31
Tabel 8. Karakteristik Bendung Katulampa Nama DAS
Luas km²
L m S
N SHAPE
WD m Z
Katulampa 4.01
5000 13
0.05 Trapesium
50 25
Sumber : SPAS Bendung Katulampa Nilai kekasaran manning s untuk saluran alami Arsyad, 2010
Dalam penelitian ini digunakan tipe routing kinematic wave, karena dapat menjelaskan aliran berdasarkan bentuk DAS dan daerah penelitian berada di hulu.
Daerah hulu memiliki topografi sangat curam, sehingga aliran yang mengalir dapat dihitung dengan tepat. Data Tabel 8 bersifat tetap, karena kondisi DAS tidak
berubah selama penelitian. Data kinematic wave yang telah diinput selanjutnya diproses oleh model HEC, sehingga menghasilkan hidrograf keluaran model.
Gambar 12 menunjukkan keterangan gambar dari data pada Tabel 8 dan tampilan metode routing dalam model.
a
b
Gambar 12. Bentuk Outlet DAS Ciliwung Hulu a dan Tampilan Routing Data Model HEC WMS b
4.7. Analisa Sensitivitas
Analisa model HEC dilakukan pada parameter yang paling sensitif. Nilai bilangan kurva aliran permukaan merupakan parameter yang memiliki tingkat
sensitivitas tinggi. Menurut Ismawardi 2003, parameter BKAP berindeks positif artinya penambahan nilai parameter BKAP akan meningkatkan Qp. Penetapan
nilai BKAP harus dilakukan dengan teliti, sehingga pendugaan debit puncak aliran
32 model mendekati debit puncak aliran hasil pengukuran. Analisa nilai BKAP
dilakukan melalui variasi BKAP. Nilai variasi BKAP yang digunakan terdiri dari BKAP referensi, -5,
+5, -10, +10 , -15, +15, -20, dan +20. Tabel 9 menunjukkan nilai debit dari variasi BKAP yang digunakan.
Tabel 9. Nilai Debit Aliran Hasil Pengukuran Terhadap Model Berdasarkan Variasi BKAP
Berdasarkan Tabel 9, perbedaan nilai debit puncak aliran pada variasi BKAP beragam. Nilai variasi BKAP R-20 menghasilkan nilai debit puncak
aliran model relatif rendah, sedangkan R+15 dan R+20 menghasilkan nilai debit puncak aliran model relatif tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh peningkatan
BKAP terlalu tinggi. Variasi BKAP pada R-15, R-5, R+5, dan R+10 memiliki nilai debit puncak model mendekati hasil pengukuran dari beberapa
kejadian. Dengan demikian, untuk memperoleh nilai debit puncak aliran model yang mendekati hasil pengukuran dari seluruh kejadian, maka dilakukan
pengolahan lebih lanjut terhadap nilai BKAP R-15, R-5, R+5, dan R+10 Lampiran 5. Pada lampiran 5 ditunjukkan nilai BKAP yang mengalami
perubahan dari referensi dan menunjukkan adanya perubahan penggunaan lahan. Sedangkan, nilai variasi BKAP R-15, R-5, R+5, dan R+10 disajikan pada
Tabel 10.
R-20 R-15
R-10 R-5
R R+5
R+10 R+15
R+20
910-01-10 43.26
11.99 35.99
199.08 379.96
695.81 677.1
2171.24 3009.85
4021.3
1314-01-10 29.92
11.99 12
11.99 12
11.99 11.99
116.48 330.21
710.9
1920-01-10 43.26
11.99 11.99
17.74 116.55
364.26 350.18
1636.33 2518.02
3732.63
2223-01-10 43.26
11.99 11.99
11.99 12
11.99 11.99
38.84 174.93
455.07
2829-01-10 33.54
11.99 12
11.99 12
11.99 11.99
23.95 135.41
399.93
910-02-10 97.94
11.99 12
11.99 59.14
248.72 234.4
1307.98 2027.04
2989.65
1617-02-10 62.86
11.99 12
11.99 12
11.99 11.99
178.4 450.54
909.53
1819-02-10 43.26
11.99 12
11.99 47.2
220.43 206.93
1275.19 2044.66
3124.17
23-03-10 35.83
11.99 11.99
11.99 12
25.17 22.23
470.57 849.18
1402.79
1011-03-10 81.77
11.99 12
11.99 12
24.45 21.6
551.85 1013.3
1752.75
1112-03-10 81.77
14.03 109.41
455.84 936.34
1629.66 1585.96
4176.16 5702.86
7692.61
QpL m³s
Tanggal QpM m³s
33
Tabel 10. Nilai Variasi BKAP Hasil Analisa Sensitivitas
A B
C D
1 21
47 60
65 Hutan Lahan Kering Primer
2 31
51 62
67 Hutan Lahan Kering Sekunder
3 38
56 65
71 Hutan Tanaman Industri HTI
4 47
59 66
71 Perkebunan
5 52
64 71
74 Permukiman
6 55
64 70
73 Pertanian Lahan Kering
7 53
60 66
69 Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak
8 50
59 66
69 Sawah
9 21
50 64
71 SemakBelukar
10 42
59 67
71 Tanah Terbuka
Lucode_R-15 Penggunaan Lahan
Kelompok Hidrologi Tanah KHT
A B
C D
1 24
52 67
73 Hutan Lahan Kering Primer
2 34
60 69
75 Hutan Lahan Kering Sekunder
3 43
63 73
79 Hutan Tanaman Industri HTI
4 52
66 74
79 Perkebunan
5 58
71 79
83 Permukiman
6 62
71 78
82 Pertanian Lahan Kering
7 59
67 74
77 Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak
8 56
67 62
77 Sawah
9 24
56 71
79 SemakBelukar
10 47
66 75
80 Tanah Terbuka
Lucode_R-5 Penggunaan Lahan
Kelompok Hidologi Tanah KHT
A B
C D
1 28
61 77
85 Hutan Lahan Kering Primer
2 40
66 80
87 Hutan Lahan Kering Sekunder
3 50
73 85
91 Hutan Tanaman Industri HTI
4 61
76 86
91 Perkebunan
5 67
83 91
96 Permukiman
6 72
83 90
95 Pertanian Lahan Kering
7 68
78 86
89 Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak
8 65
77 86
89 Sawah
9 28
65 83
91 SemakBelukar
10 54
76 87
92 Tanah Terbuka
Lucode_R+10 Penggunaan Lahan
Kelompok Hidrologi Tanah KHT A
B C
D 1
26 58
74 81
Hutan Lahan Kering Primer 2
38 63
77 83
Hutan Lahan Kering Sekunder 3
47 69
81 87
Hutan Tanaman Industri HTI 4
58 72
82 87
Perkebunan 5
64 79
87 91
Permukiman 6
62 79
86 90
Pertanian Lahan Kering 7
65 75
82 85
Pertanian Lahan Kering Bercampur dengan Semak 8
62 74
82 85
Sawah 9
26 62
79 87
SemakBelukar 10
51 72
83 88
Tanah Terbuka Lucode_R+5
Penggunaan Lahan Kelompok Hidrologi Tanah KHT
34
4.8. Keluaran Model