Selanjutnya Harsya W. Bachtiar dalam tulisannya “Birokrasi dan Kebudayaan” Alfian,ed, 1985:67-72 menguraikan bahwa dalam
suatu birokrasi organisasi pemerintah dapat dijumpai lebih dari satu sistem budaya. Batasan antara berbagai sistem budaya tersebut
bagi anggota-anggota birokrasi yang bersangkutan dalam berbagai hal tidak begitu jelas, bahkan adanya berbagai sistem budaya yang
mempengaruhi sikap, pemikiran dan tindakan mereka itu, sering tidak disadari, apalagi diketahui. Menurut Harsya Bachtiar, pada umumnya
di suatu birokrasi pemerintah dapat dibedakan adanya paling sedikit empat, dan biasanya bahkan lima sistem budaya, yaitu :
1. sistem budaya birokrasi yang universal; 2. sistem budaya nasional;
3. sistem budaya daerah; 4. sistem budaya agama;
5. sering pula sistem budaya asing.
1. Sistem Budaya Birokrasi Yang Universal
Terdapat seperangkat kepercayaan, pengetahuan, nilai-nilai, aturan-aturan dan simbol-simbol pengungkapan perasaan yang
pada hakekatnya adalah sama dalam birokrasi dari negara mana- pun. Perangkat simbol-simbol budaya ini yang membentuk dan
mempertahankan struktur-struktur sosial yang bersangkutan sebagai birokrasi. Tanpa perangkat simbol-simbol itu, suatu
struktur sosial tidak dapat dianggap sebagai birokrasi, mungkin hanya struktur sistem kekerabatan atau sistem patrimonial; tetapi
jelas bukan birokrasi. Max Weber, Bapak teori birokrasi, telah menunjukkan beberapa
unsur sistem budaya birokrasi yang universal itu, antara lain adalah adanya aturan-aturan tertulis yang mengatur hubungan
antara para pejabat dan bawahan mereka masing-masing; hak- hak dan kewajiban masing-masing, kedudukan; pengangkatan,
kenaikan pangkat, dan pemberhentian anggota birokrasi; gaji dan bentuk-bentuk balas jasa lain; pemisahan antara pengemban
jabatan dan jabatannya seseorang tidak memiliki jabatan serta pemisahan antara milik birokrasi dan milik pribadi masing-masing
anggota. Adanya aturan aturan tertulis ini memberikan ciri-ciri khas pada semua struktur sosial yang terwujud sebagai birokrasi.
Bahwa dalam kenyataan terjadi penyimpangan-penyimpangan dari aturan-aturan tertulis yang berlaku disebabkan oleh adanya
sistem-sistem budaya lain.
2. Sistem Budaya Nasional
Pada setiap birokrasi pemerintah tampak jelas kepercayaan, pengetahuan, nilai-nilai dan aturan-aturan, serta simbol-simbol
pengungkapan perasaan tertentu yang sebagai satu sistem budaya tersendiri tidak terdapat pada birokrasi pemerintah negara-negara
lain. Sistem budaya yang berintikan Pancasila merupakan pola- pola arti yang memberikan sifat dan bentuk yang khas pada
birokrasi Pemerintah Republik Indonesia. Bahasa Indonesia jelas digunakan sebagai bahasa resmi. Pengetahuan kognitif yang
memberikan gambaran tentang kenyataan-kenyataan empiris yang dihadapi datam melaksanakan tugas sebagai anggota biro-
krasi dalam banyak hal berlainan dari pengetahuan kognitif berkenaan dengan kenyataan kenyataan empiris sejenis sebagai
mana diketahui oleh anggota birokrasi pemerintah berbagai negara lain. Berbagai masalah ditanggapi sebagai masalah yang
harus dimusyawarahkan dahulu dalam rapat, seminar atau per- temuan bentuk lain, meski pun pejabat yang bersangkutan
sebenarnya dapat saja membuat keputusan sendiri perlu Surat Keputusan bersama atau Surat Edaran Bersama, penulis.
Berbagai nilai dan aturan-aturan tertentu yang dijadikan pedoman dalam bertindak adalah khas nilai nilai dan aturan-aturan
Indonesia, setidak-tidaknya sebagai suatu perangkat pedoman tersendiri. Tentu sebagian nilai-nilai dan aturan-aturan ini terdapat
juga pada birokrasi banyak negara lain yang juga mengalami proses modernisasi, karena keadaan-keadaan obyektif dan
masyarakat dan negara, termasuk Indonesia, banyak persamaannya.
3. Sistem Budaya Daerah