terjadi adalah bukan perilaku oportunistik manajer yang hanya cenderung menguntungkan dirinya sendiri, tetapi di samping itu justru ingin meningkatkan nilai
pemegang saham. Keberadaan institusional sebagai pemilik mayoritas dapat mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba yang menguntungkan pemegang saham.
Keempat, tampaknya para investor tidak peduli adanya manajemen laba, tetapi motivasi investor untuk berinvestasi justru dikaitkan dengan isu-isu terkini yang
berkembang yang sebenarnya tidak terkait langsung dengan pasar modal, sehingga yang tampak adalah seolah-olah manajemen laba berdampak positif terhadap nilai pemegang
saham. Hasil penelitian Mursalim 2005 menyatakan bahwa motivasi investor berinvestasi pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta bukan saja dijelaskan
oleh manajemen laba, akan tetapi dijelaskan oleh beberapa faktor lain. Sebagai contoh, rumor yang sengaja diciptakan oleh pemodal besar untuk mempengaruhi investor
melakukan transaksi besar-besaran pada perusahaan tertentu, kebijakan pemerintah yang mengundang kontroversial, memanasnya suhu politik baik domestik maupun
internasional.
4.8 Pengujian dan Pembahasan Hipotesis 7
Manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap cost of equity capital pada tingkat signifikansi 0,01 Lampiran 2, Tabel 4. Temuan studi ini menerima hipotesis yang
menyatakan bahwa manajemen laba berpengaruh terhadap cost of equity capital. Temuan studi ini konsisten dengan penelitian Francis et al. 2004, 2005, Utami
2005, dan Halim dkk. 2005 yang menemukan hubungan positif dua variabel tersebut. Kesan yang disimpulkan dari penelitian tersebut adalah manajemen laba digunakan untuk
menurunkan laba perusahaan sehingga biaya-biaya yang dikeluarkan nampak lebih besar. Mereka menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki kualitas akrual yang
baik mempunyai pengungkapan sukarela yang lebih luas dalam laporan tahunannya dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang kualitas akrualnya jelek. Manajemen
laba dilakukan dengan cara menurunkan laba melalui rekayasa laba akrual dan jika hal tersebut dianggap sebagai rekayasa negatif, maka untuk menutupi kecurangan tersebut
perusahaan mengeluarkan biaya-biaya yang seolah-olah memang ada biaya yang dikeluarkan. Jadi manajemen laba identik dengan biaya yang dikeluarkan oleh
3
perusahaan untuk menyediakan informasi bagi publik karena untuk menutupi atau menyembunyikan kecurangan yang telah dilakukan oleh manajer.
Penjelasan yang dapat dikemukakan dari temuan studi ini adalah pertama, ada kesan bahwa rekayasa laba digunakan untuk menurunkan laba perusahaan, dampaknya
akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menyediakan informasi bagi publik. Di samping itu untuk menutupi rekayasa laba yang dilakukan,
maka manajer mengeluarkan biaya-biaya supaya tindakan yang telah dilakukan seminimal mungkin tidak diketahui oleh publik jika manajemen laba tersebut dianggap
sebagai suatu hal yang bersifat negatif atau merugikan bagi para pemegang saham. Kedua, nampaknya manajemen laba dianggap sebagai suatu rekayasa yang
negatif, akibatnya manajer berusaha untuk menutupi manipulasinya dengan cara mengungkapkan biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan. Semakin banyak yang
diungkap, maka konsekuensinya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menyediakan informasi bagi publik menjadi semakin besar. Jadi semakin besar terjadi
manajemen laba, maka semakin besar biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menyediakan informasi bagi publik cost of equity capital.
4.9 Pengujian dan Pembahasan Hipotesis 8