2.7. Faktor risiko konstipasi
Pengenalan dini faktor-faktor risiko pencetus konstipasi dapat membantu kita untuk mencegah konstipasi itu sendiri. Satu studi menjelaskan bahwa
beberapa faktor risiko konstipasi yang ada, dikumpulkan dan dinilai melalui kuesioner untuk kemudian dikalkulasikan skor masing-masing, yang bertujuan
untuk menilai derajat risiko seseorang menderita konstipasi.
25
Faktor-faktor risiko Konstipasi pada anak, yaitu :
13
- Setelah operasi abdomen atau perianalpelvik - Mobilitas yang sedikit
- Tidak adekuatnya asupan cairan ataupun serat - Pengobatan yang beragam
- Salah penggunaan laksansia - Pasien dengan penyakit stadium lanjut
- Perjalanan - Sejarah dengan konstipasi kronik
Masalah yang sering timbul saat ini adalah timbulnya berat badan anak yang berlebih overweight atau obesitas yang ternyata merupakan faktor
pencetus terjadinya konstipasi pada anak. Pada studi retrospektif konstipasi dijumpai 22 persen memiliki status gizi obesitas sedangkan pada kelompok
kontrol yang obesitas hanya 11 persen. Pada anak obesitas dan konstipasi didapati 25 persen laki-laki dan 19 persen perempuan. Pada studi ini
disimpulkan bahwa obesitas memiliki hubungan yang kuat dengan angka
Universitas Sumatera Utara
kejadian konstipasi. Peningkatan angka prevalensi obesitas dapat diperoleh dari diet, tingkatan aktivitas, atau pengaruh hormon.
26
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konstipasi fungsional melibatkan faktor non farmakologi dan faktor farmakologi.
27
Terapi non farmakologis digunakan untuk meningkatkan frekuensi defekasi pada pasien konstipasi, yaitu dengan menambah asupan
serat dan meningkatkan volume cairan yang diminum, serta meningkatkan aktivitas fisik atau olah raga.
Serat dapat menambah volume feses karena dalam saluran pencernaan manusia ia tidak dicerna, mengurangi penyerapan
air dari feses, dan membantu mempercepat feses melewati usus sehingga frekuensi defekasi meningkat.
28
Suatu studi mengelompokkan algoritma penanganan konstipasi pada anak di bawah 1 tahun dan di atas 1 tahun. Penatalaksanaan dari konstipasi
fungsional meliputi edukasi, pencahar, modifikasi perilaku, dan obat- obatan.
29,30
Terapi farmakologis dengan laksansia digunakan untuk meningkatkan frekuensi defekasi dan untuk mengurangi konsistensi feses yang kering dan
keras. Secara umum, mekanisme kerja obat laksansia meliputi pengurangan absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan osmolalitas dalam lumen, dan
meningkatkan tekanan hidrostatik dalam usus. Obat laksansia ini mengubah
Universitas Sumatera Utara
kolon, yang normalnya merupakan organ tempat terjadinya penyerapan cairan menjadi organ yang mensekresikan air dan elektrolit.
28
Obat laksansia sendiri dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu: 1 laksansia yang melunakkan feses dalam waktu 1 sampai 3 hari laksansia
bulk-forming, docusates, dan laktulosa; 2 laksansia yang mampu menghasilkan feses yang lunak atau semi-cair dalam waktu 6 sampai 12 jam
derivat difenilmetan dan derivat antrakuinon, serta 3 laksansia yang mampu menghasilkan pengeluaran feses yang cair dalam waktu 1 sampai 6 jam
saline cathartics, minyak castor, larutan elektrolit polietilenglikol.
31
Laksansia stimulan seperti Bisakodil secara luas diresepkan dan lebih banyak lagi yang dibeli tanpa resep.
32
Bisakodil tidak berwarna dan tidak berasa, nama kimianya adalah bisp-acetoxyphenyl-2-pyridylmethane.
Bisakodil sangat sedikit diabsorbsi baik di usus halus setelah pemberian oral maupun di usus besar setelah pemberian per rektal.
33
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4. Laksansia Stimulan
31
Nama Obat Bentuk sediaan dan
dosis Efek
sampingtoksisitas Keterangan
Minyak jarak Dewasa : 15-60 mL
Anak : 5-15 mL confusion, denyut nadi
tidak teratur, kram otot, rash kulit, lelah
Dianjurkan untuk diberikan pagi hari
waktu perut kosong. Dosis lebih besar tidak
menambah efek laksansia.
Efek laksansia terlihat
setelah 3 jam. Difenilmetan
Fenolftalein Tablet 125 mg
Dosis : 60-100 mg Elektrolit banyak keluar,
urin dan tinja warna merah.
Reaksi alergi Efek laksansia terlihat
setelah 6-8 jam.
Bisakodil Tablet bersalut enteral 5
dan 10 mg Supositoria 10 mg
Dosis dewasa 10-15 mg Dosis anak 5-10 mg
Kolik Usus Perasaan terbakar pada
penggunaan rektal Efek laksansia terlihat
setelah 6-12 jam. Pada pemberian rektal
efek laksansia terlihat setelah ΒΌ-1 jam.
Oksifenisatin Tablet 5mg, Sirup 5 mg5 mL
Supositoria 10 mg Dewasa, oral 4-5 mg, per
rektal 10 mg Anak, oral 1-2 mg
Ikterus, hepatitis dan reaksi hipersensitivitas
Jarang digunakan. Efek laksansia terlihat
setelah 6-12 jam.
Antrakinon Kaskara
sagrada Sirup, Eliksir, Tablet 125
mg Dosis 2-5 mL atau 100-
300 mg Pigmentasi mukosa
kolon Zat aktif ditemukan
pada air susu ibu. Efek laksansia terlihat
setelah 8-12 jam.
Sena Sirup, Eliksir, dosis 2-4
mL Tablet 280 mg, dosis 0,5-
2 g Penggunaan lama
menyebabkan kerusakan neuron
messenterik Efek laksansia terlihat
setelah 6 jam.
Dantron Tablet 75 mg, dosis 75-
150 mg Efek laksansia terlihat
setelah 6-8 jam.
Universitas Sumatera Utara
Laksansia stimulan merangsang mukosa, syaraf intramural atau otot polos sehingga meningkatkan peristaltik dan sekresi lendir usus. Laksansia ini
dapat menghambat Na
+,
K
+
-ATPase yang merupakan bagian dari kerja sebagai laksansia.
31
Pergerakan usus peristaltik terjadi dalam waktu 6 sampai 12 jam setelah diminum, atau 15 sampai 60 menit setelah diberikan melalui rektal.
34
Pemberian per rektal enema atau suppositoria biasanya digunakan mengatasi konstipasi dan membebaskan rektum dari feses yang keras, dapat
juga digunakan untuk membersihkan rektum dan kolon sigmoid untuk persiapan operasi maupun pemeriksaan sigmoidoskopi. Pasien harus berhati-
hati mengikuti instruksi penggunaan laksansia secara perektal.
9
Setelah 1 tahun pengobatan konvensional berupa edukasi, laksansia, modifikasi perilaku, dan obat-obatan yang dilakukan secara intensif, hampir 30
persen sampai 40 persen anak dengan konstipasi fungsional masih mengeluhkan gejala frekuensi defekasi yang kurang, dimana suatu penelitian
jangka panjang menunjukan hasil yang sama dimana gejala yang dirasakan untuk jangka panjang akan menurunkan kualitas hidup baik anak maupun
orang tua. Kegagalan dari terapi konvensional bisa dikarenakan kurangnya kepatuhan penderita dalam menjalani terapi.
10
Suatu studi uji klinis tersamar menyimpulkan bahwa tidak ada efek
tambahan pada pemberian laksansia secara enema dibandingkan pemberian secara oral pada terapi rumatan pada anak dengan konstipasi.
10
Universitas Sumatera Utara
Disimpaksi rektal merupakan terapi yang penting sebelum terapi pemeliharaan dilakukan. Penelitian menunjukan keberhasilan disimpaksi
secara oral, rektal maupun keduanya.
22,24
Walaupun belum ada penelitian secara control trial yang menunjukan efektifitas penggunaan laksansia seperti
bisakodyl untuk inisial disimpaksi, namun demikian terapi ini cukup efektif pada awal terapi.
25,26
Penggunaan laksansia tidak selalu diperlukan, hanya digunakan jika tidak ada respon yang adekuat terhadap modifikasi gaya hidup maupun
pengaturan diet setelah 1 bulan, adanya faecal impaction, konstipasi atau nyeri defekasi karena sakit, sedang menjalani operasi, konstipasi akibat drug
induced ataupun persiapan operasi. Pilihan pengobatan menggunakan laksansia harus didasarkan pada gejala, pilihan pasien, efek samping serta
biaya. Pada umumnya dosis kecil laksansia bisa digunakan dan dapat dikurangi jika gejala berkurang dan tidak disarankan untuk penggunaan jangka
panjang.
35
Tidak ada penelitian secara random yang membandingkan efektifitas kedua cara pemberian. Pemberian secara oral tidak bersifat invasif
sementara secara rektal menunjukan efek yang lebih cepat namun bersifat invasif. Pilihan terapi harus didiskusikan terlebih dahulu pada anak dan
keluarga.
Universitas Sumatera Utara
2.9. Kerangka Konseptual