Definisi Pegawai Negeri Sipil PNS

yang berasal dari pekerjaan dapat memunculkan gejala-gejala ketegangan yang menyebabkan individu sulit memenuhi tugas-tugas dalam keluarga secara optimal yang kemudian akan menyebabkan interaksi individu dengan anggota keluarga lainnya menjadi buruk akibat individu mengalami emosi yang negatif. c. Behavior-based conflict Behavior-based conflict ini berkenaan dengan pola tingkah laku spesifik dalam suatu peran yang bertentangan dengan harapan akan tingkah laku pada peran lain. Misalnya saja, seorang manajer laki-laki diharapkan menekankan kestabilan emosi, percaya diri, keagresifan, dan obyektivitas. Dilain pihak, keluarga mengharapkannya sebagai seorang yang hangat, emosional, dan mengasuh dalam berinteraksi di keluarga. Dapat dikatakan bahwa individu mengalami konflik ini ketika ia kesulitan memenuhi harapan-harapan yang ada dalam tiap peran yang dijalaninya.

C. Pegawai Negeri Sipil PNS

1. Definisi Pegawai Negeri Sipil PNS

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No.8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ; Bab 1, Pasal 1, Pegawai Negeri adalah setipa warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan Universitas Sumatera Utara negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Bab II, pasal 2, dinyatakan bahwa: 1. Pegawai negeri terdiri dari: a. Pegawai negeri sipil; b. Anggota tentara Nasional Indonesia; c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a terdiri dari: a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan b. Pegawai Negeri Sipil Daerah. Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan Bab II, Pasal 3. Berdasarkan uraian diatas, Pegawai Negeri Sipil adalah setiap warga negara Republik indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwewenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, digaji berdasarkan peraturan perundang-ungana yang berlaku, bukan mrupakan Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, baik yang memiliki jabatan struktural fungsional maupun yang tidak, yang berkedudukan di daerah atau di pusat. Universitas Sumatera Utara

D. Pengaruh Work Family Conflict terhadap Work Engagement pada

Pegawai Negeri Sipil Organisasi yang modern membutuhkan karyawan yang proaktif, berinisiatif tinggi, bertanggung jawab pada pengembangan dirinya dan berkomitmen pada standar pekerjaan yang berkualitas baik. Selain itu, organisasi juga membutuhkan karyawan yang selalu semangat dan berdedikasi tinggi, atau disebut sebagai karyawan yang engaged dengan pekerjaannya Bakker Bal, 2010. Work engagement memiliki berbagai dampak positif terhadap produktivitas kerja Castellano, 2008 dan berpengaruh terhadap keuntungan organisasi, kepuasan dan kesetiaan pelanggan, retensi atau turnover karyawan serta keamanan Vance, 2006. Work engagement juga berkorelasi positif dengan komitmen terhadap organisasi dan organizational citizenship behavior Saks, 2006. Mereka yang memiliki engagement yang tinggi akan bersedia bekerja keras untuk mencapai kesuksesan. Sebagai contoh, pegawai yang rela lembur karena menganggap pekerjaannya sangat menantang, rela membawa pekerjaan ke rumah karena merasa pekerjaannya sudah menjadi bagian dari hidupnya, atau sekedar membantu rekan kerjanya yang membutuhkan tenaganya karena dengan membantu rekan kerja tersebut maka akan berkontribusi pada keberhasilan organisasi yang dibanggakannya Castellano, 2008. Oleh karena banyaknya dampak positif tersebut, level work engagement pada masing-masing pegawai harus ditingkatkan guna mencapai produktivitas Universitas Sumatera Utara organisasi yang maksimal. Peningkatan tersebut dapat ditinjau dari faktor-faktor yang mendorong tingkat work engagement Saks, 2006. Persaingan yang semakin ketat, menuntut organisasi untuk selalu mengetahui komitmen dan loyalitas pegawainya. Tidak terkecuali hal ini terjadi dibidang pemerintahan. Pegawai yang terlibat secara psikologis di dalam perannya sebagai pekerja dan memiliki tingkat engagement yang tinggi, nantinya akan dapat memberikan kontribusi pada kesuksesan dan keberhasilan pada instansi pemerintahan tempat ia bernaung Budiyanto, 2001. Oleh karena itu, pemerintah dituntut untuk lebih jeli melihat hal apa saja yang dibutuhkan oleh pegawainya, sehingga dapat menjadi masukan dalam program pengelolaan Sumber Daya Manusia yang pada akhirnya dapat meningkatkan engagement pada pegawai. Banyak faktor yang mendorong terjadinya work engagement salah satunya adalah family friendliness Vazirani, 2007. Vazirani 2007 mengungkapkan bahwa kehidupan keluarga dapat mempengaruhi pekerjaannya. Ketika seorang pegawai menyadari bahwa organisasi memberikan manfaat bagi keluarganya, pegawai akan terikat secara emosi yang nantinya akan mengarah kepada engagement pegawai Vazirani, 2007. Selain itu penelitian yang dilakukan Razak, Yunus, Nasurdin 2011 menemukan bahwa beban kerja yang terlalu berat juga berhubungan positif dengan work-family conflict. Job demands dapat menjadi pemicu stres dalam situasi yang membutuhkan upaya yang tinggi untuk mempertahankan tingkat kinerja yang diharapkan, akibatnya dapat memunculkan respon negatif termasuk Universitas Sumatera Utara kelelahan. Individu yang memiliki tuntutan pekerjaan yang melebihi batas kemampuannya, seperti lembur, akan memunculkan kelelahan, ketegangan dan emosi negatif Ahmad, 2008. Individu yang menghabiskan waktunya sepanjang hari untuk bekerja akan kehilangan motivasi untuk memenuhi tuntutan keluarga Aslam, Shumaila, Azhar Sadaqat, 2011. Hal ini yang kemudian membuat pemenuhan tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan tersebut memunculkan work-family conflict Greenhaus Beutell, 1985; Jimenez, Mayo, Vergel, Geurts, Munoz Garrosa, 2008. Greenhaus dan Beutell 1985 menjelaskan bahwa terdapat tiga dimensi work family conflict, yang pertama yaitu time-based conflict, merupakan konflik yang terjadi ketika waktu yang tersedia untuk memenuhi peran di pekerjaan keluarga tidak dapat digunakan untuk memenuhi peran di keluarga pekerjaan dengan kata lain pada waktu yang sama seorang yang mengalami work family conflict tidak akan bisa melakukan dua atau lebih peran sekaligus. Misalnya jam kerja yang panjang, waktu kerja yang tidak fleksibel dan lembur membuat individu kekurangan waktu dalam memenuhi tuntutan keluarga secara maksimal Byron, 2005. Begitu juga sebaliknya, banyaknya waktu yang dihabiskan individu untuk memenuhi tanggungjawab dalam keluarganya akan mengakibatkan individu kekurangan waktu dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya secara maksimal. Hal ini tentu saja akan mengganggu level engagement individu terhadap pekerjaannya, sehingga individu tidak dapat mengerahkan energinya untuk mengerjakan pekerjaan, tidak mampu berusaha sekuat tenaga, dan tidak bisa bertahan dalam menghadapi kesulitan kerja Universitas Sumatera Utara Schaufeli et,.al, 2002. Sehingga time based conflict yang terjadi pada individu akan mempengaruhi level engagement terutama berkaitan dengan dimensi vigor. Dimensi yang kedua yaitu, strain based conflict, merupakan ketegangan yang disebabkan oleh salah satu peran membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan perannya yang lain. Misalnya, individu yang seharian bekerja akan merasakan kelelahan dan menyebabkannya kesulitan dalam melakukan pekerjaan di rumah. Begitu juga sebaliknya, individu yang disibukkan dengan urusan keluarga akan merasakan kelelahan yang nantinya akan menyebabkan kesulitan dalam melakukan kewajiban dalam pekerjaan. Strain based conflict ini bisa memicu tekanan darah meningkat, kecemasan, kelelahan, cepat marah dan depresi yang menyebabkan individu sulit memenuhi tugas-tugas dalam pekerjaannya secara optimal yang nantinya menyebabkan interaksi individu dengan rekan kerja akan menjadi buruk dikarenakan individu mengalami emosi negatif Thomas Ganster, 1995. Hal ini tentu saja akan mengganggu level engagement pegawai terhadap pekerjaannya. Individu yang mengalami kelelahan akan sulit berkosentrasi terhadap pekerjaannya, tidak tertarik dan mudah untuk melepaskan diri dari pekerjaanya Schaufeli Bakker, 2003. Sehingga strain based conflict yang terjadi pada individu akan menurunkan level engagement terutama yang berkaitan dengan dimensi absorbtion. Dimensi work family conflict lainnya yaitu behavior-based conflict, merupakan konflik yang muncul ketika pola dari suatu perilaku pada peran yang sedang dijalankan tidak sesuai dengan harapan perilaku pada peran yang lainnya. Universitas Sumatera Utara Sebagai contoh seorang manajer pria saat bekerja diharapkan memiliki kepercayaan diri, emosi yang stabil, agresif, dan objektif, sedangkan ketika berada di rumah mungkin diharapkan menjadi orang yang hangat, melindungi, dan emosional. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap level engagement individu. Ketika individu dituntut sebagai seorang yang memiliki kepercayaan diri, emosi yang stabil, agresif, dan objektif dalam pekerjaannya bertolak belakang dengan apa yang diharapkan ketika ia berada di rumah tentu saja akan menyebabkan ketidakseimbangan peran yang nantinya akan mempengaruhi engagement individu tersebut. Hal ini dapat diartikan ketika individu tidak dapat menyeimbangkan perannya, individu sulit untuk terlibat dalam pekerjaannya. Sehingga behaviour based conflict yang terjadi pada individu akan menurunkan level engagement terutama yang berkaitan dengan dimensi dedication. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa work-family conflict berpengaruh terhadap work engagement, oleh karena itu peneliti tertarik untuk membuktikan secara empiris mengenai pengaruh work-family conflict terhadap work engagement.

5. HIPOTESIS