Aplikasi HEC-HMS Untuk Perkiraan Hidrograf Aliran Di DAS Ciliwung Bagian Hulu

(1)

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF

ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU

RISYANTO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

ABSTRAK

RISYANTO. Aplikasi HEC-HMS untuk Perkiraan Hidrograf Aliran di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Bagian Hulu. Dibimbing oleh BAMBANG DWI DASANTO.

Salah satu tujuan pengelolaan DAS adalah untuk mencapai terwujudnya kondisi tata air yang optimal. Kondisi tata air tersebut dapat dikenali dari sifat aliran sungai sebagai luaran DAS. Berbagai model simulasi hidrologi yang menerangkan proses perubahan masukan hujan menjadi luaran DAS berupa debit sungai telah banyak dikembangkan, salah satunya adalah HEC-HMS (Hydrologic Engineering Center-Hydrologic Modelling System).

Penelitian ini antara lain bertujuan untuk: (1) mendapatkan hidrograf aliran HEC-HMS berdasarkan metode hidrograf satuan Clark, SCS dan Snyder, (2) menentukan metode yang paling sesuai diantara ketiga metode tersebut, serta (3) memperkirakan debit banjir berdasarkan perubahan penggunaan lahan dan curah hujan harian maksimum. Daerah kajian penelitian adalah DAS Ciliwung bagian hulu dengan luasan sekitar 148 km2, yang terletak antara 06o05’–06o50’ LS dan 106o40’ BT–107o00’ BT.

Dalam HEC-HMS, metode bilangan kurva dipilih untuk menghitung besar curah hujan efektif, yaitu dari pengurangan curah hujan bruto dengan berbagai bentuk kehilangan air (loss). Transformasi dari curah hujan efektif menjadi hidrograf aliran langsung (direct runoff) diperoleh dengan menggunakan metode hidrograf satuan Clark, SCS dan Snyder. Hidrograf aliran HEC-HMS merupakan total dari aliran langsung ditambah dengan aliran dasar (baseflow) yang diturunkan dengan metode konstanta resesi.

Hampir semua hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS memberikan nilai yang lebih besar dari hidrograf aliran pengamatan. Dari 9 kasus kejadian hujan terpilih pada tahun 2004, didapatkan nilai debit puncak (Qp) terbesar 102,23 m3/s pada metode Clark, dan terkecil 16,83

m3/s pada metode Snyder. Nilai volume puncak (Vp) terbesar juga dihasilkan hidrograf Clark, yaitu

3.172.630 m3 dan terkecil 699.190 m3 pada metode Snyder. Waktu puncak (Tp) pada hidrograf

aliran yang dihasilkan model berkisar antara 3–6,5 jam. Hasil uji kemiripan Nash dan Sutcliff (1970) menunjukkan bahwa kemiripan model Clark, SCS maupun Snyder dengan pengamatan adalah sedang. Dibandingkan metode lainnya, metode SCS memiliki nilai kemiripan yang tertinggi, menunjukkan bahwa dalam kasus penelitian ini, metode SCS adalah yang paling sesuai untuk DAS Ciliwung hulu. Bila laju perubahan penggunaan lahan per tahun dianggap tetap dan tidak terjadi penambahan tipe penggunaan lahan yang baru, maka pada tahun 2010, jika terjadi hujan harian maksimum periode ulang 5 tahun, debit dan volume puncak yang diperkirakan model HEC-HMS sebesar 114,6 m3/s dan 4.217.240 m3 dengan waktu puncak selama 4 jam.


(3)

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF

ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU

RISYANTO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(4)

Judul

: Aplikasi HEC-HMS untuk Perkiraan Hidrograf Aliran di DAS

Ciliwung Bagian Hulu

Nama :

Risyanto

NRP :

G24101014

Menyetujui,

Pembimbing

Drs. Bambang Dwi Dasanto, M.Si

NIP. 132014045

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.Sc

NIP. 131473999


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 1982 sebagai anak kedua dari empat bersaudara. Penulis lahir dari pasangan Bapak Paliman dan Ibu Umirah.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 47 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Meteorologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama perkuliahan, penulis ikut berperan aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, diantaranya tergabung dalam organisasi HIMAGRETO (Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi) sebagai Ketua Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia pada tahun 2003, dan sebagai Ketua Departemen Keilmuan dan Keprofesian pada tahun 2004. Pada tahun ajaran 2004/2005 penulis menjadi asisten mata kuliah Meteorologi Fisik untuk program Sarjana.

Penulis melaksanakan Praktik Lapang di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta pada bulan Juni – Agustus 2004.


(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penelitian dan penulisan laporan skripisi dengan judul “Aplikasi HEC-HMS untuk Perkiraan Hidrograf Aliran di DAS Ciliwung Bagian Hulu” dapat terselesaikan. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Penulis menyadari pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, ungkapan terima kasih patut penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Bambang Dwi Dasanto, M.Si selaku pembimbing, atas arahan dan bimbingannya selama pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan laporan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Teguh dan Bapak Marwan (PPBPP Ciliwung-Cisadane), Bapak Fakhrudin (LIPI), Kak Iman, Tenike, Benny, Jonsen dan Tari yang telah membantu dalam penyediaan data, Sasat, Fikri, Adi, Rico, Utian, Haries, Maidi, Yasa, rekan-rekan Meteorologi 38, rekan-rekan LabKlim, rekan-rekan CER Indonesia, dan rekan-rekan lainnya, atas saran, dukungan, dan kebersamaannya, serta semua pihak dan instansi yang telah membantu selama penulis menyelesaikan penelitian. Tak lupa penghargaan khusus penulis sampaikan kepada keluarga penulis, Ibu, Bapak, Kak Wanti, Dede dan Ayu, serta keluarga Bapak Syarif Hidayat atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya.

Akhirnya penulis berharap semoga karya kecil ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2007


(7)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi ... 1

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 1

2.3 Presipitasi ... 2

2.4 Analisis Presipitasi ... 2

2.5 Limpasan ... 2

2.6 Hidrograf Satuan ... 3

2.7 Hidrograf Satuan Sintetik... 3

2.8 Aliran Dasar ... 4

2.9 Penelusuran Banjir ... 4

2.10 Model HEC-HMS ... 4

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 5

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 6

3.3 Metode Penelitian ... 6

3.3.1 Analisis Presipitasi... 7

3.3.2 Penentuan Bilangan Kurva dan Impervious Area... 7

3.3.3 Penyusunan Basin Model... 8

3.3.4 Kalibrasi ... 11

IV. KEADAAN UMUM DAS CILIWUNG BAGIAN HULU 4.1 Letak dan Luas Daerah... 11

4.2 Iklim... 11

4.3 Topografi... 12

4.4 Tanah dan Penggunaan Lahan... 13

4.5 Morfometri DAS ... 13

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Presipitasi ... 14

5.2 Bilangan Kurva dan Impervious Area... 14

5.3 Penyusunan Basin Model ... 15

5.4 Hidrograf Aliran Pengamatan ... 17

5.5 Hidrograf Aliran HEC-HMS ... 18

5.6 Pengujian Model ... 19

5.7 Kepekaan HEC-HMS terhadap Parameter Bilangan Kurva... 19

5.8 Simulasi Hidrograf Aliran ... 20

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 22

6.2 Saran ... 22


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kelompok hidrologi tanah menurut SCS dan sifat-sifatnya ... 7

Tabel 3.2 Hubungan laju infiltrasi minimum dengan kelompok tanah menurut SCS... 7

Tabel 3.3 Batasan jumlah curah hujan pada setiap kondisi KAT sebelumnya ... 8

Tabel 3.4 Faktor imperviousness berdasarkan tipe penggunaan lahan ... 8

Tabel 3.5 Metode perhitungan objective function ... 11

Tabel 4.1 Curah hujan rata-rata bulanan tiap stasiun dan curah hujan wilayah DAS Ciliwung bagian hulu 1985-2002 ... 12

Tabel 4.2 Luas DAS Ciliwung bagian hulu berdasarkan kemiringan ... 12

Tabel 4.3 Jenis tanah DAS Ciliwung bagian hulu ... 13

Tabel 4.4 Tipe penggunaan lahan DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004 ... 13

Tabel 4.5 Parameter morfometri DAS Ciliwung bagian hulu ... 14

Tabel 5.1 Bobot poligon Thiessen pada masing-masing subDAS di DAS Ciliwung bagian hulu ... 14

Tabel 5.2 Total curah hujan 5 hari sebelum kejadian hujan terpilih di DAS Ciliwung bagian Hulu ... 15

Tabel 5.3 Nilai bilangan kurva dan imperviousness tiap SubDAS di DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004 ... 15

Tabel 5.4 Metode dan parameter masukan HEC-HMS ... 16

Tabel 5.5 Nilai parameter direct runoff model pada masing-masing subDAS ... 17

Tabel 5.6 Parameter hidrograf pengamatan Katulampa pada kasus kejadian hujan terpilih ... 18

Tabel 5.7 Nilai F hasil pengujian model Clark, SCS dan Snyder ... 19

Tabel 5.8 Rasio selisih nilai Qp, Vp dan Tpyang dihasilkan HEC-HMS pada KAT hujan terpilih dengan KAT kondisi II terhadap Qp, Vp dan Tp pengamatan ... 20

Tabel 5.9 Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1996 dan 2004 serta prediksi tahun 2010 ... 21

Tabel 5.10 Curah hujan harian maksimum wilayah DAS Ciliwung bagian hulu ... 21

Tabel 5.11 Rata-rata persentase distribusi hujan harian durasi 2, 3 dan 4 jam di Stasiun Gadog dan Gunung Mas ... 21

Tabel 5.12 Perkiraan debit puncak, volume puncak dan waktu puncak hidrograf model HEC-HMS pada tahun 2010 ... 21


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Siklus hidrologi ... 1

Gambar 2.2 Hidrograf satuan segitiga model SCS ... 3

Gambar 2.3 Komponan hujan-limpasan yang direpresentasikan mdel HEC-HMS ... 5

Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian ... 6

Gambar 3.2 Konstruksi curah hujan wilayah metode poligon Thiessen ... 7

Gambar 4.1 Peta lokasi daerah penelitian ... 12

Gambar 5.1 Konfigurasi DAS Ciliwung bagian hulu dalam basin model HEC-HMS ... 16

Gambar 5.2 Grafik 1:1 antara parameter debit puncak hidrograf aliran HEC-HMS dengan pengamatan ... 19

Gambar 5.3 Grafik 1:1 antara parameter volume puncak hidrograf aliran HEC-HMS dengan pengamatan ... 19

Gambar 5.4 Grafik 1:1 antara parameter waktu puncak hidrograf aliran HEC-HMS dengan pengamatan ... 19


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Tabel Bilangan Kurva (CN) aliran permukaan untuk berbagai kompleks

penutupan tanah ... 24 Lampiran 2. Peta jaringan sungai, batas DAS dan subDAS, dan peta jenis tanah DAS

Ciliwung bagian hulu ... 25 Lampiran 3. Peta kelompok hidrologi tanah dan peta penggunaan lahan 2004 DAS

Ciliwung bagian hulu ... 26 Lampiran 4. Curah hujan kumulatif per 30 menit pada Stasiun Gadog dan Gunung Mas dan

curah hujan kumulatif harian pada Stasiun Cilember dan Citeko tahun 2004 .... 27 Lampiran 5. Debit aliran (m3/det) pengamatan dari Stasiun Pengamat Arus Sungai

Katulampa ... 28 Lampiran 6. Nilai parameter loss model dalam HEC-HMS untuk setiap tanggal kejadian

hujan terpilih ... 29 Lampiran 7. Hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS metode Snyder, SCS dan Clark,

serta hidrograf pengamatannya pada kejadian hujan terpilih berdasarkan parameter masukan awal ... 30 Lampiran 8. Nilai rata-rata parameter hasil kalibrasi menggunakan kriteria peak weighted

RMS error objective function dengan algoritma univariate gradient ... 31 Lampiran 9. Hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS metode Snyder, SCS dan Clark,

serta hidrograf pengamatannya pada kejadian hujan terpilih berdasarkan parameter masukan terkalibrasi ... 32 Lampiran 10. Parameter debit puncak, Qp, Volume puncak, Vp dan Waktu puncak, Tp dari

hidrograf HEC-HMS berdasarkan parameter masukan awal dan parameter hasil kalibrasi (kal), dengan nilai pengamatannya (obs) ... 33 Lampiran 11. Langkah-langkah pengerjaan HEC-HMS ... 34


(11)

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF

ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU

RISYANTO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

ABSTRAK

RISYANTO. Aplikasi HEC-HMS untuk Perkiraan Hidrograf Aliran di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Bagian Hulu. Dibimbing oleh BAMBANG DWI DASANTO.

Salah satu tujuan pengelolaan DAS adalah untuk mencapai terwujudnya kondisi tata air yang optimal. Kondisi tata air tersebut dapat dikenali dari sifat aliran sungai sebagai luaran DAS. Berbagai model simulasi hidrologi yang menerangkan proses perubahan masukan hujan menjadi luaran DAS berupa debit sungai telah banyak dikembangkan, salah satunya adalah HEC-HMS (Hydrologic Engineering Center-Hydrologic Modelling System).

Penelitian ini antara lain bertujuan untuk: (1) mendapatkan hidrograf aliran HEC-HMS berdasarkan metode hidrograf satuan Clark, SCS dan Snyder, (2) menentukan metode yang paling sesuai diantara ketiga metode tersebut, serta (3) memperkirakan debit banjir berdasarkan perubahan penggunaan lahan dan curah hujan harian maksimum. Daerah kajian penelitian adalah DAS Ciliwung bagian hulu dengan luasan sekitar 148 km2, yang terletak antara 06o05’–06o50’ LS dan 106o40’ BT–107o00’ BT.

Dalam HEC-HMS, metode bilangan kurva dipilih untuk menghitung besar curah hujan efektif, yaitu dari pengurangan curah hujan bruto dengan berbagai bentuk kehilangan air (loss). Transformasi dari curah hujan efektif menjadi hidrograf aliran langsung (direct runoff) diperoleh dengan menggunakan metode hidrograf satuan Clark, SCS dan Snyder. Hidrograf aliran HEC-HMS merupakan total dari aliran langsung ditambah dengan aliran dasar (baseflow) yang diturunkan dengan metode konstanta resesi.

Hampir semua hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS memberikan nilai yang lebih besar dari hidrograf aliran pengamatan. Dari 9 kasus kejadian hujan terpilih pada tahun 2004, didapatkan nilai debit puncak (Qp) terbesar 102,23 m3/s pada metode Clark, dan terkecil 16,83

m3/s pada metode Snyder. Nilai volume puncak (Vp) terbesar juga dihasilkan hidrograf Clark, yaitu

3.172.630 m3 dan terkecil 699.190 m3 pada metode Snyder. Waktu puncak (Tp) pada hidrograf

aliran yang dihasilkan model berkisar antara 3–6,5 jam. Hasil uji kemiripan Nash dan Sutcliff (1970) menunjukkan bahwa kemiripan model Clark, SCS maupun Snyder dengan pengamatan adalah sedang. Dibandingkan metode lainnya, metode SCS memiliki nilai kemiripan yang tertinggi, menunjukkan bahwa dalam kasus penelitian ini, metode SCS adalah yang paling sesuai untuk DAS Ciliwung hulu. Bila laju perubahan penggunaan lahan per tahun dianggap tetap dan tidak terjadi penambahan tipe penggunaan lahan yang baru, maka pada tahun 2010, jika terjadi hujan harian maksimum periode ulang 5 tahun, debit dan volume puncak yang diperkirakan model HEC-HMS sebesar 114,6 m3/s dan 4.217.240 m3 dengan waktu puncak selama 4 jam.


(13)

APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF

ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU

RISYANTO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(14)

Judul

: Aplikasi HEC-HMS untuk Perkiraan Hidrograf Aliran di DAS

Ciliwung Bagian Hulu

Nama :

Risyanto

NRP :

G24101014

Menyetujui,

Pembimbing

Drs. Bambang Dwi Dasanto, M.Si

NIP. 132014045

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.Sc

NIP. 131473999


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 1982 sebagai anak kedua dari empat bersaudara. Penulis lahir dari pasangan Bapak Paliman dan Ibu Umirah.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 47 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Meteorologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama perkuliahan, penulis ikut berperan aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, diantaranya tergabung dalam organisasi HIMAGRETO (Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi) sebagai Ketua Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia pada tahun 2003, dan sebagai Ketua Departemen Keilmuan dan Keprofesian pada tahun 2004. Pada tahun ajaran 2004/2005 penulis menjadi asisten mata kuliah Meteorologi Fisik untuk program Sarjana.

Penulis melaksanakan Praktik Lapang di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta pada bulan Juni – Agustus 2004.


(16)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penelitian dan penulisan laporan skripisi dengan judul “Aplikasi HEC-HMS untuk Perkiraan Hidrograf Aliran di DAS Ciliwung Bagian Hulu” dapat terselesaikan. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Penulis menyadari pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, ungkapan terima kasih patut penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Bambang Dwi Dasanto, M.Si selaku pembimbing, atas arahan dan bimbingannya selama pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan laporan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Teguh dan Bapak Marwan (PPBPP Ciliwung-Cisadane), Bapak Fakhrudin (LIPI), Kak Iman, Tenike, Benny, Jonsen dan Tari yang telah membantu dalam penyediaan data, Sasat, Fikri, Adi, Rico, Utian, Haries, Maidi, Yasa, rekan-rekan Meteorologi 38, rekan-rekan LabKlim, rekan-rekan CER Indonesia, dan rekan-rekan lainnya, atas saran, dukungan, dan kebersamaannya, serta semua pihak dan instansi yang telah membantu selama penulis menyelesaikan penelitian. Tak lupa penghargaan khusus penulis sampaikan kepada keluarga penulis, Ibu, Bapak, Kak Wanti, Dede dan Ayu, serta keluarga Bapak Syarif Hidayat atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya.

Akhirnya penulis berharap semoga karya kecil ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2007


(17)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi ... 1

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 1

2.3 Presipitasi ... 2

2.4 Analisis Presipitasi ... 2

2.5 Limpasan ... 2

2.6 Hidrograf Satuan ... 3

2.7 Hidrograf Satuan Sintetik... 3

2.8 Aliran Dasar ... 4

2.9 Penelusuran Banjir ... 4

2.10 Model HEC-HMS ... 4

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 5

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 6

3.3 Metode Penelitian ... 6

3.3.1 Analisis Presipitasi... 7

3.3.2 Penentuan Bilangan Kurva dan Impervious Area... 7

3.3.3 Penyusunan Basin Model... 8

3.3.4 Kalibrasi ... 11

IV. KEADAAN UMUM DAS CILIWUNG BAGIAN HULU 4.1 Letak dan Luas Daerah... 11

4.2 Iklim... 11

4.3 Topografi... 12

4.4 Tanah dan Penggunaan Lahan... 13

4.5 Morfometri DAS ... 13

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Presipitasi ... 14

5.2 Bilangan Kurva dan Impervious Area... 14

5.3 Penyusunan Basin Model ... 15

5.4 Hidrograf Aliran Pengamatan ... 17

5.5 Hidrograf Aliran HEC-HMS ... 18

5.6 Pengujian Model ... 19

5.7 Kepekaan HEC-HMS terhadap Parameter Bilangan Kurva... 19

5.8 Simulasi Hidrograf Aliran ... 20

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 22

6.2 Saran ... 22


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kelompok hidrologi tanah menurut SCS dan sifat-sifatnya ... 7

Tabel 3.2 Hubungan laju infiltrasi minimum dengan kelompok tanah menurut SCS... 7

Tabel 3.3 Batasan jumlah curah hujan pada setiap kondisi KAT sebelumnya ... 8

Tabel 3.4 Faktor imperviousness berdasarkan tipe penggunaan lahan ... 8

Tabel 3.5 Metode perhitungan objective function ... 11

Tabel 4.1 Curah hujan rata-rata bulanan tiap stasiun dan curah hujan wilayah DAS Ciliwung bagian hulu 1985-2002 ... 12

Tabel 4.2 Luas DAS Ciliwung bagian hulu berdasarkan kemiringan ... 12

Tabel 4.3 Jenis tanah DAS Ciliwung bagian hulu ... 13

Tabel 4.4 Tipe penggunaan lahan DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004 ... 13

Tabel 4.5 Parameter morfometri DAS Ciliwung bagian hulu ... 14

Tabel 5.1 Bobot poligon Thiessen pada masing-masing subDAS di DAS Ciliwung bagian hulu ... 14

Tabel 5.2 Total curah hujan 5 hari sebelum kejadian hujan terpilih di DAS Ciliwung bagian Hulu ... 15

Tabel 5.3 Nilai bilangan kurva dan imperviousness tiap SubDAS di DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004 ... 15

Tabel 5.4 Metode dan parameter masukan HEC-HMS ... 16

Tabel 5.5 Nilai parameter direct runoff model pada masing-masing subDAS ... 17

Tabel 5.6 Parameter hidrograf pengamatan Katulampa pada kasus kejadian hujan terpilih ... 18

Tabel 5.7 Nilai F hasil pengujian model Clark, SCS dan Snyder ... 19

Tabel 5.8 Rasio selisih nilai Qp, Vp dan Tpyang dihasilkan HEC-HMS pada KAT hujan terpilih dengan KAT kondisi II terhadap Qp, Vp dan Tp pengamatan ... 20

Tabel 5.9 Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1996 dan 2004 serta prediksi tahun 2010 ... 21

Tabel 5.10 Curah hujan harian maksimum wilayah DAS Ciliwung bagian hulu ... 21

Tabel 5.11 Rata-rata persentase distribusi hujan harian durasi 2, 3 dan 4 jam di Stasiun Gadog dan Gunung Mas ... 21

Tabel 5.12 Perkiraan debit puncak, volume puncak dan waktu puncak hidrograf model HEC-HMS pada tahun 2010 ... 21


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Siklus hidrologi ... 1

Gambar 2.2 Hidrograf satuan segitiga model SCS ... 3

Gambar 2.3 Komponan hujan-limpasan yang direpresentasikan mdel HEC-HMS ... 5

Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian ... 6

Gambar 3.2 Konstruksi curah hujan wilayah metode poligon Thiessen ... 7

Gambar 4.1 Peta lokasi daerah penelitian ... 12

Gambar 5.1 Konfigurasi DAS Ciliwung bagian hulu dalam basin model HEC-HMS ... 16

Gambar 5.2 Grafik 1:1 antara parameter debit puncak hidrograf aliran HEC-HMS dengan pengamatan ... 19

Gambar 5.3 Grafik 1:1 antara parameter volume puncak hidrograf aliran HEC-HMS dengan pengamatan ... 19

Gambar 5.4 Grafik 1:1 antara parameter waktu puncak hidrograf aliran HEC-HMS dengan pengamatan ... 19


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Tabel Bilangan Kurva (CN) aliran permukaan untuk berbagai kompleks

penutupan tanah ... 24 Lampiran 2. Peta jaringan sungai, batas DAS dan subDAS, dan peta jenis tanah DAS

Ciliwung bagian hulu ... 25 Lampiran 3. Peta kelompok hidrologi tanah dan peta penggunaan lahan 2004 DAS

Ciliwung bagian hulu ... 26 Lampiran 4. Curah hujan kumulatif per 30 menit pada Stasiun Gadog dan Gunung Mas dan

curah hujan kumulatif harian pada Stasiun Cilember dan Citeko tahun 2004 .... 27 Lampiran 5. Debit aliran (m3/det) pengamatan dari Stasiun Pengamat Arus Sungai

Katulampa ... 28 Lampiran 6. Nilai parameter loss model dalam HEC-HMS untuk setiap tanggal kejadian

hujan terpilih ... 29 Lampiran 7. Hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS metode Snyder, SCS dan Clark,

serta hidrograf pengamatannya pada kejadian hujan terpilih berdasarkan parameter masukan awal ... 30 Lampiran 8. Nilai rata-rata parameter hasil kalibrasi menggunakan kriteria peak weighted

RMS error objective function dengan algoritma univariate gradient ... 31 Lampiran 9. Hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS metode Snyder, SCS dan Clark,

serta hidrograf pengamatannya pada kejadian hujan terpilih berdasarkan parameter masukan terkalibrasi ... 32 Lampiran 10. Parameter debit puncak, Qp, Volume puncak, Vp dan Waktu puncak, Tp dari

hidrograf HEC-HMS berdasarkan parameter masukan awal dan parameter hasil kalibrasi (kal), dengan nilai pengamatannya (obs) ... 33 Lampiran 11. Langkah-langkah pengerjaan HEC-HMS ... 34


(21)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAS Ciliwung merupakan salah satu DAS penting bagi wilayah Jawa Barat terutama daerah Bogor dan DKI Jakarta. Kejadian banjir di DKI Jakarta seringkali disebabkan oleh melimpahnya hujan yang jatuh di kawasan DAS tersebut terutama di daerah hulu. DAS Ciliwung mempunyai karakteristik menarik, bentuk aliran menyempit di bagian hilir dan melebar di bagian hulu. Aliran air berasal dari arah selatan ke utara Jakarta. Bagian hulu DAS ini berada pada ketinggian 300–3000 m dpl, dengan luas wilayah sekitar 148 km2.

Salah satu tujuan pengelolaan DAS adalah untuk mencapai terwujudnya kondisi tata air yang optimal. Kondisi tata air tersebut dapat dikenali dari sifat aliran sungai sebagai luaran DAS. Aliran sungai sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat masukan DAS yang berupa hujan dan karakteristik fisik daerah pengaliran. Informasi dan data masukan maupun luaran DAS dapat diperoleh dengan cara pengamatan dan pengukuran kejadian hujan dan debit sungai pada suatu tempat dengan jangka waktu pengukuran yang cukup memadai. Karakteristik fisik DAS juga dapat diketahui berdasarkan deskripsi kondisi permukaan lahan.

Berbagai model simulasi hidrologi yang menerangkan proses perubahan masukan hujan menjadi luaran DAS berupa debit sungai telah banyak dikembangkan, salah satunya adalah HEC-HMS (Hydrologic Engineering Center-Hydrologic Modelling System). HEC-HMS adalah program yang dirancang untuk mensimulasikan respon hidrologi dalam bentuk aliran limpasan permukaan dari suatu DAS dengan curah hujan sebagai komponen masukannya. HEC-HMS merupakan pengembangan dari model HEC-1. Hasil keluaran program adalah perhitungan hidrograf aliran sungai pada lokasi yang dikehendaki dalam DAS.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menetapkan hidrograf aliran HEC-HMS serta menentukan metode yang paling sesuai untuk DAS Ciliwung bagian hulu diantara metode hidrograf satuan sintetik Snyder, SCS dan Clark.

2. Memperkirakan debit banjir berdasarkan pola perubahan penggunaan lahan dan curah hujan harian maksimum.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi

Konsep siklus hidrologi merupakan sesuatu yang berguna sebagai titik awal untuk mempelajari hidrologi secara akademis (Linsley et al 1982). Siklus hidrologi (hydrologic cycle) adalah proses perpindahan air secara kontinu dari samudera ke atmosfer, ke tanah dan kembali lagi ke laut (Viessman et al 1977).

Secara sederhana, siklus ini dimulai dengan penguapan air dari laut. Dalam kondisi tertentu, uap tersebut terkondensasi membentuk awan yang pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi. Sebagian besar presipitasi yang jatuh ke bumi untuk sementara waktu akan tertahan pada tanah di dekat tempat ia jatuh, dan pada akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfer oleh penguapan (evaporasi) dan transpirasi oleh tanaman.

Sebagian air mencari jalannya sendiri melalui permukaan dan bagian atas tanah menuju sungai, sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam tanah dan menjadi bagian dari airbumi (groundwater). Di bawah pengaruh gaya gravitasi, baik aliran permukaan (surface streamflow) maupun aliran airbumi (baseflow) bergerak menuju tempat yang lebih rendah, mengisi aliran sungai dan pada akhirnya dapat mengalir ke laut.

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (Bedient & Huber 1988).

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai-sungai utama (Asdak 1995).

Dalam Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 1977 tentang DAS, dibataskan sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu


(22)

kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber lainnya.

Bentuk dan ukuran DAS, kemiringan permukaan tanah dan sungai/saluran air, dan kerapatan sungai adalah karakteristik DAS yang relatif berhubungan. Masing-masing karakteristik DAS tersebut, secara bersama-sama akan mempengaruhi respon DAS terhadap terjadinya suatu hujan tertentu. Sementara, sistem tanam dan keadaan tanah adalah komponen DAS yang bersifat dinamik dan apabila vegetasi diubah dalam batas tertentu dapat mempengaruhi respon aliran air dalam DAS terhadap curah hujan tertentu (Asdak, 1995).

2.3 Presipitasi

Presipitasi adalah masukan utama bagi siklus hidrologi. Bentuk utamanya adalah hujan, salju dan hujan es dan beberapa variasi bentuk lain seperti gerimis dan hujan yang bercampur dengan salju (sleet). Presipitasi diperoleh dari atmosfer, bentuk dan kuantitasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim yang lain seperti angin, suhu dan tekanan atmosfer (Viessman et al 1977).

Curah hujan yang dibutuhkan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah yang diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan (Sosrodarsono dan Takeda 2003). Terdapat beberapa teknik perhitungan curah hujan wilayah dari pengamatan di beberapa titik, yaitu metode rata-rata aljabar, metode poligon Thiessen, dan metode isohyet.

Jika titik-titik pengamatan di dalam suatu daerah tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan wilayah dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. Curah hujan wilayah metode Thiessen dihitung dengan rumus :

= = = n i i n i i i A R A R 1 1 dimana,

R

= curah hujan wilayah (mm),

Ai = luas wilayah yang mewakili tiap

titik pengamatan i,

Ri = curah hujan di tiap titik

pengamatan i (mm).

Perhitungan luas wilayah metode Thiessen didasarkan atas luas poligon yang digambar dari garis bagi tegak lurus pada sisi-sisi segitiga yang menghubungkan titik-titik pengamatan.

2.4 Analisis Frekuensi

Periode ulang sering dipakai sebagai pengganti probabilitas untuk melukiskan suatu kejadian rencana. Periode ulang diartikan sebagai selang waktu rata-rata (sejumlah tahun) suatu kejadian akan disamai atau dilampaui (Seyhan 1990).

Jika suatu kejadian ekstrim rata-rata terjadi setiap 25 tahun sekali, maka probabilitas atau peluang kejadian tersebut sebesar 1/25 = 0,04 atau 4 persen. Hubungan antara periode ulang T, dengan probabilitas P, adalah T = 1/P. Hubungan ini merupakan definisi dasar dalam hidrologi statistik (Haan 1977).

Analisis frekuensi digunakan untuk menentukan periode ulang kejadian hujan harian maksimum. Persamaan umum analisis frekuensi menurut Chow (1964) dapat dibuat dalam bentuk :

T

T

X

SK

X

=

+

dimana, XT adalah besar atau nilai suatu

kejadian X dengan periode ulang T tahun, X

adalah harga rata-rata nilai pengamatan, KT

adalah faktor frekuensi, dan S adalah standar deviasi.

Nilai faktor frekuensi berbeda untuk setiap tipe distribusi. Beberapa macam tipe distribusi diantaranya adalah : (1) distribusi normal, (2) distribusi log normal, (3) distribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I, serta (4) distribusi log Pearson tipe III. Disribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I dan log Pearson tipe III sering dipakai untuk analisis frekuensi kejadian ekstrim. 2.5 Limpasan

Hujan efektif atau hujan lebih (excess precipitation) merupakan hujan yang menyebabkan terjadinya limpasan (runoff). Besarnya curah hujan efektif yang terjadi pada suatu DAS akan dipengaruhi oleh keadaan lahan setempat (landuse) dan karakteristik DAS. Secara garis besar hujan efektif diperoleh dari pengurangan curah hujan yang turun (gross precipitation) dengan besarnya infiltrasi, intersepsi, depresi dan evapotranspirasi atau disebut sebagai precipitation loss.

Limpasan adalah bagian dari presipitasi yang terdiri atas gerak gravitasi air dan tampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus (Chow 1964).


(23)

Limpasan yang dihasilkan oleh suatu DAS merupakan hasil proses yang ada di dalam DAS. Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan, serta elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat-sifat fisik daerah pengaliran (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Hasil limpasan dari DAS di suatu tempat biasanya disajikan dalam bentuk tabel maupun grafik. Grafik kontinyu yang menggambarkan fenomena aliran (tinggi muka air, debit, kecepatan dll) dengan waktu disebut hidrograf. Umumnya ada dua macam hidrograf, yaitu : hidrograf tinggi muka air (stage hydrograph) dan hidrograf aliran (discharge hydrograph). 2.6 Hidrograf Satuan

Hidrograf satuan didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung yang disebabkan oleh curah hujan efektif dengan intensitas seragam jatuh merata diseluruh daerah aliran sungai dengan durasi yang khas. Satuan hujan efektif biasanya 1 mm atau satuan limpasan langsung setebal 1 mm di seluruh DAS.

Untuk menghitung debit banjir menggunakan metode hidrograf satuan, diperlukan curah hujan efektif sebagai masukan. Persamaan umum yang digunakan untuk merubah hietograf hujan efektif menjadi limpasan adalah :

=

=

n

i j i

n

P

U

Q

1

dimana Qn adalah ordinat limpasan ke-n, Pi

adalah curah hujan efektif, dan Uj adalah

ordinat dari hidrograf satuan (j = n – i + 1). 2.7 Hidrograf Satuan Sintetik

Hidrograf satuan sintetik merupakan hidrograf satuan yang dihasilkan dari parameter-parameter fisik suatu DAS. Parameter hidrograf satuan sintetik yang dikemukakan adalah waktu tenggang (time lag, tl), waktu dasar (time base, tb), dan debit

puncak (peak discharge, Qp).

Secara garis besar ada tiga tipe hidrograf satuan sintetik, yaitu:

1) Berdasarkan hubungan karakteristik hidrograf dengan karakteristik DAS (model Snyder, 1938).

2) Berdasarkan pada model simpanan DAS (model Clark, 1945).

3) Berdasarkan pada hidrograf satuan yang tidak berdimensi (model SCS, 1972).

Model Snyder pada dasarnya menentukan hidrograf satuan sintetik yang dihitung berdasarkan rumus empiris dan koefisien empiris, dengan menghubungkan komponen hidrograf satuan dan karakteristik DAS. Parameter yang menentukan bentuk hidrograf satuan adalah luas DAS, panjang sungai utama, dan panjang sungai utama yang diukur dari tempat pengamatan (outlet) sampai dengan titik pada sungai utama yang berjarak paling dekat dengan titik berat DAS (length to centroid).

Clark (1945) menurunkan hidrograf satuan sintetik suatu DAS berdasarkan dua proses penting selama transformasi curah hujan efektif menjadi limpasan, yaitu:

Translation atau pergerakan hujan efektif dari tempat asalnya melalui drainase sampai ke outlet, dan

Attenuation atau pengurangan besarnya debit aliran akibat adanya bagian dari hujan efektif yang tersimpan dalam DAS.

Proses translasi didasarkan pada kurva luas-waktu (time-area), yang mencirikan kontribusi luas simpanan DAS terhadap debit aliran sebagai fungsi dari waktu, dan waktu konsentrasi (time of concentration, tc),

sedangkan proses attenuation didasarkan pada model linear reservoir.

McCuen (1982) menyebutkan bahwa model SCS menggunakan hidrograf satuan tak berdimensi berdasarkan pada analisis yang ekstensif dari data pengamatan. Model SCS dikembangkan untuk daerah dengan curah hujan seragam. Nilai debit puncak (Qp) dan

waktu mencapai puncak (tp) diestimasi dengan

menggunakan model sederhana hidrograf satuan segitiga, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.


(24)

2.8 Aliran Dasar

Aliran dasar (baseflow) merupakan aliran air di sungai pada saat tidak terjadi limpasan. Aliran dasar terjadi akibat limpasan yang berasal dari kejadian presipitasi terdahulu yang tersimpan secara temporer dalam suatu DAS, ditambah dengan limpasan subpermukaan yang tertunda dari suatu kejadian hujan. Pemisahan aliran dasar dari total limpasan diperlukan untuk menghitung aliran langsung yang nantinya dipakai untuk membuat hidrograf satuan. Pemisahan aliran dasar dari total limpasan didasarkan pada analisis terhadap kurva resesi (recession curve). Pada umumnya kurva resesi diekspresikan dalam bentuk persamaan eksponensial (USACE 2000):

t o

t

Q

k

Q

=

dimana, Qt adalah debit pada periode waktu t, Qo adalah debit awal (pada t=0), dan k adalah

konstanta resesi. 2.9 Penelusuran Banjir

Penelusuran banjir (routing) digunakan untuk memprediksi variasi temporal dan spasial dari suatu gelombang banjir yang merambat sepanjang aliran sungai ataupun reservoir, atau bisa juga digunakan untuk memprediksi aliran outflow hidrograf dari suatu DAS berdasarkan input curah hujan. Teknik penelusuran banjir secara umum dapat diklasifikasi menjadi dua kategori: penulusuran banjir hidrologis dan penelusuran banjir hidrolik (Viessman et al 1977).

Penulusuran banjir secara hidrologis dibangun berdasarkan persamaan kontinuitas dengan beberapa analisis dan asumsi mengenai hubungan antara simpanan dengan alirannya di dalam sistem. Penelusuran banjir secara hidrolik lebih kompleks dan lebih akurat dibandingkan secara hidrologis, karena menggabungkan persamaan kontinuitas dan persamaan momentum untuk aliran tak jenuh pada saluran terbuka. Bentuk persamaan diferensial dari aliran tak jenuh tersebut biasanya dipecahkan dengan metode numerik, baik secara implisit maupun eksplisit dengan bantuan program komputer.

Metode yang paling umum digunakan untuk penulusuran banjir hidrologis adalah metode Muskingum yang dikembangkan oleh Mc Carthy (1938), berdasarkan persamaan kontinuitas dan hubungannya dengan simpanan yang bergantung pada inflow dan outflow.

Simpanan dalam saluran pada periode waktu tertentu diekspresikan dalam bentuk persamaan (Chow 1959):

(

)

[

]

n m n m n m

a

O

x

xI

b

S

/ / /

1

+

=

Metode Muskingum mengasumsikan nilai

1

/

n

=

m

dan

b

/

a

=

k

, sehingga

menghasilkan bentuk linier:

[

xI

x

O

]

K

S

=

+

(

1

)

dimana, K adalah waktu tempuh (travel time), dan x adalah faktor pembobot, nilainya berkisar antara 0–0,5. Bentuk persamaan Muskingum adalah: 1 2 1 1 2 0

2

C

I

C

I

C

O

O

=

+

+

dimana,

D

t

Kx

C

0

=

+

0

,

5

Δ

D

t

Kx

C

1

=

+

0

,

5

Δ

D

t

Kx

K

C

2

=

0

,

5

Δ

t

Kx

K

D

=

+

0

,

5

Δ

Dengan mengetahui nilai parameter K, x, dan Δt, nilai-nilai koefisien C0, C1 dan C2 dapat

segera ditentukan. 2.10 Model HEC-HMS

HEC-HMS merupakan salah satu program pemodelan sistem hidrologi yang dimiliki US Army Corps of Engineers (USACE) yang dibangun oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) sebagai pengganti dari program HEC-1. Dengan beberapa kemampuan tambahan serta tampilan graphical user interface menjadikan HEC-HMS lebih memiliki keunggulan dibandingkan program terdahulunya tersebut.

HEC-HMS didesain untuk mensimulasi respon limpasan permukaan dari suatu DAS akibat input curah hujan dengan merepresentasikan DAS sebagai suatu sistem hidrologi dengan komponen-komponen hidrolika yang saling berhubungan (topologic tree diagram). Setiap komponen memodelkan suatu aspek dari proses hujan-limpasan untuk suatu subDAS dari keseluruhan DAS. Hasil luaran program adalah perhitungan hidrograf aliran sungai pada lokasi yang dikehendaki dalam DAS (USACE 2000).


(25)

Dalam HEC-HMS, proses hujan-limpasan yang terjadi dalam suatu DAS dibagi menjadi enam komponen utama (Gambar 2.3):

• Komponen meteorologi

• Komponen loss

• Komponen direct runoff (limpasan langsung)

• Komponen baseflow (aliran dasar)

• Komponen routing (penelusuran banjir)

• Komponen reservoir

Perhitungan pertama dilakukan pada komponen meteorologi. Pada komponen ini, analisis meteorologi dilakukan terhadap data presipitasi, dimana diupayakan agar curah hujan terdistribusi ke seluruh DAS secara spasial (dengan cara interpolasi, ekstrapolasi) dan temporal (pengisian data yang tidak terukur, pembangkit data presipitasi hipotesis).

Curah hujan yang terdistribusi spasial dan temporal akan jatuh baik pada pemukaan pervious maupun impervious. Sebagian hujan yang jatuh pada permukaan pervious akan hilang akibat intersepsi, infiltrasi, evaporasi dan transpirasi, yang dimodelkan dalam komponen loss. Curah hujan efektif yang berasal dari komponen loss akan berkontribusi terhadap aliran limpasan langsung dan aliran

airbumi dalam akuifer. Curah hujan yang jatuh pada permukaan impervious akan langsung menjadi limpasan tanpa mengalami berbagai bentuk kehilangan (losses), yang ditransformasi menjadi aliran permukaan (overland flow) dalam komponen direct runoff.

Pergerakan air dalam akuifer dimodelkan dalam komponen baseflow. Baik baselow maupun overland flow akan mengalir pada saluran sungai. Proses translation dan attenuation aliran sungai akan disimulasi pada komponen routing. Terakhir, efek dari fasilitas hidrolik (bendungan) dan cekungan alami (danau, kolam, lahan basah) akan dimodelkan dalam komponen reservoir.

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2005 sampai dengan Januari 2007, di Laboratorium Klimatologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB, Bogor.

Daerah kajian penelitian adalah DAS Ciliwung bagian hulu dengan luasan sekitar 148 km2, yang terletak antara 06o05’–06o50’ LS dan 106o40’–107o00’ BT. Secara administratif terletak di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Bogor, Jawa Barat.

Gambar 2.3 Komponen hujan-limpasan yang direpresentasikan model HEC-HMS (Cunderlik & Simonovic 2004) Curah Hujan

Permukaan Pervious Permukaan Impervious

Losses Direct Runoff

Akuifer

Baseflow Saluran Sungai

Reservoir Operator

Outlet DAS Komponen Meteorologi

Komponen

Loss

Komponen

Baseflow

Komponen

Direct Runoff

Komponen

Routing

Komponen


(26)

No

Analisis Presipitasi

HEC-HMS

Hidrograf Debit Model Hidrograf Tinggi

Muka Air

Rating Curve

Hidrograf Debit Pengamatan

Kalibrasi

Satisfactory?

(Pengujian Model)

- Analisis Sensitivitas - Simulasi Hidrograf Aliran

Yes

Parameter DAS 3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

• Data curah hujan harian sesaat (per 30 menit) tahun 2004 dari Stasiun Gadog dan Gunung Mas.

• Data curah hujan kumulatif harian tahun 2004 dari Stasiun Cilember dan Citeko.

• Data curah hujan harian tahun 1985-2002 dari Stasiun Katulampa, Citeko dan Gunung Mas.

• Data tinggi muka air harian sesaat (per jam) tahun 2004 dari Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Katulampa.

• Peta penggunaan lahan DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004.

• Peta digital elevation model DAS Ciliwung bagian hulu (90 x 90 m).

• Peta tanah semi detail DAS Ciliwung bagian hulu tahun 1992.

• Seperangkat komputer dengan program HEC-HMS, HEC-DSS, ArcView GIS, ER Mapper serta Microsoft Office Excel.

3.3 Metode Penelitian

Secara umum, diagram alir metode penelitian ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1. Analisis data presipitasi dan penentuan parameter fisik DAS diperlukan sebagai masukan model HEC-HMS. Selanjutnya hasil model berupa hidrograf aliran, akan disesuaikan dengan hidrograf pengamatan. Proses kalibrasi terhadap parameter-parameter model dilakukan agar hidrograf hasil model mendekati nilai pengamatannya. Untuk itu diperlukan tahap pengujian model, sehingga kemiripan hidograf hasil model dengan pengamatan dapat terukur.

Analisis sensitivitas dapat berguna unuk melihat pengaruh perubahan nilai-nilai parameter masukan terhadap parameter hasil model. Pada penelitian ini, analisis sensitivitas HEC-HMS dilakukan terhadap parameter bilangan kurva, dengan pertimbangan bahwa bilangan kurva memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap hidrograf yang dihasilkan suatu DAS. Simulasi hidrograf aliran dilakukan untuk mendapatkan perkiraan debit banjir di masa mendatang berdasarkan pola perubahan penggunaan lahan dan curah hujan maksimum.


(27)

3.3.1 Analisis Presipitasi

Analisis presipitasi diperlukan sebagai salah satu masukan dalam model HEC-HMS, yaitu menentukan metode perhitungan hujan wilayah. Dalam penelitian ini, curah hujan wilayah ditentukan berdasarkan bobot setiap stasiun hujan yang dihitung menggunakan metode poligon Thiessen.

Gambar 3.2 Konstruksi curah hujan wilayah metode poligon Thiessen

Poligon Thiessen diperoleh dengan cara menarik garis bagi tegak lurus pada sisi-sisi segitiga yang menghubungkan titik-titik pengamatan. Gambar 3.2 menyajikan poligon Thiessen dari 4 stasiun hujan yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu.

Dalam menentukan perkiraan debit banjir, analisis frekuensi berguna untuk meghitung hujan harian maksimum pada berbagai periode ulang (T). Persamaan analisis frekuensi yang dikemukakan Chow (1964) memerlukan faktor frekuensi (KT) yang nilainya tergantung tipe

distribusi. Pada penelitian ini hujan harian maksimum dianggap mengikuti distribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I, dengan persamaan faktor frekuensi sebagai berikut (Haan 1977):

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + − = 1 ln ln 5772 , 0 7797 , 0 T T KT

3.3.2 Penentuan Bilangan Kurva dan Impervious Area

Besarnya bilangan kurva ditentukan berdasarkan metode yang telah dikembangkan oleh Soil Consrvation Service (SCS). McCuen (1982) menyebutkan bahwa bilangan kurva menyatakan pengaruh hidrologi bersama antara tanah, penggunaan lahan, keadaan hidrologi, dan kandungan air tanah sebelumnya.

SCS telah mengembangkan sistem klasifikasi tanah menjadi empat kelompok hidrologi tanah (Hydrologic Soil Group = HSG). Sifat-sifat tanah berdasarkan pengelompokan HSG tertera pada Tabel 3.1. Kelompok tanah tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari ketiga cara berikut: (a) berdasarkan sifat-sifat tanah, (b) peta tanah detail, (c) laju infiltrasi minimum. Tabel 3.2 menyajikan hubungan laju infiltrasi minimum dengan masing-masing kelompok tanah.

Tabel 3.1 Kelompok hidrologi tanah menurut SCS dan sifat-sifatnya.

HSG Sifat-Sifat Tanah

A Pasir dalam, loess dalam, debu yang beragregat

B Loess dangkal, lempung berpasir

C

Lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan organik rendah dan tanah berkadar liat tinggi

D

Tanah- tanah yang mengembang secara nyata jika basah, liat berat, plastis dan tanah-tanah tertentu

Richard H McCuen (1982)

Tabel 3.2 Hubungan laju infiltrasi minimum dengan kelompok tanah menurut SCS

Kelompok Tanah

Laju Infiltrasi Minimum (mm/ jam)

A 203,2 – 304,8

B 101,6 – 203,2

C 25,4 – 101,6

D 0,0 – 25,4

Richard H McCuen (1982)

Dalam menentukan keadaan kandungan air tanah (KAT) sebelumnya seringkali dipergunakan keadaan rata-rata daerah aliran pada keadaan tempat dan waktu tertentu (McCuen 1982). SCS menyusun tiga keadaan KAT sebelumnya sebagai berikut:

Kondisi I : Tanah dalam keadaan kering tetapi tidak sampai pada titik layu, telah pernah ditanami dengan hasil memuaskan.

Kondisi II : Keadaan rata-rata.

Kondisi III : Hujan lebat atau ringan dan temperatur rendah telah terjadi dalam lima hari terakhir, tanah jenuh air.


(28)

SCS memberikan batas jumlah curah hujan untuk setiap kondisi KAT sebelumnya seperti pada Tabel 3.3. Pada penelitian ini, perhitungan proses hujan-limpasan dianggap berlangsung pada musim tumbuh.

Tabel 3.3 Batasan jumlah curah hujan pada setiap kondisi KAT sebelumnya.

Total curah hujan lima hari sebelumnya (mm) Kondisi

Musim Dorman Musim Tumbuh

I < 13 < 35

II 13 – 28 35 – 53

III > 28 > 53

Richard H McCuen (1982)

Nilai bilangan kurva untuk keadaan KAT sebelumnya pada kondisi II mengikuti tabel yang disajikan SCS (Lampiran 1). Nilai bilangan kurva untuk keadaan KAT sebelumnya pada kondisi I dan III dihitung menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Chow dkk (1988), sebagai berikut:

) ( 058 , 0 10 ) ( 2 , 4 ) ( II CN II CN I CN − = dan, ) ( 13 , 0 10 ) ( 23 ) ( II CN II CN III CN + =

Untuk DAS yang terdiri dari beberapa macam tipe tanah dan penggunaan lahan, nilai bilangan kurva ditetapkan sebagai nilai composite (gabungan). Bilangan kurva composite ditentukan berdasarkan bobot luas bentuk penggunaan lahan yang ada di dalam DAS (USACE 2001).

= = = n i i n i i i composite A CN A CN 1 1

dimana, CNcomposite ialah bilangan kurva

gabungan untuk seluruh DAS, i menyatakan indeks untuk subdivisi dari DAS dengan tipe penggunaandan jenis tanah yang sama, dan Ai

adalah luas subdivisi ke-i.

Selain bilangan kurva, parameter yang juga berpengaruh terhadap volume limpasan suatu DAS adalah luas daerah impervious. Impervious area dari suatu DAS adalah luasan dari DAS dimana semua kontribusi dari presipitasi akan menjadi limpasan langsung tanpa mengalami infiltrasi, evaporasi ataupun bentuk kehilangan air lainnya (USACE 2001).

Penentuan impervious area diperkirakan berdasarkan tipe penggunaan lahan dan faktor imperviousness (Tabel 3.4).

Tabel 3.4 Faktor imperviousness berdasarkan tipe penggunaan lahan.

Penggunaan Lahan Faktor Imperviousness (%)

Hutan 0

Tanah Terbuka 5

Agrikultur 5 Residensial 30 Komersial 80

USACE (2000)

3.3.3 Penyusunan Basin Model

Representasi dari kondisi fisik suatu DAS dikonfigurasi dalam basin model. Sistem yang terdiri dari elemen-elemen hidrologi dihubungkan dalam suatu jaringan untuk mensimulasi proses limpasan. Terdapat tujuh elemen hidrologi yang tersedia dalam HEC-HMS, dimana masing-masing elemen mewakili bagian dari total respon suatu DAS terhadap presipitasi dengan menggunakan sebuah model matematika, yaitu:

Subbasin

Subbasin atau subDAS merupakan elemen yang hanya memiliki satu outflow yang diperoleh berdasarkan data meteorologi (curah hujan dan evaporasi) dengan memperhitungkan loss, curah hujan efektif, serta aliran dasar.

Reach

Elemen reach yang memiliki satu atau lebih inflow dan hanya satu outflow, merupakan elemen dimana proses routing terjadi. Outflow dihitung menggunakan salah satu dari beberapa metode yang tersedia dalam model saluran terbuka (open channel flow model).

Reservoir

Reservoir memiliki satu atau lebih inflow dan satu outflow terhitung. Elemen ini dapat digunakan pada model reservoir, danau dan kolam.

Source

Source merupakan elemen yang tidak memiliki inflow dan hanya memiliki satu outflow. Source digunakan untuk merepresentasikan kondisi batas terhadap basin model, misalnya outflow terukur dari reservoir atau tinggi muka air tanah regional yang tidak termodelkan.


(29)

Junction

Junction dapat memiliki lebih dari satu inflow dan lebih dari satu outflow. Biasanya digunakan untuk merepresentasikan sebuah pertemuan sungai atau aliran.

Diversion

Diversion memiliki dua outflow dengan satu atau lebih inflow. Elemen ini dapat digunakan untuk merepresentasikan bendungan yang mengalihkan aliran kedalam kanal-kanal atau saluran.

Sink

Sink dapat memiliki lebih dari satu inflow, tetapi tidak ada outflow. Sinks digunakan untuk merepresentasikan titik terendah dari suatu area drainase atau outlet dari suatu basin model.

Penyusunan basin model juga mencakup perhitungan pada 4 submodel utama:

1) LossModel

Bagian dari presipitasi yang hilang akibat infiltrasi, intersepsi, evaporasi dan bentuk kehilangan lainnya sebelum menjadi limpasan (precipitation loss) dianalisis dalam loss model. Pada dasarnya perhitungan loss model bertujuan untuk mencari curah hujan efektif, yaitu curah hujan yang menyebabkan terjadinya limpasan. Pada penelitian ini, perhitungan dilakukan menggunakan metode SCS curve number.

Perhitungan curah hujan efektif dengan metode SCS mempertimbangkan faktor penggunaan dan penutupan lahan. Curah hujan efektif Pe, dihitung menggunakan persamaan:

(

)

S Ia P Ia P Pe + − − = 2

dimana P adalah volum total curah hujan, Ia adalah kehilangan air awal atau initial abstraction (initial loss), dan S merupakan potential maximum retention. Nilai Ia dapat ditentukan berdasarkan persamaan:

Ia = 0,2 S

Potential maximum retention ditentukan berdasarkan parameter bilangan kurva (CN) yang ditentukan berdasarkan tabel bilangan kurva yang disusun oleh SCS untuk berbagai tipe penggunaan dan penutupan lahan. Persamaan empiris untuk menentukan nilai S adalah:

CN CN S=25400−254

(SI)

2) Direct Runoff Model

Perhitungan limpasan langsung yang berasal dari curah hujan efektif dianalisis dalam direct runoff model. Dalam penelitian ini, analisis limpasan langsung dilakukan menggunakan tiga metode hidrograf satuan sintetik, yaitu: Snyder, SCS, dan Clark.

Hidrograf Satuan Snyder

Snyder (1938) mengembangkan hidrograf satuan sintetik berdasarkan studinya di daerah pengaliran Appalachian Highlands. Parameter masukan yang diperlukan untuk metode Snyder meliputi time lag dan koefisien puncak. Persamaan time lag yang diperoleh Snyder untuk DAS yang berukuran 10-10.000 mil2 adalah:

(

)

0,3

c ms t

l

C

L

L

t

=

dimana,

tl = time lag (jam), merupakan

interval waktu antara saat terjadi curah hujan maksimum sampai dengan saat terjadinya debit puncak,

Ct = koefisien yang menggambarkan

variasi kemiringan dan simpanan DAS,

Lms = panjang sungai utama (km), Lc = panjang saluran utama dari titik

terdekat ke pusat DAS (km). Koefisien Ct memiliki nilai yang bervariasi

menurut topografi, dari daerah dataran sampai pegunungan. Nilai Ct hasil penelitian Snyder

diperoleh berkisar antara 1,8–2,2 dengan rata-rata 2. Semakin curam kemiringan DAS maka akan semakin kecil nilai Ct yang dihasilkan.

(Viessman et al 1977).

Debit puncak, Qp (cfs), ditentukan

berdasarkan fungsi dari time lag, koefisien simpanan Cp, dan luas daerah pengaliran A

(mil2), sebagai berikut:

l p p

t

A

C

Q

=

640

Nilai koefisien simpanan Cp bervariasi

antara 0,4 sampai 0,8. Nilai Cp yang besar

menunjukkan time lag yang kecil dan berkorelasi dengan nilai Ct yang kecil pula.

Hidrograf Satuan SCS

Metode yang dikembangkan oleh Soil Conservation Service untuk pembuatan hidrograf satuan sintetik didasarkan atas hidrograf tak berdimensi (dimensionless), yang


(30)

merupakan hasil analisis pada sejumlah besar hidrograf satuan alami dari berbagai DAS dengan luas dan kondisi geografis yang beragam. Metode SCS hanya memerlukan penentuan nilai waktu puncak (time to peak atau time of rise, tp) dan debit puncak, Qp.

Persamaannya adalah sebagai berikut: l

p t

D t = +

2 dimana,

tp = waktu puncak (jam), merupakan

selang waktu antara mulai terjadinya hujan sampai debit puncak,

D = durasi hujan (jam), ditentukan dengan persamaan D = 0,133 tc,

dengan tc adalah waktu

konsentrasi, tl = time lag (jam).

Dan persamaan debit puncak:

p p t A C Q =

dimana, C merupakan konstanta konversi, bernilai 2,08 dalam SI, atau 484 dalam foot-pound system, dan A merupakan luas DAS.

Persamaan empiris yang digunakan SCS untuk menentukan parameter time lag, adalah:

5 , 0 7 , 0 8 , 0 1900 ) 1 ( aws S L t ms l + = dimana,

Lms = panjang sungai utama (ft), aws = kemiringan rata-rata DAS (%), S = potential maximum retention (in.)

= 1000/CN -10,

CN = Bilangan kurva untuk berbagai tipe penggunaan lahan.

Hidrograf Satuan Clark

Bentuk hidrograf satuan sintetik model Clark pada dasarnya ditentukan berdasarkan parameter waktu konsentrasi (tc), koefisien

simpanan DAS (R) dan diagram luas-waktu. Johnstone and Cross (1949, dalam USACE 2000) mengenalkan salah satu persamaan untuk mencari waktu konsentrasi (jam):

5 , 0 0 , 5 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = ars L t ms c

dengan Lms adalah panjang sungai utama (mil),

dan ars adalah kemiringan saluran atau slope channel (ft/mil).

Clark menunjukkan bahwa nilai parameter koefisien simpanan (storage coefficient, R). dapat dihitung sebagai aliran di titik inflection point pada sisi menurun (falling limb) dari suatu hidrograf dibagi dengan fungsi waktu terhadap aliran (dt/dQ).

Diagram luas-waktu menentukan jumlah luasan simpanan DAS yang memberikan kontribusi pada debit luaran DAS sebagai fungsi waktu yang dinyatakan sebagai bagian dari waktu konsentrasi (USACE 2000). Persamaan yang digunakan HEC-HMS untuk kurva luas-waktu adalah:

⎪ ⎪ ⎭ ⎪ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪ ⎪ ⎩ ⎪ ⎪ ⎨ ⎧ ≥ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − ≤ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = 2 : , 1 414 , 1 1 2 : , 414 , 1 5 , 1 5 , 1 c c c c t t t untuk t t t t untuk t t A A

dimana, At adalah luas kumulatif yang

terkontribusi pada waktu t, dan A adalah luas total DAS.

3) BaseflowModel

Aliran dasar terjadi akibat limpasan yang berasal dari kejadian presipitasi terdahulu yang tersimpan secara temporer dalam suatu DAS, ditambah dengan limpasan subpermukaan yang tertunda dari suatu kejadian hujan. Pada penelitian ini, metode perhitungan aliran dasar yang digunakan adalah exponential recession model. Hubungan antara aliran dasar pada periode t (Qt) dan aliran dasar awal/pada t=0

(Qo) adalah (USACE 2000): t

o

t

Q

k

Q

=

dengan k merupakan konstanta resesi.

Parameter baseflow model yang diperlukan HEC-HMS sebagai masukan meliputi aliran dasar awal, konstanta resesi dan aliran threshold (aliran saat dimulainya kurva resesi pada sisi yang menurun dari sebuah hidrograf). Ketiga parameter tersebut ditetapkan berdasarkan analisis terhadap hidrograf pengamatan.

4) RoutingModel

Routing model didasarkan atas konsep penelusuran banjir yang digunakan untuk mensimulasi rambatan gelombang aliran air melalui sungai dan waduk. Penelitian ini menggunakan metode Muskingum yang didasarkan pada persamaan kontinuitas dan hubungannya dengan simpanan yang bergantung pada inflow dan outflow.


(31)

Parameter yang diperlukan adalah travel time (k) dan faktor pembobot (x). Travel time atau waktu tempuh aliran dari titik inlet sampai outlet, ditentukan melalui hubungan antara kecepatan aliran (Vw) dengan panjang sungai (L) melalui persamaan:

w

V L K =

Berdasarkan Hukum Seldon, kecepatan gelombang banjir ditetapkan sebagai berikut:

dy dQ B Vw = 1

dimana B adalah lebar atas permukaan saluran, dan dQ/dy adalah slope rating curve pada titik representatif saluran.

Faktor pembobot (x) dalam metode Muskingum berkisar antara 0 sampai 0,5 dengan rata-rata 0,2 untuk aliran alami. Pada penelitian, penentuan nilai x diperoleh dari hasil trial-error pada saat kalibrasi, dengan menggunakan nilai rata-rata sebagai nilai masukan awal.

3.3.4 Kalibrasi

Kalibrasi model merupakan proses penyesuaian nilai-nilai parameter model sampai didapat hasil model yang sama atau mendekati hasil pengamatan. Metode yang digunakan dalam HEC-HMS adalah objective functions dan search methods.

Tabel 3.5 Metode perhitungan objective function

Kriteria Persamaan*)

Sum of

absolute errors =

=

NQ i s i q i q Z 1

0() ()

Sum of squared residuals

[

]

= − =NQ i si q i q Z 1 2

0() ()

Percent error

in peak ( )

) ( ) ( 100 0 0 peak q peak q peak q

Z= s

Peak weighted root mean square error objective function ( ) / 1 0 0 2 1 0 ) ( 2 ) ( ) ( ) ( ) ( 1 0 ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − = ∑

= q mean

mean q i q i q i q NQ Z NQ i s USACE (2000)

*) Z = objective function; NQ = jumlah ordinat hidrograf

hasil perhitungan; qO(i) = debit observasi; qS(i) = debit

hasil perhitungan; qO(peak) = debit puncak observasi;

qO(mean) = rata-rata debit observasi; dan qS(peak) = debit

puncak hasil perhitungan.

Objective functions merupakan ukuran kuantitatif bagi goodnes-of-fit yang menunjukkan derajat keragaman antara hidrograf hasil perhitungan dengan data pengamatan (Tabel 3.5). Search methods digunakan untuk meminimalkan objective function dan mendapatkan nilai parameter yang paling sesuai. Pencarian nilai parameter dilakukan dengan cara iterasi melaui proses trial and error. Dua algoritma search methods yang tersedia dalam HEC-HMS adalah univariate-gradient search algorithm dan Nelder and Mead simplex search algorithm. IV. KEADAAN UMUM DAS CILIWUNG BAGIAN HULU

4.1 Letak dan Luas Daerah

Secara umum sungai Ciliwung mengalir dari arah Selatan ke Utara, melalui wilayah Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kotip Depok dan DKI Jakarta. DAS Ciliwung di sebelah Barat dibatasi oleh DAS Cisadane dan di sebelah Timur dibatasi DAS Citarum, dengan hulunya di sebelah Selatan yaitu berada di Gunung Gede–Pangrango dan bermuara di Teluk Jakarta.

DAS Ciliwung dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu hulu, tengah dan hilir. Pada Penelitian ini akan dibahas mengenai DAS Ciliwung bagian hulu, meliputi wilayah Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Kedunghalang, mulai dari Desa Tugu sampai SPAS Katulampa, yaitu di sekitar Desa Katulampa, Ciawi, Bogor. Secara geografis DAS Ciliwung bagian Hulu terletak di daerah antara 06o02’ sampai 06o55’ LS dan 106o35’ sampai 107o00’ BT dengan luas wilayah sekitar 148 km2. 4.2 Iklim

Iklim di Daerah Aliran Sungai Ciliwung pada umumnya adalah iklim tropis, dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 19-25oC. Menurut sistem klasifikasi Schmidt–Ferguson, berdasarkan perbandingan jumlah rata-rata bulan basah dengan bulan kering, DAS Ciliwung bagian hulu termasuk ke dalam tipe iklim A.

Rata-rata curah hujan wilayah di DAS Ciliwung bagian hulu berkisar antara 122-564 mm/bulan. Bulan basah terjadi selama 8-10 bulan (Agustus–Mei) dengan bulan terbasah Januari, dan bulan lembab 2-4 bulan (Juni– September) dengan bulan terkering adalah Agustus.


(32)

Gambar 4.1 Peta lokasi daerah penelitian Tabel 4.1 Curah hujan rata-rata bulanan tiap stasiun dan

curah hujan wilayah DAS Ciliwung bagian hulu 1985-2002.

CH Rata-rata Tiap Stasiun (mm/bln)

Bulan

Citeko Katu

lampa

Gunung Mas

CH Wilayah (mm/bln)

Jan 515 490 608 564

Feb 443 429 533 491 Mar 346 378 375 364 Apr 260 341 386 336 Mei 177 305 248 227 Jun 112 206 197 167

Jul 108 171 141 132

Agu 92 217 126 122 Sep 140 276 220 196 Okt 206 383 272 258 Nov 311 408 399 368 Des 325 365 418 379

Hasil perhitungan, data dari BMG

4.3 Topografi

DAS Ciliwung bagian hulu yang berada pada ketinggian 300–3000 m, mempunyai bentuk topografi yang bervariasi mulai dari dataran sampai berupa perbukitan dengan bentuk lereng mulai dari datar, landai, agak

curam sampai curam. Daerah dengan topografi datar sampai landai atau daerah dengan kemiringan lereng 0-8% mempunyai persentase terbesar yaitu sekitar 36% dari luas seluruh DAS. Sedangkan wilayah dengan kemiringan lereng 8-15%, memiliki persentase yang paling kecil yaitu sekitar 11% atau seluas 1625,5 Ha. Keadaan DAS Ciliwung bagian hulu yang agak terjal dikarenakan oleh wilayah ini dibentuk oleh beberapa pegunungan diantaranya Gn. Gede-Pangrango, Gn. Mandalawangi, dan Gn. Kencong. Secara rinci kemiringan DAS Ciliwung bagian hulu dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Luas DAS Ciliwung bagian hulu berdasarkan kemiringan.

No Kelas Lereng (%)

Luas (Ha)

1 0 – 8 5407,0

2 8 – 15 1625,5

3 15 – 25 3550,0

4 25 – 45 1869,5

5 > 45 2384,5

Hasil perhitungan berdasarkan peta kemiringan DAS Ciliwung Hulu


(33)

4.4 Tanah dan Penggunaan Lahan

Sekitar 28% jenis tanah di DAS Ciliwung bagian hulu merupakan jenis tanah konsosiasi typic hapludent. Jenis tanah dengan luasan terkecil adalah jenis kompleks aluvial yaitu sekitar 0,2% sedangkan untuk jenis tanah yang lain dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Jenis tanah DAS Ciliwung bagian hulu

Jenis Tanah Luas

(Ha) Asosiasi typic hapludants-typic

troposament 3424

Assosiasi andic humitropepts 2734 Konsosiasi typic hapludent 4223 Konsosiasi typic eutropepts 2403 Asosiasi typic humitripepts 75 Kompleks aluvial 33 Latosol coklat kemerahan 49 Konsosiasi typic distropepts 1865 Kompleks typic troporthent-typic

fluvaquent 304

Hasil perhitungan berdasarkan Peta Tanah Semi Detail 1992, Skala 1:50.000.

Berdasarkan jenis tanah yang terdapat di DAS Ciliwung bagian hulu maka Fakhrudin (2003) mengelompokkan sebagai berikut:

1. Asosiasi typic hapludants-typic troposament mempunyai sifat drainase cepat dan tekstur kasar, diklasifikasikan ke dalam kelompok hidrologi tanah A. 2. Asosiasi typic humitripepts dan kompleks

typic troporthent-typic fluvaquent mempunyai sifat drainase baik dan tekstur sedang sampai kasar, diklasifikasikan ke dalam kelompok hidrologi tanah B.

3. Latosol coklat kemerahan, konsosiasi typic hapludent, konsosiasi typic eutropepts, assosiasi andic humitropepts dan kompleks aluvial mempunyai sifat drainase yang baik dan tekstur sedang sampai halus, dan diklasifikasikan ke dalam kelompok hidrologi tanah C.

4. Konsosiasi typic distropepts mempunyai tekstur yang halus dan diklasifikasikan ke dalam kelompok hidrologi tanah D. Dengan menggunakan pengelompokan diatas maka didapatkan peta kelompok hidrologi tanah.

Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu diturunkan berdasarkan peta Landsat tahun 2004 menggunakan software ER Mapper 6.4. Dengan metode klasifikasi tak terbimbing

(unsupervised classification), DAS Ciliwung bagian hulu terbagi menjadi 5 tipe penggunaan lahan, yaitu hutan, kebun, tegalan, sawah dan pemukiman.

Tabel 4.4 Tipe penggunaan lahan DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004.

Penggunaan Lahan Luas (Ha) %

Hutan 34028,2 23,4

Kebun 22354,0 15,4

Sawah 30855,6 21,2

Pemukiman 38696,3 26,6

Tegalan 19488,9 13,4

Hasil perhitungan berdasarkan peta Landsat 2004 dengan klasifikasi tak terbimbing.

4.5 Morfometri DAS

Bentuk DAS Ciliwung bagian hulu secara keseluruhan adalah menyerupai kipas, dengan anak-anak sungai yang mengalir ke sungai utama dan terkonsentrasi ke satu titik di sekitar Katulampa, dengan bentuk outlet menyerupai leher botol. Jaringan sungai dan batas DAS Ciliwung bagian hulu diturunkan berdasarkan peta digital elevation model (dem) Ciliwung menggunakan software ArcView GIS 3.3.

DAS Ciliwung bagian hulu terdiri atas 6 subDAS, yaitu Cibogo, Ciesek, Cisarua, Cisukabirus, Ciseuseupan dan Tugu. Penentuan banyaknya subDAS berdasarkan ordo jaringan sungai yang dihitung dengan metode Strahler. Setiap subDAS minimal memiliki satu sungai yang berordo dua.

Parameter morfometri DAS yang diukur pada masing-masing subDAS diantaranya adalah panjang sungai utama (Lms = length of main stream), panjang sungai dari outlet sampai titik terdekat dengan pusat DAS (Lc = length to centroid), kemiringan DAS rata-rata (aws = average watershed slope) serta kemiringan sungai rata-rata (ars = average river slope).

Kemiringan subDAS rata-rata dihitung menggunakan metode rata-rata timbang (weight mean method), yaitu menghitung perkalian dari kemiringan antara dua garis kontur dengan luas areal antara dua garis kontur tersebut dibagi dengan luas subDAS (Seyhan 1977). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

A

a

S

aws

n i n n n n

= − −

=

1 ) 1 ( ) 1 (


(34)

Tabel 4.5 Parameter morfometri DAS Ciliwung bagian hulu

SubDAS Luas (Ha)

Lms

(km)

Lc

(km)

aws (%)

h10

(m)

h85

(m)

ars (%)

Cibogo 1270,1 6,81 5,78 7,37 532 904 5,46

Ciesek 2514,7 11,15 7,06 11,81 458 1244 7,05

Cisarua 2297,9 13,10 9,11 15,63 591 1540 7,24

Cisukabirus 1704,0 10,98 8,33 16,29 491 1327 7,61

Ciseuseupan 2212,0 8,51 5,08 5,11 354 591 2,90

Tugu 4780,7 11,58 8,39 12,30 598 1169 4,93

Hasil perhitungan

Dimana,

S(n-1)n = kemiringan rata-rata antara dua

garis kontur (n-1) dan n yang saling berdekatan dalam m/m, A(n-1)n = luas areal antara dua garis

kontur (n-1) dan n dalam m2, A = Luas subDAS dalam m2.

Kemiringan sungai rata-rata dihitung dengan metode faktor kemiringan 85-10 (the 85-10 slope factor method), yaitu kemiringan antara 10% sampai 85% jarak sungai yang diukur dari keluarannya (Seyhan 1977). Persamaan yang digunakan adalah:

ms

L

h

h

ars

)

75

,

0

(

10 85

=

dengan h85 adalah ketinggian pada 85% jarak

sungai dalam meter, dan h10 adalah ketinggian

pada 10% jarak sungai dalam meter. V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Presipitasi

Data curah hujan dan tinggi muka air yang keduanya diperoleh dari pencatatan secara otomatis dipilih berdasarkan pada ketentuan bahwa hidrograf yang terjadi mempunyai puncak tunggal. Dari data curah hujan dan tinggi muka air yang dikumpulkan Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Ciliwung–Cisadane, terpilih sebanyak 9 kasus kejadian berpasangan selama tahun 2004. Curah hujan kumulatif dengan selang waktu 30 menit dan waktu kejadiannya tertera pada Lampiran 4.

Metode analisis presipitasi yang digunakan sebagai salah satu masukan HEC-HMS adalah metode user gage weights, yaitu menentukan bobot curah hujan untuk setiap satu titik pengamatan sebagai dasar perhitungan curah

hujan wilayah. Bobot curah hujan wilayah dalam penelitian ini dihitung berdasarkan poligon Thiessen. Hasil perhitungan bobot poligon Thiessen pada masing-masing subDAS ditunjukkan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Bobot poligon Thiessen pada masing-masing subDAS di DAS Ciliwung bagian hulu

Bobot Tiap Stasiun SubDAS

Cilember Citeko Gadog Gunung

Mas

Cibogo 0,23 0,69 0,08 -

Ciesek 0,75 - 0,15 0,10

Cisarua 0,15 0,61 - 0,24

Cisukabirus 0,07 0,82 0,11 -

Ciseuseupan 0,08 0,07 0,85 -

Tugu 0,13 0,03 - 0,84

Hasil perhitungan

5.2 Bilangan Kurva dan Impervious Area SCS (Soil Conservation Service) telah mengembangkan indeks yang disebut run off curve number, atau yang lebih dikenal dengan bilangan kurva (CN). Bilangan ini menyatakan pengaruh hidrologi bersama antara tanah, penggunaan lahan, perlakuan terhadap tanah, keadaan hidrologi, dan kandungan air sebelumnya terhadap pendugaan volume aliran permukaan.

Penggunaan lahan di DAS Ciliwung bagian hulu dibagi dalam lima jenis penggunaan lahan yaitu hutan, tegalan, kebun, sawah dan pemukiman. Kemudian Fakhrudin (2003) mengklasifikasikan penggunaan lahan tersebut berdasarkan klasifikasi U.S Soil Conservation Service (1971) sehingga didapatkan pengelompokan sebagai berikut: 1. Hutan pinus dan hutan rakyat diklasifikasi


(1)

Lampiran 10. Parameter debit puncak, Qp, Volume puncak, Vp dan Waktu puncak, Tp dari hidrograf HEC-HMS berdasarkan parameter masukan awal dan parameter hasil kalibrasi (kal), dengan nilai pengamatannya (obs).

Qp (m3/s) Vp (1000 m3) Tp (jam)

Tgl UH

awal kal obs awal kal obs awal kal obs

Clark 69.69 46.84 1822.72 1398.13 3.5 4

SCS 64.79 45.43 1740.47 1320.96 3.5 3.5

10/1

Snyder 52.94 30.69 31.24

1614.71 1200.51 1130.18

4.5 4 3

Clark 136.26 102.23 3871.1 3172.63 4 3.5

SCS 132.32 86.49 3812.89 2742.42 3.5 3

18/1

Snyder 110.01 61.71 53.64

3608.9 2686.71

1779.19

4.5 6.5 3

Clark 91.9 60.04 2125.02 1568.42 3.5 4

SCS 89.65 58.08 2059.6 1458.32 3 3.5

9/2

Snyder 67.99 35.7 36.61

1845.12 1306.33 1191.76

4 4.5 2.5

Clark 23 20.45 1035.01 1030.95 3 3

SCS 22.47 20.9 1016.85 987.27 3 3

18/3

Snyder 18.1 16.83 16.30

917.31 1035.43

1199.57

3.5 4 3

Clark 26.98 19.13 1001.94 976.49 3.5 3

SCS 26.76 23.29 1004.35 947.94 3 3

27/5

Snyder 20.91 17.06 18.92

913.5 918.35 949.07

4 4 3

Clark 36.09 26.27 1099.87 798.67 3.5 3

SCS 36.26 25.28 1125.87 735.00 3 3

14/7

Snyder 27.36 20.56 17.16

912.48 699.19 551.99

4 4.5 3

Clark 36.5 31.6 859.22 829.01 3.5 3

SCS 35.19 31.47 855.18 839.92 3 3

16/9

Snyder 27.8 31.57 29.54

765.81 846.20 877.88

4 4 3

Clark 35.29 23.95 1265.36 1004.47 3.5 4

SCS 33.31 23.77 1236.86 1002.62 3 3.5

30/11

Snyder 27.69 19.52 19.38

1138.26 876.11 963.23

4 4 3

Clark 34.02 22.03 1222.67 982.26 3.5 3.5

SCS 31.78 21.89 1209.89 1039.02 3 4

14/12

Snyder 27.33 20.49 20.77

1075.91 1004.05 994.64

3.5 3.5 2


(2)

Lampiran 11. Langkah-langkah pengerjaan HEC-HMS

Untuk menjalankan program HEC-HMS 3.0.0 pada komputer dengan sistem operasi Windows, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

• Setelah program HEC-HMS terinstal pada komputer, buka program dengan cara double click ikon

yang terletak pada desktop atau dengan klik pada

Start Menu >> Programs >> HEC >>

HEC-HMS, contoh seperti gambar berikut :

Maka akan keluar tampilan awal program HEC-HMS :

• Untuk membuat project yang baru, pada toolbar menu klik ikon atau dengan klik File >>

New... sehingga muncul kotak dialog seperti berikut :

Isi nama project dan lokasi tempat penyimpanan file lalu tekan tombol Create.

• Konfigurasi jaringan hidrologi dan penentuan metode loss, transform, baseflow dan channelflow diatur dalam Basin Model. Untuk membuat Basin Model yang baru, pada toolbar menu klik Components >> Basin Model Manager, sehingga muncul kotak dialog Basin Model Manager. Pilih tombol New lalu muncul kotak dialog Create A New Basin Model.


(3)

Isi nama Basin Model, lalu tekan tombol Create.

• Susun konfigurasi DAS berdasarkan elemen-elemen hidrologi dengan menggunakan ikon-ikon yang terdapat pada toolbar, yaitu :

Konfigurasi yang disusun untuk DAS Ciliwung Hulu adalah sebagai berikut :

• Untuk setiap elemen hidrologi, tentukan metode dan masukan nilai parameter input yang diperlukan. Pengaturannya ada pada menu Parameters pada toolbar, atau window di sebelah kiri halaman utama pada tab Components, folder Basin Models seperti gambar berikut :

• Metode perhitungan presipitasi diatur dalam Meteorologic Model. Untuk membuat Meteorologic Model yang baru, pada toolbar menu klik Components >> Meteorologic Model

Manager, sehingga muncul kotak dialog Meteorologic Model Manager. Pilih tombol New lalu


(4)

• Penentuan metode presipitasi dan input data hujan kumulatif harian diatur pada window sebelah kiri halaman utama pada tab Components, folder Meteorologic Model, seperti gambar berikut :

Control Specifications memuat input waktu kapan dimulai dan berakhirnya eksekusi (running) dari program serta resolusi waktu yang diinginkan. Untuk membuat Control Specifications yang baru, pada toolbar menu klik Components >> Control Specifications Manager, sehingga muncul kotak dialog Control Specifications Manager. Pilih tombol New lalu muncul kotak dialog Create A New Control Specifications. Isi nama Control Specifications, lalu tekan tombol

Create.

• Penentuan input waktu pada Control Specifications diatur pada window sebelah kiri halaman utama pada tab Components, folder Control Specifications, seperti gambar berikut :

• Data time-series presipitasi dan debit aliran (jika diperlukan) dimasukkan dalam komponen Time-Series Data Manager. Untuk membuat Time-Series Data yang baru, pada toolbar menu klik Components >> Time-Series Data Manager, sehingga muncul kotak dialog Time-Series Data Manager. Pilih tipe data Precipitation Gages untuk presipitasi dan Discharge Gages untuk data debit aliran, lalu tekan tombol New. Akan muncul kotak dialog Create A New Time-Series Data. Isi nama stasiun (gage), lalu tekan tombol Create.

• Input data time-series presipitasi dan debit aliran diatur pada window sebelah kiri halaman utama pada tab Components, folder Time-Series Data, seperti gambar berikut :


(5)

• Setelah semua parameter dan data input dimasukkan, hasil hidrograf aliran HEC-HMS dapat segera diketahui. Caranya dengan membuat Simulation Run pada menu Compute >> Create

Simualtion Run. Kemudian akan muncul kotak dialog Create A Simulation Run (Dari Step 1

sampai 4). Tentukan nama simulasi (misalnya Run-1), basin model, meteorologic model, dan control specification yang akan dieksekusi oleh program.

• Pilih Simulation Run yang akan dieksekusi (running) dengan cara klik pada menu Compute >>

Select Run >> [pilih Run] atau melalui window sebelah kiri halaman utama pada tab Compute,

dan mengarahkan kursor pada folder Simulation Run yang dkehendaki. Tekan ikon pada toolbar untuk mengeksekusi program.

• Hasil running program dapat dilihat dengan menggunakan ikon-ikon yang terdapat pada toolbar, setelah mengarahkan kursor pada elemen hidrologi yang dikehendaki pada tab Components atau pada window Basin Model. Selain menggunakan ikon-ikon tersebut, hasil program juga dapat dilihat dari menu Results pada toolbar atau tab Results pada window di sebelah kiri halaman utama.


(6)