Gambaran Resiliensi Remaja Putri Korban (Prostitusi) Eksploitasi Seksual Komersil

(1)

INFORMED CONSENT

Pernyataan Pemberian Izin Oleh Responden

Tema Penelitian : Resiliensi Remaja Putri Korban Eksploitasi Seksual Komersil (Prostitusi)

Peneliti : Indah Rasulinta Sebayang

NIM : 071301109

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, dengan secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, bersedia berperan serta dalam penelitian ini.

Saya telah diminta dan telah menyetujui untuk diwawancara sebagai responden dalam penelitian mengenai resiliensi remaja putri korban eksploitasi seksual komersil (prostitusi).

Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian ini beserta dengan tujuan dan manfaat penelitiaannya. Dengan demikian, saya menyatakan kesediaan saya dan tidak berkeberatan memberi informasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada saya.

Saya mengerti bahwa identitas diri dan juga informasi yang saya berikan akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk tujuan penelitian saja.

Medan, 25 November 2011


(2)

INFORMED CONSENT

Pernyataan Pemberian Izin Oleh Responden

Tema Penelitian : Resiliensi Remaja Putri Korban Eksploitasi Seksual Komersil (Prostitusi)

Peneliti : Indah Rasulinta Sebayang

NIM : 071301109

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, dengan secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, bersedia berperan serta dalam penelitian ini.

Saya telah diminta dan telah menyetujui untuk diwawancara sebagai responden dalam penelitian mengenai resiliensi remaja putri korban eksploitasi seksual komersil (prostitusi).

Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian ini beserta dengan tujuan dan manfaat penelitiaannya. Dengan demikian, saya menyatakan kesediaan saya dan tidak berkeberatan memberi informasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada saya.

Saya mengerti bahwa identitas diri dan juga informasi yang saya berikan akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk tujuan penelitian saja.

Medan, 23 Januari 2012


(3)

LEMBAR OBSERVASI

Responden : Waktu Wawancara : Tempat Wawancara : Wawancara :

Observasi Selama Wawancara Berlangsung


(4)

-PEDOMAN WAWANCARA

Pedoman wawancara disusun berdasarkan sumber dan faktor resiliensi. Adapun pedoman wawancaranya sebagai berikut :

1. Pemaknaan remaja terhadap dukungan dari lingkungan sosialnya (I HAVE) : - Bagaimana keadaan dirumah responden setelah responden kembali

tinggal bersama keluarga ?

- Apakah ada perubahan dengan perilaku mereka kepada responden ? - Bagaimana bentuk dukungan yang responden peroleh dari ayah dan

ibu kamu setelah kejadian yang menimpa responden.

- Bagaimana keluarga responden memberikan responden fasilitas kesehatan setelah responden kembali tinggal bersama mereka

- Bagaimana keluarga responden memberikan responden fasilitas pendidikan setelah responden kembali tinggal bersama mereka

- Bagaimana keluarga responden memberikan respoden keamanan dan kesejahteraan setelah responden kembali tinggal bersama mereka - Bagaimana cara keluarga responden untuk membuat responden

kembali menjadi sosok yang mandiri.

- Ketika responden ada masalah, siapa orang yang responden percaya ketika responden ingin menceritakan masalah responden tersebut - Kenapa responden memilih orang tersebut untuk menjadi teman cerita

responden ?

- Apakah saat ini responden sudah memiliki pacar ? - Sudah berapa lama responden berpacaran (jika ada).


(5)

- Saat ini kegiatan apa saja yang responden lakukan untuk mengisi waktu luang responden ?

- Selain dukungan dari keluarga, dari mana saja responden mendapatkan dukungan untuk mandiri ?

- Bagaimana perlakuan keluarga besar reponden kepada responden saat ini ?

2. Sumber resiliensi yang berkaitan dengan kekuatan pribadi yang dimiliki remaja. Yang terdiri dari perasaan, sikap, dan keyakinan pribadi (I AM) :

- Bagaimana kepercayaan diri responden saat ini setelah kejadian yang menimpa responden ?

- Bagaimana saat ini responden memandang masa depan responden ? - Saat ini apa harapan-harapan kamu untuk masa depan responden ? - Bagaimana perasaan responden terhadap diri responden sendiri ? - Setelah kejadian yang menimpa responden, apakah responden menjadi

orang yang lebih mandiri atau malah sebaliknya ?

- Bagaimana cara responden bertanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang responden lakukan ?

- Bagaimana cara responden bertanggung jawab terhadap setiap konsekuensi dari perbuatan responden ?

- Bagaimana cara responden menanggapi teman yang sedang membutuhkn bantuan responden ?

- Bagaimana cara responden menanggapi keluarga yang sedang membutuhkn bantuan responden ?


(6)

- Bagaimana persepsi responden tentang kemampuan yang ada dalam diri responden ?

- Bagaimana hubungan responden saat ini dengan keluarga besar responen ?

- Hal-hal apa saja yang pernah responden lakukan untuk membuat keluarga responden menjadi bahagia ?

3. Sumber resiliensi yang berkaitan dengan keterampilan-keterampilan sosial dan interpersonal remaja (I CAN) :

- Bagaimana cara responden membangun kepercayaan responden dengan orang lain setelah kejadian yang menimpa responden ?

- Apakah saat ini responden memiliki teman dekat ?

- Bisakah responden menceritakan seberapa dekat hubungan responden tersebut ?

- Ketika responden sedang berselisih paham dengan teman responden, bagaimana cara responden menyelesaikannya ?

- Ketika responden sedang berselisih paham dengan ayah responden, bagaimana cara responden menyelesaikannya ?

- Ketika responden sedang berselisih paham dengan ibu responden, bagaimana cara responden menyelesaikannya ?

- Ketika responden sedang berselisih paham dengan saudara kandung responden, bagaimana cara responden menyelesaikannya ?


(7)

- Bagaimana cara responden menanggapi ketika orang lain membicarakan atau mengungkit peristiwa yang pernah responden alami ?

- Ketika responden sedang berkumpul bersama keluarga, responden lebih sering diam atau lebih banyak bercerita ?

- Ketika responden sedang berkumpul bersama teman, apakah responden lebih banyak diam atau banyak bercerita ?

- Setelah kejadian yang responden alami, bagaimana cara responden bergaul dengan orang lain dilingkungan tempat responden tinggal ? - Bagaimana cara responden berkomunikasi dengan orang yang

mengungkit masa lalu responden ?

- Saat ini bagaimana hubungan responden dengan ayah dan ibu responden ?

- Jika responden sedang merasa marah atas apa yang terjadi, apa yang biasa responden lakukan ?


(8)

RANGKUMAN WAWANCARA

1. Hasil wawancara peneliti dengan orangtua responden I (Adek) :

(P) : Bagaiman sikap keluarga setelah mengetahui responden I menjadi korban pelacuran ?

(J) : Keluarga Adek mengaku sangat terkejut ketika mendapat kabar bahwa Adek telah menjadi korban pelacuran di kota B. Mereka tidak menyangka jika niat baik Adek untuk membantu meringankan biaya keluarga dan membantu biaya sekolah keempta adiknya berujung pada pengalaman pahit yang harus Adek terima. Akan tetapi keluarga tetap berbesar hati dan menerima kehadiran Adek kembali ditengah-tengah mereka. Mereka pun tidak mempermasalahkan keadaan Adek yang sudah tidak seperti sedia kala lagi. Semaksimal mungkin, keluarganya tidak menganggap Adek berbeda dari mereka serta berusaha menjadi sahabat bagi Adek.

(P) : Bagaimana keluarga melihat perlakuan orang-orang disekitar sini kepada Adek setelah Adek menjadi korban pelacuran ?

(J) : Lingkungan sosial tempat Adek tinggal ada yang mampu menerima kehadiran Adek kembali ditengah-tengah mereka, namun ada juga yang tidak. Tetapi kebanyakan dari mereka mampu menerima kehadiran Adek kembali serta mempersilakan Adek kembali bergaul dengan teman-teman sebayanya. Dan lingkungan sosialnya pun memberikan dukungan moral kepada Adek agar Adek bangkit dari keterpurukannya dengan kembali melibatkan Adek pada setiap kegiatan sosial yang diadakan. Sejauh ini


(9)

menurut orangtua Adek tidak ada yang merugikan Adek meskipun ada juga yang mencemooh keadaan Adek.

(P) : Apa yang keluarga lakukan untuk membuat Adek tidak semakin terpuruk ? (J) : Ayah dan ibu Adek serta saudara-saudaranta tetap memberikan semangat kepada Adek. Serta memberikan nasihat yang mengungkapkan jika Adek termasuk orang yang beruntung dapat bebas dari kehidupan pelacuran serta tidak mengalami sakit seperti kebanyakan orang lainnya. Keluarga juga selalu mengajak Adek untuk sholat bersama serta melakukan pengajian untuk membuat Adek berpasrah kepada Allah SWT dan meyakini jika segala sesuatu ada hikmah yang akan diperoleh nantinya. Serta meyakini jika Adek mempunyai masa depan yang cerah kalau dirinya mau bangkit dan berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

(P) : Bagaimana dukungan mandiri yang keluarga berikan ?

(J) : Keluarga membiarkan Adek melakukan apa yang terbaik sesuai dengan apa yang Adek anggap baik namun tetap berada pada nilai-nilai yang ditanamkan keluarga. Meski pada awalnya keluarga Adek sempat turut campur dengan menentukan apa yang harus Adek lakukan, akan tetapi setelah Adek mengatakan jika dirinya mampu mengambil keputusan sendiri, kedua orangtuanya pun kemudian mengizinkan Adek untuk memiliki sikap atas dirinya sendiri. Tentu saja tetap dalam control kedua orangtuanya, dengan kata lain berdiskusi dahulu sebelum Adek mengambil keputusan.


(10)

(P) : Apakah ada peraturan yang harus Adek patuhi dirumah ?

(J) : Kedua orantuanya mengatakan mereka memang memberikan Adek peraturan yang harus Adek patuhi. Tujuan dari peraturan tersebut adalah untuk menghindarkan Adek dari orang-orang yang ingin mengambil keuntungan dari keadaan Adek. Peraturan tersebut salah satunya adalah, orangtuanya belum mengizinkan Adek menjalin hubungan cinta dengan laki-laki. Karena takur laki-laki yang menjadi pacar Adek tidak mencintai Adek sepenuh hati melainkan hanya ingin mendapatkans sesuatu. Kedua orangtuanya pun bersyukur karena Adek tidak membantah apa yang menjadi peraturan mereka dan tetap mematuhi aturan yang diberi oleh orangtuanya.

2. Hasil wawancara peneliti dengan orang dilingkungan sosial Adek :

(P) : Bagaimana tanggapan kamu ketika tahu Adek menjadi korban pelacuran ? (J) : Orang-orang dilingkungan sosial Adek mengaku sangat terkejut dengan

musibah yang menimpa Adek, apalagi pelakunya adalah sahabat Adeks sendiri dan berasal dari lingkungan yang sama dengan Adek. Hal tersebutlah yang membuat warga sekitar tempat tinggal Adek tidak habis pikir serta ikut prihatin dengan apa yang telah menimpa Adek.

(P) : Bagaiman perlakuan warga (kalian) kepada Adek setelah dia kembali ? (J) : Kebanyakan warga bersimpati atas musibah yang Adek alami. Oleh sebab

itu ketika Adek kembali warga berusaha untuk kembali membaurkan Adek kedalam kegiatan sosial yang ada. Warga juga mengetahui Adek tidak menginginkan musibah tersebut menimpanya, namun hal itu semua terjadi


(11)

karena ketidaktahuan Adek akan niat buruk sahabatnya tersebut. Adek juga orang yang dikenal baik dan ramah serta tidak memilih-milih ketika berteman sehingga hal itu yang membuat warga tidak mengasingkannya. 3. Hasil wawancara peneliti dengan keluarga responden 2 (Lia) :

(P) : Bagaiman sikap keluarga setelah mengetahui responden I (Lia) menjadi korban pelacuran ?

(J) : Keluarga Lia mengaku mereka sangat terkejut dengan peristiwa yang menimpa Lia. Apa lagi pelakunya adalah ayah tirinya sendiri. Meski tidak pernah curiga serta melihat gelagat aneh yang dipertunjukkan Lia maupun ayah tirinya selama Lia dijadikan pelacur nanum keluarga mengakui jika mereka kecolongan serta sangat menyesali peristiwa tersebut. Terutama ibu kandung Lia yang merasa jika dirinya merupakan orang yang paling bertanggung jawab atas kejadian itu. Oleh sebab itu keluarga berusaha sebaik mungkin untuk memberikan perlindungan serta memenuhi semua kebutuhan yang Lia butuhkan.

(P) : Bagaimana keluarga melihat perlakuan orang-orang disekitar sini kepada Lia setelah Lia menjadi korban pelacuran ?

(J) : Ibunya mengaku jika warga mengucilkan Lia serta tidak mau menerima kehadiran Lia dilingkungan tersebut setelah Lia menjadi korban pelacuran serta melahirkan seorang anak laki-laki. Warga selalu menghina serta menjauhi Lia dan anaknya bahkan tak jarang warga juga mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas kepada Lia. oleh sebab itu, Lia tidak memiliki teman dari lingkungan tempat tinggalnya.


(12)

(P) : Apa yang keluarga lakukan untuk membuat Lia tidak semakin terpuruk ? (J) : Keluarga selalu memberikan pertolongan kepada Lia, memenuhi semua

kebutuhan Lia serta menjadikan diri mereka sebaga sahabat Lia karena keluarga menyadari Lia terkucilkan dari lingkungan sosialnya.

(P) : Bagaimana dukungan mandiri yang keluarga berikan ?

(J) : Keluarga memberikan Lia modal usaha untuk memulai satu usaha baru sehingga Lia memiliki kegiatan yang kelak mampu menafkahinya dan anaknya.

(P) : Apakah ada peraturan yang harus Lia patuhi dirumah ?

(J) : Keluarga tidak pernah memberikan peraturan rumah untuk Lia, mereka menyakini jika Lia sudah dewasa dan sudah mampu mengatahui apa yang baik untuk dirinya dan apa yang tidak. Keluarga tidak ingin dengan adanya peraturan yang mereka terapkan akan semakin membuat Lia merasa tidak nyaman tinggal bersama keluarganya.

4. Hasil wawancara dengan orang dilingkungan sosial Lia :

(P) : Bagaimana tanggapan kamu ketika tahu Lia menjadi korban pelacuran ? (J) : Warga sekitar mengaku sangat terkejut dengan musibah yang dialami oleh

Lia. Mereka tidak menyangka jika ayah tiri Lia yang mereka pandang baik tega melakukan hal keji kepada anak tirinya, apa lagi menurut warga sekitar biaya hidup ayah tirinya tersebut ditanggung oleh ibu Lia yang bekerja sebagai pedagang jagung dan padi.


(13)

(J) : Warga mengaku sangat kasihan atas apa yang terjadi kepada Lia. sudah jatuh tertimpa tangga pula, sudah dijadikan pelacur, punya anak pula dan tidak jelas siapa bapak dari anaknya. Namun rasa kasihan tersebut berubah menjadi muak ketika keluarga Lia menuduh bahwa anak ketua adat di daerah tersebutlah yang yang telah menghamili Lia. Warga mengatakan jika keluarga Lia begitu saja percaya ucapan yang dilontarkan oleh ayah tirinya tersebut tanpa membuktikan terlebih dahulu. Sehingga anak kepala suku itu sempat dipaksa dan dipukul oleh keluarga Lia. Setelah mengetahui jika tuduhan tersebut tidak terbukti, keluarga Lia tidak pernah mendatangi rumah kepala adat didaerah tersebut untuk meminta maaf hingga saat ini. Itulah yang membuat warga tidak menyukai kehadiran Lia dan keluarganya.

5. Wawancara tambahan dengan paman responden II (Lia) :

(P) : Sebenarnya apa alasan ayah tiri Lia memperkosan Lia dan menjadikannya sebagai pelacur ?

(J) : Menurut paman Lia, alasan ayah tirinya memperkosa serta menjual Lia kepada laki-laki hidung belang adalah rasa sakit hati ayah tirinya tersebut kepada ibu Lia. Dikatakan paman Lia, ketika dirinya menanyai alasan ayah tirinya berbuat keji kepada Lia ayah tiri Lia mengaku sering dibentak, dihina serta merasa harga dirinya direndahkan oleh sang istri. Karena tidak mampu membalas rasa sakit hatinya kepada istrinya, ayah tiri Lia kemudian melampiaskan rasa tersebut kepada Lia. Paman Lia mengatakan sebelum Lia diperkosa, ayahnya meminum minuman keras


(14)

terlebih dahulu. Karena rasa sakit hati tersebutlah Lia kemudian mengalami pengalaman pahit. Paman Lia juga mengatakan hingga saat ini alasan tersebut disembunyikan dari Lia, mereka tidak ingin Lia membenci ibu kandungnya sendiri.


(15)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Rahayu Rezki. (2008). Resiliiensi pada penyandang tuna daksa pasca

kecelakaan [On-Line]

http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/Art ikel_105 144.pdf

Tanggal Akses 20 Februari 2011

Amri, R. (2009). Umur pekerja seks komersil 18 tahun ke bawah [On-Line] http://www.ujungpandangekspres.com/view.php?id=38568

Tanggal Akses 24 Februari 2011

Chandra, S. (2009). Resiliensi [On-Line]

http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/resiliensi.html Tanggal Akses 24 Februari 2011

Damanik, C. (2009). Eksploitasi seksual komersil anak jadi marak akibat mitos [On-Line]

http://nasional.kompas.com/read/2009/09/02/10370647/eksploitasi.seksual .komersial.anak.jadi.marak.akibat.mitos

Tanggal Akses 24 Februari 2011

Desmita. (2005). Psikologi perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (2000). Exploited

Children and Youth in the Greater Mekong Subregion: A qualitative assessment of their health needs and available services. New York.

Erooga, M., & Masson, H. (2006). Children and young people who sexually abuse

others : Current developments and practice responses (Rev. Eds). New

York : Routledge

Farid, M. (2010). Situasi dan kondisi anak yang dilacurkan di Indonesia [On-Line]

http://odishalahuddin.wordpress.com/2010/02/03/situasi-dan-kondisi-anak-yang-dilacurkan-di-indonesia-5/


(16)

Grotberg, H. (2000). Resilience for today : Gaining strength from adversity. (Rev. Ed). United States of America : Greenwood Publishing Group, Inc

Hoffman, J.S. (2004). Youth violence, resilience, and rehabilitation. (Ed). New York : LFB Scholarly Publishing LL.

Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan : Suatu pendekatan sepanjang

rentang kehidupan. (Rev. Ed). Jakarta : Erlangga

International Labour Office. (2004). Perdagangan anak untuk tujuan pelacuran di

Jawa Tengan, Yogyakarta dan Jawa Timur : Sebuah kajian cepat.

Jakarta : ILO Publications

Ipam, N. (2008). Jangan ambil masa depan mereka [On-Line]

http://papapam.blogspot.com/2008/11/jangan-ambil-masa-depan-mereka.html

Tanggal Akses 20 Februari 2011

Iskandar. (2009). Metoddologi penelitian kualitatif : Aplikasi untuk Penelitian

Pendidikan, Hukum, Ekonomi, & Manajemen, Sosial, Humaniora, Politik, Agama dan Filsafat. Jakarta : Gaung Persada.

Judarwanto, W. (2009). Fenomena anak-anak yang dilacurkan di Sumatera Utara [On-Line]

http://wisatadanbudaya.blogspot.com/2009/08/fenomena-anak-anak-yang-dilacurkan-di.html

Tanggal Akses 20 Februari 2011

Junarwanto, W. (2009). 40.000 anak korban eksploitasi seks [On-Line]

http://pedophiliasexabuse.wordpress.com/2009/04/17/40000-anak-korban-eksploitasi-seks/

Tanggal Akses 24 Februari 2011

Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersil Anak. (2008).

Eksploitasi seksual komersil anak di Indonesia. Medan : Restu Printing


(17)

Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersil Anak. (2009).

Protection of children from early marriage is insufficient. (2009).

Medan : Restu Printing Indonesia

Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersil Anak. (2009).

Fenomena pariwisata seks anak di kawasan Asia Tenggara. Medan :

Restu Printing Indonesia

Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersil Anak. (2010).

Memperkuat hukum penanganan eksploitasi seksual komersil anak : Panduan praktis. Medan : Restu Printing Indonesia

Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersil Anak. (2001). Tanya

& jawab tentang eksploitasi seksual komersil anak : Sebuah buku saku informasi oleh ECPAT Internasional. Medan : Restu Printing Indonesia.

Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersil Anak. (2008).

Memerangi pariwisata seks dan anak : Tanya & jawab. Medan : Restu

Printing Indonesia.

Koentjoro. (2004). On the spot : Tutur dari sarang pelacur. Yogyakarta : Kelompok Penerbit Qalam.

Koentjoro. (2010). Metodologi penelitian kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : Salemba Humanika

Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2009). KPAI : Seminar dengan Pemda

Kabupaten Karimun [On-Line]

http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&vi ew=article &id=524:pusat-layanan-dan-informasi-eksploitasi-seksual-komersial-anak-pusdatin-

Tanggal Akses 15 Februari 2011

Lestari, K. (2007). Hubungan antara bentuk-bentuk dukungan sosial dengan

tingkat resiliensi penyintas gempa di Desa Canan, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten [On-Line]

http://eprints.undip.ac.id/10434/1/KURNIYA_LESTARI-M2A003032.pdf Tanggal Akses 25 Februari 2011


(18)

Pelacuran anak dari truk sampai kuburan China. (2008) [On-line]

http://www.waspada.co.id/index.php/index.php?option=com_content&vie w=article&i

d=19088:pelacuran-anak-dari-truk-sampai-kuburan-china&catid=14:medan&Itemid=27 Tanggal Akses 21 Februari 2011

Poerwandari, E.K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku

manusia. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran Fakultas

Psikologi Universitas Indonesia.

Sahriyati, S. (2009). Perlindungan korban ESKA antara realitas dan harapan [On-Line] http://www.kakak.org/home.php?page=artikel&id=83

Tanggal Akses 24 Februari 2011

Santrock, J.W (2007). Remaja. (Rev. Ed). Jakarta : Erlangga

Sanni, Indah Kartika. (2009). Hubungan dukungan sosial dengan resiliensi pada

remaja SMU 1 Pangkah Tengah [On-Line]

http://rac.uii.ac.id/server/document/Private/2010080403355403320092-hubungan%20antra%20dukungan%20sosial...pdf

Tanggal Akses 25 Februari 2011

Sofian, A. (2011). ESKA : Buruknya potret HAM anak di Indonesia [On-Line] http://hukum.kompasiana.com/2011/01/06/eska-buruknya-potret-ham-anak-di-indonesia-ahmad-sofian/

Tanggal Akses 25 Februari 201

Sulistyaningsih, W. (2009). Mengatasi trauma psikologis : Upaya memulihkan

trauma akibat konflik dan kekerasan. Yogyakarta : Paradigma Indonesia

Susuwongi. (2009). Pelacur remaja menggurita [On-Line]

http://niasonline.net/2009/02/01/pelacur-remaja-menggurita/ Tanggal Akses 21 Februari 2011


(19)

Thompson, Rosemary A. (2006). Nurturing future generations : Promoting

resilience in children and adolescents through social, emotional and cognitive skills. Second edition. New York : Routledge

Utomo, D. (2007). Pelacuran anak disebabkan faktor sosiokultural [On-Line] http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=4492

Tanggal Akses 23 Februari 2011

Wijaya, S. (2009). Di Medan 3.000 ABG dimanfaatkan secara seksual [On-Line] http://archive.kaskus.us/thread/2058482

Tanggal Akses 21 Februari 2011

Widianti, E. (2007). Remaja dan permasalahannya : Bahaya merokok,

penyimpangan seks pada remaja, dan bahaya penyalahgunaan minuman keras/narkoba [On-Line]http://resources.unpad.ac.id/unpad content/uploads/publikasi_dosen/1A%20makalah.remaja&masalahnya.pdf Tanggal Akses 23 Februari 2011


(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.A. METODE PENELITIAN

Dalam melaksanakan suatu studi atau penelitian, para peneliti memakai beberapa pendekatan yang mempermudah proses penelitian dan menghasilkan tujuan yang ingin di capai dari penelitian tersebut. Salah satu pendekatang yang sering digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini umumnya dikenal sebagai pendekatan yang mengukur suatu gejala secara fenomenologis.

Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang sering dipakai dalam bidang studi atau penelitian tentang manusia dan berbagai bentuk tingkah lakunya. Pendekatan ini digunakan karena banyak perilaku manusia yang sulit dikuantifikasikan, apalagi penghayatan terhadap berbagai pengalaman pribadi (Poerwandari, 2007). Menurut Bogdan & Taylor (dalam Poerwandari, 2007). Pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dan tidak dinilai benar-salah atau iya-tidak. Penelitian ini lebih mementingkan segi proses daripada hasil.

Penelitian mengenai resiliensi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Alasan menggunakan pendekatan kualitatif karena pendekatan ini dapat memahami gejala tingkah laku yang nyata dan emosi manusia menurut penghayatan individu, dengan kata lain melalui sudut pandang subjek penelitian. Dengan pendekatan kualitatif, peneliti dapat menggali lebih


(21)

dalam bagaimana resiliensi remaja putri korban eksploitasi seksual komersil. Jenis pendekatan kualitatif yang digunakan adalah kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai resiliensi remaja putri yang menjadi korban eksploitasi seksual komersil.

III.B. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in-depth interview). Wawancara mendalam dilakukan dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, satu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Banister dkk dalam Poerwandari, 2007).

Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara yang di buat berdasarkan sumber dan faktor resiliensi yang ingin di ketahui. Pedoman wawancara tersebut terlebih dahulu telah di standarisari oleh profesional judgment. Kegunaan pedoman wawancara tersebut adalah untuk mengingatkan peneliti mengenai hal-hal yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah sumber serta faktor tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Pada saat proses wawancara juga akan disertai dengan proses observasi terhadap perilaku responden penelitian (Poerwandari, 2007). Tujuan dilakukannya observasi adalah sebagai crosscheck terhadap hal-hal yang diungkapkan oleh subjek penelitian secara verbal.


(22)

III.C. RESPONDEN PENELITIAN

III.C.1. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, karakteristik responden penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja putri berusia 15 hingga 21 tahun, dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Pernah menjadi korban eksploitasi seksual komersil sektor prostitusi dan di eksploitasi oleh orang lain.

2. Sudah kembali menetap dilingkungan sosialnya dan sudah tidak berprofesi sebagai PSK

3. Sudah tidak lagi mengalami trauma psikologis dan sudah tidak memperlihatkan reaksi-reaksi seperti menarik diri, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, tidak memiliki rasa takut yang berlebihan, tidak memperlihatkan perilaku bermusuhan serta sudah dapat merespon rasa takut yang dirasakan dengan normal.

III.C.2. JUMLAH RESPONDEN

Prosedur penentuan jumlah responden penelitian dalam penelitian kualitatif menurut Sarankatos (dalam Poerwandari, 2007) memiliki karakteristik berikut ini: (1) tidak ditentukan secara kaku sejak awal tetapi dapat berubah, baik dalam hal jumlah maupun karakteristik responden, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian; (2) tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah maupun peristiwa random) melainkan pada kecocokan konteks; (3) responden tidak diarahkan pada jumlah yang besar, melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.


(23)

Banister dkk. (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa dengan fokusnya pada kedalaman proses, penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah kasus sedikit. Suatu kasus tunggal pun dapat dipakai, bila secara potensial memang sangat sulit bagi peneliti untuk memperoleh kasus lebih banyak, dan bila dari kasus tunggal tersebut memang diperlukan informasi yang sangat mendalam. Sesuai dengan pernyataan tersebut, jumlah responden penelitian dalam penelitian ini adalah dua orang responden, akan tetapi kemudian responden dalam penelitian ini bertambah karena peneliti bertanya kepada orang-orang terdekat responden utama dengan tujuan memperkaya data penelitian. Dengan jumlah responden tersebut diharapkan akan dapat memberikan deskripsi tentang resiliensi remaja putri korban eksploitasi seksual komersil khususnya sektor prostitusi.

III.C.3. PROSEDUR PENGAMBILAN RESPONDEN

Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel berdasarkan teori, atau berdasarkan konstruk operasional (theory-based/

operational construct sampling). Sampel dipilih dengan kriteria tertentu,

berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi sebelumnya atau sesuai dengan tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar sample sungguh-sungguh mewakili (bersifat presentative terhadap) fenomena yang dipelajari.

III.C.4. LOKASI PENELITIAN

Lokasi pengambilan data dilakukan di daerah Medan dan Aceh, alasan pengambilan tempat penelitian dikarenakan fenomena yang sedang diteliti berada di daerah tersebut.


(24)

III.D. ALAT BANTU PENGUMPULAN DATA

Menurut Poerwandari (2007) penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut, mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan hasil penelitian.Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat Bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua alat bantu, yaitu :

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian.Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

2. Alat Perekam

Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari subjek untuk mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.

3. Lembar Observasi

Peneliti membuat lembar observasi yang sederhana untuk mencatat apa saja yang diobservasi selama wawancara berlangsung baik responden penelitian atau kondisi lingkungan selama wawancara.


(25)

III.E. PROSEDUR PENELITIAN III.E.1. TAHAP PERSIAPAN

Pada tahap persiapan penelitian, peneliti menggunakan sejumlah hal yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian (Moleong, 2006), sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data

Peneliti mengumpulkan berbagai informasi, studi literarur, dan teori-teori yang berhubungan dengan resiliensi remaja putri korban eksploitasi seksual komersil.

2. Menyusun pedoman wawancara

Pedoman wawancara disusun agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian, peneliti menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan teori resiliensi yaitu dari sumber dan faktor resiliensi yang ada untuk menjadi pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang digunakan sebelumnya telah di diskusikan dengan salah satu profesional judgment, yaitu dosen pembimbingan dalam penelitian ini. 3. Persiapan untuk mengumpulkan data

Peneliti mengumpulkan informasi tentang calon responden penelitian dari saudara laki-laki responden. Peneliti memastikan calon responden memenuhi karakteristik responden yang telah ditentukan dengan melakukan pra-wawancara. Keluarga responden I merupakan pekerja dikebun kakek peneliti, dan tinggal tidak jauh dari kediaman kakek peneliti. Peneliti dan responden I sebelumnya sudah saling mengenal, sedikit banyak peneliti sudah mengetahui seluk beluk responden I dan


(26)

keluarganya. Untuk responden II, informasi mengenai responden II dan keluarganya peneliti peroleh dari ayah peneliti sendiri yang pada saat itu memang bertugas di daerah tersebut. Selain mencari informasi dari ayah peneliti, peneliti juga berusaha mencari informasi dari pihak-pihak lain yang dahulu turut serta dalam penangkapan serta proses perdamaian keluarga responden II dengan keluarga ayah tirinya. Setelah semua informasi terkumpul kemudian barulah peneliti menyusun cara dan strategi untuk membangun rapport dengan kedua responden penelitian serta keluarganya.

Setelah mendapatkan calon responden yang memenuhi karakteristik, lalu peneliti menanyakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian dan menjelaskan informed consent dalam penelitian.

4. Membangun rapport dan menentukan jadwal wawancara

Setelah informasi terkumpul, peneliti mendatangi responden untuk menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan dan menanyakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian. Setelah memperoleh kesediaan dari responden penelitian, peneliti membuat janji bertemu dengan responden dan berusaha membangun rapport yang baik dengan responden. Peneliti melakukan pendekatan berulang-ulang kepada kedua responden. Waktu yang digunakan peneliti untuk membina rapport juga berbeda-beda pada kedua responden. Meski keluarga peneliti dan keluarga responden I sudah saling mengenal, akan tetapi peneliti masih membutuhkan waktu sekitar satu bulan untuk membangun rapport dengan


(27)

responden dan keluarganya. Hal tersebut di sebabkan responden I yang sedikit tertutup dengan orang lain mengenai cerita masa lalunya tersebut. Selama satu bulan peneliti mendatangi kediaman responden secara intensif. Selama satu bulan tersebut, peneliti dan responden I sering bertukar cerita serta melakukan kegiatan bersama. Dari situlah sedikit demi sedikit responden I mau membagi pengalaman dirinya selama ia menjadi korban eksploitasi seksual komersil. Kemudian barulah peneliti mencoba menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan pengalaman responden I secara mendalam. Untuk responden I sebelum menjelaskan maksud penelitian, peneliti beberapa kali bertamu ke rumah responden I untuk sekedar beramah tamah. Tujuannya adalah untuk semakin memperdekat hubungan dengan responden I. Beberapa kali peneliti mengajak responden untuk makan di luar rumah responden atau membantu responden berjualan di warung tetangganya dan mengikuti semua kegiatan responden bersama teman-teman dilingkungan sosialnya. Setelah peneliti merasa responden I nyaman dengan dirinya, peneliti datang lagi ke rumah untuk membangun rapport ulang dengan basa-basi menanyakan kabar responden I dan keluarga. Setelah itu peneliti dan responden I sama-sama menentukan jadwal wawancara. Responden I meminta supaya wawancara dilakukan di rumahnya pada pagi hari setiap hari minggu, karena responden beralasan tidak bekerja pada hari minggu.

Hampir sama dengan responden I, responden II dan keluarganya juga sudah saling kenal dengan peneliti. Keluarga peneliti dan keluarga


(28)

responden II sudah seperti saudara, disebabkan ayah peneliti adalah pihak yang turut membantu keluarga responden dalam penyelesaian kasus responden II dahulu. Untuk responden II, peneliti juga membutuhkan waktu sekitar dua bulan dalam membangun rapport sebelum wawancara mendalam dilakukan. Proses rapport untuk responden II sedikit lebih lama di bandingkan dengan responden I. Hal itu di sebabkan lokasi responden II yang kurang memungkinkan untuk selalu di kunjungi oleh peneliti, karena lokasi kediaman responden II yang berada sekitar delapan jam dari tempat tinggal peneliti. Selain itu, pada saat itu responen juga masih terbentur jadwal kuliah sehingga menyulitkan peneliti untuk membangun rapport dengan responden II. Untuk menghasilkan hubungan yang baik serta data yang akurat dari responden II, peneliti memutuskan untuk menginap di kediaman responden II setiap kali berkunjung ke tempat tinggal responden II. Dengan cara seperti itu, peneliti semakin memiliki informasi yang baik tentang keadaan responden II dan keluarganya sehingga memudahkan peneliti untuk menjadi bertanya mengenai pengalaman responden II dahulu. Setiap kali datang, peneliti membawa makanan untuk responden II serta anaknya. Basa-basi sering dilakukan antara peneliti dengan responden II untuk mencairkan suasana rapport, sesekali juga di tengah basa-basi peneliti bercanda dengan anak responden II untuk lebih akrab. Setelah hampir dua bulan melakukan pendekatan, dan peneliti merasa responden II sudah nyaman dengan peneliti, Basa-basi sering dilakukan


(29)

antara peneliti dengan responden II untuk mencairkan suasana rapport, sesekali juga di tengah basa-basi peneliti.

III.E.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah tahap persiapan penelitian dilakukan, peneliti memasuki beberapa tahap pelaksanaan penelitian, antara lain:

1. Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara

Sebelum wawancara dilakukan, peneliti mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat yang sebelumnya telah disepakati bersama dengan responden. Konfirmasi ulang ini dilakukan sehari sebelum wawancara dilakukan dengan tujuan agar memastikan responden dalam keadaan sehat dan tidak berhalangan dalam melakukan wawancara.

2. Melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara

Sebelum wawancara dilakukan, peneliti meminta responden untuk menandatangani “Lembar Persetujuan Wawancara” yang menyatakan bahwa responden mengerti tujuan wawancara, bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan, mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari penelitian sewaktu-waktu serta memahami bahwa hasil wawancara adalah rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Setelah itu, peneliti melakukan proses wawancara berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya. Peneliti melakukan beberapa kali wawancara untuk mendapatkan hasil dan data yang maksimal.


(30)

3. Memindahkan rekaman hasil wawancara ke dalam bentuk transkrip verbatim

Setelah proses wawancara selesai dilakukan dan hasil wawancara telah diperoleh, peneliti kemudian memindahkan hasil wawancara ke dalam verbatim tertulis. Pada tahap ini, peneliti melakukan koding dengan membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistemasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari (Poerwandari, 2007).

4. Melakukan analisa data

Bentuk transkrip verbatim yang telah selesai dibuat kemudian dibuatkan salinannya, peneliti kemudian menyusun dan menganalisa data dari hasil transkrip wawancara yang telah dikoding menjadi sebuah narasi yang baik dan menyusunnya berdasarkan alur pedoman wawancara yang digunakan saat wawancara. Peneliti membagi penjabaran analisa data responden ke dalam sumber dan faktor resiliensi.

5. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran

Setelah analisa data selesai dilakukan, peneliti menarik kesimpulan untuk menjawab rumusan permasalahan. Kemudian peneliti menuliskan diskusi berdasarkan kesimpulan dan data hasil penelitian. Setelah itu, peneliti memberikan saran-saran sesuai dengan kesimpulan, diskusi dan data hasil penelitian.


(31)

III.E.3. Tahap Pencatatan Data

Untuk memudahkan pencatatan data, peneliti menggunakan alat perekam sebagai alat bantu agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti meminta izin kepada responden untuk merekam wawancara yang akan dilakukan dengan tape

recorder. Dari hasil rekaman ini kemudian akan ditranskripsikan secara verbatim

untuk dianalisa. Transkrip adalah salinan hasil wawancara dalam pita suara yang dipindahkan ke dalam bentuk ketikan di atas kertas.

III.F. PROSEDUR ANALISA DATA

Beberapa tahapan dalam menganalisis data kualitatif menurut Poerwandari (2007), yaitu:

1. Koding

Koding adalah proses membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistemasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Semua peneliti kualitatif menganggap tahap koding sebagai yang penting, meskipun peneliti yang satu dengan peneliti yang lain memberikan usulan prosedur yang tidak sepenuhnya. Pada akhirnya, penelitilah yang berhak (dan bertanggung jawab) memilih cara koding yang dianggapnya paling efektif bagi data yang diperolehnya (Poerwandari, 2007).


(32)

Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk :

- Memperoleh data yang baik

- Mendokumentasikan analisis yang dilakukan

- Menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian

Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan adalah data mentah (catatan lapangan dan kaset hasil rekaman), data yang sudah diproses sebagiannya (transkrip wawancara), data yang sudah ditandai/dibubuhi kode-kode khusus dan dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis.

3. Analisis Tematik

Penggunaan analisis tematik memungkinkan peneliti menemukan “pola” yang pihak lain tidak bisa melihatnya secara jelas. Pola atau tema tersebut tampil seolah secara acak dalam tumpukan informasi yang tersedia. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema, atau indikator yang kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu atau hal-hal di antara gabungan dari yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena dan secara maksimal memungkinkan interpretasi fenomena. Peneliti menggunakan analisis tematik berdasarkan sumber dan faktor resiliensi yang di ungkapkan oleh Grotberg.


(33)

Kvale (dalam Poerwandari, 2007) menyatakan bahwa interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Ada tiga tingkatan konteks interpretasi yang diajukan Kvale (dalam Poerwandari, 2007), yaitu pertama, konteks interpretasi pemahaman diri (self understanding) terjadi bila peneliti berusaha memformulasikan dalam bentuk yang lebih padat (condensed) apa yang oleh responden penelitian sendiri dipahami sebagai makna dari pernyataan-pernyataannya. Kedua, konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritis (critical commonsense understanding) terjadi bila peneliti berpijak lebih jauh dari pemahaman diri responden penelitiannya. Ketiga, konteks interpretasi pemahaman teoritis. Konteks pemahaman teoritis adalah konteks yang paling konseptual. Pada tingkat ketiga ini, kerangka teoritis tertentu digunakan untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada, sehingga dapat mengatasi konteks pemahaman diri responden ataupun penalaran umum. Dalam penelitian ini, tahapan interpretasi menggunakan konteks ketiga yakni interpretasi pemahaman teoritis. Peneliti akan menginterpretasi data-data berdasarkan teori-teori di bab II.

5. Pengujian Terhadap Dugaan

Dugaan adalah kesimpulan sementara. Dalam penelitian kualitatif dugaan muncul setelah data-data wawancara dikumpulkan. Dengan mempelajari data, kita mengembangkan dugaan-dugaan yang juga merupakan kesimpulan-kesimpulan sementara. Dugaan yang dikembangkan tersebut juga harus dipertajam dan diuji ketepatannya dengan mencari data yang


(34)

memberikan gambaran berbeda dari dugaan yang muncul tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan upaya mencari penjelasan yang berbeda-beda mengenai data yang sama.

III.G. KREDIBILITAS PENELITIAN

Kredibilitas merupakan istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2007). Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek-aspek yang terkait (dalam bahasa kuantitatif: variabel) dan merupakan interaksi berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (2007), kredibilitas penelitian kualitatif juga terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial, atau pola interaksi yang kompleks. Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, yaitu dengan:

1. Melakukan pemilihan sampel yang sesuai dengan karakteristik penelitian, dalam hal ini adalah remaja putri korban eksploitasi seksual komersil sektor prostitusi.

2. Membangun rapport dengan responden agar ketika proses wawancara berlangsung responden dapat lebih terbuka menjawab setiap pertanyaan dan suasana tidak kaku pada saat wawancara.

3. Membuat pedoman wawncara berdasarkan sumber dan faktor resiliensi. Kemudian melakukan standarisasi pedoman wawanncara dengan

professional judgement. Pada penelitian ini, professional judgment adalah


(35)

4. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat.

5. Selama wawancara, peneliti menanyakan kembali beberapa pertanyaan yang dirasa butuh penjelasan yang lebih dalam lagi pada wawancara berikutnya untuk memastikan keakuratan data responden.

6. Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam pengumpulan data di lapangan. Hal ini memungkinkan peneliti mendapatkan informasi yang lebih banyak tentang responden penelitian.

7. Melibatkan teman sejawat, dosen pembimbing, dan dosen yang ahli dalam bidang kualitatif untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik mulai awal kegiatan proses penelitian sampai tersusunnya hasil penelitian. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan peneliti pada kompleksitas fenomena yang diteliti.

8. Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasil analisis data dengan melihat hasil wawancara yang dilakukan pertama kali dengan hasil wawancara yang dilakukan setelahnya.


(36)

BAB IV

ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

Pada bab ini akan diuraikan hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi. Untuk mempermudah pembaca maka data akan dijabarkan, dianalisa, dan diinterpretasi per-responden. Interpretasi akan dijabarkan dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat dalam pedoman wawancara.

Kutipan dalam setiap bagian analisa akan diberikan kode-kode tertentu untuk mempermudah diperolehnya pembahasan yang jelas dan utuh. Contoh kode yang digunakan adalah R.1/W.1/b.88-89/h.2, maksud kode ini adalah kutipan pada responden 1, wawancara 1, baris 88 sampai 89, verbatim halaman 2.

Berikut dilampirkan tempat dan waktu wawancara kedua responden pada penelitian ini :

Tabel 1.

Jadwal Pelaksanaan Wawancara

No. Responden Tanggal Waktu Tempat

1

I

27-11-2011 10.00-11.30

Rumah Responden I

2 04-11-2011 09.00-10.00

3 11-12-2011 09.30-10.30

4 14-11-2011 09.00-10.00

1

II

25-01-2012 19.00-20.00

Rumah Responden II

2 28-01-2012 18.15-19.15

3 31-01-2012 19.00-20.00


(37)

VI.A. RESPONDEN I

Tabel 2. Deskripsi Data Responden I

No. Identitas Responden I

1. Nama (samaran) Adek

2. Usia 18 Tahun

3. Agama Islam

4. Pendidikan terakhir SMA 5. Pekerjaan Wirausaha

6. Domisili Medan

7. Anak ke 3 dari 7 bersaudara 8. Pelaku eksplotasi Teman dekat 9. Peristiwa 2009

IVA.1. Hasil Observasi dan Wawancara IV.A.1.i. Observasi Selama Wawancara

Adek adalah remaja berusia 18 tahun, ia memiliki tubuh yang langsing dengan tinggi badan 162 cm dan berat 51 kg dan berkulit kuning langsat. Rambutnya panjang sepunggung dan ikal ia biarkan tergerai pada saat wawancara pertama dilakukan. Saat itu Adek terlihat mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam yang bertuliskan “Lake Toba” di depannya serta mengenakan celana pendek selutut berwarna biru dan bermotif kotak-kotak. Ia memoles wajahnya dengan bedak namun tidak terlalu tebal. Beberapa kali ia tersenyum kepada peneliti, lesung pipinya yang ada di pipi kiri menambah manis senyuman gadis itu. Pada saat itu rumah Adek terlihat sepi karena kedua orangtua serta adik-adiknya sedang menghadiri undangan pernikahan.

Selama proses wawancara berlangsung Adek dapat mempertahankan kontak matanya dengan peneliti. Walaupun sesekali ia memalingkan wajahnya dan tertunduk sebelum menjawab pertanyaan dari peneliti. Karena peneliti sudah


(38)

mengetahui latar belakang keluarganya pada wawancara pertama ini, pertanyaan yang diajukan peneliti lebih banyak berputar mengenai kejadian yang menimpa Adek. Wajah Adek terlihat muram ketika peneliti bertanya mengenai latar belakang dirinya terjerumus ke dalam dunia prostitusi. Ia menundukkan kepalanya serta jari telunjuknya ia gesek-gesekkan di lantai. Namun Adek terlihat gembira kembali ketika peneliti bertanya mengenai hubungannya dengan lawan jenisnya.

Pada wawancara pertama, Adek masih sungkan menceritakan tentang pengalamannya kepada peneliti. Ia masih terlihat ragu serta takut kepada peneliti. Hal itu bisa di lihat dari cara dirinya menjawab pertanyaan peneliti, ia terlebih dahulu mengadahkan kepada menatap plafon rumahnya serta mengucapkan

kata“hehmm” dan “gimana ya mbak” sebelum menjawab pertanyaan peneliti.

Wawancara kedua dilakukan pada pagi hari di rumah Adek. Kali ini peneliti mewawancarai Adek diruangan tamu rumahnya. Adek mengenakan kaos lengan pendek berwarna putih, bergambar tokoh cartoon Doraemon serta mengenakan celana jeans berwarna biru tua. Kali ini rumah Adek terlihat ramai karena keempat adiknya dan orangtuanya sedang berada dirumah. Pada wawancaraa kedua, Adek sudah mulai terbuka mengenai bagaimana pengalamannya selama menjadi korban eksploitasi seksual komersil, Adek juga terkadang menyertakan lelucon di awal wawancara kedua ini, namun lelucon tersebut berubah menjadi isak tangis saat peneliti bertanya bagaimana keadaannya selama menjadi korban eksploitasi seksual komersil. Adek terkadang juga mengerak-gerakkan tangannya saat menjawab pertanyaan peneliti mengenai orang


(39)

yang telah menjual dirinya serta diiringi dengan nada suaranya yang meninggi. Wawancara ketiga berlangsung di ruang keluarga rumah Adek, ia mengenakan daster bermotif batik yang berwarna biru. Rambutnya ia biarkan tergerai serta mengenakan bando yang berwarna senada dengan pakaian yang ia kenakan. Wajahnya ia pulas dengan sedikit bedak sehingga responden tampak cerah pada hari itu. Pada wawancara ketiga ini, Adek sudah bisa membagi pengalamannya dengan terang-terangan kepada peneliti. Terkadang Adek dan peneliti pun berkelakarnya sehingga suasana tidak terlalu kaku. Matanya mulai berkaca-kaca ketika peneliti bertanya mengenai pengalaman dirinya selama menjadi pekerja seks komersil. Ia sesekali juga mengadahkan kepadanya untuk menahan air matanya agar tidak tumpah membasahi wajahnya. Ia juga mengusap kedua matanya dengan menggunakan telapak tangan kanannya setelah beberapa menit peneliti membiarkannya menangis.

Pada wawancara keempat, Adek terlihat sedikit lelah dan berantakan karena ia baru saja membantu tetangganya berjualan. Walau demikian Adek tetap ramah kepada peneliti dan dengan senang hati mempersilakan peneliti melanjutkan proses wawancara dengan dirinya. Saat itu Adek mengenakan kaos berwarna kuning polos lengan pendek dan celana selutut berwarna hitam. Rambutnya ia kuncir pada saat itu, ketika peneliti menenui dirinya masih terlihat keringat di dahinya sehingga sesekali ia mengusap dahinya dengan telapak tangannya. Wawancara keempat ini masih berlangsung dirumah Adek, yaitu di ruangan keluarganya. Saat itu tidak terlihat satu pun anggota keluarga Adek. Pada wawancara keempat ini pertanyaan peneliti hanya bertujuan untuk mengulang


(40)

pertanyaan-pertanyaan sebelumnya dan mencoba mengali lebih dalam mengenai data yang telah di peroleh sebelumnya.

Wawancara untuk mengali informasi tentang gambaran resiliensi Adek di lakukan sebanyak empat kali, walaupun demikian peneliti dan keluarga Adek sudah saling mengenal sejak tahun 2007. Sebelum wawancara mendalam di lakukan, peneliti sudah mendatangi responden secara rutin seminggu sekali yang bertujuan membangun rapport antara Adek dan peneliti. Selain itu peneliti juga mengikuti Adek ketika melakukan kegiatannya sehari-hari, mulai dati pagi hingga petang.

IV.A.2. Rangkuman Wawancara IVA.2.i Latar Belakang Keluarga

Adek merupakan anak ke tiga dari tujuh bersaudara. Ia memiliki satu orang kakak laki-laki dan seorang kakak perempuan yang masing-masing sudah menikah dan tidak tinggal lagi bersama orangtua dan adik-adiknya. Keempat adiknya yang semua berjenis kelamin laki-laki dan masih berstatus sebagai siswa. Satu orang adiknya berstatus siswa sekolah menengah atas (SMA), dua orang siswa sekolah menengah pertama (SMP) serta satu orang adiknya yang paling bungsu masih duduk di kelas lima sekolah dasar (SD). Ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga yang terkadang juga membantu sang ayah bekerja dikebun mereka yang letaknya lumayan jauh dari rumah mereka.

Menurut Adek kedua orangtuanya lebih sering berada diluar rumah karena bekerja di kebun yang mereka miliki. Sehingga tugas rumah tangga lebih banyak di kerjakan oleh Adek, seperti memasak, membersihkan rumah serta mencuci


(41)

pakaian dan menyetrika. Adek mengungkapkan setiap hari mereka selalu sholat bersama-sama. Setelah itu kedua orangtua Adek juga menyempatkan diri untuk berkumpul bersama dirinya dan keempat adiknya pada malam hari untuk saling bercerita walaupun hanya satu jam.

Orangtua Adek yang bekerja sebagai petani menyebabkan mereka dari pagi hingga hampir petang selalu berada diladangnya. Untuk penyelesaian tugas rumah tangga yang harus diselesaikan Adek setiap harinya, peneliti peroleh dari observasi yang peneliti lakukan selama proses probing dan wawancara berlangsung. Adek memang selalu terlihat mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga hingga selesai terlebih dahulu baru setelah itu ia dan peneliti melanjutkan wawancara. Begitu juga ketika Adek akan pergi membantu tetangganya berjualan diwarung atau pun membantu tetangganya menjahit. Terlebih dahulu dirinya menyelesaikan terlebih dahulu pekerjaan rumah tangganya baru kemudian pergi bekerja.

IVA.2.ii. Latar Belakang Responden Menjadi Korban Eksploitasi Seksual Komersil

Awal Adek terjerumus menjadi korban eksploitasi seksual komersil sektor prostitusi yaitu pada akhir tahun 2009, ketika itu dirinya sudah lulus dari sekolah menengah atas (SMA). Setelah lulus SMA Adek yang memang tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang perkuliahan karena tidak memiliki biaya, berkeinginan untuk mencari kerja di kota B. Hal itu ia lakukan atas dasar ajakan dari seorang teman dekatnya bernama Mince yang menawarkan pekerjaan sebagai kasir kepada Adek.


(42)

Terbujuk dengan tawaran menggiurkan dari sahabatnya sendiri, yang mengatakan jika ia akan di pekerjakan sebagai kasir di salah satu rumah makan di kota B dengan gaji yang besar. Adek akhirnya meminta izin kepada kedua orangtuanya untuk bekerja di Batam. dengan motivasi responden agar dapat meringankan beban kedua orangtuanya serta dapat membantu biaya pendidikan keempat adik-adiknya yang masih berstatus pelajar, misalnya saja untuk membelikan seragam sekolah serta peralatan sekolah lainnya.

“Di Batam, katanya di tempat makan gitu. Ya makanya, trus karna katanya

gajinya besar. Aku kan kak tujuh bersaudara, aku kan anak ketiga. Jadi supaya bantu orangtua ku pikir bisa.”

(R.1/W.1/b.44-50/h.2)

Awalnya orangtua Adek tidak mengizinkan Adek mencari kerja di B. Kedua orangtuanya menyarankan Adek untuk mencari pekerjaan di Medan jika dirinya tetap ingin bekerja dan membantu adik-adiknya, dengan alasan kota yang di tuju Adek jauh dari Medan serta Adek juga belum pernah mengenal bagaimana keadaan kota B yang sebenarnya. Namun karena tekat kuat Adek untuk mengadu nasib di kota B dan dirinya juga di ajak oleh Mince, sahabatnya sendiri yang menurutnya tidak mungkin akan mencelakainya. Akhirnya Adek berhasil membujuk kedua orangtuanya agar mengizinkannya pergi merantau ke kota B.

Setibanya di kota B, Adek kemudian ditempatkan di sebuah rumah yang tidak ia ketahui milik siapa. Selama Adek tinggal di rumah itu , selama itu pula dirinya tidak pernah bertanya kepada teman yang sudah membawanya itu kenapa ia tidak juga di pekerjakan sebagai kasir. Setelah seminggu berlalu, Mince datang dan mengajak Adek ke sebuah rumah yang kemudian di ketahui Adek sebagai tempat penampungan wanita-wanita muda yang menjadi pekerja seks komersil.


(43)

Mince lalu mempertemukan Adek dengan seorang wanita berusia sekitar 38 tahun yang kemudian akrab di sapa Bunda oleh Adek.

Tanpa mengetahui isi perbincangan antara Bunda dan Mince, Adek lalu di minta Mince untuk merias dirinya, Adek pun mengikuti permintaan Mince. Adek mulai curiga setelah dirinya di berikan pakaian untuk ia kenakan, menurutnya pakaian yang di berikan Mince untuknya bukan layaknya pakaian seorang kasir. Namun Adek tetap menuruti apa yang di katakan Mince kepadanya. Setelah merias dirinya Adek di kenal kepada seorang pria yang menjadi “pasien” pertamanya.

Meskipun dirinya sudah bekerja selama beberapa bulan, Adek mengaku tidak pernah mendapat uang hasil kerja diriny melayani lelaki hidung belang. Dirinya juga mengaku tidak pernah mempertanyakan apalagi menuntut uang tersebut. Menurutnya Uang hasil kerjanya selama melayani “pasien” langsung di bayar kepada pemilik tempat hiburan dimana Adek bekerja. Sedangkan jika ia menerima bonus dari “pasien”, ia juga wajib memberikannya kepada Bunda. Adek kembali melanjutkan tidak ada seorang pun yang pernah berani mempertanyakan hal itu kepada Bunda. Menurutnya, penjaga tempat hiburan itu tidak segan-segan untuk menyiksa serta memukuli orang yang di anggap melakukan perbuatan menyimpang. Bahkan menurut Adek, Bunda pun tidak memberikan makanan kepada orang yang berani melawannya. Jika sudah demikian, Adek mengaku hanya bisa menagis tanpa dapat melakukan apa-apa.

Selama bekerja sebagai pekerja seks komersil Adek mengaku dirinya melakukan pekerjaan itu dengan keterpaksaan, hingga menyebabkan rasa sakit


(44)

lahir dan bathin. Selama ia melayani “pasien” ia mengatakan tidak pernah sama sekali merasakan kenikmatan ketika berhubungan dengan sang “pasien” yang ia layani. Ia menceritakan penderitan yang ia rasakan ketika ia terpaksa memuaskan nafsu birahi seorang pria yang menyetubuhinya. Ia pun terkadang harus di pukul terlebih dahulu ketika harus memuaskan pria yang memiliki kelainan seksual.

“Sakit lah mbak, gak badan saya, gak perasaan saya, sakit smua. Mbak gak

ngerasa apa yang saya rasa, saya melakukan itu dengan terpaksa. Saya dipaksa ngangkang tiap malam mbak, badan saya dipegang-pegang (responden mulai menangis). Sakit yang saya rasakan mbak.”

(R.1/W.3/b.1569-1609/h.40)

Dengan kondisi dirinya yang serba kekurangan dan terpuruk, ia masih memiliki semangat dalam hatinya untuk segera mengakhiri penderitaan yang ia rasakan selama hampir satu tahun. Walau sejak awal berniat untuk melarikan diri dari tempat yang memberinya seribu pengalaman buruk tersebut. Namun ia tidak mau terburu-buru melakukan perbuatan nekatnya tanpa persiapan yang baik. Ia tidak ingin upaya pelariannya berakhir sia-sia dan menbuatnya harus di siksa oleh Bunda dan penjaga-penjaganya. Adek akhirnya menemukan satu cara yang ia anggap tepat untuk pelariannya dari tempat ia bekerja selama ini.

“Udah dari mulai pertama saya jadi pelacur mbak. Tapi saya harus nunggu waktu yang pas lho mbak, supaya jangan gagal trus kedapatan trus dipukulin. Saya pikirin gimana caranya, itulah dapat cara, permisi pas nemanin pasien saya.”

(R.1/W.3/b.1695-1704/h.41-42)

Dengan persiapan yang matang serta cara menlarikan diri yang sudah mememikirkannya jauh-jauh hari. Adek akhirnya nekat melarikan diri dengan cara yang telah dia susun sebelumnya. Dengan meminta izin untuk membeli makanan karena Adek mengaku lapar sehabis melayani pelanggannya, Adek pun


(45)

kemudian mendatangi sebuah warung makan yang berada tidak jauh dari tempatnya melayani pelanggannya tersebut. Dengan berbekal alamat saudaranya yang memang dari dahulu sudah ia bawa kemana-mana, akhirnya Adek meminta pertolongan kepada salah seorang pria yang juga sedang berada diwarung yang sama dengan Adek. Beruntung bagi Adek, tempat tujuannya tidak jauh dari warung tempatnya meminta pertolongan, serta beruntung juga pria yang ia mintai pertolongan mau menolong Adek mengantarkannya ketempat tujuan dirinya.

Setibanya Adek ditempat yang ia tuju, ia langsung menangis dan menceritakan segala yang sudah ia alami selama satu tahun di kota B. Tak ayal lagi, kejadian yang Adek ceritakan tersebut membuat seisi rumah terkejut dan seakan merasa tak percaya. Seakan dapat membaca situasi genting yang sedang Adek alami, sosok pria yang mengantarnya tersebut menyarankan jika Adek dan keluarganya segera melaporkan kejadian yang ia alami. Adek dan keluarganya akhirnya mengikuti saran pria yang diketahui berprofesi polisi tersebut untuk segera melaporkan kejadian yang dialami Adek kepihak yang berwajib agar diproses secara hukum. Setelah seluruh berkas perkara selesai, Adek akhirnya diperbolehkan untu pulang.

IV.A.3. Analisa Data

IV.A.3.i Gambaran Resiliensi IV.A3.i. I Have

Peristiwa pahit yang dialami Adek tak ayal membuat Adek merasa bak jatuh dan tertimpa tangga. Satu tahun menjadi korban eksploitasi seksual komersil dan di paksa menjadi pekerja seks komersil sektor prostitusi memberikan


(46)

pengalaman traumatis kepada Adek sendiri. Dukungan dari kedua orang tua serta anggota keluarga lainnya juga dari lingkungan sosial pun mengalir kepada Adek. Dukungan tersebut terlihat dari sumber-sumber resiliensi yang di perolehnya dan berhasil di kembangkannya, yaitu :

IV.A.3.ii.a. Hubungan yang Dilandasi Kepercayaan

Peristiwa traumais yang dialami oleh Adek telah menggoreskan pengalaman pahit didalam hidupnya. Pengalaman pahit tersebut juga dirasakan oleh keluarganya yang tidak dapat menerima kenyataan jika Adek telah dijadikan korban prostitusi oleh sahabatnya sendiri di kota B. Keluarganya pun berjuang agar orang yang telah menjerumuskan Adek ke dalam dunia prostitusi diberi hukuman yang seberat-beratnya. Seakan mengerti dengan kondisi Adek, keluarganya juga tidak pernah membicarakan pengalaman Adek terjerumus kedalam dunia prostitusi jika mereka sedang berkumpul bersama. Hal itu hanya dilakukan jika menyangkut dengan proses hukumnya saja.

“enggak.. enggak pernah, paling kalo mengenai urusan ke polisi aja mbak.. tapi untuk yang lain enggak.. takut mungkin, tapi enak juga.. daripada saya mesti nginget-inget gitu mbak…”

(R.1/W.1/b.630-638/h.15)

Setelah kembali tinggal bersama keluarganya, ada beberapa perubahan terjadi pada keluarga dan lingkungan sosialnya. Perubahan yang terjadi pada keluarganya adalah, sebagian dari kerabatnya tidak dapat menerima kondisi Adek yang telah menjadi korban prostitusi. Kerabatnya tersebut beralasan takut jika Adek akan memberikan pengaruh buruk kepada anak-anak mereka. Walaupun sebenarnya menurut Adek dirinya sudah membuktikan kepada semua anggota


(47)

keluarganya jika dirinya hanya korban dari perbuatan orang yang tidak bertanggung jawab.

“.. ya ada yang nerima saya mbak, ada juga yang enggak.. mereka takut saya jadi pengaruh buruk untuk yang sodara-sodara saya yang lain.. padahal saya udah buktiin saya gak bersalah, saya Cuma korban, ya mereka masih gak percaya ya gimana mbak..”

(R.1/W.2/b.1464-1474/h.36)

Adek mengaku dirinya merasa nyaman berada ditengah-tengah keluarganya. Selain tidak mengungkit-ungkit peristiwa yang pernah ia alami dihadapannya, keluarganya juga selalu memberikan dukungan serta mampu menerima kondisi dirinya yang telah dijadikan korban prostitusi.

“Alhamdulilah mbak, semua nerima. Ya walaupun saya tau mungkin mereka gak apa.. gak kayak dulu lagi sama saya ya kan, cuman didepan saya mereka nerima mbak, gak ada yang kaya mana-mana. Semua gak ada yang ngomongin saya, tapi saya, mungkin didepan saya aja, tapi ya mudah-mudahan didepan dibelakang sama ya mbak ya..”

(R.1/W.1/b.219-232/h.6)

Awalnya ia merasa terpuruk dengan keadaan dirinya saat ini. Kedua orangtuanya pun juga selalu memberikan dorongan serta nasihat untuk membangkitkan rasa percaya diri Adek. Adek mengatakan jika ibunyalah yang banyak memberikan ia nasihat kepada dirinya agar ia tidak terus-menerus merasa malu dengan keadaannya. Ibunya selalu memberikannya nasihat tentang masa depannya dan harus ia lalui. Ibunya juga berkata jika dirinya hanya korban dan masih banyak orang yang tidak seberutung dirinya, karena sudah bebas dari dunia prostitusi.


(48)

gitu sambil nangis mbak. Kata ibuk masih banyak juga orang yang nasibnya ga seberuntung saya, yang masih dijadikan pelacur karna ga bisa kabur. Trus masih banyak yang bisa paham dengan keadaan saya ini, bisa nrima saya apa adanya, karna saya cuma korban orang-orang yang pengen untung dari kesusahan orang lain, itu kata ibuk mbak, makanya saya jadi bangkit dari rasa sedih saya. Kalo gak, waah, mungkin saya gila mbak..” (R.1/W.2/b.1177-1200/h.29-30)

Mendapat dukungan penuh dari kedua orang tuanya, Adek mulai mengembangkan hubungan yang dilandasi dengan kepercayaan didalam keluarganya. Meski mengaku sebelum dirinya menjadi korban prostitusi ia memiliki sahabat dan saling membagi keluh kesah yang mereka miliki, kini Adek hanya mampu membagi keluh kesahnya dengan kedua orangtuanya saja. Adek juga mengaku jika tidak semua keluh kesahnya ia ceritakan kepada kedua orangtuanya. Adek selalu memilah mana yang pantas ia ceritakan dan mana yang harus dirinya simpan didalam hatinya saja. Adek melakukan hal tersebut karena dirinya tidak ingin ayah dan ibunya merasa terbebani dengan masalah yang ia hadapi.

“ada si Bunga.. tapi dah kawin dia.. dulu sering curhat ke dia sebelum dia

kawin.. sekarang cuman sama orang bapak ibuk lah.. saya udah gak terlalu percaya sama teman deket.. yang jual saya itu aja dulu deket banget itu mbak..”

(R.1/W.1/b.370-378/h.9)

“saya gak mau nyusahin ibuk sama bapak mbak.. nanti saya malah cerita

bikin mereka sedih.. sebisa saya masalah saya ya saya selesaikan sendiri mbak.. ada batas-batas mbak.. mana yang bisa saya ceritain, mana yang saya rasa gak bisa mbak.. gitu mbak..”

(R.1/W.4/b.2383-2393/h.57)

Jika Adek dapat mengembangkan hubungan yang penuh kepercayaan didalam keluarganya, berbeda halnya dengan diluar keluarganya. Meski mengaku mendapatkan dukungan juga dari orang-orang disekitar tempat tinggalnya, tetapi


(49)

Adek mengatakan jika saat ini dirinya memang hanya bisa mempercayai kedua orangtuanya saja. Dirinya masih merasa takut untuk mempercayai orang lain, karena orang yang ia percayailah yang menjerumuskan dirinya kedalam dunia prostitusi. Tetapi Adek juga tidak menutup kemungkinan jika dalam beberapa tahun lagi dirnya sudah mampu mempercayai orang lain diluar keluarganya.

“..dukungan untuk saya juga banyak mbak, dari keluarga, tetangga, orang

kampung mbak.. jadi saya yakin mbak, saya kedepannya bisa lebih baik dari saya yang sekarang..”

(R.1/W.2/b.1356-1362/h.33)

“saya belom bisa percaya lagi sama orang mbak.. masih susah untuk

percaya.. saya kurang percaya apa sama temen saya yang jual saya dulu.. eh saya malah dijadiin pelacur.. saya takut kejadian begitu keulang lagi, keulang lagi, saya capek, sakit mbak.. setahun itu susah ngelupain apa yang terjadi sama saya mbak..”

(R.1/W.2/b.1124-1137/h.28)

“masih susah mbak.. kan saya udah bilang skarang saya blom bisa percaya

sama orang.. yang bisa saya percaya itu ya cuma bapak sama ibuk.. tapi mungkin satu atau dua tahun lagi saya dah bisa percaya sama orang.. gitu lho mbak..”

(R.1/W.4/b.2332-2341/h.56)

IV.A.3.i.b. Struktur dan Peraturan di Rumah

Data mengenai faktor ini peneliti peroleh dari kedua orangtua Adek. Orangtua Adek mengaku, terutama sang ibu mangku memang menerapkan peraturan untuk semua anak-anaknya. Namun, peraturan tersebut lebih ketat diberlakukan untuk Adek. Dengan alasan, orangtuanya ingin melindungi Adek dari kejadian serupa yang pernah menimpa anaknya. Contoh dari peraturan yang diberlakukan untuk Adek adalah, Adek diminta untuk tidak berpacaran terlebih dahulu. Keluarganya menerapkan peraturan tersebut karena mereka takut Adek dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.


(50)

Aturan lainnya adalah, Adek tidak diizinkan bepergian pada malam hari jika tidak ada alasan yang jelas dan pergi dengan orang yang tidak jelas pula. Jika memang Adek ingin pergi keluar rumah untuk mengikuti sebuah kegiatan yang mungkin pengajian atau kegiatan lainnya, salah satu anggota keluarganya harus menemani Adek. Alasannya, mereka tidak ingin Adek kembali mendapat masalah. Selain itu, karena kedua orangtua Adek bekerja sebagai petani dan harus bekerja dari pagi hingga petang hari maka Adek lah yang menggantikan tugas ibunya mengurusi rumah tangga. Mulai dari memasak, mencuci serta membersihkan rumah. Demikianlah data yang diperoleh peneliti dari orangtua Adek.

Menurut ibunya, mereka tidak pernah memberikan hukuman fisik kepada Adek jika ia melanggar aturan yang telah dibuat, kedua orangtuanya hanya menasihati Adek agar tidak terjatuh lagi kedalam masalah yang serupa. Ayah dan ibunya yakin, Adek sudah mengerti maksud aturan tersebut dibuat untuk dirinya. Orangtuanya berharap, Adek mematuhi aturan itu, bukan karena orangtuanya yang membuat tetapi karena Adek juga harus menyayangi dirinya sendiri. Namun hingga saat ini menurut pengakuan ayah dan ibu Adek, Adek belum pernah melanggar aturan yang dibuat untuknya

Hal serupa juga diuangkapkan oleh Adek. Ia mengaku jika memang saat ini banyak pria yang mendekati dirinya, entah dengan alasan hanya berteman saja ataupun alasan ingin membina hubungan yang serius dengan Adek. Adek mengaku ia belum memiliki seorang kekasih, selain karena orangtuanya belum mengizinkan untuk berpacaran Adek juga belum ingin menjalin hubungan yang


(51)

serius dengan seorang pria. Adek mengatakan ia takut jika pria yang menjadi pacarnya nanti hanya ingin memanfaatkan dirinya saja.

“selama setahun ini ya ada mbak.. tapi gak brani.. lagian kata orang ibuk,

orang bapak belum lah.. jangan.. natik takunya cuman mau apa aja gitu” (R.1/W.1/b.357-366/h.9)

“ya saya deket kan bukan deket-deket yang gimana-gimana.. tetap saya

pilah-pilah mbak..”

(R.1/W.2/b.1252-1253/h.30)

Mengenai aturan yang tidak mengizinkan Adek keluar rumah dengan alasan yang tidak jela juga dibenarkan oleh Adek. Saat ini kedua orangtuanya memang menjaganya secara ketat, hal itu membuat Adek merasa terkekang, walau dia merasa aman ada yang menjaga dirinya. Adek mengatakan jika ia masih ingin pergi dan berkumpul bersama dengan teman-teman sebayanya tanpa dicemaskan oleh orangtuanya. Menurutnya, dirinya mampu menjaga diri sendiri.

“kalo sekarang ya mbak.. skarang kemana-mana saya ditemenin sama

bapak.. skarang itu lebih dijagain lah mbak.. kalo pergi ngaji ditanyain pulangnya jam brapa, kalo pulangnya telat dijemput sama bapak ato sama ibuk.. saya merasa aman sih mbak..tapi kadang mbak, saya ngerasa terkekang juga.. masa saya ngumpul-ngumpulnya Cuma diwarung depan rumah aja mbak.. kan saya pengen juga pergi jalan sama temen-temen, tapi bapak ibu cemas terus.. saya kan juga bisa jaga diri saya mbak..”

(R.1/W.2/b.1287-1310/h.32)

IV.A.3.i.c. Dorongan Untuk Mandiri

Kejadian yang menimpa Adek menurut sang ibu sempat membuat anaknya tersbut terpuruk dan menjadi anak tergantung kepada orang lain. Menurut ibunya, Adek sempat tidak mau keluar rumah serta tidak mau melakukan kegiatan apapun. Pada saat itu ayah dan ibunya terus menerus mendorongnya untuk menjadi anak


(52)

yang tegar serta menjadi mandiri sama seperti sebelum Adek mengalami peristiwa traumatisnya.

Berkat dorongandari orangtuanya menurut Adek dirinya kembali bisa menapaki hari-harinya setelah menjadi korban prostitus. Walau awalnya merasa takut untuk memperlihatkan dirinya dihadapan orang banyak, tetapi karena dukungan keluarga Adek bisa melewati masa sulit setelah dirinya kembali tinggal bersama keluarganya. Dukungan yang diterimanya dari orangtuanya lambat laun bisa membuat Adek kembali menjadi seoarng anak yang mandiri.

“Hampir setahun mbak.. enam bulan pertama saya ngurung diri dirumah terus,, malu mau keluar rumah.. takut juga nanti dengar bicara orang yang nyakitkan hati mbak.. ibuk sama bapak terus-terusan ngasih kata-kata yang buat saya semangat..”

(R.1/W.3/b.1836-1845/h.45)

“walau awalnya susah ya mbak.. susah kali buat saya bisa bangkit dari rasa

sedih, takut, jijik.. tapi saya usaha.. saya liat orangtua saya.. itu mbak yang buat saya kayak skarang.. orangtua saya, bapak saya, ibuk saya..”

(R.1/W.2/b.1167-1172/h.29)

Kemandirian tersebut terlihat dari kemampuannya untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri. Walau terkadang berbenturan dengan pandangan orangtuanya terutama sang ibu, hingga terkadang menimbulkan konflik diantara mereka.

“ya pernahlah mbak.. ya mungkin dia mikir apa.. saya mikir apa.. dia gak

ngerasainkan mbak.. kadang orang gitu.. gak ngerasain kan mbak, tapi sok ngapain gitu.. ngambil keputusan apa.. ya saya jelasin mbak kalo gimana gitu.. ibuk sama bapak ngerti gitu.. lebih denger saya kalo mo ngambil keputusan”

(R.1/W.1/b.694-705/h.17)

“ya keputusan untuk hidup saya.. entah apa.. yang berhubungan sama

saya..”


(53)

Menurut ibunya, awalnya Adek bukanlah anak yang dapat memikirkan baik buruk atas keputusan yang ia ambil untuk dirinya sendiri. Sering kali Adek harus mengalami kesulitan ketika keputusannya tersebut salah dan tidak sesuai dengan harapannya. Tetapi setelah kembali dari kota B, menurut ibunya Adek menjadi remaja yang mampu memikirkan baik buruk keputusan yang ia ambil untuk dirinya.

Hal senada juga disampaikan Adek, setelah dirinya berhasil keluar dari masa-masa sulitnya, Adek mengaku saat ini sudah dapat mengontrol dirinya sendiri. Dirinya akan lebih memikirkan akibat perbuatannya terlebih dahulu sebelum mengambil suatu keputusan. Adek juga terlebih dahulu mendiskusikan kepada orangtuanya tentang keputusan yang akan dia ambil untuk dirinya sendiri.

“kalo sekarang sebisa mungkin saya memikir panjang dulu mbak sebelum saya perbuat sesuatu.. apa baik buruknya untuk dirisaya.. saya gak mau mbak karna perbuatan saya sendiri saya sakit lagi.. malu mbak”

(R.1/W.2/b.1383-1392/h.34)

“ya saya cerita ke bapak ato ibuk dulu mbak.. gimana yang baiknya.. tapi keputusan ya tetap saya yang ambil.. Saya nyelesaikan masalah gak pernah emosi, emosi kalo ketemu si kampret mbak. Huuuhhh… emosi betul mbak.”

(R.1/W.4/b.2221-2230/h.54)

IV.A.3.i.d. Role Models

Sejak awal menurut orangtua Adek mereka selalu memberikan modeling yang baik kepada seluruh anak-anaknya. Mulai dari mengajarkan untuk sholat tepat waktu serta memberikan arahan berperilaku kepada seluruh anaknya. Menurut kedua orangtua Adek, tugas mereka adalah mengajarkan sang anak apa


(54)

yang baik dan yang buruk. Untuk selanjutnya terserah sang anak ingin mengikuti arahan tersebut atau mangkir dari arahan-arahan yang telah mereka berikan.

Data yang peneliti peroleh dari tetangga sekitar kediaman responden, kebanyakan memberi pujian kepada kedua orangtua Adek. Orangtua Adek dikenal sebagai orang yang baik, ramah dan rajin beribadah serta pekerja keras dan sanggup bekerja apapun untuk menghidupi seluruh keluarganya, asalkan pekerjaan yang halal. Kedua orangtua Adek juga tidak pernah melalukan penyerangan kepada keluarga Mince yang telah menjerumuskan Adek kedalam dunia prostitusi. Adek mengatakan jika ayah dan ibunya tidak pernah melakukan penyerangan kepada keluarga Mince yang juga merupakan tetangga mereka. Ayah dan ibunya malah menasihati Adek agar memaafkan perbuatan Mince dahulu. Namun menurut Adek, belum sepenuhnya ia mampu mengikuti ajaran-ajaran yang ia lihat dan ia dapat dari kedua orangtuanya.

“..bapak mikirnya gak ada urusan sama keluarganya.. cuman ditanya

-tanyak juga sih mbak sama keluarganya dimana dia.. tapi keluarganya gak mau ngasih tau.. gak mungkin keluarganya yang kami bakar disini”

(R.1/W.2/b.965-974/h.24)

“Sering.. sering kali pun.. cuman belom bisa saya ikuti lah mbak. Ada lah, yang saya ikuti, saya liat bapak sama ibuk rajin sholat, saya pun gitu mbak. Trus orangtua saya pekerja keras, saya pun gitu.. kalo untuk yang maapin si kampret, lalu yang harus sabar kalo ada yang nyerita-nyeritain saya mbak.. gak bisalah saya mbak, kalo blom saya jambak, blom puas saya…”

(R.1/W.4/b.2516-2532/h.60)

Selain mendapat orang yang selalu memberikan semangat dari dalam keluarga, Adek juga memperolehnya dari luar keluarganya. Dimana teman-teman sebayanya selalu mengajaknya untuk kembali mengikuti kegiatan-kegiatan sosial


(55)

yang diadakan disekitar tempat tinggal Adek. Mendapat perlakuan baik dari lingkungan sosialnya, Adek pun memberanikan diri untuk kembali membaur bersama orang diluar lingkungan keluarganya.

“dukungan mbak, nasehat, trus saya yang bekas pelacur ini diterima lagi disini..bisa berteman lagi..trus sayang orangtua saya sama saya..perhatiannya buat saya..teman-teman saya..ya pokoknya yang gitulah mbak..”

(R.1/W.3/b.1870-1883/h.45-46)

“..mereka nerima saya bergaul dengan mereka..ya saya gak dikucilkanlah mbak kalo gabung dengan mereka..itu aja yang saya maunya mbak..saya diterima bergaul dengan mereka..”

(R.1/W.3/b.1887-1902/h.46)

“..itu mbak..rasa percaya mereka sama saya..kayak yang punya warung ini kan mbak, dia yang minta saya bantu jualan disini..jadi warung sama isi-sinya ini tanggungjawab saya..ada juga tetangga yang minta saya supaya ngajar anaknya mbak..”

(R.1/W.4/b.2272-2282/h.55)

IV.A.3.i.e. Memperoleh Layanan Kesehatan, Pendidikan, Keamanan, dan Kesejahteraan

Sekembalinya Adek dari kota B, Adek yang pernah bekerja sebagai pekerja seks komersil langsung dibawa oleh keluarganya untuk memeriksakan dirinya ke rumah sakit. Keluarganya ingin memastikan kondisi kesehatan Adek apakah dirinya tertular penyakit selama ia bekerja sebagai PSK. Menurut ibunya, setelah pemeriksaan selesai dan hasil pemeriksaan keluar, Adek dinyatakan negatif dari segala jenis penyakit. Mengenai hasil pemeriksaan yang demikian, menurut ibunya, ia dan Adek langsung mengucap syukur kepada Tuhan YME. Ia tidak dapat membayangkan jika hasil pemeriksaan menunjukkan hasil positif


(56)

Adek mengalami penyakit kelamin, tentunya adek akan semakin terpojok dan dikucilkan dari masyarakat.

Adek sedikit menceritakan apa yang ia alami selama masih bekerja sebagai PSK di kota B. Menurutnya laki-laki yang ia layani jarang mau memakai alat kontasepsi, sehingga untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diingin, Adek dan teman-temannyalah yang harus menggunakan alat kontrasepsi. Menurut Adek, alat kontrasepsi tersebut sudah disediakan oleh pengelola tempat hiburan. Jadi setiap akan melayani pasiennya, Adek dan teman-temannya telah terlebih dahulu diberikan alat kontrasepsi.

Setelah dirinya kembali ke Medan, orangtuanya langsung membawanya ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaan dirinya, hasil yang ia peroleh sungguh membuatnya bersyukur. Hasil pemeriksaan menunjukkan jika dirinya terbebas dari penyakit kelamin, untuk hal tersebut dirinya mengatakan jika ia ingin kembali menjalani hidup seperti biasanya.

“bunda nyediakan kondom mbak..tapi pasien jarang ada yang mau make, alasannya gak enak..terpaksa kami yang make kondom kak..tapi waktu balik ke medan, saya periksa mbak..saya gak kena kok..alhamdulilah kali lah mbak..makanya sekarang saya mau hidup baik-baik aja..bantu adik-adik dengan uang yang baik-baik juga dari keringat saya mbak..”

(R.1/W.4/b.1954-1958/h.47)

Untuk layanan pendidikan, ayah dan ibunya tetap tidak mampu membiayai pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, hal itu disebabkan kondisi ekonomi orangtua Adek yang kurang memadai untuk hal tersebut. Orangtua Adek juga masih haru membiayai sekolah keempat adik-adiknya. Seolah mengerti keadaan orang orangtuanya, Adek akhirnya berinisiatif membantu kondisi ekonomi


(1)

12.Abang-abangku.. Navarro Sebayang, SH dan Alex Sebayang, SH, Yos Arnold, SH, Briptu Amir Hamzah, Briptu Aulia Rahman, Briptu Kristian Surbakti. Terima kasih atas cerita-cerita lucunya selama ini. And my little son, Rajata Sebayang, jangan bosan meluk bibi cantik ya sayang..

13.Hendarjat Hambali, M. Psi, terima kasih untuk semangat, doa serta keyakinan dan waktu yang di berikan kepada penulis selama ini hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

14.Kompol Sigit Hariadi, SIK, thank’s atas segala dukungan, waktu, nasihat, perhatian, kasih sayang, materi, respon positif, serta pelukan hangat saat aku membutuhkan itu semua. Tak ada yang mampu mengantikan itu. Tetaplah menjadi kakak sejati untukku. AKP I Gede Putra, SIK, terima kasih atas waktu serta nasihatnya selama Ninda mengerjakan skripsi Ninda.

15.Ucapan spesial kupersembahkan kepada IPTU Gokma Uliate Sitompul, SH, yang selalu menyediakan waktu, perhatian, serta mengingatkan aku agar tekun mengerjakan skripsiku, walau terkadang itu menjengkelkan. Love You my sweetheart. Tetaplah sabar mendampingiku.

16.Seluruh teman-teman psikologi yang aku sayangi, Christy Ruth Nainggolan, S. Psi, Ikbal Sutan, S. Psi, Rayes Simanullang, S. Psi, Chairunnisa Aprilia, S. Psi, Agus Manurung, Roimer Sitorus, Imelvi Putri, Nuru Hasanah, terima kasih sudah menyediakan waktu untukku, untuk semua lelucon serta masukan selama ini.


(2)

17.Kepada seluruh staff Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Medan, terima kasih untuk semua bantuannya selama penulis mengerjakan skripsi penulis.

18.Kedua responden penelitian penulis serta keluarganya yang mau meluangkan waktu serta mau membagi pengalaman kepada penulis sehinggga penulis mendapat pelajaran hidup yang berharga.

19.Segenap pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannnya selama ini hinggar penulis mampu menyelesaikan tugas akhir penulis.

Akhirnya dengan segenap kesadaran bahwa penulisan karya ini jauh dari kesempurnaan. Maka, kritik dan saran senantiasa penulis nantikan untuk perbaikan. Akhir kata semoga karya ini bisa memberi manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.

Medan, Maret 2012


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... ...1

B. RUMUSAN MASALAH...12

C. TUJUAN PENELITIAN...12

D. MANFAAT PENELITIAN...12

E. SISTEMATIKA PENULISAN...14

BAB II LANDASAN TEORI A. RESILIENSI...16

1. PENGERTIAN RESILIENSI...16

2. KARAKTERISTIK RESILIENSI...17

3. FAKTOR RESILIENSI...19

B. EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIL...26

1. PENGERTIAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIL...26

2. FAKTOR-FAKTOR EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIL...28

3. DAMPAK EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIL...30

C. REMAJA...33

1. PENGERTIAN REMAJA...33


(4)

3. PERKEMBANGAN FISIK DAN SEKSUAL REMAJA...37

4. PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA...40

D. RESILIENSI REMAJA PUTRI KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIL...46

BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN...50

B. METODE PENGUMPULAN DATA...51

C. RESPONDEN PENELITIAN...51

1. KARAKTERISTIK RESPONDEN...51

2. JUMLAH RESPONDEN...52

3. PROSEDUR PENGAMBILAN RESPONDEN...53

4. LOKASI PENELITIAN...53

D. TEKNIK PENGAMBILAN DATA...53

E. ALAT PENGUMPULAN DATA...55

F. PROSEDUR PENELITIAN...56

1. TAHAP PERSIAPAN...56

2. TAHAP PELAKSANAAN...58

3. TAHAP PENCATATAN DATA...60

G. TEKNIK DAN PROSEDUR ANALISA DATA...61

H. KREDIBILITAS PENELITIAN...64

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA A. DESKRIPSI DATA RESPONDEN I...67


(5)

1. ANALISA DAN INTERPRETASI RESPONDEN I...76

B. DESKRIPSI DATA RESPONDEN II...143

1. ANALISA DAN INTERPRETASI RESPONDEN II...153

C. DISKUSI...222

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN...253

B. SARAN...258

1. SARAN PRAKTIS...258

2. SARAN PENELITIAN SELANJUTNYA...259

DAFTAR PUSTKA...261


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jadwal Pelaksaan Wawancara... ...66

Tabel 2 Deskripsi Data Responden I...67

Tabel 3 Interpretasi Responden I...124

Tabel 4 Gambaran Resiliensi Responden I...142

Tabel 5 Deskripsi Data Responden II...143

Tabel 6 Interpertasi Responden II...205