Teknik imunohistokimia yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi kandungan enzim antioksidan superoksida dismutase SOD yang
terdapat di dalam jaringan usus halus. Enzim SOD merupakan enzim antioksidan endogen yang mempunyai peranan penting secara langsung melindungi sel dari
gangguan radikal bebas, dan secara tidak langsung memelihara keseimbangan oksigen yang bersifat toksik Wresdiyati et al. 2002. Pengukuran kandungan
enzim antioksidan SOD merupakan cara untuk mengetahui kondisi pertahanan sel terhadap radikal bebas. Aktivitas SOD bervariasi pada beberapa organ. Aktivitas
SOD tertinggi terdapat pada hati, diikuti kelenjar adrenal, ginjal, darah, limpa, pankreas, otak, paru-paru, usus, ovarium, dan timus Halliwell Gutteridge
1999. Enzim SOD pada mamalia terdiri atas tiga bentuk, yaitu copper,zinc
superoxide dismutase atau Cu,Zn-SOD yang berada terutama di sitoplasma, manganese superoxide dismutase atau Mn-SOD yang berada di mitokondria, dan
extracelular superoxide dismutase atau ECSOD. Secara umum fungsi Cu,Zn- SOD sama dengan Mn-SOD dan ECSOD, namun ketiganya berbeda dalam
struktur protein, lokasi kromosom, metal kofaktor, distribusi gen, dan kompartemen selular Miao et al. 2009.
Enzim SOD mengkatalis dismutase oksigen menjadi hidrogen peroksida dan mengubahnya menjadi air dan oksigen yang stabil Gurer Ercal 2000. Enzim
SOD berperan dalam proses degradasi senyawa ROS. ROS ialah senyawa yang mempunyai gugus oksigen reaktif dan mamiliki bentuk serta aktivitas sebagai
radikal bebas. Senyawa ini cenderung menyumbangkan atom oksigen atau elektron pada senyawa lainya Halliwell Gutteridge 1999.
8. Penelitian pendahuluan
Arief et al. 2008 telah melakukan isolasi bakteri asam laktat BAL golongan Lactobacillus, Lactococcus, dan Streptococcus dari daging sapi
peranakan Ongol yang dijual di pasar-pasar tradisional di daerah Bogor. BAL tersebut telah diuji kemampuanya untuk bertahan pada kondisi saluran pencernaan
manusia, serta aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri patogen. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis BAL isolat indigenus yang
mempunyai kemampuan bertahan pada pH asam lambung pH 2 dan pH usus pH 7.2, serta pada kondisi garam empedu 0.5. Bakteri asam laktat tersebut
juga mempunyai aktivitas penghambatan yang baik terhadap tiga jenis bakteri patogen enterik, yaitu Salmonella Thypimurium, enterotoxigenic E. coli ETEC,
dan Staphylococcus aureus. Bakteri asam laktat BAL ini juga mempunyai kemampuan bakterisidal
terhadap mikroba patogen karena bakteri tersebut mampu menghasilkan senyawa bioaktif asam laktat, asam asetat, serta senyawa bakteriosin. Kesepuluh isolat ini
layak dikatakan sebagai probiotik. Sifat fungsional lainya telah diteliti oleh Astawan et al. 2009, yaitu mengenai kemampuan bakterisidal dari 10 isolat BAL
terhadap bakteri enteropatogenic E. coli EPEC secara in vitro. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat dua spesies BAL yang mempunyai kemampuan
terbaik dalam melawan EPEC, yaitu Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum. Kedua BAL inilah yang dipakai pada penelitian ini.
9. Hewan percobaan
Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model dalam mempelajari dan mengembangkan
berbagai bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Hewan percobaan banyak digunakan pada penelitian di bidang fisiologi, farmakologi,
biokimia, patologi, dan komparatif zoologi Malole Pramono 1989. Di bidang kedokteran, hewan percobaan banyak digunakan untuk keperluan diagnosis.
Penelitian-penelitian medis untuk kepentingan manusia sering dilakukan menggunakan hewan percobaan. Hewan percobaan terbagi atas 5 kelompok,
yaitu: 1 hewan laboratorium berukuran kecil, seperti mencit, tikus, dan kelinci; 2 karnivora, seperti kucing dan anjing; 3 primata, seperti Macaca dan babon;
4 hewan domestik besar, seperti domba, sapi, serta babi; dan 5 kelompok hewan lainnya, seperti unggas Wolfensohn Lloyd 1998.
Menurut Malole dan Pramono 1989, pemilihan hewan percobaan untuk kepentingan
diagnosis harus
mempertimbangkan spesies
dan kondisi
fisiologisnya. Diagnosis penyakit yang disebabkan oleh anthraks dan rabies sebaiknya menggunakan hewan coba mencit, sedangkan diagnosis penyakit akibat
enterobaktericeae dapat menggunakan hewan coba mencit maupun tikus. Hewan percobaan kelinci baik digunakan pada penelitian mengenai hiperkolestrerolemia
karena peka terhadap kolesterol dan bisa menyimpan lemak tubuh dalam jumlah yang besar. Berbeda dengan anjing, kucing, dan tikus yang resisten terhadap
pakan yang mengandung kolesterol Sirois 2005. Hewan percobaan yang paling cocok untuk penelitian mengenai manusia
ialah primata Wolfensohn Lloyd 1998. Hal itu dikarenakan kedekatan kekerabatan serta kemiripan anatomis, fisiologis, dan patologis. Namun
penggunaan hewan coba primata menemui banyak kendala, seperti sulitnya pengadaan hewan, perawatan yang rumit dan mahal, handling yang sulit, serta
adanya bahaya penyakit menular Sirois 2005. Hewan percobaan lain yang memiliki karakter fisiologis mirip dengan manusia maupun mamalia lain adalah
tikus. Ada dua spesies tikus, yaitu tikus hitam Rattus rattus dan tikus putih Rattus norvegicus. Spesies yang sering dipakai sebagai hewan model pada
penelitian mengenai mamalia adalah Rattus norvegicus Malole Pramono 1989.
Rattus norvegicus memiliki ciri rambut berwarna putih dan mata berwarna merah. Sebagai hewan percobaan, Rattus norvegicus memiliki beberapa
keunggulan, yaitu pemeliharaan dan penanganan mudah, kemampuan reproduksi tinggi dan masa kebuntingan singkat, serta cocok untuk berbagai penelitian
Malole Pramono 1989. Rata-rata umur Rattus norvegicus adalah 4 sampai 5
tahun dengan berat badan umum tikus jantan dewasa berkisar antara 267 sampai 500 gram dan betina 225 sampai 325 gram. Tikus memasuki usia dewasa pada
umur 40-60 hari, masa bunting selama 23 hari dan disapih pada umur 21 hari Smith Mangkoewidjojo 1989. Penelitian yang dapat dilakukan menggunakan
Rattus norvegicus di antaranya penelitian mengenai hipertensi, diabetes melitus, obesitas, dan lain-lain Sirois 2005.
Rattus norvegicus mempunyai 3 galur, yaitu Sprague Dawley, Wistar, dan Long Evans. Galur Sprague Dawley memiliki tubuh yang ramping, kepala kecil,
telinga tebal dan pendek dengan rambut halus, serta ukuran ekor lebih panjang daripada badannya. Galur Wistar memiliki kepala yang besar dan ekor yang
pendek, sedangkan galur Long Evans memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil
serta bulu pada kepala dan bagian tubuh depan berwarna hitam Malole Pramono 1989.
Pada penelitian ini, hewan percobaan yang digunakan adalah Rattus norvegicus galur Sprague Dawley. Rattus norvegicus adalah hewan percobaan
paling populer dalam penelitian yang berkaitan dengan pencernaan Hofstetter et al. 2005. Hewan ini dipakai dengan pertimbangan: 1 pola makan omnivora
seperti manusia Malole Pramono 1989; 2 memiliki saluran pencernaan dengan tipe monogastrik seperti manusia Hofstetter et al. 2005; 3 kebutuhan
nutrisi hampir menyamai manusia Wolfensohn Lloyd 1998; serta 4 mudah di cekok dan tidak mengalami muntah karena tikus ini tidak memiliki kantung
empedu Smith Mangkoewidjojo 1989. Saluran pencernaan tikus dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Saluran pencernaan pada tikus Hofstetter et al. 2005.
Penelitian ini difokuskan pada pengamatan bagian usus halus dari saluran pencernaan tikus. Usus halus tikus terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum.
Pada bagian mukosa terdapat vili, kripta, dan kelenjar Liberkun. Di permukaan vili usus halus terdapat sel epitel silindris sebaris. Selain itu, terdapat juga sel
goblet penghasil mukus dan sel Panet penghasil lisozim. Kripta bergerak setiap 10-14 jam untuk mengganti sel-sel epitel yang lepas. Waktu yang dibutuhkan
oleh sel epitel untuk berpindah dari kripta hingga mencapai ujung vili sekitar 48
jam. Jumlah kelenjar Liberkun pada usus halus tikus relatif konstan, baik pada duodenum, jejunum maupun ileum, sedangkan jumlah vili menurun dari
duodenum sampai ke ileum. Pada bagian submukosa duodenum terdapat kelenjar Brunner yang berfungsi menghasilkan mukus dan bikarbonat, namun kelenjar ini
hanya terdapat pada bagian proksimal dari duodenum tikus Clarke 1970. Proses penyerapan makanan pada tikus dan manusia terjadi di bagian jejunum dan ileum
dari usus halus. Penyerapan dilakukan oleh mikrovili sel epitel. Penyerapan glukosa, asam amino, dan asam lemak terutama terjadi di bagian jejunum
DeSesso Jacobson 2001. Melihat pertimbangan di atas, Rattus norvegicus dapat dipakai sebagai
hewan percobaan dalam pengujian probiotik secara in vivo pada saluran pencernaan untuk kepentingan manusia. Penggunaan hewan percobaan untuk
pengujian secara in vivo biasanya menunjukkan hasil deviasi yang besar dibandingkan dengan percobaan in vitro karena adanya variasi biologis. Supaya
variasi tersebut minimal, hewan percobaan yang dipakai sebaiknya berasal dari spesies yang sama, umur dan jenis kelamin sama, serta dipelihara pada kondisi
yang sama pula Malole Pramono 1989.
BAHAN DAN METODE
Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5.
Gambar 6 Alur penelitian.
1. Waktu dan tempat penelitian