34
4.8. Keluaran Model
Secara umum hasil simulasi model memiliki nilai debit puncak aliran mendekati hasil pengukuran, kecuali pada kejadian hujan tanggal 1112-03-10.
Nilai debit puncak aliran model kejadian hujan tersebut relatif jauh dari hasil pengukuran. Tabel 11 menunjukkan hasil simulasi model HEC WMS.
Tabel 11. Debit Puncak Aliran Keluaran Model
Pada hidrograf keluaran model dihasilkan bentuk hidrograf yang tidak landai, karena kawasan hujan berada pada daerah berlereng curam dan bentuk
DAS berupa kipas. Bentuk hidrograf terdiri dari cabang naik rising climb, puncak crest segment, dan cabang turun recession limb. Cabang naik
dipengaruhi oleh intensitas hujan, sedangkan cabang turun dipengaruhi oleh penggunaan lahan dan kapasitas infiltrasi tanah. Bentuk hidrograf dipengaruhi
oleh intensitas hujan, kadar air tanah awal, dan topografi. Gambar 13 menunjukkan hidrograf keluaran model beberapa kejadian hujan.
1314-012010 1920-01-2010
Tanggal QpM m³s
Tanggal QpM m³s
910-01-10 42.01
910-02-10 94.25
1314-01-10 28.23
1617-02-10 60.06
1920-01-10 40.52
1819-02-10 41.37
2223-01-10 41.12
23-03-10 35.42
2829-01-10 30.89
1011-03-10 79.01
1112-03-10 38.20
35
2223-01-2010 910-02-2010
23-03-2010 1113-03-2010
Gambar 13. Hidrograf Model Beberapa Kejadian Hujan
4.9 Validasi Model
Validasi model diperlukan dalam memastikan nilai debit puncak aliran model mendekati hasil pengukuran. Penggunaan data sekunder tahun 2009 dan
data biofisik tahun 2010 menyebabkan keluaran model tidak tepat dengan hasil pengukuran. Ketepatan model diperoleh setelah dilakukan pengolahan variasi
bilangan kurva aliran permukaan BKAP. Keluaran model menghasilkan nilai debit puncak aliran dan pola aliran
mendekati hasil pengukuran, namun waktu puncak aliran tidak tepat. Hal tersebut disebabkan oleh waktu yang diperlukan untuk air mengalir dari stasiun penakar
hujan citeko hingga bendungan katulampa. Ketidaktepatan waktu puncak aliran ditunjukkan dengan waktu kejadian puncak hasil pengukuran lebih awal
dibandingkan dengan model Gambar 14. Hal tersebut disebabkan karena debit
36 puncak aliran permukaan tidak terjadi secara bersamaan dengan terjadinya puncak
kejadian hujan tetapi beberapa saat kemudian.
Gambar 14. Grafik Debit Puncak Aliran Hasil Pengukuran dan Model
37 Hubungan antara debit puncak aliran hasil pengukuran dan model dapat
diketahui melalui grafik korelasi linear. Pada grafik korelasi diperoleh nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 0.711, yaitu tingkat akurasi model dapat diterima. Nilai R
2
menerangkan bahwa 71.1 keragaman debit puncak aliran hasil pengukuran dapat diterangkan oleh model. Hasil simulasi tanggal 1112-03-
10 merupakan pencilan nilai debit puncak aliran model yang dapat diterangkan oleh pengaruh variabel lain. Gambar 15 menunjukkan grafik korelasi linear
berdasarkan variasi BKAP seluruh kejadian hujan.
Gambar 15. Grafik Korelasi Debit Puncak Aliran Hasil Prediksi Model dan Pengukuran
38
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Nilai debit puncak aliran hasil pengukuran Q
p
L pada tiap kejadian hujan adalah sebesar 43.26 m³s 9 Januari 2010, 29.92 m³s 13 Januari 2010,
43.26 m³s 19 Januari 2010, 43.26 m³s 22 Januari 2010, 33.54 m³s 28 Januari 2010, 97.94 m³s 9 Februari 2010, 62.86 m³s 16 Februari
2010, 43.26 m³s 18 Februari 2010, 35.83 m³s 2 Maret 2010, 81.77 m³s 10 Maret 2010, dan 81.77 m³s 11 Maret 2010.
2. Nilai debit puncak aliran keluaran model Q
p
M pada tiap kejadian hujan adalah sebesar 42.01 m³s 9 Januari 2010, 28.23 m³s 13 Januari 2010,
40.52 m³s 19 Januari 2010, 41.12 m³s 22 Januari 2010, 30.89 m³s 28 Januari 2010, 94.25 m³s 9 Februari 2010, 60.06 m³s 16 Februari
2010, 41.37 m³s 18 Februari 2010, 35.42 m³s 2 Maret 2010, 79.01 m³s 10 Maret 2010, dan 38.20 m³s 11 Maret 2010. Nilai debit puncak
aliran model mendekati nilai debit puncak aliran hasil pengukuran, sedangkan waktu puncak aliran keluaran model sangat berbeda.
3. Debit puncak aliran permukaan dapat diprediksi
dengan baik menggunakan model HEC WMS dengan nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 0.711.
5.2. Saran
Disarankan adanya penelitian lebih lanjut berkaitan dengan aliran permukaan DAS Ciliwung Hulu menggunakan input data yang lebih kompleks,
sehingga diperoleh hasil simulasi lebih baik dan nilai debit puncak aliran sesuai di lapangan.