32
rehabilitasi yang seharusnya dilakukan oleh individu dan menyebabkan individu menjadi tergantung pada orang lain.
Mengacu beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial memiliki manfaat antara lain keterdekatan sosial agar individu merasa
nyaman dan tidak merasa kesepian, meningkatkan kepercayaan diri, produktifitas hidup, mampu mengendalikan diri, kesehatan fisik, dan
psikologis. Selain memiliki dampak positif juga memiliki dampak negatif yaitu dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan maka
hal tersebut tidak membantu, sumber dukungan yang memberikan contoh buruk pada individu, serta terlalu menjaga atau tidak mendukung individu
dalam melakukan sesuatu yang diinginkan.
B. Komitmen Afektif Organisasi
1. Pengertian Komitmen Afektif Organisasi
Menurut Schultz Schultz Shaleh Afif, 2015: 11 komitmen afektif disebut juga dengan attitudinal commitment komitment sebagai sikap yaitu
keadaaan saat individu mempertimbangkan sejauh mana nilai dan tujuannya sesuai dengan nilai dan tujuan organisasi. Pada mulanya komitmen organisasi
terbagi menjadi dua bagian, komitmen sikap attitudinal commitment dan komitmen perilaku behavioral commitment. Komitmen sikap merupakan
salah salah satu jenis komitmen organisasi yang pertama kali diperkenalkan oleh Staw 1977. Steers dan Porter 1983 mengulas kembali mengenai
komitmen sikap dan mengemukakan definisi komitmen sikap sebagai suatu kondisi dimana anggota organisasi mampu mengidentifikasi bahwa dirinya
33
adalah bagian dari sebuah organisasi yang memiliki keinginan untuk bekerja keras demi tercapainya tujuan organisasi. Komitmen sikap ini merupakan
cikal bakal dari terbentuknya komitmen afektif yang dikemukakan oleh Allen dan Meyer Rahma Nur Fitriana, 2014: 16.
Allen dan Meyer 1990 mengemukakan komitmen afektif affective commitment berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan
individu di dalam suatu organisasi, anggota yang mempunyai komitmen ini memiliki keterikatan emosional terhadap organisasi yang tercermin melalui
keterlibatan dan perasaan senang serta menikmati perannya dalam organisasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Greenberg dan Baron Dwi Penny
Ahyar Yuniawan, 2008: 102 bahwa komitmen afektif adalah kekuatan dari hasrat seseorang untuk tetap bekerja pada suatu organisasi karena mereka
sepaham dengan nilai dan tujuan pokok organisasi. Robbins 2008 mendefinisikan komitmen afektif sebagai perasaan emosional untuk
organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Robbins juga menyatakan bahwa karyawan dengan komitmen afektif yang kuat akan mengidentifikasi
diri melalui partisipasi aktif dan menikmati keterlibatannya dalam organisasi Melisa Dwi Putri, 2014: 28.
Kartika Sia Tjun, dkk., 2012: 109 komitmen afektif merupakan salah satu kategori komitmen menurut Meyer, Allen, Smith 1993 yang mana
komitmen ini merupakan ikatan secara emosional yang melekat pada seorang karyawan untuk mengidentifikasikan dan melibatkan dirinya dengan
organisasi. Sedangkan Lease Dwi Penny Ahyar Yuniawan, 2008: 102
34
mengemukakan pengertian komitmen afektif yaitu kondisi dimana seorang karyawan mengidentifikasikan diri dengan organisasi dan tujuan dari
organisasi dan berharap dapat tetap menjadi anggota dari organisasi tersebut. Komitmen afektif muncul dan berkembang oleh dorongan adanya
kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi yang tidak diperolehnya dari tempat atau organisasi lain. Semakin
nyaman dan tinggi manfaat yang dirasakan oleh anggota, semakin tinggi komitmen seseorang pada organisasi yang dipilihnya Sutrisno dalam Melisa
Dwi Putri, 2014: 28. Mengacu beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen
afektif organisasi ialah kondisi individu memiliki keterikatan secara emosional serta ingin melibatkan dirinya dengan organisasi yang tercermin
melalui keterlibatan, perasaan senang, menikmati perannya dalam organisasi, dan berharap dapat tetap menjadi anggota dari organisasi tersebut.
2. Indikator Komitmen Afektif Organisasi