Responden AS SIMPULAN DAN SARAN

Lampiran 2 Lembar Verbatim Wawancara

A. Responden AS

Waktu : Minggu, 15 Januari 2017; 11.23-12.00 WIB Tempat : Komunitas Responden; Peneliti: “Apa cara yang suster lakukan dalam memaknai belajar?” AS : “Hmmm..cara yang saya lakukan itu..saya mendengarkan dengan baik ya ketika dosen menjelaskan. Maka saya tidak suka kelas ribut, ada yang terlambat. Selain mendengarkan, saya juga bertanya, menjawab juga ya kalau dosen bertanya. Jadinya..saya belajar itu serius, tidak asal-asalan. Karena belajar bagiku merupakan cara mengolah hidup, cara menambah wawasan, pengetahuan”. Peneliti: “Pengalaman apa yang mendukung suster belajar?”. AS : “Saya punya pengalaman mendampingi anak asrama. Tapi saya belum tahu bagaimana caranya menghadapi mereka. Pengalaman saya juga belum tahu caranya bagaimana membantu orang tua anak yang bercerita masalah keluarga mereka, hidup mereka, perjuangan mereka..yaaa.. Saya kadang memberi jawaban, tapi jawaban yang umum saja. Saat itu saya belum ada cara membantu mereka. Makanya, selain dari tuntutan pemerintah atau peraturan pemerintah yang menganjurkan..contoh saja yang kerja di sekolah perlu S1. Nah, sayakan belum. Selain itu, kongregasi memang membutuhkan orang ya u ntuk itu”. Peneliti: “Ok. Lalu apa untungnya belajar bagi suster?”. AS : “Hahaha..hahaha...suster..dulu saya sangat tidak suka karena kuliah ini bukan pilihan saya. Saya takut, heran. Saya bertanya dalam hati apa saya bisa ya. Karena sudah lama tidak kuliah. Saya orangnya suka bicara, sementara di BK harus mendengarkan. Tapi justru di BK ini, dengan belajar tentang kepribadian saya terbantu..saya bisa mengolah diri. Maka dengan perjalanan waktu, saya merasa belajar itu untung benar. Saya bisa mengolah hidup saya, saya bisa melihat saya berasal dari keluarga yang bagaimana, saya punya wawasan. Karena saya terbentuk dari sana”. Peneliti: “Baik suster. Bisakan cerita, kesulitan apa yang suster temui dalam menjalankan tugas perutusan belajar?”. AS : “Di kelas itu sering ribut saat dosen menjelaskan. Saya terganggu karena tidak sopan, tidak menghargai. Lalu, kesulitan saya juga menjalankan komputer belum terlalu pandai. Tapi kesulitan saya juga selalu ngantuk itu, mudah tertidur di kelas. Terlebih jam satu jam dua itu, godaan bagi saya untuk tidur. Nah, itu mengganggu konsentrasi saya. Terlebih lagi sepanjang hari sudah di kampus, pulang ke rumah harus ikut doa, ibadat, komplitorium. Saya..ih..pasti sudah tidak ada tenaga. Lalu malam hari harus belajar lagi. Kalau saya udah mengantuk nanti jadi malas. Itu biasanya menimbulkan penyesalan”. Peneliti: “Selain itu, apa tantangan yang suster temui belajar di Perguruan Tinggi?” AS : “Tantangannya untuk umur..saya..umur yang sudah tua. Terkadang saya sulit membaur, bergaul dengan teman-teman. Apalagi awalnya, saya berjuang setengah mati. Sekarang sudah lumayan, tetapi saya masih melihat ada pengelompokkan-pengelompokkan. Maka, saya sering berteman dengan satu teman saja. Tantangan lainnya, pada saat Konseling Keluarga dapat C padahal 6 SKS. Lalu Konseling Ekspresif 3 SKS. Saya putus asa. Tapi ya..mungkin itulah kemampuan saya..karena saya juga pernah mengantuk saat kuliah hehehe. Saya harus lebih berjuang lagi”. Peneliti: “Sebenarnya, seperti apa tantangan zaman yang mendorong suster bersedia menjalankan perutusan belajar?”. AS : “Itu suster, sekarang ini banyak sekali perselingkuhan. Saya prihatin dengan keluarga yang istri atau suami selingkuh. Maka saya terpanggil menerima perutusan belajar ini. Maka saya tertarik dengan Konseling Keluarga, Konseling Spiritual. Supaya saya ada wawasan juga bagaimana membantu mereka. Terkadang saya melihat dalam hidup bersama menurunnya nilai sopan santun, saling menghargai. Nilai itu sudah mulai turun terlebih anak-anak sekarang. Nah, kalau kita tidak punya wawasan, tidak mau belajar bagaimana kita tahu menghadapi itu?”. Peneliti: “Lalu, bagaimana cara suster berjuang menghadapi kesulitan yang suster temui sehari- hari?”. AS : “Saya..cara saya tu berdoa dan saya tidak sendirian. Saya lari kepada Tuhan juga kepada pemimpin. Wong, kita dibiayai kongregasi. Kalau teman-teman ribut, saya melihat inikan zaman mereka, hidup mereka. Saya nggak bisa mengatur. Saya memahami dunia mereka saja cukup.Tapi mereka itu pandai dengan alat-alat itu, maka kalau sudah tidak bisa saya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bertanya dengan mereka. Saya juga bercerita, bertanya dengan dosen kalau ada kesulitan karena saya merasa dekat. Lalu kalau ngantuk biasanya saya berdiri atau saya ke kamar mandi cuci muka. Susah kalau sudah ngantuk”. Peneliti: “Lalu, Bagaimana cara suster memandang arti kesulitan dalam menghadapi tantangan?”. AS : “Saya berpikir gini lho suster, dengan kesulitan itu saya semakin kreatif mencari cara mengatasi kesulitan. Kalau saya tidak mengalami kesulitan doa saya datar-datar saja. tapi saat sulit pengen lama doanya. Jadi kesulitan itu membuat saya semakin kreatif mencari cara untuk menghadapi tantangan yang kuhadapi itu”. Peneliti: “Bagaimana cara suster membagi waktu belajar dan hidup komunitas?”. AS : “Itu juga, kadang itu tantangan. Kita inikan biarawati yang punya aturan ya, kaul. Semua teratur. Jangan sampai kita meninggalkan acara komunitas. Dalam kongregasi kami sering diingatkan bahwa kuliah itu bukanlah yang utama tetapi kebersamaan. Sekolah hanyalah menunjang, hanya salah satu cara untuk karya ke depan, yang utama itu adalah hidup komunitas. Jadi jangan sampai meninggalkan hidup komunitas dan mengutamakan belajar. Kecuali memang kuliah sampai jam enam. Kadang pemimpin sudah tahu, tapi kadang harus memberitahu pemimpin juga. Kalau kuliah sampai jam segini bagaimana bisa cepat sampai di rumah. Kadang doa malam jam delapan, kadang delapan kurang. Setelah doa malam, saya merasa tenaga saya sudah habis, tidak berdaya. Kalau dipaksa belajar paling sampai jam sebelas. Atau kalau ada tugas sampai jam satu atau jam dua. Itu konsekuensi hidup kita”. Peneliti: “Senarnya, apa tujuan yang ingin suster capai dalam tugas perutusan belajar?”. AS : “Saya berharap bisa cepat selesai, saya semakin baik. Saya tahu bagaimana caranya melayani orang ketika saya berkarya. Saya punya cara yang lebih baik lagi untuk menghadapi orang-orang yang saya layani. Peneliti: Baik suster, yang terakhir apa pandangan suster tentang pentingnya perutusan belajar untuk masa depan?”. AS : Belajar itu seumur hidup ya. Belajar itu penting untuk masa depan, untuk karya, untuk perutusan. Selain untuk mengembangkan diri juga dibutuhkan orang-orang yang kreatif, berwawasan luas, dan selalu mencari cara-cara yang baik menghadapi masa depan. Dengan belajar kita mampu melihat situasi yang ada dan riil serta nyata di dalam hidup”.

B. Responden KS