Latar Belakang Potential Assessment of Technology Transfer of HCFC to Non-HCFC in the Refrigeration Manufacturer in Jabodetabek.
2
a
Sumber: diolah dari data ozon total oleh NASA Ozone Watch 2013
Gambar 1.1 Luas “lubang ozon” tahun 1979-2012
a
Sumber: diolah dari data ozon total oleh NASA Ozone Watch 2013
Gambar 1.2 Konsentrasi molekul ozon pada kurun waktu 1979-2012 Penipisan lapisan ozon dapat mengakibatkan radiasi sinar UV-B tidak
terserap dengan efektif sehingga memberikan dampak yang merugikan bagi kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung. Sivasakthivel
and Reddy 2011 menyampaikan berbagai dampak yang dapat terjadi
5 10
15 20
25 30
1979 1982 1985 1988 1991 1994 1997 2000 2003 2006 2009 2012 Luas lubang ozon km2
Tahun
50 100
150 200
250
1979 1982 1985 1988 1991 1994 1997 2000 2003 2006 2009 2012
Konsentrasi molekul ozon di atmosfir DU
Tahun
3 akibat penipisan lapisan ozon. Penipisan lapisan ozon akan meningkatkan
radiasi UV-B yang dapat menyebabkan kerusakan sistem mata, katarak, kanker kulit, penurunan sistem kekebalan tubuh. Penipisan ozon juga
berpengaruh terhadap tanaman yaitu dapat mengakibatkan perubahan atau mutasi terhadap komposisi spesies, bentuk tanaman, kualitas produktifitas
tanaman, keseimbangan sistem kompetitif suatu spesies dan mengubah keragaman hayati suatu ekosistem. Pada sistem perairan, meningkatnya
paparan radiasi sinar UV-B akibat tidak diserap oleh lapisan ozon secara efektif juga dapat menganggu sistem distribusi fitoplankton yang
merupakan dasar siklus makanan di sistem perairan, dan lebih lanjut dapat mengganggu siklus rantai makanan di perairan yang akan berpengaruh
terhadap produktifitas perikanan ataupun sumber protein bagi manusia. Penipisan lapisan ozon juga memberikan dampak kurang baik terhadap
kualitas udara karena pengurangan ozon stratosfir dan peningkatan paparan radiasi sinar UV-B akan meningkatkan disosiasi foto yang lebih tinggi dari
gas-gas yang penting dalam proses kimia di troposfir. Selain itu, material bangunan juga dapat terkena dampak peningkatan radiasi sinar UV-B
berupakerusakan terhadap bahan polimer sintetik, mengurangi umur hidup suatu jenis material, menyebabkan diskolorisasi atau warna menjadi cepat
kusam. Dampak terhadap perubahan iklim, bervariasi tergantung di bagian mana terjadi perubahan molekul ozon, karena selain menyerap radiasi sinar
matahari, ozon juga berfungsi untuk mengatur keseimbangan temperatur di permukaan bumi.
Tingginya intervensi manusia melalui penggunaan Bahan Perusak Ozon BPO menyebabkan terganggunya keseimbangan produksi dan
penguraian molekul ozon di stratosfer. Potensi suatu BPO dalam menyebabkan kerusakan lapisan ozon diistilahkan sebagai Ozone Depleting
Potential ODP. Sedangkan Global Warming Potential GWPmerupakan satuan potensi suatu bahan yang dapat mengakibatkan pemanasan global.
Berbagai jenis BPO selain dapat merusak ikatan molekul ozon juga dapat memicu terjadinya pemanasan global, bahkan nilai potensinya lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis Gas Rumah Kaca GRK lain seperti CO
2
dan CH
4
. Protokol Montreal yang merupakan perangkat global yang disepakati
secara internasional telah melarang produksi dan konsumsi CFC, halon, CTC, TCA dan metil bromida untuk penggunaan tertentu. Salah satu jenis
bahan alternatif sementara yang digunakan untuk menggantikan jenis BPO yang sudah dihapuskan tersebut, adalah Hydrochlorofluorocarbon HCFC.
HCFC
mempunyai nama
kimia chlorodifluoromethane
atau difluoromonochloromethane dengan formula molekul CHClF
2
merupakan salah satu jenis BPO yang banyak digunakan setelah Chlorofluorocarbon
CFC dilarang untuk diproduksi dan digunakan sejak 1 Januari 2011 sesuai jadwal penghapusan yang diatur dalam Protokol Montreal. Jenis HCFC
bermacam-macam, dengan nilai ODP yang bervariasi antara 0.02 HCFC- 123 sampai 0.11 HCFC-141b dan GWP yang berkisar antara 76 HCFC-
123 sampai 2270 HCFC-142b Berglof 2010. Salah satu sektor pengguna yang menjadi konsumer terbesar HCFC adalah sektor pendingin
refrigerasi.
4 Pertumbuhan ekonomi yang makin pesat terutama di sektor retail
mendorong makin tingginya permintaan terhadap peralatan pendingin komersial untuk mengawetkan sayuran, ikan, daging, buah-buahan dan
produk lainnya yang memerlukan suhu tertentu dalam penyimpanannya. Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia ARPI menyampaikan bahwa selama
tahun 2010–2012 terjadi peningkatan permintaan peralatan pendingin. Data asosiasi tersebut disajikan dalamTabel 1.1.
Tabel 1.1 Jumlah permintaan peralatan pendingin selama tahun 2010-2012
a
Tahun Jumlah
b
unit 2010
3 500 000 2011
3 900 000 2012
4 500 000
a
Sumber: Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia;
b
Merupakan angka prediksi
Menurut ARPI, pada tahun 2010 tercatat penggunaan bahan pendingin sebanyak 235 Metrik Ton MT, dan diperkirakan pada tahun 2012 akan
mengalami kenaikan menjadi 300 MT. Pelarangan konsumsi CFC mendorong perusahaan manufaktur untuk menggunakan HCFC sebagai
penggantinya karena harganya yang cukup ekonomis dibandingkan dengan jenis bahan pengganti lain, kemudian secara teknis juga tidak perlu terlalu
banyak melakukan modifikasi sehingga dari sisi investasi juga lebih murah.
Jumlah impor HCFC yang masuk ke Indonesia selama kurun waktu 1992–2010 terus mengalami kenaikan. Gambaran analisis trend produksi
dan konsumsi HCFC di Indonesia disajikan dalam Gambar 1.3. Total konsumsi HCFC sampai tahun 2009 mencapai 5832 MT, dengan rincian
HCFC-22 sebanyak 4327 MT 75 dan HCFC 141-b sebanyak 1186 MT 20.
Untuk sektor refrigerasi atau pendingin dibagi menjadi sub sektor manufacturing dan servicing. Terdapat 33 perusahaan manufaktur
refrigerasi yang menggunakan HCFC, dan perusahaan yang berada dalam 3 grup perusahaan besar menjadi konsumer terbesar yaitu 60.
Tabel 1.2 Konsumsi HCFC sektor manufaktur refrigerasi pada tahun 2009 Sub Sektor
Penggunaan Konsumsi HCFC MT
HCFC-22 HCFC 141-b Total
Komersial 12 HP
Peralatan pendingin retail dan perlengkapan
pendingin dapur 39
28 67
Industri 12 HP
Ruang pendingin industri, gudang
berpendingin 53
60 113
Total 92
88 180
a
Sumber : KLH 2010
5
a
Sumber: Diolah dari data laporan konsumsi HCFC kepada Sekretariat Ozon, UNEP 2011;
Gambar 1.3Konsumsi HCFC di Indonesia tahun 1992-2012 Total konsumsi HCFC pada tahun 2009 untuk sektor refrigerasi
sebesar 1703 MT, dan 33 diantaranya dikonsumsi oleh sektor manufaktur refrigerasi yaitu sebesar 578 MT, dan sisanya 64 atau 1125 MT digunakan
di sektor servispemeliharaan peralatan refrigerasi. Pada sub sektor refrigerasi komersial, HCFC-22 digunakan sebagai refrigeran atau bahan
pendingin, dan HCFC-141b sebagai bahan pengembang pada proses insulasi. Data konsumsi HCFC untuk sektor manufaktur refrigerasi dapat dilihat pada
Tabel 1.2.
Pada Meeting of Parties MOP ke-19 yang dilaksanakan di Montreal, Canada pada tanggal 17 sampai dengan 21 September 2007 dihasilkan
keputusan yang cukup krusial yaitu percepatan penghapusan bahan perusak ozon jenis HCFC. Decision XIX6 menetapkan bahwa negara berkembang
yang termasuk dalam negara Artikel 5 menurut Protokol Montreal mempunyai kewajiban menghapuskan HCFC 100 pada tahun 2030 2.5
untuk kebutuhan servicing sampai tahun 2040, dan untuk negara maju yang termasuk dalam negara Non Artikel 5 mempunyai kewajiban menghapus
100 konsumsi dan produksinya pada tahun 2020 Kozakiewicz 2010.
Salah satu alasan keputusan percepatan penghapusan konsumsi dan produksi HCFC adalah selain karena masih punya potensi merusak molekul
ozon juga memicu adanya pemanasan global. HCFC sebagai bahan perusak ozon mempunyai nilai ODP yang berkisar antara 0.02 HCFC-123 sampai
0.11 HCFC-141b, sementara itu HCFC juga mempunyai nilai GWP yang cukup tinggi yaitu 76 HCFC-123 sampai 2270 HCFC-142b
Kozakiewicz 2010.
Dalam dokumen
pedoman kebijakan
HCFC dan
pilihan pengaturannya Kozakiewicz 2010 dinyatakan bahwa negara-negara
Artikel 5 diharapkan dapat mengadopsi teknologi yang ramah ozon dan ramah iklim, meningkatkan efisiensi energi, mendorong lapangan kerja, dan
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
1992 1993
1994 1995
1996 1997
1998 1999
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010 201
1 2012
2013
Konsumsi HCFC MT
Tahun
6 memberikan kontribusinya untuk pengembangan ekonomi hijau.
Protokol Montreal melalui program penghapusan BPO telah mendorong tidak hanya perbaikan kualitas lingkungan tetapi juga terhadap
peningkatan ekonomi yang seimbang antara ekonomi secara definitif maupun ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan. Dari sisi ekonomi,
penggantian teknologi HCFC harus mampu mendorong inovasi yang terus menerus untuk melakukan alih teknologi yang benar-benar bersih
memberikan pengaruh negatif paling minimal terhadap lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Proses inovasi untuk
menciptakan teknologi non-HCFC yang lebih efisien tidak hanya dari sisi ekonomi produksi tetapi juga ekonomi secara makro melalui peningkatan
Produk Domestik Bruto PDB. Dari sisi sosial, proses alih teknologi HCFC menjadi teknologi baru yang non-HCFC dapat mendorong dilaksanakannya
kegiatan
pelatihan bagi
pemangku kepentingan
sehingga turut
meningkatkan pengetahuan dan pendidikan tenaga kerja karena makin banyak teknologi baru yang perlu dipelajari. Dengan adanya alih teknologi
maupun penghapusan HCFC dapat membantu mengurangi risiko masyarakat terhadap efek sosial berupa penyakit akibat dampak tidak
langsung dari penipisan ozon maupun bahaya langsung dari penggunaan HCFC. Dari sisi lingkungan, tentunya sudah pasti penghapusan HCFC
mendorong upaya konservasi dan pemulihan terhadap kualitas lingkungan atmosfer, dan mengurangi pemanasan global mengingat BPO juga
merupakan GRK.
Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam sambutan di KTT G20 yang diselenggarakan di Pittsburgh, USA pada bulan September 2009
menyampaikan komitmen Indonesia untuk secara sukarela menurunkan emisi GRK sebesar 26 pada tahun 2020 dengan kondisi Bussiness As
Usual BAU dan 41 apabila ada skenario bantuan pendanaan dan teknologi. Untuk mewujudkan hal tersebut telah disusun suatu Rencana
Aksi Nasional RAN yang melibatkan berbagai sektor yang mempunyai kontribusi besar dalam emisi GRK. belum dilakukan penghitungan potensi
penghapusan HCFC dalam mendukung upaya pencapaian target pengurangan emisi GRK 26 tersebut.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi kontribusi penghapusan HCFC melalui alih teknologi non-HCFC yang
rendah karbon, dengan memperhatikan aspek sosial dan ekonomi mikro pada sektor refrigerasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok,Tangerang dan
Bekasi Jabodetabek. Dengan berbagai program dan peraturan yang telah diterbitkan dan dilaksanakan, yang dikombinasikan dengan kondisi
sesungguhnya dari industri refrigerasi atau pendingin maka program penghapusan HCFC dapat diketahui potensi keberhasilannya dan faktor apa
saja yang mempengaruhi keberhasilan dan faktor kendala yang dapat menghalangi keberhasilan program tersebut.
Namun demikian selain sektor-sektor yang telah ditentukan tersebut, ada suatu upaya pengurangan emisi GRK yang belum masuk dalam
perencanaan yaitu melalui penghapusan BPO, salah satunya jenis HCFC. Hal tersebut karena belum dilakukan penghitungan potensi penghapusan
7 HCFC dalam mendukung upaya pencapaian target pengurangan emisi GRK
26 tersebut.