Pemanenan. Setelah diinkubasi serat sawit dipanen, kemudian ditimbang,

73 Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh level Aspergillus niger dan penggunaan level kromium pada serat sawit fermentasi berbeda tidak nyata terhadap kandungan selulosa. Peningkatan kandungan selulosa terjadi karena selulosa sebenarnya lebih sulit dicerna dibandingkan hemiselulosa karena ikatan ligno-selulosa lebih kuat dari pada ikatan ligno-hemiselulosa Sutardi 1990. Selanjutnya selama fermentasi berlangsung, meningkatnya kandungan selulosa disebabkan oleh pertumbuhan miselia kapang A. niger yang mengandung serat kasar. Pengaruh inkorporasi kromium pada A. niger terlihat berfluktuasi pada setiap perlakuan, tapi dengan semakin tinggi level inokulum terjadi penurunan kandungan selulosa walaupun secara statistik berbeda tidak nyata. Sebaliknya dengan meningkatnya level kromium kandungan selulosa pada A2 meningkat tapi pada A3 turun kembali . Penga ruh Pe rsentase Inokulum dan Level Kromium terhadap Kandungan VFA mM Produksi VFA cairan rumen mencerminkan tingkat fermentasi suatu bahan, semakin banyak suatu bahan difermentasi semakin besar pula produksi VFA yang dihasilkan. VFA merupakan produk akhir dari fermentasi karbohidrat dan meru-pakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia Parakkasi 1999. Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut didegradasi oleh mikroba rumen. Prod uks i VFA yang tinggi merupakan kecukupan energi bagi ternak. Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan VFA BK disajika n pada Tabe l 13. Konsentrasi VFA yang dihasilkan dalam penelitian ini Tabel 12 berkisar antara 83,51-143,56 mM, berarti masih dalam kisaran normal dimana VFA yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba antara 80-160 mM Suryapratama 1999. VFA total yang dihasilkan pada penelitian ini berada pada kisaran kebutuhan untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba rumen yang optimal. Konsentrasi VFA total SSF-Cr lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, berarti SSF-Cr lebih fermentabel dibandingkan pakan kontrol. Hal ini disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pada SSF-Cr memba ntu menguraika n bahan maka n dan menyebabkan SSF-Cr lebih fermentabe l di rumen. Volatile fatty acid VFA merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi 74 Tabel 13 Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan VFA dan NH3 SSF-Cr mM Persentase Inokulum BK Level Kromium Rataan 2mgkg A1 4mgkgA2 6mgkg A3 Kandungan VFA 5 B1 117.94 AB 124.50 ±0.58 AB 122.37 ±4.35 AB ±7.74 7.5 B2 106.39 AB 143.56 ±10.30 A 83.51 ±39.39 AB ±5.07 10 B3 108.82 AB 127.40 ±28.94 AB 99.82 ±26.29 AB ±40.06 Kandungan NH 3 5 B1 4.57 ± 0.88 5.46 ±0.71 5.01 ±0.76 4.53±0.66 7.5 B2 4.09 ±0.71 4.67 ±0.52 5.52 ±0.14 4.85±0.63 10 B3 4.92 ±0.46 4.42 ±0.10 4.40 ±0.34 4.98±0.63 Rataan 4.52±0.73 4.76±0.76 4.58±0.37 4.79 Keterangan: Superskrip yang berbeda menunjukkan perbeda an yang sangat nyata P0.01. utama ruminansia asal rumen. Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen. Oleh sebab itu, produksi VFA didalam cairan rumen dapat digunakan sebagai tolok ukur fermentabilitas pakan Hartati 1998. Terjadi interaksi antara persentase inok ulum A. niger dengan level kromium terhadap konsentrasi VFA Tabel 13. Hal ini disebabkan oleh tingkat degradasi ba han ke ring yang hampir sama. Pada perlakuan A3B2 ko nsentrasi VFA paling rendah, diduga hal ini disebabkan oleh penggunaan VFA oleh mikroba rumen untuk mensintesis protein mikroba dan juga untuk pembentukan enzim, karena pada A3B2 terjadi kecernaan bahan kering dan bahan organik yang nyata lebih rendah diba nding-kan perlakuan A3B3. Menurut Astriana 2009 bahwa VFA pada ransum yang mengandung kromium organik dengan Ganoderma lucidum adalah 125.8 mM, sedangkan pada penelitian ini yang mengandung kromium organik dengan A. niger adalah VFA 103.96mM, hal ini disebabkan kapang yang digunakan berbeda, sehingga pemanfaatan serat kasar dari SSF-Cr oleh mikroba juga berbeda. Selain itu Ganoderma lucidum mampu medegradasi lignin, sedangkan A. niger hanya mampu mendegradasi serat kasar. Produksi VFA sebesar 117.94 mM terdapat pada perlakuan A1B1, selanjutnya terjadi peningkatan pada perlakuan A2B1 dan turun pada A3B1 dibandingkan dengan A1B1, berarti pada persentase 5 inokulum dengan level kromium 2, dan 4 mgkg terjadi peningkatan jumlah VFA yang dihasilkan.