PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE KONVERGENSI IFRS DI INDONESIA DAN MALAYSIA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang list di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia tahun 2012-2014)

(1)

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE KONVERGENSI

IFRS DI INDONESIA DAN MALAYSIA

(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang list di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia tahun 2012-2014)

THE INFLUENCE OF CORPORATE GOVERNANCE MECHANISM ON THE LEVEL OF COMPLIANCE WITH MANDATORY DISCLOSURE IFRS

CONVERGENCE IN INDONESIA AND MALAYSIA

(Empirical Study at Manufacturing Company listed in Indonesia Stock Exchange and Malaysia Stock Exchange 2012-2014)

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

JUNIAR ANES MARLIASIWI 20120420306

FAKULTAS EKONOMI


(2)

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE KONVERGENSI

IFRS DI INDONESIA DAN MALAYSIA

(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang list di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia tahun 2012-2014)

THE INFLUENCE OF CORPORATE GOVERNANCE MECHANISM ON THE LEVEL OF COMPLIANCE WITH MANDATORY DISCLOSURE IFRS

CONVERGENCE IN INDONESIA AND MALAYSIA

(Empirical Study at Manufacturing Company listed in Indonesia Stock Exchange and Malaysia Stock Exchange 2012-2014)

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

JUNIAR ANES MARLIASIWI 20120420306

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

SKRIPSI

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE KONVERGENSI

IFRS DI INDONESIA DAN MALAYSIA

(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang list di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia tahun 2012-2014)

THE INFLUENCE OF CORPORATE GOVERNANCE MECHANISM ON THE LEVEL OF COMPLIANCE WITH MANDATORY DISCLOSURE IFRS

CONVERGENCE IN INDONESIA AND MALAYSIA

(Empirical Study at Manufacturing Company listed in Indonesia Stock Exchange and Malaysia Stock Exchange 2012-2014)

Diajukan Oleh:

JUNIAR ANES MARLIASIWI 20120420306


(4)

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Juniar Anes Marliasiwi Nomor Mahasiswa : 20120420306

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE KONVERGENSI IFRS DI INDONESIA DAN MALAYSIA (Perusahaan Manufaktur Indonesia-Malaysia tahun 2012-2014)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam referensi. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya sanggup menerima hukuman atau sanksi apapun sesuai peraturan yang berlaku.


(6)

MOTTO

“Better to feel how hard education is at this time rather than feel the bitterness of

stupidity, later….”

“Keep thingking the out of the box. Keep executing the inside of the box.” “If you fall a thousand times, stand up millions of times because you do not know

how close you are to success.” “MAN JADDA WAJADA”


(7)

PERSEMBAHAN Alhamdulillahhirobbilalamin.

Dengan penuh rasa syukur, saya persembahkan sebuah karya sederhana ini untuk orang orang yang tak ada hentinya mendoakan dan mendukung saya dalam menyelesaikannya :

 Sujud syukur kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan segala rahmat dan kasih sayang yang tercurahkan kepada saya, akhirnya skripsi ini dapat saya selesaikan.

 Shalawat serta salam saya haturkan kepada junjungan nabi Muhammad SAW yang selalu memberikan suri tauladan yang baik kepada para kaumNya.

 Sebagai tanda cinta, hormat dan terima kasih yang tak terhingga kupersembahkan karya ini kepada kedua orangtua saya ibu Elly Yusnidarwati dan bapak Drs. Sumarmo yang tidak pernah lelah mencurahkan seluruh keringat untuk merawat, mendidik, dan mengajari saya akan kebaikan, mencurahkan seluruh air matanya dalam doa, yang sampai kapanpun saya tidak akan mampu membalasnya. Mereka selalu berusaha untuk selalu membahagiakan saya, berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhan saya, dan selalu ada untuk saya saat saya terjatuh walalupun kami sedang berjauhan. Hanya doa yang bisa saya panjatkan, semoga Allah selalu memberikan ibu dan bapak kesehatan, umur yang panjang dan dimudahkan dalam mencari rizkiNya. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat ibu bapak bahagia, karena selama ini saya belum bisa memberikan hal yang lebih. Aku sayang kalian.

 Teruntuk kedua adik saya, Rivo Arumi Dwi Rahmanti dan Salman Suryo Sumirat, terima kasih kalian selalu menjadi orang yang selalu mensupport, mendoakan, dan menghibur ketika saya mengalami kejenuhan.

 Terimakasih juga saya ucapkan kepada keluarga besar Medan, Klaten, Solo, Makassar, dan Ngawi yang selalu menasehati dan mendoakan saya.


(8)

Semua itu membuatku semakin bersemangat untuk menyelesaikan kuliah saya.

 Ibu Evi Rahmawati, Ph.D., M.Acc., Ak., CA. terima kasih atas bimbingan, nasehat, kesabaran, ilmu yang Ibu berikan kepadaku hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa ada halangan yang berarti. Terimakasih atas pengetahuan yang telah Ibu berikan yang sangat bermanfaat bagi saya.  Terimakasih juga buat dua sahabat ku yang tak pernah lekang oleh waktu Relita Winda Anggraini dan Sulung Nurhardika yang tak henti-hentinya meberikan motivasi, masukan dan bimbingan kepada saya yang lebih muda.

 Terimakasih kepeda temen-temen kos Pak Untung (Rima, Afni, Ilya, Hanif) yang selalu menebar kekocakan setiap harinya.

 Keluarga besar HIMA FE UMY, yang banyak mengajariku dari hal yang saya tidak bisa menjadi bisa, hal yang saya rasa sulit untuk berbicara di depan orang banyak menjadi terasa mudah, mengubah saya menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab, solid, dan penuh percaya diri. Mengajari saya bagaimana memperluas link, berani untuk bekerjasama dengan pihak luar kampus, dsb.

 Team PKM “Cangkelur” (Ryan, Jitya, Umo) kalian adalah tim yang luar biasa, terimakasih telah menjadi teman seperjuanganku dalam mencari pengalaman sampai Kendari. Walaupun kita gagal, tapi pelajaran yang kita peroleh sangat berharga.

 Keluarga besar PIMNAS 28 UMY, terimakasih setiap canda tawa cerita yang selalu ada ketika kita berkumpul, itu menjadi penyemangat tersendiri bagi saya.

 Teteh Mazaya Isnainy Poetri, sahabat yang telah mengajari saya banyak hal tentang Akuntansi, yang mengenalkan saya dengan dunia Akuntansi, membimbing saya dalam memahami materi, dan membantu saya dalam mengerjakan soal-soal Akuntansi. Thanks a lot, teh!


(9)

 Teman-teman cantik (Riezka, Junda, Anin, Yunda, Desi, Vita, Rizka, Sinta) yang selalu ada, membantu, dan mensupport saya dalam hal kuliah maupun non-kuliah dari semester awal sampai semester akhir.

 Sahabat jauh saya di Makassar, Sri Ayu Handayani yang selalu mensupport dan mendoakan saya dari jauh, selalu mendengarkan keluh kesah saya selama proses menyelesaikan skripsi ini.

My second family “HOME” (Miss Kiki, Aka*, Fifi, Rima, Ilya, Arvia,

Arum, Dessy, Andre, Tyo, Haikal, Ditya, Dimas, Adit, Faqih) terimakasih telah membantu, menyemangati dan menemani dalam menyelesaikan skripsi ini, tanpa kalian mungkin akan lebih lama dalam penyelesaiaannya.  Terimakasih kepada teman-teman dan sahabat Akuntansi 2012 UMY dan


(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia”. Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian program studi ilmu Akuntansi pada Fakultas Ekononmi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Nano Pratolo, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Ietje Nazaruddin, SE., M.Si., Ak selaku Kepala Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Ibu Evi Rahmawati, Ph.D., M.Acc., Ak., CA. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan waktunya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan selama penulisan skripsi ini.

5. Kedua orang tua atas segala kasih sayang yang selalu tercurah tiada henti, pengorbanan dan kerja keras keras yang luar biasa untuk selalu mensupport saya, serta kedua adik saya yang selalu memberikan semangat.

6. Teman-teman semua atas kebersamaan, dukungan dan bantuan selama penulisan skripsi ini.


(11)

7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan dan semangat dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, akan mendapatkan balasan pahala yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengaharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.


(12)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh mekanisme corporate

governance terhadap mandatory disclosure konvergensi IFRS pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia periode 2012-2014. Variabel yang diuji dalam penelitian ini terdiri dari proporsi dewan komisaris, dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan jumlah rapat komite audit.

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dalam menentukan jumlah sampel yang digunakan, diperoleh 225 perusahan manufaktur Indonesia dan 489 perusahaan manufaktur Malaysia. Pengujian yang dilakukan antara lain: statistik deskriptif, asumsi klasik, regresi berganda, F test, t test, chow test dan koefisien determinasi.

Hasil penelitian: 1) proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap

mandatory disclosure di Indonesia dan Malaysia, 2) dewan komisaris independen

dan jumlah komite audit berpengaruh negatif terhadap mandatory disclosure di Indonesia, sedangkan di Malaysia tidak berpengaruh, 3) jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure di Indonesia dan Malaysia, 4) terdapat perbedaan tingkat kepatuhan mandatory disclosure

konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia, 5) terdapat perbedaan pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kepatuhan mandatory disclosure di Indonesia dan Malaysia.

Kata kunci: Proporsi dewan komisaris, dewan komisaris independen, jumlah komite audit, jumlah rapat komite audit, mandatory disclosure.


(13)

ABSTRACT

This study aimed to verify the influence of corporate governance mechanisms to mandatory disclosure convergence of IFRS on Manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange and Malaysia Stock Exchange period 2012-2014. The variables tested in this study consisted the proportion of commissioners board, commissioners independent board, the number of audit committee, and the number of audit committee meetings.

This study using purposive sampling method in determining the number of samples used, obtained 225 Indonesian manufacturing companies and 489 manufacturing companies in Malaysia. Tests performed include: descriptive statistics, classical assumptions, regression, F test, t test, chow test and coefficient of determination.

Results of the study: 1) the proportion of commissioners board did not affect the level of compliance of mandatory disclosure in Indonesia and Malaysia, 2) the commissioners independent board and the number of audit committee negatively affect the level of mandatory disclosure in Indonesia, while in Malaysia has no effect, 3) the number of audit committee meetings positively affects the level of compliance of mandatory disclosure in Indonesia and Malaysia, 4) there are differences in the level of compliance with mandatory disclosure of IFRS convergence in Indonesia and Malaysia, 5) there are differences effect of corporate governance mechanisms on compliance mandatory disclosure in Indonesia and Malaysia.

Keywords: Proportion commissioners board, commissioners independent

board, the number of audit committee, the number of audit committee meetings, mandatory disclosure.


(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN KATA PENGANTAR ... ix

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Landasan Teori ... 11

B. Penelitian Terdahulu ... 17

C. Penurunan Hipotesis ... 19


(15)

A. Subyek Penelitian ... 29

B. Jenis Data ... 29

C. Teknik Pengambilan Sampel... 29

D. Teknik Pengumpulan Data ... 30

E. Definisi Operasional Variabel ... 30

F. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 39

B. Uji Kualitas Data ... 40

C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 49

D. Pembahasan (Intrepretasi) ... 59

BAB V. SIMPULAN SARAN DAN KETERBATASAN ... 69

1. Simpulan ... 69

2. Saran ... 70

3. Keterbatasan ... 71 DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR TABEL

TABEL 4.1 PROSEDUR PEMILIHAN SAMPEL DI INDONESIA ... 39

TABEL 4.2 PROSEDUR PEMILIHAN SAMPEL DI MALAYSIA ... 40

TABEL 4.3 STATISTIK DESKRIPTIF DI INONESIA ... 41

TABEL 4.4 STATISTIK DESKRIPTIF DI MALAYSIA ... 42

TABEL 4.5 HASIL UJI NORMALITAS DI INDONESIA ... 43

TABEL 4.6 HASIL UJI NORMALITAS DI MALAYSIA ... 44

TABEL 4.7 HASIL UJI AUTOKORELASI DI INDONESIA ... 45

TABEL 4.8 HASIL UJI AUTOKORELASI DI MALAYSIA ... 46

TABEL 4.9 HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS DI INDONESIA ... 46

TABEL 4.10 HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS DI MALAYSIA ... 47

TABEL 4.11 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS DI INDONESIA .... 48

TABEL 4.12 HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS DI MALAYSIA ... 49

TABEL 4.13 HASIL UJI DETERMINASI ADJUSTED DI INDONESIA .. 50

TABEL 4.14 HASIL UJI DETERMINASI ADJUSTED DI MALAYSIA ... 50

TABEL 4.15 HASIL UJI NILAI F DI INDONESIA... 51

TABEL 4.16 HASIL UJI NILAI F DI MALAYSIA ... 52

TABEL 4.17 HASIL UJI PARSIAL (t test) DI INDONESIA ... 53

TABEL 4.18 HASIL UJI PARSIAL (t test) DI MALAYSIA ... 55

TABEL 4.19 HASIL UJI BEDA t ... 57


(17)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 MODEL PENELITIAN ... 28 GAMBAR 2 MODEL PENELITIAN ... 28 GAMBAR 3 MODEL PENELITIAN ... 28


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar perusahaan Malaysia

Lampiran 2. Daftar perusahaan Indonesia

Lampiran 3. Hasil sampling perusahaan Malaysia

Lampiran 4. Hasil sampling perusahaan Indonesia

Lampiran 5. Daftar checklist PwC negara Malaysia

Lampiran 6. Daftar checklist PwC negara Indonesia


(19)

(20)

(21)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh mekanisme corporate

governance terhadap mandatory disclosure konvergensi IFRS pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia periode 2012-2014. Variabel yang diuji dalam penelitian ini terdiri dari proporsi dewan komisaris, dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan jumlah rapat komite audit.

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dalam menentukan jumlah sampel yang digunakan, diperoleh 225 perusahan manufaktur Indonesia dan 489 perusahaan manufaktur Malaysia. Pengujian yang dilakukan antara lain: statistik deskriptif, asumsi klasik, regresi berganda, F test, t test, chow test dan koefisien determinasi.

Hasil penelitian: 1) proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap

mandatory disclosure di Indonesia dan Malaysia, 2) dewan komisaris independen

dan jumlah komite audit berpengaruh negatif terhadap mandatory disclosure di Indonesia, sedangkan di Malaysia tidak berpengaruh, 3) jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure di Indonesia dan Malaysia, 4) terdapat perbedaan tingkat kepatuhan mandatory disclosure

konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia, 5) terdapat perbedaan pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kepatuhan mandatory disclosure di Indonesia dan Malaysia.

Kata kunci: Proporsi dewan komisaris, dewan komisaris independen, jumlah komite audit, jumlah rapat komite audit, mandatory disclosure.


(22)

ABSTRACT

This study aimed to verify the influence of corporate governance mechanisms to mandatory disclosure convergence of IFRS on Manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange and Malaysia Stock Exchange period 2012-2014. The variables tested in this study consisted the proportion of commissioners board, commissioners independent board, the number of audit committee, and the number of audit committee meetings.

This study using purposive sampling method in determining the number of samples used, obtained 225 Indonesian manufacturing companies and 489 manufacturing companies in Malaysia. Tests performed include: descriptive statistics, classical assumptions, regression, F test, t test, chow test and coefficient of determination.

Results of the study: 1) the proportion of commissioners board did not affect the level of compliance of mandatory disclosure in Indonesia and Malaysia, 2) the commissioners independent board and the number of audit committee negatively affect the level of mandatory disclosure in Indonesia, while in Malaysia has no effect, 3) the number of audit committee meetings positively affects the level of compliance of mandatory disclosure in Indonesia and Malaysia, 4) there are differences in the level of compliance with mandatory disclosure of IFRS convergence in Indonesia and Malaysia, 5) there are differences effect of corporate governance mechanisms on compliance mandatory disclosure in Indonesia and Malaysia.

Keywords: Proportion commissioners board, commissioners independent

board, the number of audit committee, the number of audit committee meetings, mandatory disclosure.


(23)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengambilan kebijakan suatu perusahaan merupakan hal biasa yang terjadi pada para pelaku ekonomi dengan didasarkan kepada data-data akuntansi, sehingga konvergensi IFRS mempunyai dampak besar bagi dunia usaha yang perkembangannya semakin pesat. Konvergensi standar akuntansi dapat dilakukan dengan cara harmonisasi (membuat standar sendiri yang tidak berkonflik dengan

IFRS), adaptasi (membuat standar sendiri yang disesuaikan dengan IFRS), atau adopsi penuh (mengambil langsung dari IFRS). Memilih dengan cara adopsi penuh, tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan terhadap laporan yang dilakukan berdasarkan IFRS.

Beberapa mafaaat diantaranya : transparansi yang dilakukan oleh perusahaan akan mampu meningkatkan investasi global, pemahaman laporan keuangan yang menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku internasional diharapkan akan semakin mudah, membuka peluang fund rising melalui pasar modal global akan menurunkan modal dan menciptakan efisiensi laporan keuangan. Meningkatkan arus investasi global melalui keterbandingan pengungkapan laporan keuangan.

Saat ini, IFRS dianut oleh banyak negara di berbagai belahan dunia sebagai bagian dari perkembangan akuntansi yang semakin maju secara internasional.

IFRS mampu meningkatkan daya informasi laporan keuangan perusahaan. Indonesia sebagai negara yang terus berkembang diharapkan dapat melakukan


(24)

konvergensi IFRS untuk meningkatkan kualitas informasi laporan keuangan perusahaan karena pada saat ini, beberapa perusahaan mempunyai kualitas laporan keuangan yang dapat dikategorikan buruk.

Sebagai salah satu upaya transparansi, maka perlu dilakukan pengungkapan atas laporan keuangan yang secara konseptual merupakan bagian integral dari suatu laporan keuangan perusahaan (Suwardjono, 2005). Pengungkapan dikelompokkan menjadi pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure).

Pengungkapan yang bersifat wajib meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan. Pengungkapan yang wajib dilaporkan perusahaan kepada publik menjadi dasar investor untuk mengambil keputusan investasi yang akan dilakukan. Tanpa peraturan mengenai pengungkapan wajib dalam laporan keuangan dapat memberikan kesempatan perusahaan untuk menyembunyikan informasi penting yang seharusnya diungkapkan sehingga diperlukan peraturan mengenai hal tersebut untuk melindungi kepentingan investor (Prawinandi et al., 2012).

Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) mempunyai fungsi memenuhi kebutuhan informasi pengguna laporan keuangan, dan adanya pengendalian terkait dengan kualitas kinerja melalui ketaatan terhadap hukum dan standar akuntansi (Adina dan Ion, 2008). Maraknya pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa perusahaan manufaktur di pasar modal menunjukkan dibutuhkannya pengungkapan dan transparansi untuk menghindari terjadinya pelanggaran berkelanjutan yang dapat merugikan perusahaan secara langsung maupun tidak


(25)

langsung, hal ini menunjukkan masih kurangnya pengungkapan wajib yang dilakukan oleh perusahaan.

Penerapan standar akuntansi berbasis IFRS belum dapat menjamin perusahaan akan melakukan pengungkapan yang lebih tinggi. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem institusional yaitu struktur corporate governance untuk mengawasi kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Prinsip corporate governance

menjadi suatu hal yang penting untuk dilaksanakan mengingat seringnya terjadi konflik kepentingan antara pemegang saham atau komisaris dan para direktur dalam pengambilan keputusan (Hamzah dan Suparjan, 2009).

Menurut Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI, 2001) tujuan

corporate governance untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang

berkepentingan (stakeholders). Salah satu cara yang paling efisien untuk mengurangi terjadinya konflik kepentingan adalah adanya peraturan dan mekanisme pengendalian yang secara efektif mengarahkan kegiatan operasional perusahaan (Ilona dan Zaitul, 2006).

Clemente dan Labat (2005) menemukan bahwa corporate governance

mempengaruhi pengungkapan. Supriyono et al. (2014) meneliti mengenai Pengaruh corporate governance terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure

konvergensi IFRS di Indonesia pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2009-2012. Hasil dari penelitian adalah tingkat kepatuhan mandatory

disclosure konvergensi IFRS untuk industri perbankan di Indonesia memiliki


(26)

Penelitian ini menguji kembali tingkat kepatuhan mandatory disclosure

konvergensi IFRS dengan variabel independen proporsi dewan komisaris, dewan komisaris independen, jumlah komite audit, dan jumlah rapat komite audit.

Proporsi dewan komisaris merupakan banyaknya jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 1 ayat 6 tentang Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum/khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Dengan adanya pengawasan tersebut, diharapkan perusahaan akan meningkatkan pelaporan informasi di perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Supriyono et al. (2014) menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan mandatory disclosure. Namun, penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prawinandi et al. (2012), serta Pitasari dan Septiani (2014) yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap mandatory disclosure.

Menurut Pedoman Good Corporate Governance Indonesia (2006), komisaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Butir 1-A dari Peraturan Pencatatan Efek PT Bursa Efek Indonesia mengenai Ketentuan Umum Pencatatan Efek yang bersifat ekuitas di bursa menyatakan bahwa jumlah komisaris independen harus proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh pihak yang bukan merupakan pemegang saham pengendali, dengan ketentuan bahwa jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari


(27)

seluruh jumlah anggota komisaris. Semakin besar proporsi komisaris independen dalam suatu perusahaan, maka pengawasan yang dilakukan terhadap manajemen dapat berjalan efektif sehingga laporan keuangan yang dihasilkan menjadi semakin berkualitas (Istiqomah dan Diyah, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prawinandi et al. (2012) didapatkan hasil bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure

konvergensi IFRS. Hasil ini bertentangan dengan penelitian Utami et al. (2012) yang menyatakan bahwa proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS.

Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Perihal keanggotaan komite audit yang diatur dalam Surat Edaran dari Direksi PT Bursa Efek Jakarta No.SE008/BEJ/12-2001 tanggal 7 Desember 2001 menyebutkan bahwa komite audit sekurang-kurangnya terdiri atas 3 orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite audit yang berasal dari komisaris maksimum hanya 1 orang. Keefektifan peran komite audit ini didukung oleh keberadaan komite audit independen (Nafisah, 2011). Semakin banyak anggota komite audit independen maka semakin berkualitas pula laporan keuangan yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan oleh Supriyono et al.

(2014), Pitasari dan Septiani (2014) menyatakan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian oleh Prawinandi et al. (2012) yang


(28)

menyatakan bahwa komite audit berpengaruh negatif terhadap mandatory disclosure.

Menurut corporate governance guidelines dalam menjalankan tugasnya, komite audit minimal mengadakan rapat 4 kali dalam satu tahun (Suhardjanto, 2010). Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja agar sesuai dengan tugas dan fungsinya. Selain tercantum dalam corporate governance guidelines, dalam

audit committee charter tahun 2005 dinyatakan bahwa semakin banyak rapat

komite audit yang dilakukan akan meningkatkan kinerja komite audit. Penelitian yang dilakuakan Supriyono et al. (2014) menyatakan bahwa jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap mandatory disclosure. Hal ini bertentangan dengan penelitian oleh Utami et al. (2012) yang menyatakan bahwa jumlah rapat komite audit tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure.

Mengacu dari penelitian terdahulu dan mengembangkan model penelitian yang dilakukan oleh Supriyono et al. (2014) maka penelitian ini mencoba untuk meneliti kembali untuk membandingkan penerapan dan pengaruh dari variabel-variabel yang diteliti dari 2 negara di Asia Tenggara, yaitu Indonesia dan Malaysia dengan judul “Pengaruh mekanisme Corporate Governance terhadap tingkat kepatuhan Mandatory Disclosure konvergi IFRS di Indonesia dan Malaysia” (Studi Empiris pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia tahun 2012-2014).

Perbedaan penelitian ini dengan terdahulu adalah membandingkan kedua Negara, yaitu Indonesia dan Malaysia, mengganti sample perusahaan yang sebelumnya menggunakan perbankan menjadi manufaktur, memperbarui tahun


(29)

sample penelitian yang sebelumnya menggunakan data tahun 2009-2012 menjadi 2012-2014, dan mengganti item checklist yang sebelumnya menggunakan item dari Delloitte menjadi PriceWaterhouse (PWC).

Peneliti menggunakan sample perusahaan manufaktur karena perusahaan manufaktur biasanya melakukan pengungkapan yang lebih luas dan lengkap. Selain itu, perusahaan manufaktur memiliki cakupan investor yang lebih luas dibandingkan dengan sektor industri lainnya (Renders dan Gaeremynck, 2005) karena dalam kegiatannya mengandalkan modal dari investor.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh mekanisme

corporate governance terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure

konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia. Dengan membandingkan antar 2 negara diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelaporan pengungkapan di 2 negara tersebut.

B. Batasan Masalah Penelitian

Mekanisme corporate governance yang akan diteliti dalam penelitian adalah ukuran dewan komisaris, proporsi komisaris independen, ukuran komite audit, jumlah rapat komite audit.


(30)

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian yang dijelaskan pada latar belakang diatas, maka dapat ditentukan rumusan masalah penelitian yaitu:

1. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia?

2. Apakah proporsi komisaris Independen berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia?

3. Apakah ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia?

4. Apakah jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia?

5. Apakah terdapat perbedaan tingkat kepatuhan mandatory disclosure

konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia?

6. Apakah terdapat perbedaan pengaruh mekanisme corporate governance

terhadap tingkat mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia?


(31)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat ditentukan tujuan penelitian, yaitu:

1. Menguji secara empiris ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia.

2. Menguji secara empiris proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia.

3. Menguji secara empiris ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia.

4. Menguji secara empiris jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia.

5. Menguji secara empiris tingkat perbedaan kepatuhan mandatory disclosure

konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia.

6. Menguji secara empiris pengaruh mekanisme corporate governance

terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia


(32)

E. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang teoritis dan praktisi.

1. Teoritis

a. Penilitin ini mampu memberi pemahaman dan penjelasan mengenai tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia.

b. Memberi pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS, dan dapat digunakansebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

2. Praktisi

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman tentang pentingnya mandatory disclosure dalam perusahaan, selain itu diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan yang terkait dengan pengungkapan wajib (mandatory disclosure) bagi stakeholders.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu perusahaan dalam mengidentifikasi item-item yang mempengaruhi tingkat kepatuhan


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Teori Agensi

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of

contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agency)

yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut.

Pemilik perusahaan, dalam teori keagenan (agency theory), diasumsikan hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka dalam perusahaan, sedangkan para agen disumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. Perbedaan kepentingan masing-masing pihak berusaha untuk memperbesar keuntungan pribadi. Prinsipal menginginkan return yang besar dan cepat atas investasi mereka dan menilai prestasi manajer berdasarkan kemampuannya untuk memperbesar laba yang akan dialokasikan pada pembagian dividen. Untuk memenuhi tuntutan prinsipal dan mendapat insentif yang tinggi, manajer akan memainkan beberapa kondisi perusahaan sedemikian rupa seolah-olah target tercapai bila tidak ada pengawasan yang memadai dalam kinerja manajer.

2. Mekanisme corporate governance

Tujuan dari mekanisme corporate governance adalah menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Mekanisme

corporate governance digunakan untuk menjelaskan peranan dan perilaku dari


(34)

governance memiliki tiga komite yaitu komite audit, komite nominasi dan remunerasi. Definisi corporate governance didalam Forum Corporate

Governance Indonesia (2006) adalah: “seperangkat peraturan yang mengatur

hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.”

Tata kelola perusahaan yang baik adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan organ perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai perusahaan bagi seluruh stakeholders.

Pelaksanaan tata kelola perusahaan diperlukan untuk memenuhi kepercayaan bagi masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak industri untuk berkembang dengan baik yang bertujuan mewujudkan stakeholders value

(Restuningdiah, 2010).

Asas corporate governance diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha dengan memperhatikan stakeholders yaitu (KNKG, 2006):

a. Transparansi

Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, maka perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara mudah diakses dan dipahami oleh stakeholders.

b. Akuntabilitas

Perusahaan harus bertanggung jawab atas kinerjanya, sehingga perusahaan harus dikelola dengan benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan


(35)

stakeholders. Akuntabilitas merupakan persyaratan yang harus dilakukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

c. Bertanggung jawab

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan yang memadai.

d. Independen

Dalam melaksanakan asas good corporate governance, perusahaan harus dikelola dengan independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan diintervensi oleh pihak lain.

e. Kewajaran dan Kesetaraan

Dalam melaksanakan kegiatannya perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan kewajaran dan kesetaraan.

Terdapat lima partisipan struktur corporate governance yaitu dewan direksi,

Chief Executive Officer (CEO), dewan komisaris, auditor, dan stakeholders.

Dewan direksi merupakan organ yang bertanggung jawabatas pengelolaan perusahaan dengan mencapai tujuan perusahaan. Tugas utama CEO adalah menjalankan perusahaan dengan sebaik mungkin untuk mengamankan aset yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Lins dan Warnock (2004) secara umum mekanisme yang dapat mengendalikan perilaku manajemen atau sering disebut mekanisme corporate governance dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu mekanisme internal dan eksternal. Mekanisme internal adalah cara untuk


(36)

mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham (RUPS), komposisi dewan direksi, komposisi dewan komisaris dan pertemuan dengan board of director. Mekanisme eksternal adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian oleh perusahaan dan pengendalian pasar.

3. International Financial Reporting Standart (IFRS)

IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh

International Accounting Standart Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional

disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu IASB, European Commission

(EC), International Organization of Securities Commissions (IOSOC), dan

International Federation of Accountant (IFAC).

IASB yang dahulu bernama International Accounting Standar Committee

(IASC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi.

Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan.

Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi.

Pertama, berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain

yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan, dan biaya. Kedua, pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat


(37)

penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca). Ketiga, tentang pengakuan. Kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Keempat, penyajian dan pengungkapan laoran keuangan. Komponen ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan.

4. Pengungkapan informasi keuangan (disclosure)

Pengungkapan (disclosure) dalam laporan keuangan merupakan penyajian informasi yang diperlukan untuk berlangsungnya pasar modal yang efisien secara optimum. Banyaknya informasi yang diungkap tidak hanya tergantung pada keahlian pembaca tetapi juga standar yang dianggap cukup. Dasar perlunya praktek pengungkapan laporan keuangan oleh manajemen kepada pemegang saham dijelaskan dalam agency theory.

Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure).

1. Pengungkapan wajib

Merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Perusahaan memperoleh manfaat dari menyembunyikan, sementara yang lain dengan mengungkapkan informasi. Jika perusahaan tidak bersedia mengungkapkan informasi secara sukarela, pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkan.


(38)

2. Pengungkapan sukarela

Merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas dan membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Ada tiga konsep pengungkapan yang umum :

a. Adequate disclosure

Konsep yang sering digunakan adalah pengungkapan yang cukup yaitu pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka-angka yang disajikan dapat diinterpretasikan dengan benar oleh investor.

b. Fair disclosure

Pengungkapan wajar secara tidak langsung merupakan tujuan etis agar memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan dengan menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca potensial.

c. Full disclosure

Pengungkapan penuh menyangkut kelengkapan penyajian informasi yang digunakan secara relevan. Pengungkapan penuh memiliki kesan penyajian informasi secara melimpah sehingga beberapa pihak menganggapnya tidak baik.

Perusahaan go public dan multinasional di Indonesia diwajibkan untuk menerapkan standar akuntansi yang konvergen dengan IFRS untuk penyusunan laporan keuangan pada atau setelah 1 Januari 2012. Indonesia melakukan konvergensi IFRS secara bertahap sejak 2008 hingga 2011


(39)

dimana tahap-tahap tersebut terdiri dari tahap adopsi pada tahun 2008 hingga tahun 2010, tahap persiapan akhir yang dilaksanakan selama tahun 2011 dan tahap pengimplementasian PSAK berbasis IFRS serta dilakukan evaluasi secara komprehensif mulai tahun 2012 (Prawinandi et al.,2012).

PwC (Priceweatherhouse) mengeluarkan checklist yang bisa dijadikan

pedoman dalam pengukuran tingkat kepatuhan mandatory disclosure

konvergensi IFRS. Item-item yang dipilih dari checklist ini disesuaikan dengan PSAK yang berlaku di setiap negara yang wajib diterapkan pada periode tahun yang diteliti.

B. Penelitian Terdahulu

Supriyono et al. (2014) meneliti mengenai pengaruh corporate governance

terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2009-2012. Hasil dari penelitian adalah tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS untuk industri perbankan di Indonesia memiliki rerata 75,92%, angka ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan ketentuan pengungkapan 100,00%. Hasil dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa struktur corporate governance

secara umum mempengaruhi tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure

konvergensi IFRS yaitu, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, dan jumlah rapat komite audit.

Prawinandi et al. (2012) meneliti pengaruh corporate governance terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia pada perusahaan jasa yang terdaftar di BEI tahun 2009-2010. Hasil penelitian


(40)

menunjukkan rerata tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS

adalah 69,900%. Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan perusahaan jasa di Indonesia dalam mengungkapkan informasi yang wajib diungkapkan sesuai dengan ketentuan IFRS masih rendah. Struktur corporate governance yang berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi

IFRS adalah proporsi komisaris independen dan jumlah anggota komite audit.

Utami et al. (2012) meneliti mengenai Investigasi dalam Konvergensi IFRS

di Indonesia: tingkat kepatuhan pengungkapan wajib dan kaitannya dengan mekanisme corporate governance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2010. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengungkapan wajib

IFRS sebesar 72,203%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kepatuhan pengungkapan wajib IFRS di Indonesia masih kurang mengingat perusahaan harus mengungkapkan 100,000% untuk pengungkapan wajib. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance mempengaruhi tingkat kepatuhan pengungkapan wajib IFRS. Variabel independen yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pengungkapan wajib IFRS yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional, sedangkan jumlah rapat dewan komisaris, jumlah rapat komite audit, proporsi komisaris independen, leverage, profitabilitas dan tipe auditor tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan wajib IFRS.

Pitasari dan Septiani (2014) meneliti mengenai analisis pengaruh struktur

corporate governance terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan konvergensi

IFRS pada laporan laba rugi komprehensif pada perusahaan jasa yang terdaftar di BEI tahun 2010-2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur corporate

governance yang berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pengungkapan


(41)

komite audit dan jumlah rapat komite audit. Hal ini berarti perusahaan yang memiliki komite audit dan telah memenuhi syarat minimal jumlah rapat komite audit akan cenderung mengungkapkan item wajib konvergensi IFRS pada laporan laba rugi komprehensif secara luas. Sedangkan jumlah anggota dewan komisaris, proporsi komisaris independen, dan jumlah rapat dewan komisaris belum mampu untuk dapat meningkatkan tingkat kepatuhan pengungkapan konvergensi IFRS

pada laporan laba rugi komprehensif.

C. Penurunan Hipotesis

1. Hubungan ukuran dewan komisaris dengan tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS.

Penelitian yang dilakukan Arief dan Bambang (2007) menyatakan bahwa dewan komisaris yang berukuran kecil akan lebih efektif dalam melakukan tindakan pengawasan dibandingkan dewan komisaris berukuran besar. Ukuran dewan komisaris yang besar dianggap kurang efektif dalam menjalankan fungsinya karena sulit dalam komunikasi, koordinasi serta pembuatan keputusan.

Hal ini diperkuat oleh pendapat Allen dan Gale (2000) yang menegaskan bahwa dewan komisaris merupakan mekanisme corporate governance yang penting. Mereka juga menyarankan bahwa dewan komisaris yang ukurannya besar kurang efektif daripada dewan yang ukurannya kecil.

Namun, menurut Abeysekera (2008) ukuran dewan komisaris yang efektif berada pada rentang lebih dari lima orang dan kurang dari 14 orang. Semakin banyak jumlah dewan komisaris independen maka pengawasan terhadap kinerja CEO akan semakin tinggi, sehingga kinerja di perusahaan tersebut akan semakin baik. Dengan adanya peningkatan kinerja, maka transparansi dalam pelaporan keuangan akan baik


(42)

(Pitasari dan Septiani, 2014). Inti dari corporate governance ada pada dewan komisaris karena tugas utama dewan komisaris adalah mengawasi dan mengevaluasi pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan tersebut oleh dewan direksi.

Berdasarkan uraian diatas, hipotesis pertama penelitian ini adalah:

H1a : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan

mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia.

H1b : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan

mandatory disclosure konvergensi IFRS di Malaysia.

2. Hubungan proporsi komisaris independen dengan tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS.

Dewan komisaris sebagai puncak sistem internal perusahaan memiliki peran penting terhadap aktivitas pengawasan. Semakin besarnya proporsi komisaris independen yang ada didalam perusahaan, maka proses pengawasan yang dilakukan dewan ini akan semakin berkualitas dengan semakin banyaknya pihak independen yang menuntut adanya transparansi dalam pelaporan keuangan. Komisaris independen harus secara proaktif mengupayakan agar dewan komisaris melakukan pengawasan terhadap pelaporan keuangan yang transparan terhadap tingkat kepatuhan mandatory

disclosure konvergensi IFRS. Hasil penelitian Huafang dan Jianguo (2007) juga

menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan. Hasil penelitian Prawinandi et al. (2012), menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan.

Arief dan Bambang (2007) menyatakan bahwa non-executive director


(43)

terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good

corporate governance.

Hasil penelitian Klein (2002), Peasnell et al. (2001), Chtourou et al. (2001), Pratana dan Mas’ud (2003), dan Xie et al. (2003) memberikan simpulan bahwa perusahaan yang memiliki proporsi anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan atau outside director dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Sehingga, jika anggota dewan komisaris dari luar meningkatkan tindakan pengawasan, hal ini juga akan berhubungan dengan makin rendahnya penggunaan discretionary accruals

(Cornett et al. 2006).

Berdasarkan uraian diatas, hipotesis kedua penelitian ini adalah:

H2a : Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia.

H2b : Proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Malaysia.

3. Hubungan ukuran komite audit dengan tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS.

Keberadaan komita audit dalam perusahaan harus diperhitungkan. Komite audit tidak hanya membantu dalam pengawasan tetapi juga dapat membantu dalam penyusunan laporan keuangan. Ketika komite audit membantu dalam penyusunan laporan keuangan, maka kualitas laporan keuangan akan semakin baik dan sesuai dengan standar yang berlaku sehingga pengungkapan dalam annual report akan diperluas sesuai dengan aktivitas perusahaan. (Ho dan Wong, 2001).


(44)

Komite audit dengan ukuran yang besar dapat membantu dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkenaan dengan pelaporan keuangan. Jumlah komite audit yang bertugas menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan terhadap peraturan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan

mandatory disclosure konvergensi IFRS. Kep-29/PM/2004 menjelaskan bahwa tugas

komite audit adalah memberi pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh dewan direksi kepada dewan komisaris, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris dan melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris.

Penelitian Kent dan Stewart (2008) di Australia menunjukkan bahwa jumlah anggota komite audit mempengaruhi kualitas pengungkapan dalam laporan keuangan yang disusun berdasarkan IFRS, dimana di dalamnya termasuk mandatory disclosure

konvergensi IFRS.

Berdasarkan uraian diatas, hipotesis ketiga penelitian ini adalah:

H3a : Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan

mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia.

H3b : Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan

mandatory disclosure konvergensi IFRS di Malaysia.

4. Hubungan jumlah rapat audit dengan tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS.

Dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam sistem pelaporan keuangan, komita audit perlu mengadakan rapat tiga sampai empat kali dalam setahun. Semakin tinggi intensitas pertemuan yang diadakan oleh komite audit


(45)

memudahkan untuk melakukan pengawasan terhadap manajemen sehingga meningkatkan kepatuhan pengungkapan wajib.

Teori agensi mensyaratkan pengungkapan yang lengkap dan jelas dalam laporan keuangan. Dalam hal ini, agar dapat memberikan transparansi dalam laporan keuangan maka perlu didukung oleh adanya agenda program kerja tahunan dari komite audit serta keteraturan rapat yang diadakan oleh komite audit. Oleh karena itu, semakin tinggi intensitas pertemuan yang diadakan oleh komite audit diharapkan akan meningkatkan kepatuhan pengungkapan wajib.

Hasil penelitian Supriyono et al. (2014), menunjukkan bahwa jumlah rapat komite berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan karena semakin tingginya tingkat pengawasan yang dilakukan akan meningkatkan kinerja didalam perusahaan.

Berdasarkan uraian diatas, hipotesis keempat penelitian ini adalah:

H4a : Jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan

mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia.

H4b : Jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan

mandatory disclosure konvergensi IFRS di Malaysia.

5. Perbedaan tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi ifrs di negara indonesia dan Malaysia

Indeks harga saham gabungan (IHSG) di pasar modal Indonesian dan bursa Malaysia menjadi paling positif dibandingkan dengan negara lain di Asean. (Sukirno, 2015)

Pasar modal Indonesia memiliki potensi peningkatan dan prospek yang cukup baik. Jumlah perusahaan yang tercatat di BEI pada akhir 2012 berjumlah 459,


(46)

meningkat sebesar 16,5% dari posisi ditahun 2007. Kapitalisasi pasarnya mencapai 45,18% dari PDB pada tahun 2012, sedangkan rata-rata dunia sebesar 73,92%. Dalam pasar modal Malaysia mengalami penurunan jumlah perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Malaysia, pada tahun 2007 tercatat 1.036 perusahaan sedangkan pada tahun 2012 menjadi 921 perusahaan. Kapitalisasi pasar mencapai 156,94% dari PDB tahun 2012.

Di Indonesia, bursa efek mulai mengadakan Capital Market Awards dan IICD

Corporate Governance Award, dan IICG Award-Most Trusted Award sebagai

penilaian yang dilakukan berdasarkan pada pengungkapan praktik tata kelola perusahaan. Instrumen penilaian adalah Corporate Governance Scorecard yang juga digunakan oleh Institute of Directors lainnya di beberapa negara ASEAN. Sedangkan di Malaysia, terdapat Malaysia Sustainability Reporting Awards (MASRA)

memberikan penghargaan kepada perusahaan yang memiliki prospek baik dalam pelaporan keberlanjutan perusahaan, menyajikan laporan keuangan secara lengkap, termasuk lingkungan, ekonomi, dan sosial, serta meningkatkan kesadaran tentang isu-isu transparansi didalam perusahaan.

Financial Reporting Foundation (FRF) dan Malaysian Accounting Standards

Board (MASB) pada tahun 2008 telah mengumumkan pernyataan rencana Malaysia

untuk konvergensi penuh dengan International Financial Reporting Standard (IFRS)

pada 1 Januari 2012. Malaysian Accounting Standards Board (MASB) telah memasukkan ketentuan standar internasional ke dalam standar lokal akuntansi di Malaysia, dan MASB yakin bahwa dengan sepenuhnya mengadopsi IFRS, modal Malaysia dan keuangan pasar akan lebih meningkat. Kepatuhan dengan IFRS, yang digunakan oleh lebih dari seratus negara di seluruh dunia, akan memfasilitasi komparatif dan meningkatkan transparansi, kemudahan komunikasi, melintasi


(47)

perbatasan listing, mendorong arus modal. Untuk memfasilitasi perubahan bertahap ke IFRS, tanggal efektif untuk menerapkan FRS 139 Financial Instruments: Pengakuan dan pengukuran (setara Malaysia dari IAS 39) akan menjadi 1 Januari 2010. Pada 2012, semua standar akuntansi yang berlaku disetujui perusahaan publik, anak perusahaan, dan entitas publik lain akan menerapkan IFRS sepenuhnya. Dengan menerapkan FRS 139 tahun 2010, dan lebih lanjut 2 tahun untuk mengadopsi standar yang tersisa, 2012 dipertimbangkan sebagai tanggal yang tepat untuk konvergensi.

MASB berharap bahwa dengan pemberitahuan lebih dahulu, perusahaan akan memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan diri dalam melakukan perubahan.

Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2008 dilakukan adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, dan evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku. Kemudian pada tahun 2011, dilakukan penyelesaian persiapan infrastruktur yang diperlukan, dan penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS. Tahun 2012, penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap, dan mengevaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif.

Berdasarkan uraian diatas, hipotesis kelima penelitian ini adalah:

H5a : Terdapat perbedaan secara signifikan tingkat kepatuhan mandatory

disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia.

H5b : Terdapat perbedaan signifikan pengaruh mekanisme corporate governance terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia.


(48)

D. Model Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Model Penelitian Gambar 2.2 Model Penelitian Gambar 2.3 Model Penelitian Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure

Konvergensi IFRS di Indonesia

Tingkat Kepatuhan

Mandatory Disclosure

Konvergensi IFRS di Malaysia H5a Proporsi Komisaris Independen Ukuran Dewan Komisaris Ukuran Komite Audit Tingkat kepatuhan Mandatory Disclosure

Konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia

Jumlah Rapat Komite Audit H1 H2 H3 H4 + + + +

Corporate governance di

Indonesia H5b

Corporate governance di Malaysia


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek/Subjek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Bursa Malaysia (Kuala Lumpur

Stock Exchange) tahun 2012-2014.

B. Jenis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan data yang digunakan adalah data sekunder. Data tersebut bersumber dari Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) dan tidak didapat langsung dari perusahaan.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel penelitian ini secara non probability

sampling melalui metode purposive sampling artinya bahwa pengambilan

sampel bertujuan dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu (Jogiyanto, 2013).


(50)

Kriteria-kriteria yang ditetapkan untuk pengambilan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan Manufaktur yang telah mempublikasikan laporan tahunan (annual report) pada tahun 2012-2014 di BEI dan Bursa Malaysia.

2. Memiliki data-data lengkap terkait dengan variabel-variabel yang diteliti.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini dengan cara dokumentasi yaitu mendownload laporan tahunan perusahaan Manufaktur tahun 2012-2014 melalui situs www.idx.com dan www.bursamalaysia.com.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen

Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS

Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS diukur dengan

menggunakan teknik Scoring, yakni jika item mandatory disclosure

diungkapkan perusahaan diberi angka 1 dan bila tidak diberi angka 0, serta N/A jika item tersebut tidak dapat diterapkan dalam perusahaan (Apostolou dan Napoulos, 2009). Pengukuran mandatory disclosure

perusahaan dalam penelitian ini menggunakan indeks PriceWaterhouse (PWC).


(51)

Pengukuran tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRS

adalah sebagai berikut:

MDSCOREiBY = Skor Pengungkapan

B = Nama Perusahaan

Y = Tahun Perusahaan

i = item dalam framework

SCORE iBY = Skor item i

MAXiBY = Nilai Maksimum yang mungkin dicapai

2. Variabel Independen

a. Ukuran dewan komisaris

Jumlah anggota dewan komisaris adalah banyaknya anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Jumlah anggota dewan komisaris diukur dengan jumlah komisaris dari pihak yang terafiliasi (memiliki hubungan, salah satunya pihak internal perusahaan) dan tidak terafiliasi (tidak memiliki hubungan) dengan perusahaan (KNKG, 2006).

Pengukuran ukuran dewan komisaris (UDK) adalah sebagai berikut: UDK = Jumlah anggota dewan komisaris


(52)

b. Proporsi komisaris independen

Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada tahun 2006, dijelaskan bahwa jumlah komisaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu dari komisaris independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan. Semakin besar jumlah komisaris independen dalam suatu perusahaan maka pengawasan yang dilakukan oleh komisaris independen akan semakin berkualitas dan akan meningkatkan transparansi dalam pelaporan keuangan. (Pitasari dan Septiani, 2013)

Pengukuran proporsi komisaris independen (PKI) adalah sebagai berikut:

c. Ukuran komite audit

Perusahaan go public di Indonesia diwajibkan memiliki komite audit yang bertugas untuk memberi pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang perlu disampaikan oleh dewan direksi kepada dewan komisaris. Membangun peran komite audit yang efektif tidak dapat terlepas dari kacamata penerapan prinsip good


(53)

corporate governance secara keseluruhan di suatu perusahaan dimana independensi, transparansi dan disclosure, akuntabilitas dan tanggung jawab, serta sikap adil menjadi prinsip dan landasan organisasi perusahaan (Alijoyo, 2003).

Pengukuran ukuran komite audit (UKA) adalah sebagai berikut:

d. Jumlah rapat komite audit

Menurut Alijoyo (2003), komite audit harus mengadakan rapat sedikitnya satu kali setiap kuartal. Hal ini menyiratkan bahwa komite audit wajib mengadakan pertemuan minimal satu kali dalam tiga bulan agar dapat memantau tugas dan fungsi dari komite audit tersebut. Pengukuran jumlah rapat komite audit (JRKA) adalah sebagai berikut:

F. Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik data meliputi nilai maximum, nilai minimum, mean (rata-rata), standar deviasi (simpangan data).

UKA = Jumlah Anggota Komite Audit


(54)

2. Uji Asumsi Klasik

Asumsi yang harus terpenuhi dalam analisis regresi (Gujarati, 2004) meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas berguna untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal (Nazaruddin, 2015). Uji statistik normalitas yang dapat digunakan diantaranya Chi-Square, Kolmogorov Smirnov,

Lilliefors, Shapiro Wilk, dan Jarque Bera.

b. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah hubungan linear antara peubah bebas X dalam model regresi ganda. Jika hubungan linear antar peubah bebas X dalam model regresi ganda adalah korelasi sempurna maka peubah-peubah tersebut berkolinearitas ganda sempurna (Nazaruddin dan Basuki, 2015). Pendekatan multikolinearitas dapat dilihat melalui nilai Variance Inflation Factors (VIF).

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi (Nazaruddin dan Basuki,


(55)

2015). Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan uji Durbin-Watson (uji DW) dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka

hipotesis nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi. 2. Jika d terletak antara dU dan (4-dU) maka hipotesis nol

diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi.

3. Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti. d. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi (Nazaruddin dan Basuki, 2015). Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan cara meregresikan nilai absolute residual dengan variabel-variabel independen dalam model.

3. Uji Hipotesis

Pengolahan data dalam penelitian ini akan menggunakan dua tahap, yaitu:

a. Analisis Regresi Linear Berganda

Regresi linear berganda merupakan analisis regresi dengan dua atau lebih variabel independen (Nazaruddin dan Basuki, 2015). Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh variabel dari mekanisme corporate governance, ukuran dewan komisaris,


(56)

ukuran komite audit, proporsi komisaris independen dan jumlah rapat komite audit terhadap tingkat kepatuhan mandatory disclosure

konvergensi IFRS.

Model persamaan regresi linear berganda yang digunakan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:

Keterangan:

β0 = konstanta

β = koefisien regresi

MDSCORE = Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure UDK = Ukuran Dewan Komisaris

PKI = Proporsi Komisaris Independen UKA = Ukuran Komite Audit

JRKA = Jumlah Rapat Komite Audit PROF = Profitabilitas

LEV = Leverage

ε = Error (Kesalahan Pengganggu)

b. t-test

Uji beda t-test digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda (Ghozali, 2007).


(57)

Adapun rumus uji beda t-test adalah sebagai berikut :

Alat statistik ini digunakan untuk menguji perbedaan level pengungkapan wajib oleh perusahaan Indonesia dan Malaysia.

Kriteria pengujian :

1. Jika probabilitas > 0,05, maka H0 tidak diterima, jadi variance sama. 2. Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak, jadi variance berbeda

c. Chow Test

Uji Chow merupakan alat untuk menguji test for equality of

coefficients atau uji kesamaan koefisien. Uji ini dilakukan untuk

menguji model regresi untuk kelompok yang digunakan dimana dalam penelitian ini ada dua kelompok yakni perusahaan manufaktur di Indonesia dan Malaysia. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan adalah dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel dengan syarat sebagai berikut ini:

1. Bila F hitung > F tabel, maka mandatory disclosure berbeda secara signifikan antara perusahaan manufaktur di Indonesia dan perusahaan manufaktur di Malaysia.


(58)

2. Bila F hitung < F tabel, maka mandatory disclosure tidak berbeda secara signifikan antara perusahaan manufaktur di Indonesia dan perusahaan manufaktur di Malaysia.

Adapun rumus F hitung untuk melakukan uji chow yakni:

Keterangan:

SSRr = Sum of Squared Residual – restricted regression

SSRu = Sum of Squared Residual – unrestricted regression

n = Jumlah observasi

k = Jumlah parameter yang diestimasi pada unrestricted regression

r = Jumlah parameter yang diestimasi pada restricted regression


(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Kuala Lumpur Stock Exchange

(KLSE). Tahun penelitian mencakup data pada tahun 2012-2014, hal ini dimaksudkan agar lebih mencerminkan kondisi yang akan diuji. Berdasarkan metode purposive sampling yang telah ditetapkan pada bab III, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 225 (Indonesia) dan 489 (Malaysia) perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria. Adapun rincian pemilihan sampel adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Prosedur Pemilihan Sampel di Indonesia

No Uraian Tahun

2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Total 1. Perusahaan manufaktur yang listed di BEI 131 134 151 416

2. Perusahaan yang tidak melaporkan laporan keuangannya secara berturut-turut

(20) (23) (40) (83)

3. Total perusahaan yang dijadikan sampel

111 111 111 333

4. Data outlier (36) (36) (36) (108)

Total sample perusahaan yang diteliti 75 75 75 225

Sumber: hasil pengolahan data

Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan selama 3 tahun berturut-turut sebanyak 111 perusahaan, dengan 3 tahun penelitian maka total sample yang diteliti sebanyak 333. Ditemukan data yang outlayer sebanyak 36 sample per


(60)

tahunnya, sehingga sample pertahun yang diteliti sebanyak 75 perusahaan. Dalam waktu 3 tahun, total sample yang diteliti sebanyak 225.

Tabel 4.2

Prosedur Pemilihan Sampel di Malaysia

No Uraian Tahun

2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Total 1. Perusahaan manufaktur yang listed di BEI 252 252 264 768

2. Perusahaan yang tidak melaporkan laporan keuangannya secara berturut-turut

(21) (21) (33) (75)

3. Total perusahaan yang dijadikan sampel

231 231 231 693

4. Data outlier (68) (68) (68) (204)

Total sample perusahaan yang diteliti 163 163 163 489

Sumber: hasil pengolahan data

Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan selama 3 tahun berturut-turut sebanyak 231 perusahaan, dengan 3 tahun penelitian maka total sample yang diteliti sebanyak 693. Ditemukan data yang outlayer sebanyak 68 sample per tahunnya, sehingga sample pertahun yang diteliti sebanyak 163 perusahaan. Dalam waktu 3 tahun, total sample yang diteliti sebanyak 489.

B.Uji Kualitas Data

1. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif pada penelitian ini menyajikan jumlah data, nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku


(1)

penelitian dugaan dari peneliti karena jumlah dewan komisaris yang terlalu besar akan lebih sulit dalam proses pengambilan keputusan, banyaknya ide/fikiran masing-masing dewan komisaris akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengambil satu kesimpulan sehingga kinerja menjadi kurang efektif. Di Malaysia, lembaga pengatur selalu melakukan revisi ulang atas aturan-aturan yang mendukung tata kelola perusahaan yan baik sesuai pedoman yang telah dikeluarkan oleh lembaga tertentu. Berdasarkan peraturan dari Securities Commision of Malaysia (SCM) tentang “Inspection dan Inquiry” bahwa perusahaan harus selalu siap baik dengan adanya pemberitahuan ataupun dengan tidak adanya pemberitahuan terlebih dahulu bahwa dapat dilakukan pemeriksaan dan penyidikan sewaktu-waktu. Hal tersebut menunjukkan bahwa banyaknya SDM yang ada di perusahaan tidak terlalu berpengaruh karena adanya regulasi yang mengatur untuk memberikan pengungkapan laporan keuangan yang berkualitas baik. Di Malaysia juga didirikan Badan Pencegah Rasuah (BPR) yang bertugas untuk mencegah terjadinya kecurangan atau korupsi di perusahaan sektor swasta maupun publik. Kedua, dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan tidak berpengaruh terhadap mandatory disclosure konvergensi IFRS di Malaysia, peraturan dewan komisaris independen di Indonesia dan Malaysia sama, yaitu jumlah dewan komisaris independen setidaknya sepertiga (30%) dari jumlah anggota dewan secara keseluruhan, dan tiap proporsi dewan komisaris independen mempunyai reputasi baik, kredibilitas, dan memiliki ketrampilan dan pengalaman


(2)

untuk memberikan penilaian secara independen. Ketiga,komite audit berpengaruh negatif terhadap mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan tidak berpengaruh terhadap mandatory disclosure konvergensi IFRS di Malaysia, tidak berpengaruhnya komite audit terhadap pengungkapan diduga peneliti karena belum optimalnya kinerja komite audit dalam memantau dan melaksanakan pengendalian internal perusahaan. Adanya beberapa anggota komite audit yang memiliki relasi dengan pengelola perusahaan mempengaruhi independensi yang dimiliki. Keempat, jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia, hasil ini menunjukkan bahwa komite audit mengkomunikasikan setiap hasil rapat kepada pengelola perusahaan, sehingga meminimalisasi adanya kekurangan atau kesalahan dalam pengungkapan laporan. Tindak lanjut dari hasil rapat komite audit menjadi bentuk pengawasan yang lebih baik di perusahaan. Kelima, terdapat perbedaan tingkat mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia, secara keseluruhan dampak penerapan IFRS di Indonesia dan Malaysia tidak jauh berbeda yaitu berkaitan dengan perubahan nama laporan keuangan dan item-item yang disajikan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Namun, regulasi yang cukup tegas di Malaysia mendorong perusahaan untuk menyajikan laporan secara lengkap sesuai yang telah ditetapkan. Sedangkan di Indonesia regulasinya masih terlihat lemah, karena belum adanya aturan untuk menindak secara tegas perusahaan yang tidak menyajikan laporan keuangannya secara berkualitas sehingga menimbulkan adanya manipulasi ataupun sejenisnya.


(3)

Keenam, terdapat perbedaan pengaruh mekanisme corporate governance terhadap mandatory disclosure konvergensi IFRS di Indonesia dan Malaysia, dilihat dari konsep corporate governance antara Indonesia dan Malaysia juga berbeda, dimana Indonesia menggunakan konsep two tier system sedangkan Malaysia menggunakan one tier system. Perbedaan konsep ini dapat pula menyebabkan perbedaan pengaruh corporate governance terhadap mandatory disclosure konvergensi IFRS.

Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa saran untuk perbaikan penelitian kedepannya sebagai berikut ; menambah jumlah sampel penelitian dengan mamanjangkan periode waktu penelitian agar hasil penelitian dapat lebih mencerminkan kondisi yang sesungguhnya, menggunakan variabel yang lebih luas, menambah beberapa proksi dari mekanisme corporate governance seperti komite-komite yang ada di dalam perusahaan, dapat pula mempertimbangakan pengukuran dari good corporate governance index atau rating good corporate governance, menggunakan framework item-item lain selain dari PriceWaterhouse (PwC) untuk mengukur mandatory disclosure dan juga memperbarui acuan framework tersebut sehingga akan lebih sesuai dengan keadaan saat ini, penelitian selanjutnya diharapkan bisa membandingkan dengan negara lain yang masih serumpun (studi komparatif).

VI. DAFTAR PUSTAKA

Abeysekera, 2008. The Role of corporate governance in intellectual capital disclosure in Kenyan listed firm. www.ssrn.com. 14 Agustus 2015, pk 20:15 WIB


(4)

Adina, P., dan P. Ion. 2008. Aspect Regarding Corporate Mandatory and Voluntary Disclosure. Annals Faculty of Economics Journal 3 (1): 1407-1411.

Chtourou, et al. (2001). Corporate Governance and Earnings Management. www.ssrn.com. 20 November 2015.

Cornett et al., 2006. Earnings Management, Corporate Governance, and True Financial Performance.http://papers.ssrn.com/. 20 November 2015.

Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2001. Peranan dewan komisaris dan komite audit dalam pelaksanaan corporate governance. Seri tata kelola perusahaan (corporate governance), Jilid II. Edisi ke-2. Jakarta. Hamzah, M.Z., dan Suparjan, A. 2009. Pengaruh Karakteristik Corporate Governance Terhadap Struktur Modal. Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol. 9, No. 1, April 2009.

Huafang, X., dan Y. Jianguo. 2007. Ownership Structure, Board Composition and Corporate Voluntary Disclosure. Managerial Auditing Journal 22 (6): 604-619.

Ilona, D., dan Zaitul., 2006, Hubungan Informasi Akuntansi Keuangan dan Mekanisme Corporate Governance,Fakultas Ekonomi, Universitas Bung Hatta.

Jensen, Michael C., Meckling, William H. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, Vol 3, No 4.

Kent, P., dan J. Stewart. 2008. Corporate Governance and Disclosures on The Transition to International Financial Reporting Standards. Journal of Accounting & Finance 48 (4): 649-671.

Klein, April. 2002. “Audit Committee, Board Of Director Characteristics and Earnings Management. Journal of Accounting and Economics, Vol. 33. No. 3. August.

Lins, Karl V. dan Francis E. Warnock. 2004. Corporate Governance and the Shareholder Base. International Finance Discussion Papers, Number 816.


(5)

Midiastuty, Pratana P., dan Mas’ud Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Artikel Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI, Surabaya.

Nafisah, U. 2011. “Peran Corporate Governance Dalam Kepatuhan Pengungkapan Wajib: Studi Empiris Badan Usaha Milik Negara”. Skripsi Sarjana tak diterbitkan. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Peasnell, K., Pope, P., dan Young, S. 2001. Board Monitoring and Earnings Management: Do Outside Directors Influence Abnormal Accruals. Working paper, Lancaster University, Lancaster, U.K.

Pitasari, dan Septiani, 2014. Analisis Pengaruh Struktur Corporate Governance Terhadap Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Konvergensi IFRS Pada Laporan Laba Rugi Komprhensif. Diponegoro Journal Of Accounting. Prawinandi, W., Suhardjanto, D., Triatmoko, H., 2012, “Peran struktur corporate governance dalam tingkat kepatuhan mandatory disclosure konvergensi IFRSMakalah Simposium Nasional AkuntansiXV, Aceh.

Restuningdiah, Nurika. 2010. Mekanisme GCG Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Social Terhadap Koefisien Respon Laba. Jurnal Keuangan dan Perbankan. Vol. 14, No. 3, hlm. 377-390.

Suhardjanto, D. dan M. Wardhani.2010. Praktik Intellectual Capital Disclosure Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia 14 (1): 71–85.

Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Supriyono, Mustaqim, A., Suhardjanto, D., 2014. Pengaruh Corporate Goverance Terhadap Tingkat Kepatuhan Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi XVII Lombok.

Utami, Rahmawati., 2008. “Pengaruh Komposis Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit Terhadap Aktifitas Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Makalah Simposium Nasional Akuntansi, Yogyakarta.

Utami, Suhardjanto, dan Hartoko., 2012, “ Investigasi Dalam Konvergensi IFRS di Indonesia: Tingkat Kepatuhan Pengungkapan Wajib Dan Kaitannya Dengan Mekanisme Corporate Governance,” Makalah Simposium Nasional AkuntansiXV, Aceh.


(6)

Xie, Biao, Wallace N. Davidson III, dan Peter J. Dadalt. 2003, Earning Management and Corporate Governance: The Committee. Journal of Corporate Finance Vol. 9 June. P. 295-316.

LAMPIRAN Tabel 3

Prosedur Pemilihan Sampel di Indonesia

No Uraian Tahun

2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Total

1. Perusahaan manufaktur yang listed di BEI 131 134 151 416

2. Perusahaan yang tidak melaporkan laporan keuangannya secara berturut-turut

(20) (23) (40) (83)

3. Total perusahaan yang dijadikan sampel

111 111 111 333

4. Data outlier (36) (36) (36) (108)

Total sample perusahaan yang diteliti 75 75 75 225 Sumber: hasil pengolahan data

Tabel 4

Prosedur Pemilihan Sampel di Malaysia

No Uraian Tahun

2012

Tahun 2013

Tahun 2014

Total

1. Perusahaan manufaktur yang listed di BEI 252 252 264 768

2. Perusahaan yang tidak melaporkan laporan keuangannya secara berturut-turut

(21) (21) (33) (75)

3. Total perusahaan yang dijadikan sampel

231 231 231 693

4. Data outlier (68) (68) (68) (204)

Total sample perusahaan yang diteliti 163 163 163 489 Sumber: hasil pengolahan data


Dokumen yang terkait

PENGARUH STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP AUDIT FEE (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia Tahun 2014-2015)

0 8 22

PENGARUH DIVERSIFIKASI GEOGRAFIS, DIVERSIFIKASI OPERASI DAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang list di Bursa Efek Indonesia, Bursa Efek Australia dan Bursa Efek Singapura tahun 2014)

0 6 171

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP ENVIRONMENTAL DISCLOSURE DI INDONESIA DAN MALAYSIA (Studi Empiris pada Perusahaan Perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia tahun 2013-2015)

3 30 146

PENGARUH STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP AUDIT FEE (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia Tahun 2014-2015)

1 27 113

PENGARUH STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE DI INDONESIA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2015)

5 18 117

PERAN STUKTUR CORPORATE GOVERNANCE DALAM TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE KONVERGENSI IFRS (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI)

0 2 73

Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Corporate Governance Disclosure Studi Empiris Pada Perusahaan Lq 45 Di Bursa Efek Indonesia

0 0 73

PERAN STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE DALAM TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE KONVERGENSI IFRS Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di

0 0 17

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DICLOSURE KONVERGENSI IFRS DI INDONESIA SKRIPSI

0 1 16

PENGARUH STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MANDATORY DISCLOSURE KONVERGENSI IFRS

0 0 19