau, kampung halaman terbayang jua. Sehabat-hebatnya orang Minang di rantau, setinggi apapun jabatan dan kedudukannya, mereka tetap saja memerlukan pengakuan dan eksistensi di kampung halaman atau negeri asalnya.

Kecintaan kepada kampung halaman mereka ditunjukkan, setidaknya, dalam dua hal. Pertama, kepedulian yang tinggi kepada negeri asal dan adat-budayanya. Kedua, di mana tempat mereka berada, mereka membangun ikatan-ikatan kekeluargaan dalam bentuk kesatuan se-nagari asal, se- kabupaten, atau yang lebih luas dalam ikatan kekeluargaan Minang atau Sumatera Barat. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat perantauan asal Sulit Air dengan organisasinya SAS (Sulit Air Sepakat). SAS membantu warga Sulit Air di perantauan, selain itu SAS juga tidak lupa untuk membangun kampung halaman, Nagari Sulit Air.

Bukti kepedulian para perantau adalah mereka memberikan bantuan dengan cara mengirimkan uang dan menyerahkan kepada sanak famili atau orang kampung bagaimana cara mempergunakannya sesuai kebutuhan. Tetapi semenjak SAS dipimpin oleh Rainal Rais pola seperti itu mulai dihentikan. Jika dulu para perantau ibarat “memberikan ikan” kepada orang yang tinggal

48 Gamawan Fauzi. “Budaya Merantau Orang Minang”. < http://www.ekopadang.wordpress.com>.(diakses tanggal 7 Agustus pukul 15.48)

49 Penjelasan tentang ajaran dan pengalaman adat Basandi Starak, Syarak Basandi Kitabullah, syarak Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru, terdapat pada Draf keputusan mufakat dan kesepakatan

Kongres Kebudayaan Minangkabau yang kelima.

dikampung, sekarang mereka mengubah sistem dengan cara “memberikan pancing”, artinya “meminta orang kampung berusaha mengail untuk mendapatkan ikan”. Pada awalnya memang terasa berat bagi masyarakat yang terbiasa bekerja asal-asalan dan merasa cukup dari kiriman anak dan saudaranya dari perantauan, tetapi setelah menyadari mengapa Rainal Rais dan DPP SAS membudayakan metode pemberian pancing, bukan ikan, masyarakat yang tinggal di kampung halaman menyadari bahwa tujuannya adalah untuk menyuruh mereka tumbuh menjadi insan yang mandiri yang memiliki sumber perekonomian sendiri untuk membangun masa depan. Karena kesadaran masyarakat Sulit Air untuk menjadi insan yang mandiri telah tumbuh dan berkembang berkat peran serta DPP SAS dan perantau Sulit Air yang tersebar diseluruh pelosok nusantara, bahkan luar negeri, maka pada tahun 1990, Pemerintah Daerah Sumatra Barat menjadikan Sulit Air sebagai pilot Project Nagari Mandiri.

Para perantau mulai mengurangi bantuan untuk saudara di kampung dalam bentuk uang atau wesel, tetapi berbentuk sarana dan prasarana penunjang peningkatan perekonomian dan mengembangkan usaha sulaman bordir dan pembuatan mukena yang pemasarannya dibantu oleh para perantau Sulit Air yang tersebar diberbagai daerah. Disamping itu, bantuan untuk membangun dan meningkatkan sarana pendidikan yang amat vital artinya dalam meningkatkan sumber daya manusia di Sulit Air, dan pengembangan usaha seperti bibit tanaman dan ternak yang bisa dikembangkan.

1. Bidang Ekonomi

Langkah yang pertama yang dilakukan oleh SAS untuk membangun Sulit Air adalah dengan mengumpulkan dana dari para perantau untuk diinvestasikan dengan membangun berbagai proyek-proyek. Proyek yang dibangun SAS dimaksudkan agar warga betah tinggal dikampung ketimbang harus merantau. Usaha ini diarahkan untuk mencegah terjadinya arus urbanisasi .

Salah satu langkah yang diambil adalah mengumpulkan dana mendirikan PT. Surya, singkatan dari Sulit Air Jaya, sebuah lembaga keuangan yang akan menghimpun dana dari hartawan asal Sulit Air untuk pembangunan dan peningkatan perekonomian di kampung halaman. Sementara itu, perwakilan DPP SAS di Sulit Air mulai mencari dan mengumpulkan informasi tentang apa saja yang harus dibuat dan dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian agar tidak banyak lagi pemuda yang pergi merantau. Gagasan membangun perekonomian di Sulit Air untuk membendung niat pemuda pergi merantau karena pikiran dan tenaga mereka juga sangat dibutuhkan dalam pembangunan dikampung halaman.

Berkat informasi dan proposal yang jelas, upaya menghimpun dana oleh PT. Surya lewat penjualan obligasi atau penjualan saham mulai berjalan dengan baik dan terarah. Dana yang terkumpul dijadikan sebagai modal pertama Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Didirikannya BPR (Bank Perkreditan Rakyat) sebagai konsep dari Gebu Minang. BPR Surya Katialo adalah salah satunya. Pemberian nama BPR Surya Katialo memiliki arti dan maksud tersendiri. Batang Katialo, yang tidak saja mengalir membelah Nagari Sulit Air, tetapi juga nagari lain di mudik dan hilirnya. Dengan dinamakannya lembaga keuangan yang akan membantu peningkatan perekonomian Nagari Sulit Air BPR Surya Katialo, berarti Bank itu tidak hanya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Sulit Air, tetapi juga oleh nagari –nagari yang berdekatan, terutama yang dilintasi Batang Katialo.

BPR ini telah banyak membantu masyarakat Sulit Air dalam mendapatkan modal usaha, khususnya masyarakat di pedesaan yang berada dibawah garis kemiskinan. Arah dan tujuan dari BPR yaitu mendukung home industry. Warga dikampung memproduksi kerajinan, sementara warga dirantau ikut memasarkannya. Melalui Gerakan Seribu Minang (Gebu Minang) mewajibkan setiap orang yang merantau untuk menyediakan uangnya Rp 1.000

untuk membantu program pembangunan di Sulit Air 50 . BPR Surya Katialo yang berkantor di

50 Nana. “Mengubah Kebiasaan Pengiriman Wesel” dalam Harian Terbit, Sabtu 4 September 1993

Sulit Air merupakan satu dari tujuh BPR dari proyek Gebu Minang yang diresmikan pada bulan November 1990 oleh JB Sumarlin yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan 51 .

2. Bidang Pendidikan

Saat SAS dipimpin oleh Rainal Rais, SAS mengembangkan pengabdiannya kepada kampung halaman, dengan serius menangani dunia pendidikan. SAS dan warga Sulit Air, ingin menekankan bahwa orang Minang tidak hanya pandai berdagang tetapi juga mementingkan dunia pendidikan untuk menyiapkan generasi muda yang tangguh dan intelek. Bukti dari keseriusan itu yaitu, atas inisiatif DPP SAS di nagari Sulit Air pada tahun 1992 telah berdiri 14 SD Negeri, 2 SD Impres, 1 SMP Negeri, 1 SMA, 4TK dan membangun pesantren modern. Pembangunan sekolah-sekolah oleh SAS tersebut sangat membantu warga Sulit Air. Seperti ketika pada tahun 1993 saat SMA Negeri Sulit Air diresmikan pemakaiannya. SMA tersebut saat itu adalah satu-satunya sekolah tingkatan SMA di Sulit Air. Sebelumnya pelajar SMP yang hendak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih

tinggi harus bersekolah ke Singkarak ( 22 KM dari Sulit Air) atau harus ke Solok 52 . Tentu saja keberadaan SMA Negeri di Sulit Air itu sangat membantu warga.

51 Singgalang, PT BPR Surya Katialo Untung 11 Juta ”. Minggu 5 Sebtember 1993

52 Singgalang, “Gubernur di Sulit Air: Industri RT Atasi Kesenjangan Sosial”. Selasa 23 Maret 1993

3. Bidang Pertanian dan Peternakan

Selain membina jiwa dagang masyarakat Sulit Air yang berada dirantau, SAS juga memberikan pembinaan bagi penduduk yang menetap di kampung. Pembinaan tersebut pada bidang pertanian dan peternakan. Sulit Air yang hanya memiliki luas 80 km persegi dengan

13 desa yang sebagaian besar terdiri dari tanah gersang dan hanya 690 ha lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian tanaman pangan dan 297 ha untuk tanaman keras. Lahan tersebut ada yang dimanfaatkan untuk pertanian padi gogo, menanam kedele. Selain itu

dalam usaha mengentaskan kemiskinan DPP SAS juga membangun Peternakan ayam buras 53 .

4. Bidang Sosial budaya

Seperti Nagari-Nagari lain di Ranah Minang, masyarakat Sulit Air dikenal sebagai orang yang taat beribadah dan melaksanakan kaidah-kaidah adat yang diwariskan nenek moyang. Bahkan mereka bisa dikatakan terjebak dalam sikap fanatik buta dalam melaksanakan adat yang merupakan undang-undang tak tertulis dan mutlak harus dilaksanakan bila tidak ingin dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya.

Dalam masalah perkawinan misalnya, sampai pada akhir dekade 70an, masyarakat Sulit Air yang kawin dengan orang yang bukan berasal dari Sulit Air, apalagi dengan orag dari luar Sumatra Barat, akan dipandang rendah oleh sebagian bear masyarakat Sulit Air, sehingga banyak diantaranya yang merantau, dalam artian tidak pernah atau enggan pulang ke Sulit Air bila tidak terlalu penting.

Sebagai Ketua Umum DPP SAS yang diberi tanggung jawab menggerakkan dan memotori pembangunan di Sulit Air, Rainal Rais yang pada saat itu masih menjabat, menganggap hal iu amat merugikan. Ia menyadari bahwa hal-hal yang menyangkut adat- istiadat tidak gampang untuk merubahnya, karena itu telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Sulit Air. Untuk itu ia harus melakukan pendekatan dengan para

53 Haluan , “DPP SAS Akan Bangun Proyek Peternakan Ayam Buras di Desa”. Selasa 17 Mei 1994 53 Haluan , “DPP SAS Akan Bangun Proyek Peternakan Ayam Buras di Desa”. Selasa 17 Mei 1994

Konsep perubahan tatanan adat itu pertama kali dibahas dalam Rapat Pimpinan (Rapin) DPP SAS. Dan kemudian menjadi agenda pembicaraan dalam rapat-rapat selanjutnya. Pada hakekatnya, pemikiran tentang tentang perubahan tatanan dan nilai adat telah dimulai pimpinan DPP SAS yang membuahkan lima keputusan KAN Sulit Air dalam hal “perluasan Pintu Perkawinan” pada tanggal 7 Desembe 1972, yaitu: (1) belum sependapat dengan perbanyakan suku atau penambahan suku sebagai usaha sarana perluasan pintu perkawinan, (2) memperbolehkan atau membenarkan perkawinan warga Sulit Air yang berlainan Datuk Ninik dalam persukuan secara adat di perntauan dan tidak dituntut secara adat, (3) warga Sulit Air yang tinggal di kampung, bila menghendaki pula perkawinan seperti itu, akan dibicarakan secara mendalam dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN), (4) memperingan dan menyederhanakan upacara perkawinan adat, (5) keputusan ini mulai berlaku tanggal 7

Desember 1972 54 . Namun konsep pemikiran secara utuh dan didukung dengan penjelasan dan pemahaman tentang adat yang bisa dipertanggung jawabkan baru muncul pada masa

kepemimpinan DPP SAS yang dipegang oleh Rainal Rais.

54 Rhian D’Kincai. 2003. Rainal Rais Abdi Organisasi. Jakarta:PT Rora Karya. Halaman 39

Pemikiran tentang perubahan adat yang telah menjadi Keputusan Kerapatan Adat Nagari Sulit Air, membawa dampak positif pada pembangunan di Sulit Air. Diantaranya, keputusan KAN Sulit Air tentang pemberian status adat kepada urang sumando setelah mengisi adat dan menuang limbago yang berlaku dalam nagari Sulit Air. Dengan memiliki status adat dalam tatanan kehidupan masyarakat Sulit Air, meski hanya sebagai urang sumando, rasa cinta terhadap Sulit Air menjadi semakin dalam, sehingga ajakan untuk ikut berperan serta dalam pembangunan nagari Sulit Air mendapat sambutan hangat. Selanjutnya urang sumando dengan senang hati merogoh kantongnya untuk ikut membiayai pembangunan sarana ibadah, pendidikan dan pembangunan secara ibadah, pendidikan dan pembangunan sarana untuk peningkatan taraf perekonomian masyarakat Sulit Air yang setia menunggui kampung halaman.

5. Pembangunan Fisik

Dengan kemajuan ilmu dan teknologi, termasuk teknologi komunikasi serta kuatnya tuntutan perkembangan tata hubungan dan pergaulan bangsa-bangsa di dunia saat ini, sebagai pengaruh dari globalisasi, masyarakat Minang pada umumnya dan warga Sulit Air khususnya, tidak mungkin untuk membatasi masuknya pengaruh asing ditengah –tengah kehidupan mereka. Mereka hanya bisa membatasi dan membentengi diri mereka agar tidak terombang ambing ditengah-tengah kemajuan ilmu dan globalisasi. Nilai –nilai budaya adat Minangkabau serta nilai-nilai keagamaan yang telah melekat kuat dalam diri masing- masing individu, merupakan benteng bagi mereka. Nilai-nilai tersebut dibentuk melalui tata pergaulan dan tata kehidupan yang berpusat di Rumah Gadang.

Rumah Gadang di Minangkabau adalah sebuah pusat kehidupan sekaligus sebagai lambang kehadiran suatu kaum. Raumah Gadang berfungsi sebagai tempat utnuk bermufakat dalam memutuskan serta memusyawarahkan berbagai hal yang menyangkut dengan kepentingan bersama. Pentingnya pembangunan Rumah Gadang sangat disadari oleh SAS, Rumah Gadang di Minangkabau adalah sebuah pusat kehidupan sekaligus sebagai lambang kehadiran suatu kaum. Raumah Gadang berfungsi sebagai tempat utnuk bermufakat dalam memutuskan serta memusyawarahkan berbagai hal yang menyangkut dengan kepentingan bersama. Pentingnya pembangunan Rumah Gadang sangat disadari oleh SAS,

khas Minang. Pembangunan Rumah Adat ini bukan hanya untuk diagung-agungkan dan dibangga-banggakan tetapi difungsikan sebagaimana seharusnya. Dengan adanya Rumah Gadang Lima Ruang, kemenakan dapat bermusyawarah dan mufakat untuk menyampaikan sesuatu yang menyangkut dengan kaum dan kemasyarakatan. Dalam tiga tahun, yaitu pada tahun 1990 sampai 1993 SAS telah berhasil membangun bangunan Rumah Gadang sebanyak

5 buah dan merenovasi 2 Rumah Gadang. Selain membantu membangun Rumah Gadang, SAS juga membantu perintah dalam membangun tempat wisata. Seperti membangun jenjang seribu (tangga seribu). Semenjak awal pembangunan tersebut, masyarakat setempat langsung mendapat dampak yang positif. Dengan adanya proyek pembangunan jenjang seribu, banyak warga desa yang menjadi tenaga kerjanya, sehingga miningkatnya taraf ekonomi masyarakat setempat.

Selain sarana fisik, DPP SAS juga membangun non fisik yaitu membelikan peralatan band, peralatan musiktradisional dan pakaian tradisional untuk group randai dan qasidah, guna menggairahlan kehidupan remaja Sulit Air, bantuan untuk kegiatan PKK dan karang taruna di 13 desa di Sulit Air, membantu pembiayaan penyelenggaraan Pokerdes, membantu pengadaan sarana olahraga, pengadaan alat-alat tulis untuk kantor-kantor desa Sulit Air, memberikan pakaian pada para penghulu, dan sejumlah kegiatan lainnya yang amat berguna bagi pembangunan Sulit Air.

55 Harian Umum Semangat, “Status Rumah Gadang Minang”. Rabu, 31 Maret 1993