BAB IV UPAYA ASEAN DALAM MENGATASI TERORISME
4.1 Kerjasama Regional ASEAN dalam Mengatasi Terorisme di Asia Tenggara
Regional security atau keamanan regional merupakan keadaan yang sangat penting untuk diciptakan mengingat posisinya dalam dua hal. Pertama, sebagai elemen
pembentuk keamanan internasional ataupun konflik internasional. Hal ini karena region tersebut saling berhubungan dengan negara-negara atau aktor lain di luar region sehingga
interaksi tersebut menimbulkan potensi konflik. Oleh sebab itu, keamanan regional merupakan hal pertama yang perlu diupayakan demi terciptanya stabilitas internasional.
Kedua, keamanan regional sangat berhubungan dan mempengaruhi keamanan nasional negara yang terletak di dalam region yang bersangkutan. Sebuah region yang aman akan
mendukung stabilitas ekonomi maupun politik negara-negara yang berada dalam region tersebut, misalnya Uni Eropa dan ASEAN. Sementara itu, region yang penuh konflik
akan mengancam keamanan nasional negara di dalamnya. untuk menganalisis regional security tidak dapat dipisahkan dari analisis
kemunculan regionalisme dan aspek-aspek yang melanggengkannya. Teori-teori mengenai regionalisme sangat membantu dalam menganalisis keberlangsungan suatu
kawasan. Yakni menjelaskan secara historis, mengapa suatu kawasan masih eksis dan kemungkinan upaya yang dapat dilakukan untuk melanggengkan kawasan tersebut.
Munculnya regionalisme dalam politik global tidak dapat dilepaskan dari kerjasama diantara negara-negara atau aktor-aktor lainnya dengan basis sesama kawasan
sebagai kesinambungan dari gambaran politik global, dimana kerjasama antar negara- negara atau aktor-aktor ini dibakukan secara institusi dilembagakan. Untuk lingkup
kawasan Asia Tenggara, Negara di kawasan ini menyadari bahwa kerjasama diperlukan untuk mencapai tujuan bersama dalam wadah ASEAN sebagai organisasi regionalnya.
Melihat perjalanan sejarah berdirinya ASEAN, tidak bisa dilepaskan dari tarikan ketegangan bilateral. ASEAN dibangun untuk mereduksi agar tekanan seperti itu tidak
merambah ke mana-mana dan menimbulkan instabilitas dan kerawanan regional. Melalui ASEAN, yang telah mencapai usia 40 tahun, kepentingan nasional yang beragam itu
dapat diselaraskan dicari titik temunya dalam semangat kerjasama di kawasan, bukan melalui konfrontasi, walaupun ASEAN tidak harus menjadi suprastate body. di usianya
yang bisa dikatakan dewasa, kerjasama regional ASEAN kini ditujukan tidak hanya sekedar untuk hal yang bersifat kooperatif semata, yakni hanya sebagai satu bentuk
interaksi yang berkelanjutan antarnegara terhadap isu-isu tertentu tetapi lebih kepada upaya regional yang integratif dengan terciptanya sebuah identitas politik baru.
Tidak ada yang menyangkal bahwa kerjasama negara ASEAN masih banyak digelayuti beragam masalah bilateral diantara negara tetangga di kawasan ini. Di balik
masalah bilateral di sana-sini, ASEAN terus direvitalisasi. Permasalahan klasik ini diperburuk lagi dengan munculnya serangkaian aksi serangan teroris di negara-negara
anggota ASEAN. Kini ASEAN disibukkan dengan isu-isu keamanan non-tradisional seperti kejahatan terorganisir contohnya terorisme, pembajakan, penyelundupan dan
perdagangan manusia, serta keamanan lingkungan. Ledakan bom sebagai tindakan terror di kawasan Asia Tenggara bukan hanya sanggup menghancurkan areal wisata dan
melayangnya nyawa. Juga surutnya kembali pertumbuhan ekonomi nasional, hancurnya pasar industri wisata, serta besarnya energi pemerintah negara yang tersedot untuk
menormalkan keamanan dan kepercayaan internasional. Juga hancurnya kredibilitas bangsa, nilai-nilai kemanusiaan, dan image di hadapan masyarakat dunia.
Bagi kawasan Asia-Pasifik pada umumya, dan kawasan Asia Tenggara khususnya, perubahan dalam agenda dan karakteristik kebijakan luar negeri Amerika
Serikat telah melahirkan sebuah kompleks keamanan security complex yang semakin rumit. Pada saat masalah-masalah keamanan yang sebelumnya sudah ada di kawasan
belum menentukan bentuk penyelesaian, kini beban keamanan regional dirasa semakin berat dengan munculnya ancaman terorisme dalam skala yang belum pernah dialami
sebelumnya. Meskipun menguatnya ancaman terorisme itu juga memiliki akar regional implikasi dari perang global melawan terorisme yang dimotori AS telah memperumit
pola-pola hubungan antar negara kawasan, khususnya di antara negara-negara ASEAN. Dengan kata lain, perkembangan situasi keamanan di Asia-Pasifik pada umumnya, dan di
kawasan Asia Tenggara pada khususnya, tidak menunjukkan gambaran masa depan menggembirakan. Dalam hal ini, di masa mendatang ASEAN, termasuk Indonesia, akan
dihadapkan kepada tantangan-tantangan keamanan regional yang tidak ringan. Pada awalnya, kebanyakan negara di kawasan Asia Pasifik, khususnya Indonesia
melihat bahwa tragedi serangan terorisme termasuk serangan 11 September merupakan persoalan Amerika Serikat semata ketimbang sebuah persoalan global. Meskipun seluruh
dunia, termasuk negara-negara Asia Tenggara menyatakan rasa simpati terhadap tragedi yang menimpa AS, pada umumnya tidak terlalu yakin bahwa tragedi serupa dapat terjadi
di kawasan. Hal itu antara lain terlihat dari sikap skeptis yang ditunjukkan sebagian kalangan terhadap niat dan seruan AS dalam memerangi terorisme pada tatanan global,
termasuk di Asia Tenggara. Sikap skeptis juga terlihat ketika pemerintah Singapura mengumumkan bahwa pihaknya telah berhasil membongkar adanya sebuah jaringan
regional yang dapat mengancam keamanan negara-negara di kawasan. Sikap menyangkal ini antara lain terlihat di Indonesia, Thailand, dan pada tingkat yang lebih rendah, di
Malaysia. Namun, serangkaian tragedi teror terjadi telah menyadarkan negara-negara di
kawasan bahwa ancaman terorisme dapat terjadi dimana saja, dan pada waktu dan metode yang tidak dapat diduga dengan mudah.
Bila dikelompokkan, kejahatan terorisme merupakan kejahatan yang terjadi lintas negara transnasional crime, terorisme misalnya merupakan satu kejahatan dengan
jaringan yang sangat luas serta beroperasi di mana saja, maka kerjasama internasional menjadi hal yang urgen. Tidak satupun instansi dan, bahkan, tidak satupun negara yang
berdaulat yang mampu menangani terorisme secara sendiri-sendiri. terciptanya suatu collective security adalah hal yang mutlak diperlukan, seperti yang diungkapkan oleh Inis
Claude bahwa perlu adanya kompromi dari pemerintah-pemerintah negara untuk bekerja sama memelihara keamanan bersama, mengingat juga bahwa Negara-negara ASEAN
merupakan negara yang sedang berkembang yang bila dilihat tidak akan sanggup mengatasinya sendiri. Lebih lanjut juga Woodrow Wilson menganjurkan adanya
organisasi kerjasama yang berperan menjaga keamanan bersama, meski dalam konteks yang berbeda pada saat Wilson membentuk Liga Bangsa-Bangsa untuk mengakhiri
perang antar bangsa pada Perang Dunia I, namun sekarang permasalahannya menjadi berbeda karena teroris yang merupakan non state sector baru dalam Hubungan
Internasional dianggap sebagai musuh bersama negara-negara yang dapat mengganggu ketertiban dan keamanan .
Diperlukannya suatu hubungan antarbangsa atau antarnegara untuk dapat saling bekerjasama bahu membahu mengatasinya dikaji dari pandangan kaum liberalis bahwa
masalah-masalah internasional tidak ubahnya dengan akal pikiran manusia dengan memakai prinsip-prinsip rasional. kaum liberal percaya bahwa individu-individu memiliki
banyak kepentingan dan dengan demikian dapat terlibat dalam aksi sosial yang kolaboratif dan kooperatif, baik domestik maupun internasional, yang menghasilkan
manfaat besar bagi setiap orang baik di dalam negeri maupun luar negeri. dengan kata
lain, konflik dan perang tidak dapat dihindarkan, ketika manusia memakai akal pikirannya mereka dapat mencapai kerjasama yang saling menguntungkan bukan hanya
dalam negara tetapi juga lintas batas internasional.
59
Asumsi kaum liberal lainnya adalah bahwa institusi akan memberikan jalan keluar untuk mengadapi persoalan dan
pembentukan institusi akan mengekang negara melakukan tindakan berbahaya. Jadi jelas kerjasama yang dilakukan dalam satu wadah organisasi internasional dapat dilakukan
untuk mencapai tujuan bersama.
60
Masalah terorisme yang timbul secara langsung menciptakan musuh baru bersama common enemy bagi negara-negara di Asia Tenggara, betapa tidak stabilitas
yang diidam-idamkan di kawasan ini bakal jauh tercapai, jauh api dari sekam, kondisi yang stabil di kawasan ini diharapkan dapat mengundang para investor asing dari negara
lain untuk mau meng invest usahanya di kawasan ini mengingat Negara-negara di Asia Tenggara yang juga anggota ASEAN merupakan negara berkembang yang banyak
memerlukan investasi untuk pembangunan nasionalnya. Dalam perspektif kaum realis, memandang bahwa masalah keamanan regional tidak dapat disatukan meskipun negara-
negara di region tersebut memiliki kepentingan yang sama. Hal ini membuat membuat kerjasama diantara negara-negara dalam satu regional sulit untuk dijalankan karena tidak
adanya saling kepercayaan antar negara dalam kawasan. Perspektif realis meyakini bahwa negara tidak boleh bergantung pada negara lain, sehingga “self-help” merupakan cara
terbaik dalam mencapai stabilitas keamanan yang mandiri. Kaum realis biasanya percaya bahwa tidak ada kewajiban internasional dam hal moral yaitu tidak terikat oleh kewajiban
59
Robert Jackson dan Georg Sorensen, Op.Cit., hal. 141
60
Makalah Dewi Triwahyuni,
Teorisme dalam non state sektor baru dalam HI,
diakses dari
http:www.dewitri.wordpress.com , diakses tanggal 30 November 2008
timbal balik antara Negara-negara yang merdeka. Dengan adanya sistem “self-help” ini, maka kooperasi antar negara-negara dalam kawasan sulit untuk dibentuk.
Jika memandang dengan perspektif ini, maka integrasi kawasan tidak akan pernah terwujud. Bahkan ide mengenai kerjasama kawasan dan pemeliharaan keamanan
regional secara bersama-sama merupakan hal yang tidak masuk akal. Salah satu kerjasama dan interaksi yang paling mungkin terjadi di kawasan adalah kerjasama untuk
menangani musuh bersama common enemy baik dari dalam maupun dari luar kawasan. Meski hal itu bukan sebagai jaminan bahwa negara-negara dalam kawasan dapat saling
percaya untuk tergabung bersama melawan musuh tersebut. ASEAN sebagai organisasi regional di Asia Tenggara secara kelembagaan terus
melakukan upaya untuk memerangi terorisme. Dukungan tersebut disampaikan ASEAN melalui pertemuan puncak ARF ke Sembilan di Brunei Juli 2002, pertemuan puncak
ASEAN di Phnom Pehn bulan Nopember 2002. Hingga tahun 2003 ASEAN sibuk melakukan konsolidasi ke dalam antaranggota dan ke luar dengan mitra dialog untuk
memperkuat upaya melawan ancaman terorisme. Berikut tanggapan yang dilakukan ASEAN dalam menghadapi terorisme :
61
Tempat Tanggal Forum
Hasil
November 2001 Brunei Darussalam
Pertemuan Puncak ASEAN ke Tujuh
Deklarasi tentang Tindakan Bersama Melawan
Terorisme
Mei 2002 Kuala Lumpur AMMTC Special Meeting
on Terrorism Rencana Aksi Melawan
Terorisme Juni 2003, Hanoi
Senior Officers Meeting on Transnational Crime
Pembentukan Task Force Paska Ancaman Teroris dan
Kesepakatan Penyerahan Oknum yang dicurigai
sebagai teroris
61
Bambang Cipto, Op.Cit., hal. 240
ASEAN Intelligence Chiefs Meeting dan ASEANPOL
Pertukaran informasi intelijen
1 Agustus 2002 Pertemuan dengan Mitra
Dialog Deklarasi Kerjasama
ASEAN-A.S untuk memerangi terorisme
Nopember 2002 Pertemuan Puncak ASEAN-
China ke enam Deklarasi bersama Cina
tentang isu-isu keamanan transnasional perampokan,
terorisme, obat-obatan, human trafficking
Januari 2003 ASEAN-EU Ministerial
Meeting AEMM ke 14 Deklarasi kerjasama
Melawan Terorisme Internasional
Juni 2004 AMM dan PMC ke 37
Deklarasi ASEAN – Rusia, ASEAN – Australia
kerjasama Melawan terorisme Internasional.
Puncak tanggapan ASEAN kemudian memasuki Bali Concord II, tahun 2003 menggulirkan kerjasama ASEAN di bidang keamanan dalam rangkaian aktivitas yang
lebih membumi. Keseimbangan baru ini diperlukan mengingat banyak masalah bilateral dan timbulnya masalah kejahatan transnasional yang terus membayangi dan karena
sensitivitasnya perlu didorong oleh rasa kekitaan dan keterbukaan we feeling, agar urusan tidak menjadi onggokan beban bersama. Mengingat kembali bahwa maksud dan
tujuan dasar dibentuknya ASEAN pada awalnya seperti yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok salah satunya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial dan
pengebangan kebudayaan serta meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum dalam hubungan antar Negara di kawasan.
Lebih lanjut dalam Rencana Aksi ASEAN Security Community ASC-PoA juga sederet kegiatan yang digulirkan melalui Vientiane Action Programmes VAP perlu
dipahami sebagai langkah membangun rasa kekitaan. Semangat keterbukaan, pelan-pelan disebar ke kawasan agar tercipta sebuah atmosfer tingkat comfort level yang sama, diikuti
berkurangnya resistensi atau kecurigaan. Hal ini memperkuat penegasan bahwa tujuan utama dari ASEAN Community nantinya adalah terciptanya integrasi regional seperti yang
telah tercipta di Benua Eropa dengan Uni Eropa-nya. Melihat kembali teori yang dikemukakan oleh Hettne bahwa ada 5 tahapan yang harus dijalani suatu kawasan untuk
menjadi kerjasama serta integrasi regional yang matang, ini berarti ASEAN sudah berada pada langkah ketiga dan mengarah ke langkah keempat dengan terciptanya komunitas
keamanan Security Community ASEAN. karena dalam langkah ketiga yakni dengan terciptanya Collective Defense Organisation yang ditandai dengan kriteria sebagai berikut
:
62
- Negara mulai bersekutu dengan negara lain yang memiliki pemikiran yang sama
di dalam satu kawasan untuk melawan ancaman bersama atau musuh bersama. Persekutuan negara-negara ASEAN memang sudah memasuki usia yang dewasa
dalam perjalanan suatu organisasi, namun perjalanan sebelumnya tidak begitu memuaskan karena sering terjadi konflik bilateral, kini ASEAN memasuki babak
baru dengan menghadapi musuh bersama yang tidak ada sebelumnya, yakni serangan terorisme
- Ada perjanjian formal yang mengikat dan mengatur negara-negara dalam satu
kawasan. perjanjian formal ASEAN pertama kali adalah Deklarasi Bangkok, namun seiring berkembangnya jaman diperlukan perjanjian yang lebih
komprehensif, dan ASEAN menanggapi hal ini dengan membentuk Piagam ASEAN ASEAN Charter yang merupakan perjanjian yang lebih komprehensif
mengatur segala macam isu termasuk kegiatan ekonomi dalam ASEAN Aconomi
62
Wiwien Apriliani, Kevinder, Muhammad Fitriady, Teori Regionalisme, dapat diakses di http:skiasyik.wordpress.com200804
. Diakses tanggal 8 Januari 2008
Community nantinya serta yang pastinya mengatur tentang terorisme di ASEAN. Perjanjian formal tentang terorisme sendiri memiliki peraturan sendiri yang
termuat dalam ASEAN Convention on Counter Terrorism ACCT -
Ada kombinasi kekuatan, meski bukan berupa penggabungan apalagi peleburan. kombinasi kerjasama ini dapat dilihat dalam kerjasama keamanan Negara
ASEAN dalam memberantas jaringan terorisme berupa kerjasama intelijen antar Negara dalam berbagi informasi.
Sedangkan untuk menuju ke arah komunitas keamanan Security Community nantinya diharapkan tercapainya interaksi antar masyarakat sipil antar negara sudah mulai
dikembangkan. hal ini berarti perubahan selama ini dimana kerjasama ASEAN lebih bersifat G to G atau Government to Government menjadi P to P atau People to People.
tercipta hubungan yang damai antar negara dalam kawasan, serta adanya kesepakatan untuk memilih menggunakan cara-cara damai untuk menyelesaikan masalah. M eskipun
hal ini memerlukan waktu yang lama dan kesabaran dari setiap Negara anggota seperti yang diungkapkan oleh Deutchs bahwa terwujudnya interaksi damai yang terjalin cukup
lama yang dapat membuat penyelesaian masalah bersama terlaksana dan dengan sendirinya peperangan dapat dihindari.
63
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh negara – negara di Asia Tenggara untuk bekerja sama menangani masalah terorisme. Hal ini terwujud dalam banyak hal, berupa
kerjasama untuk memperlemah jaringan terorisme transnasional, seperti kerjasama untuk menangani penyelundupan senjata gelap, pemalsuan dokumen, imigran ilegal, dan
4.2 Analisis mengenai ASEAN Convention on Counter Terrorism