129
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti
2. Politheisme Sedangkan Politeisme mengandung makna percaya atau memiliki
keyakinan dengan adanya banyak Tuhan.Melihat begitu banyaknya umat Hindu melaksanakan upacara Yajña yang terus menerus tidak pernah
putus-putusnya sepanjang masa, maka orang yang tidak memahami konsep Hindu mereka menganggap umat Hindu sangat boros biaya, rumit, dan
menyita banyak waktu padahal ajaran agama Hindu itu sangat leksibel. Paham yang menyatakan bahwa umat Hindu sebagai penyembah banyak
Tuhan dan penyembah berhala disebut sebagai paham Politeisme. Intinya, umat Hindu dengan paham Monoteisme.
3. Disamping paham Monoteisme dan Politeisme ada juga paham Atheisme yaitu paham yang tidak percaya dengan adanya Tuhan.
C. Sloka-sloka yang Berhubungan dengan Ke-Esaan Tuhan
Adapun sloka-sloka yang berhubungan dengan Ke-Esaan Tuhan antara lain; 1. Kitab Rg Veda menyebutkan Ke-Esaan Tuhan
Chandogya Upanisad yang berbunyi “Om tat sat Ekam eva advityam Brahman” artinya Tuhan hanya satu, tidak ada duanya. Sloka ini secara
tegas menyebutkan hanya satu Tuhan. Orang arif menyebutkan banyak nama, sebutan Tuhan itu banyak sesuai dengan tugas dan fungsi beliau.
Seperti contoh seseorang yang memiliki profesijabatan lebih dari satu, ketika berada di sekolah mereka akan dipanggil pak guru, bila mereka
sedang bertani di sawah mereka akan dipanggil pak tani, kemudian ketika mereka menangkap ikan di laut mereka akan dipanggil pak Nelayan,
demikian juga ketika mereka sebagai ketua RT melayani masyarakat mereka akan dipanggal pak RT.
Melihat profesi orang tersebut, panggilannya menjadi lebih dari satu nama sedangkan mereka itu hanya satu orang. Demikian pula keberadaan
beliau Tuhan, pada saat beliau menciptakan dunia ini beserta isinya beliau disebut Dewa Brahma, pada saat beliau memelihara disebut
Dewa Wishnu, dan pada saat beliau melebur ciptaannya disebut Dewa Siwa dan seterusnya.
2. Tri Sandhya Bait kedua, yaitu: “Eko narayanad na dvityo asti kascit” yang artinya hanya satu Tuhan yang disebut Narayana, sama sekali
tidak ada duanya. 3. Dalam kitab Sutasoma juga disebutkan “Bhinneka Tunggal Ika, Tan
hana dharma manggrwa” yang artinya dharma itu satutunggal dan berbeda-beda tetapi tetap satu juga.
Sering kali para orientalis dari barat atau para peneliti tentang timur memberikan penafsiran yang salah tentang konsep Brahman atau
ketuhanan di dalam Hindu. Lebih parah lagi, hanya dengan melihat
130
Buku Guru Kelas VII SMP
secara kasat mata ketika umat Hindu melakukan persembaHyangan dengan sarana arca, maka mereka menuduh umat Hindu sebagai
penyembah patung. Dengan heran mereka menuduh sambil mencela, “Zaman sudah
maju seperti ini, kenapa masih ada umat Hindu yang menyembah berhala?” dan “Hari gini masih menyembah patung, apa kata dunia?”
Kata mereka dalam hatinya lalu berkelakar bahwa umat Hindu itu kuno atau jadul.
Ketika melihat begitu banyaknya umat Hindu melaksanakan upacara Yajña yang terus menerus tidak berkeputusan sepanjang
masa, maka mereka menuduh umat Hindu sangat boros biaya, rumit, dan menyita banyak waktu. Paham yang menyatakan bahwa umat
Hindu sebagai penyembah banyak Tuhan dan penyembah berhala disebut sebagai paham Politeisme. Intinya, umat Hindu dengan paham
ketuhanannya sengaja dipolitisasi agar mudah dipengaruhi untuk mengkonversi agamanya. Salah satu provokasinya adalah dengan
mencela dan menuduh umat Hindu penyembah patung dan memakai paham Politeisme. Ini salah dan sangat menyesatkan.
Dari kalangan mereka itu, muncul niat untuk mengkonversi umat Hindu agar masuk dalam kelompok agama mereka karena memberikan
jaminan bisa masuk surga. Isu provokasinya adalah agamanya paling memberikan jaminan orang akan masuk surga. Agamanya datang
dari langit sehingga disebut agama langit atau agama Wahyu Samawi. Sesungguhnya provokasi semacam itu tidak aneh, yang aneh adalah
banyak umat Hindu yang tergoda lalu mau mengkonversi atau beralih agama hanya karena mendapat sedikit bantuan uang, beras, gandum,
mie instan, dan dijanjikan pasti masuk surga.
Hal ini bisa terjadi karena ada sebagian umat Hindu masih rendah tingkat sraddha dan bhaktinya akibat tidak pernah serius dalam
mempelajari Veda. Bisa juga karena kurang pembinaan dari lembaga tertinggi umat Hindu yang disebut Parisada lalu malas belajar Veda.
Akibatnya sangat jelas, selain menjadi bodoh, maka orang yang malas belajar Veda dapat dipastikan akan hidup akrab dalam kemiskinan.
Ketika ada masalah dan kesulitan dalam hidupnya, kekuataan iman dirinya tidak kuat. Mereka percaya dengan rayuan bahwa kalau
sudah beralih agama maka dosa dan masalahnya akan hilang. Tergoda oleh sedikit bantuan, lalu beralih agama.
Kenyataannya tidak benar. Setelah umat Hindu mengganti agamanya, keadaannya tidak jauh berbeda. Terutama apabila mereka
termasuk golongan pemalas, maka tetap saja hidupnya akrab dengan kemiskinan. Artinya, bukan karena agama yang dipeluknya maka
seseorang akan menjadi sukses, tetapi lebih pada semangat belajar dan disiplin tinggi dalam bekerja. Bekerja saja masih belum cukup, umat