Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

Hal yang dibahas dalam bagian ini berkaitan dengan masalah penelitian yakni cara biarawati memaknai belajar, alasan biarawati sehingga bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar, bentuk-bentuk kesulitan yang ditemui biarawati dalam melaksanakan tugas perutusan belajar di Peguruan Tinggi, dan usaha-usaha yang dilakukan biarawati menghadapi kesulitan. 1. Cara biarawati memaknai belajar. Cara belajar biarawati berbeda dengan cara belajar anak-anak. Belajar merupakan proses menemukan makna bagi biarawati dari tidak tahu menjadi tahu. Proses belajar menimbulkan pertukaran pendapat, tuntutan nilai-nilai, komunikasi timbal balik, menghormati pendapat, saling percaya antara yang mengajar dan yang diajar, suasana menyenangkan dan menantang, kecerdasan beragam, berpusat pada kehidupan nyata, dan motivasi dari diri sendiri Suprijanto, 2007. Apa yang dikatakan Suprijanto bahwa proses belajar dapat menimbulkan pertukaran pendapat, komunikasi timbal balik, tuntutan nilai-nilai, menghormati pendapat, suasana menyenangkan dan menantang juga dialami oleh kedua responden. Hal tersebut dapat dilihat dari ungkapan responden dalam wawancara dan FGD berikut: “Hmmm..cara yang saya lakukan itu..saya mendengarkan dengan baik ya ketika dosen menjelaskan. Maka saya tidak suka kelas ribut, ada yang terlambat. Selain mendengarkan, saya juga bertanya, menjawab juga ya kalau dosen bertanya. Jadinya..saya belajar itu serius, tidak asal- asalan”. DA151MPB-w003-010 “Belajar yang baik bagi saya terutama di dalam kelas, saya menginginkan suasana itu hening. Artinya menciptakan situasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang nyaman ketika dosen menjelaskan, kita bisa mendengarkan dosen dengan baik. Kita bisa bertanya. Lalu juga, ketika ada interaksi antara dosen dengan mahasiswa, ketika dosen bertanya dan mahasiswa bisa menjelaskan lagi apa yang diterangkan. Selain itu, tidak ada yang masuk terlambat apalagi dosen menjelaskan..Karena saya belajar tidak asal- asalan”. D221MPB- FGD025-037 “…mahasiswa lebih serius. Artinya ketika dosen menerangkan dan dosen bertanya mahasiswa mengerti atau diberi kesempatan bertanya. Ketika dosen itu bertanya kepada mahasiswa dan mahasiswa menjawab tidak disalahkan. Karena kan kita berusaha, tidak main- main”. DK221MPB-FGD004-009 Kedua responden memaknai belajar dengan cara belajar serius dan tekun. Belajar serius dan tekun dapat dilihat dari cara mereka mendengarkan, bertanya, menjawab pertanyaan, berusaha memahami, berpikiran optimis, dan disiplin waktu. Mappa Basleman 2011, berpendapat bahwa individu mengembangkan kemampuan dan keterampilan supaya makin banyak pengetahuan dan keterampilan baru diperoleh dan semakin mantap. Suprijanto 2007, juga mengatakan bahwa pelajaran yang berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki, maka pelajaran tersebut akan lebih bermakna, lebih mudah diterima. Demikian juga kedua responden menggunakan kesempatan belajar dengan baik untuk mengembangkan diri mereka, mengolah diri, menambah wawasan, dan pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dari salah satu kutipan wawancara responden AS dan FGD responden KS. “Karena belajar bagiku merupakan cara mengolah hidup, cara menambah wawasan, pengetahuan”. DA151MPB-w009-010 “Saya selalu optimis dan berpikir bahwa belajar itu kesempatan saya mengembangkan diri..”. DK221MPB-FGD021-023 Dengan belajar serius, tekun, dan menggunakan kesempatan yang baik responden berproses supaya belajar lebih bermakna. Karena bagi responden belajar merupakan proses menemukan makna belajar dari tidak tahu sampai menjadi tahu. Senada dengan itu, Bastaman 2007, mengatakan bahwa seseorang dapat menemukan makna melalui kehidupan, melalui pekerjaan dan karya perutusan yang dijalani. Semuanya itu diperoleh melalui proses termasuk proses belajar. Seperti halnya yang dikatakan oleh responden Ks dalam wawancara. “Maka itu memotivasi saya untuk berusaha belajar dan memahami bahwa belajar merupakan proses dari yang tidak tahu menjadi tahu”. DK51MPB-w009-012 Suparno 2007, mengatakan bahwa pemikiran dan pengetahuan akan berkembang jika seseorang belajar. Dengan demikian, makna belajar merupukan proses dari yang tidak tahu menjadi tahu melalui pengolahan diri, menambah wawasan dan pengetahuan. Pengolahan diri, wawasan dan pengetahuan akan bertambah apabila seseorang belajar dengan serius dan tekun. 2. Alasan biarawati sehingga bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar. Sugijopranoto 2013, mengatakan bahwa untuk menjalankan perutusan pada zaman sekarang membutuhkan ijazah minimal tertentu dan persyaratan lain sesuai Peraturan Pemerintah. Kongregasi juga membutuhkan tenaga profesional untuk karya masa depan. Selain dari tuntutan pemerintah dan kebutuhan kongregasi, seorang religius harus mampu setara dengan orang yang dilayani. Sehingga tidak mengherankan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kedua responden bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar demi menjawab anjuran pemerintah dan kebutuhan kongregasi tersebut. Selain karena Peraturan Pemerintah dan kebutuhan Kongregasi, kedua responden bersedia menjalankan tugas perutusan belajar juga karena kesadaran diri mereka sendiri. “Makanya, selain dari tuntutan pemerintah atau peraturan pemerintah yang menganjurkan..contoh saja yang kerja di sekolah perlu S1. Selain itu, kongregasi memang membutuhkan orang ya untuk itu ”. DA151MPB-w019-023 “Maka peraturan pemerintah dan juga dari diri saya sendiri mendorong saya menjalankan perutusan belajar ini”. DK51MPB- w079-081 Responden sadar karena keprihatinan pada permasalahan sosial saat ini, kurangnya pengetahuan, kurangnya kemampuan, dan kurangnya kesabaran yang responden miliki. Terbukti apa yang dikatakan oleh Suparno 2007, bahwa biarawati menerima perutusan belajar di Perguruan Tinggi supaya dapat memenuhi tuntutan yang mendesak di zaman yang professional ini. Sebelum kuliah kedua responden sudah bekerja. Dari pengalaman kerja tersebut, mereka merasa pengetahuan, kemampuan, dan kesabaran masih sangat kurang. Sementara, perkembangan zaman ini mendesak mereka melaksanakan tugas secara profesional. Untuk dapat berkarya dengan profesional, maka responden bersedia menjalankan perutusan belajar. seperti yang diungkapkan oleh kedua responden dalam kutipan wawancara berikut: “Saya punya pengalaman mendampingi anak asrama. Tapi saya belum tahu bagaimana caranya menghadapi mereka. Pengalaman saya juga belum tahu caranya bagaimana membantu orang tua anak yang bercerita masalah keluarga mereka, hidup mereka, perjuangan mereka”. DA151MPB-w012-017 “Waktu itu, belum tahu anak panti itu datang dari berbagai latar belakang mana, maka yang kita dampingi itu tentu berbeda-beda. Pengetahuan saya masih kurang, kesabaran juga kurang”. DK51MPB-w016-020 Responden AS merasa prihatin dengan situasi yang ditemui, perselingkuhan dan pertentangan terjadi di mana-mana. Namun responden belum tahu cara yang tepat mengatasi situasi tersebut. Situasi yang ditemui responden AS ini dapat dilihat dari ungkapannya dalam kutipan wawancara berikut: “Itu suster, sekarang ini banyak sekali perselingkuhan. Saya prihatin dengan keluarga yang istri a tau suami selingkuh”. DA151MPB-w067-070 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa responden termotivasi melaksanakan tugas perutusan belajar karena Peraturan Pemerintah, kebutuhan Kongregasi, dan kesadaran diri responden. Kesadaran responden tersebut karena keprihatinan, dan kurang pengetahuan, kurang kemampuan, kurang kesabaran dalam menolong orang lain. 3. Bentuk-bentuk kesulitan yang ditemui biarawati mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Sanata Dharma dalam melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi. Kedua responden mengalami berbagai kesulitan dan tantangan dalam melaksanakan tugas perutusan belajar. Bukan sesuatu yang mudah menjalankan perutusan belajar bagi seorang religius apalagi harus belajar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dalam usia yang sudah tua dan kurikulum yang sudah jauh berbeda. Menurut Mappa Basleman 2011, semakin bertambah usia seseorang maka semakin sulit baginya belajar. Selain itu dipengaruhi juga oleh lingkungan alam, fisik, sosial, penyajian termasuk penyajian kurikulum dan metode penyajian. Apa yang dikatakan oleh Mappa Basleman diungkapkan juga oleh kedua responden dalam salah satu petikan wawancara dan FGD berikut: “Soal umur teman angkatan saya, pada umumnya mereka tamat SMA mereka langsung melanjut lalu saya sudah 10 tahun yang lalu tamat SMA baru melanjut, jadi daya tangkap saya rendah. Lalu kurikulumnya juga berbeda, karena dunia semakin maju. Saya sulit mengerti, memahami apa yang dosen sampaikan”. DK51MPB- w035-041 “Berikutnya saya minder karena saya ini udah tua hahaha sementara teman-teman saya barusan lulusan SMA, masih kecil yang masih bersemangatnya. Itu tantangan bagi saya. Saya pernah dapat nilai C ya. Saya kadang malu di tengah-tengah mereka untuk awal-awal masuk itu. Maka tidak heran saya itu hanya sama satu tema n yang bisa diajak ngobrol, senda gurau”. DA221MPB- FGD100-107 Selain itu, Mappa Basleman 2011, menambahkan bahwa dengan bertambahnya usia, kemampuan individu menurun seperti menurunya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, berkonsentrasi, daya pendengaran, dan penglihatan. Belajar orang dewasa juga dipengaruhi oleh pergaulan di tempat belajar, perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kegiatan belajar. Responden juga sulit mengikuti perkembangan zaman. Keadaan fisik, kemampuan memahami dan mengingat sangat terbatas. “Tapi mereka itu pandai dengan alat-alat itu, maka kalau sudah tidak bisa saya bertanya dengan mereka. Saya juga bercerita, bertanya dengan dosen kalau ada kesulitan karena saya merasa dekat ”. DA151MPB-w085-088 “Kemudian juga kesulitan itu ya dengan perkembangan jaman itu... teknologi canggih ya.. mereka lebih cepat mengoprasikan laptop, tapi saya lamban dan juga cara saya menangkap”. DK51MPB- w052-055 “Tantangan juga ya selama kuliah itu..alat komunikasi seperti HP. Teman pu nya, kita tidak tahu informasi tidak seperti mereka”. DK221MPB-FGD072-075 Responden AS mudah mengantuk dan lebih mudah berbicara tetapi merasa terganggu apabila suasana kelas ribut, seperti yang terungkap dalam petikan wawancara berikut: “Di kelas itu sering ribut saat dosen menjelaskan. Saya terganggu karena tidak sopan, tidak menghargai. Lalu, kesulitan saya juga menjalankan komputer belum terlalu pandai. Tapi kesulitan saya juga selalu ngantuk itu, mudah tertidur di kelas. Terlebih jam satu jam dua i tu, godaan bagi saya untuk tidur”. DA151MPB-w039- 044 “Saya orangnya suka bicara, sementara di BK harus mendengarkan ”.DA151MPB-w028-029 Sementara responden KS merasa tenganggu apabila anggota kelompok yang tidak disiplin waktu. Dengan kelompok yang datang terlambat, maka pekerjaan juga terlambat dan pada akhirnya bertabrakan dengan jadwal komunitas. Salah satu petikan jawaban responden sebagai berikut: “Kemudian kesulitan itu ketika misalnya kerja kelompok tapi tidak tepat waktu seperti yang sud ah disepakati”. DK51MPB-w044- 046 Dari hasil penelitian, dapat dipahami kesulitan dan tantangan yang responden hadapi. Responden merasa kurang mampu menjalankan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI komputer dan kurang informasi; kesulitan menyesuaikan diri dalam pergaulan dan kemampuan akdemik karena perbedaan usia dan kurikulum; sulit mendengarkan daripada berbicara; mudah mengantuk; terganggu dengan ketidakdisiplinan anggota kerja kelompok. 4. Usaha-usaha yang dilakukan biarawati menghadapi kesulitan sesuai tantangan zaman. Biarawati merupakan religius wanita yang hidup bersama dengan orang lain dalam satu komunitas, dalam satu kongregasi, dan hidup berkaul. Kedua responden merupakan anggota kongregasi daan anggota komunitas. Sebagai anggota religius, mereka menyadari bahwa mereka menghayati kaul yang mereka hidupi dalam sebuah kongregasi. Prasetya 1992, mengatakan bahwa kemampuan biarawati dalam menghayati kaul dan kemampuan menghadapi tantangan psikologis menentukan kedewasaan atau ketidakdewasaan emosi. Karena kaul merupakan sarana untuk membentuk hidup batin religius. Kedua responden sama-sama menyadari diri sebagai religius yang berkaul dan sadar sebagai anggota Kongregasi yang memiliki peraturan; berusaha menjalin komunikasi dalam hidup bersama. Berdasarkan kesadaran tersebut mereka mendahulukan hidup komunitas, hidup rohani daripada belajar; dan mengikuti semua kegiatan komunitas. Ungkapan yang berkaitan dengan kesadaran responden terdapat pada salah satu kutipan wawancara dari masing-masing responden sebagai berikut: “Kita inikan biarawati yang punya aturan ya, kaul. Semua teratur. Jangan sampai kita meninggalkan acara komunitas. Dalam kongregasi kami sering diingatkan bahwa kuliah itu bukanlah yang utama tetapi kebersamaan. Sekolah hanyalah menunjang, hanya salah satu cara untuk karya ke depan, yang utama itu adalah hidup komunitas. Jadi jangan sampai meninggalkan hidup komunitas dan mengutamakan belajar. Kecuali memang kuliah sampai jam enam. Kadang pemimpin sudah tahu, tapi kadang harus memberitahu pemimpin juga”. DA151MPB-w101-112 “Dan sudah ditekankan bahwa ya sebagai suster, bukan suster itu hanya kebetulan sebagai suster dan studi tetapi duluan susternya; suster yang kebetulan studi maka yang diutamakan hidup rohani bukan studinya, kalau tidak...hmmm..kita bisa keluar suster”. DK51MPB-w121-126 Usaha-usaha yang dilakukan responden dalam menghadapi kesulitan bukan hanya kata-kata belaka. Selain menyadari diri sebagai religius yang berkaul, responden juga berusaha membagi waktu, dan menjalin relasi dan komunikasi yang baik dengan pemimpin, dengan anggota komunitas, dengan dosen, dan dengan teman terlebih kepada Tuhan. Suparno 2007, mengatakan perlu adanya usaha dalam menghadapi kesulitan. Biarawati perlu membina persatuan dengan Tuhan, membangun kedamaian hati dan pikiran supaya memikirkan persoalan yang dihadapi dengan jernih dan bijaksana. Hal ini sama dengan apa diusahakan oleh responden AS yakni berusaha mengatasi kesulitan dengan cara berdoa, berbagi cerita dan yakin ada orang lain yang menolong. Ketika mengantuk responden melakukan gerakkan kecil dan mencuci wajahnya. Usaha yang dilakukan responden terdapat pada kutipan berikut: “Cara saya tu berdoa dan saya tidak sendirian. Saya lari kepada Tuhan juga kepada pemimpin. Wong, kita dibiayai kongregasi”. DA151MPB-w080-082 “Lalu kalau ngantuk biasanya saya berdiri atau saya ke kamar mandi cuci muka”. DA151MPB-w089-090 Sedangkan responden KS berusaha sabar mengahdapi teman- temannya, berani salah, mencoba terlebih dahulu dan tekun mengerjakan tugas. Selain itu, responden menghindari kegiatan organisasi kemahasiswaan supaya kegiatan komunitas bisa dikiuti. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari kutipan wawancara berikut: “Tapi prinsip saya itu apa yang saya mengerti saya buat dulu, saya lakukan nantikan dosen akan memperbaiki. karena dosen-dosen kita kan seandainya kita sudah berusaha tidak melulu disalahkan tetapi mereka memperbaiki, mengerti. Selain itu, saya juga dengan tekun mengerjakan tugas, tekun bertanya itu sangat membantu. Belajar sabar juga dengan teman- teman itu”. DK51MPB-w092- 099 “Saya sendiri juga enggan mengambil kegiatan kampus, misalnya organisasi GMC atau apa itu, karena nanti bertabrakan”. DK51MPB-w119-121 Selain itu, Suparno 2007, mengatakan perlu membina kerja sama dengan orang lain supaya yang terasa sulit menjadi ringan; dan belajar menerima diri. Sejalan dengan itu, responden juga berusaha mendekati teman, berani dan rendah hati bertanya, dan bijaksana dalam menghadapi tantangan. “Tapi mereka itu pandai dengan alat-alat itu, maka kalau sudah tidak bisa saya bertanya dengan mereka. Saya juga bercerita, bertanya dengan dosen kalau ada kesulitan karena saya merasa dekat ”. DA151MPB-w085-088 “Selain itu, saya bertanya dekat dengan mereka karena mereka punya HP, mereka tahu komputer”. DA221MPB-FGD139-141 “kalau saya tidak mengerti, maka saya tanya entah dengan teman juga sama dosen”. DK221MPB-FGD146-148 “Juga dalam perkembangan teknologi sekarang seperti HP ketika harus buka ini atau teman-teman mau menghubungi sulit. Saya berefleksi bahwa memang dalam situasi seperti inilah ditantang untuk lebih bijaksana dan tentu harus kreatif, ketika tidak mengerti dan harus buka saat itu yaaa saya harus rendah hati bertanya dengan teman- teman yang punya”. DK221MPB-FGD148-155 Namun keduanya mengakui bahwa dalam setiap perjuangan pasti ada kesulitan. Melalui kesulitan, responden lebih kreatif dan aktif mencari cara yang tepat untuk menghadapi tantangan. Dengan kesulitan justru membuat mereka semakin kuat. Kata-kata yang sama juga dijelaskan Praseya 1992, bahwa seorang biarawati yang berkaul memerlukan perjuangan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan, mengusahakan agar berarti bagi diri sendiri, masyarakat, dan agama. “Saya berpikir gini lho suster, dengan kesulitan itu saya semakin kreatif mencari cara mengatasi kesulitan. Kalau saya tidak mengalami kesulitan doa saya datar-datar saja. tapi saat sulit pengen lama doanya. Jadi kesulitan itu membuat saya semakin kreatif mencari cara untuk menghadapi tantangan yang kuhadapi itu”. DA151MPB-w093-098 “Pandangan saya suster, saya berprinsip begini setiap perjuangan tetap ada kesulitan tetapi bukan dalam arti kesulitan menjadikan saya untuk patah semangat atau tidak mau tahu. Tetapi saya melihat kesulitan itu mengajak saya untuk aktif. Aktif dalam arti mencari solusi bagaimana supaya kesulitan itu dapat teratasi”. DK51MPB-w102-107 Bastaman 2007, menjelaskan bahwa apabila sesuatu yang berharga, penting, dan bermakna terpenuhi akan membuat seseorang berarti dan menimbulkan rasa bahagia. Keadaan tersebut bisa dialami setiap hari, bisa membuat senang dan bisa memunculkan kesulitan. 67

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan simpulan, keterbatasan penelitian, dan saran. Bagian kesimpulan memuat kesimpulan penelitian.Bagian keterbatasan penelitian memuat keterbatasan peneliti dalam menggali lebih dalam lagi informasi dari responden. Bagian saran memuat masukan untuk peneliti lain supaya dapat melakukan penelitian yang lebih baik dari penelitian ini.

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan penelitian yang berkaitan dengan makna tugas perutusan belajar bagi biarawati adalah: 1. Biarawati belajar serius dan tekun dengan cara mendengarkan, bertanya, menjawab pertanyaan, berusaha memahami, optimis, disiplin, menggunakan kesempatan belajar dengan baik untuk mengembangkan dan mengolah diri, menambah wawasan dan pengetahuan, dan berproses. 2. Biarawati bersedia melaksanakan tugas perutusan belajar karena Peraturan Pemerintah, kebutuhan Kongregasi, dan kesadaran diri. 3. Biarawati mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas perutusan belajar di Perguruan Tinggi berupa kurang mampu menjalankan komputer; kurang informasi; kesulitan menyesuaikan diri dalam pergaulan dan kemampuan akdemik karena perbedaan usia dan kurikulum; sulit mendengarkan daripada berbicara; mudah mengantuk; dan terganggu dengan ketidakdisiplinan.