Confirmatory Factor Analysis Evaluasi Model

2 Causal Model, Struktural model yang menggambarkan hubungan– hubungan yang dihipotesakan antar konstruk, yang menjelaskan sebuah kausalitas, termasuk di dalamnya kausalitasnya berjenjang. “Sebuah SEM Structural Equation Model yang lengkap pada dasarnya terdiri dari measurement model dan causal model. Measurement model atau model pengukuran ditujukan untuk mengkonfirmasikan dimensi-dimensi yang dikembangkan pada sebuah konstruk. Struktural model adalah mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan causalitas antar konstruk [Ferdinand, 2002]”.

3.4.1. Confirmatory Factor Analysis

Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah Structural Equation Model SEM . Model pengukuran faktor bukti langsung, keandalan, ketanggapan, jaminan, empati, kualitas layanan, kepuasan pelanggan menggunakan Confirmatory Factor analisis. Penaksiran pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya menggunakan koefisien jalur. Langkah-langkah dalam analisis SEM model pengukuran dengan contoh faktor bukti langsung dilakukan sebagai berikut: Persamaan Dimensi Faktor Bukti Langsung : X1.1 = λ 1 Bukti Langsung + er_1 X1.2 = λ 1 Bukti Langsung + er_2 X1.3 = λ 1 Bukti Langsung + er_3 X1.4 = λ 1 Bukti Langsung + er_4 Bila persamaan diatas dinyatakan dalam sebuah pengukuran model untuk diuji unidimensionalitasnya melalui Confirmatory factor analysis. Maka model pengukuran dengan contoh factor bukti langsung akan nampak sebagai berikut : Gambar 2 : Model Pengukuran Fakor Bukti Langsung X1.1 X1.2 er_1 er_2 X1.3 X1.4 er_4 er_3 Tangibles X1.1 = Pernyataan tentang kelengkapan peralatan, X1.2 = Pernyataan tentang kondisi gedung yang representatif X1.3 = Pernyataan tentang penampilan petugas X1.4 = Pernyataan tentang sarana alat komunikasi yang memadai er_1 = Eror term X 1.1 Demikian juga dengan faktor lain seperti keandalan, ketanggapan, jaminan, empati, kepuasan pelanggan.

3.4.2 Asumsi Model Structural Equation Modelling

a. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas 1. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histrogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistik. 2. Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien sampel dengan standard erornya dan skewness value yang biasanya dalam statistik disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut Z value. Pada tingkat signifikan 1, jika nilai –Z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal. 3. Normal Probability Plot [SPSS 10.1]. 4. Linieritas dengan mengamati scaterplot dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyeberangannya untuk menduga ada tidaknya linieritas. b. Evaluasi atas Outlier 1. Mengamatai nilai Z – score : ketentuannya diantara ± 3,0 non outlier. 2. Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak mahalanobis pada tingkat p 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square [ χ2 ] pada df sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis dari nilai χ2 adalah multivariate outlier. “Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi [Hair et.al. 1998]”. 3. Deteksi Multicolinierity dan Singularity “Dengan mengamati Determinant matriks covarians. Dengan ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0 kecil , maka terjadilah multikolinieritas dan singularitas [Tabachnick dan Fidel, 1998]”. 4. Uji Validitas dan Reliabilitas Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstrak yang umum. Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent variable construct akan diuji dengan melihat loading faktor dari hubungan antara setiap observed variable dan latent variable. Sedangkan reliabilitas diuji dengan Construct Reliability dan Variance Extracted. Construct Reliability dan Variance Extracted dihitung dengan rumus sebagai berikut : [ Σ Standardize Loading ]² Construct Reliability = { [ Σ Standardize Loading ]² + Σ ε j} [ Σ Standardize Loading ]² Variance Extracted = { [ Σ Standardize Loading ²] + Σ ε j } “Keakuratan reliabilitas indikator-indikator terbaik dapat dicapai dalam Two Step Approach ini. Two Step Approach bertujuan untuk menghindari interaksi antara model pengukuran dan model struktural pada One Step Approach [Hair et.al.1998]”. “Yang dilakukan dalam Two Step Approach to SEM adalah : estimasi terhadap measurement model dan estimasi terhadap structural model [Anderson dan Gerbing, 1998]”. Cara yang dilakukan dalam menganalisis SEM dengan Two Step Approach adalah sebagai berikut : a. Menjumlahkan skala butir-butir setiap konstrak menjadi sebuah indikator summed-scale bagi setiap konstrak. b. Menetapkan error ε dan lambda λ terms, error terms dapat dihitung dengan rumus 0,1 kali σ² dan lambda terms dengan rumus 0,95 kali σ [ Anderson Gerbing, 1998 ]. Perhitungan construct reliability α telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dan deviasi standard α dapat dihitung dengan bantuan program aplikasi statistik SPSS. Setelah error ε dan lambda λ terms diketahui, skor-skor tersebut dimasukan sebagai parameter fix pada analisis model pengukuran SEM.

3.4.2.1. Uji Hipotesis Unidimensi

Untuk mengetahui setiap indikator merupakan pembentuk variabel unobserved, maka dilakukan uji hipotesis unidimensi dengan menggunakan analisis factor konfirmatori dengan program AMOS 4.01. Standardize Loading dapat diperoleh dari output AMOS 4.01, dengan melihat nilai estimasi setiap construct standardize regression weights terhadap setiap butir sebagai indikatornya. Sementara εj dapat dihitung dengan formula : Ε j = 1 – [ Standardize Loading ] ² “Secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima adalah ≥ 0,7 dan variance extracted ≥ 0,5 [Hair et.al.1998]”.

3.4.3. Pengukuran Hipotesis dan Hubungan Kausal

3.4.3.1.Pengujian Model dengan One Step Approach Dalam model SEM, model pengukuran dan model struktural parameter- parameternya diestimasi secara besama-sama. Cara ini agak mengalami kesulitan dalam memenuhi goodness of fit model. Kemungkinan terbesar disebabkan oleh terjadinya interaksi antara measurement model dan structural model yang diestimasi secara bersama-sama One Step Approach to SEM. “One step approach to SEM digunakan apabila model diyakini dilandasi teori yang kuat serta validitas reliabilitas data sangat baik [ Hair et.al.1998]”.

3.4.3.4. Uji Kausalitas

Kausalitas merupakan permodelan yang tersusun secara struktural yang menggambarkan adanya hubungan yang dihipotesiskan antar konstrak yang menjelaskan kausalitas termasuk didalamnya kausalitas berjenjang. Hubungan kausalitas yang dihipotesiskan berdasarkan teori yang telah teruji dan sistematis. Deteksi kausalitas dapat diamati dari batas tingkat probabilitas yang lebih kecil 0,05. Dalam sebuah model kausalitas, kebenaran adanya hubungan sebab akibat antara dua atau lebih variabel bukannya karena menggunakan SEM tetapi harus didasari oleh teori-teori yang mapan. Jadi SEM bukan digunakan untuk menghasilkan kausalitas tetapi digunakan untuk mengkonfirmasi kausalitas.

3.4.4. Evaluasi Model

“Menurut Hair et.al.[1998], menjelaskan bahwa pola “confirmatory“ menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis- hipotesis dengan pengujian fit antara model dan data empiris”. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji apakah model “good fit” atau “poor fit”. Jadi “good fit” model yang diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation modeling. Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai kriteria Goodness of fit, yaitu Chi-square, Probability, RMSEA, GFI, TLI, CFI, AFGFI, CMIN DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data, maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to SEM. Tabel 3 : Kriteria Goodnes of Fit Indices GOODNESS OF FIT INDEX KETERANGAN CUT OF VALUE X2 Chi Square Menguji apakah covariance populasi yang diestimasi sama dengan covariance sample apakah model sesuai dengan data. Diharapkan kecil 1 s.d. 5 atau paling baik diantara 1 dan 2. Probability Uji signifikansi terhadap perbedaan matrix covariance data dan matrix covariance yang diestimasi. Minimum 0,1 atau 0,2 atau ≥ 0,05. RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi Square pada sample besar. ≤ 0,08 GFI Menghitung proporsi tertimbang variance dalam matrix sample yang dijelaskan oleh matrix covariance populasi yang diestimasi. ≥ 0,90 AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF. CMINDOF Kesesuaian antara data dan model. ≤ 2.00 TLI Pembandingan antara model yang diuji terhadap baseline model. ≥ 0,95 CFI Uji kelayakan model yang tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kerumitan model ≥ 0,94 Sumber : Hair et.al., 1998 1.X² CHI SQUARE STATISTIK Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likehood ratio chi square ini bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Karenanya jumlah sampel cukup besar lebih dari 200, statistik chi-square ini harus didampingi alat uji lain. Model yang diuji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai chi-squarenya rendah. Semakin kecil nilai X² semakin baik model itu. Karena tujuan analisis adalah mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan data atau yang fit terhadap data, maka yang dibutuhkan justru sebuah nilai X² yang kecil dan signifikan. X² bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yaitu terhadap sampel yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar. Penggunaan Chi-Square hanya sesuai bila ukuran sampel antara 100-200. Bila ukuran luar tentang itu, uji signifikan akan menjadi kurang reliabel. Oleh karena itu pengujian ini perlu dilengkapi dengan uji yang lain.

2. RMSEA – THE ROOT MEAN SQUARE ERROR OF PPROXIMATION

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan mengkompensasi chi-square statistik dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan goodness of fit yang dapat diharapkan bila model di estimasi dalam populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan index untuk dapat diterimanya degrees of freedom.

3. GFI – GOODNESS of FIT INDEX

GFI adalah analog dari R dalam regresi berganda. Indeks kesesuaian ini akan menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sampel yang dijelaskan oleh kovarians matriks populasi yang tereliminasi. GFI adalah sebuah ukuran non-statistika yang mempunyai rentan nilai antara 0 poor fit sampai dengan 1,0 perfect fit . Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better fit ”. 4. AGFI – ADJUST GOODNESS of FIT INDEX AGFI = GFIdf Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai yang sama dengan atau lebih besar dari 0,09. GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians dalam sebuah matriks kovarians sampel. Nilai sebesar dapat diinterpretasikan sebagai tingkatan yang baik good overall model fit sedangkan besaran antara 0,09-0,095 menunjukkan tingkatan cukup adequate fit.

5. CMIN DF

Sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model. Dalam hal ini CMNIDF tidak lain adalah statistik chi-square, X² dibagi DFnya sehingga disebut X² relatif. Nilai X² relatif kurang dari 2,0 atau bahkan kurang dari 3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X² relatif yang tinggi menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians yang diobservasikan dan diestimasi. 6.TLI – TUCKER LEWIS INDEKS TLI adalah sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah penerimaan ≥ 0,95 dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan very good fit. 7.CFI – COMPERATIVE FIT INDEKS Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0-1, dimana semakin mendekati 1, mengidentifikasikan tingkat yang paling tinggi a very good fit. Nilai yang direkomendasikan adalah CFI 0,95. Keunggulan dari indeks ini besarnya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model. Indeks CFI adalah identik dengan Relatif Non Certrality Indeks RNI.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Berdirinya PT. Pacific Indo Packing Cabang Surabaya Searah dengan perubahan secara menyeluruh dalam Dunia Perdagangan Internasional khususnya sebagai akibat dari Globalisasi Ekonomi Dunia yang secara perlahan tapi pasti terus bergulir, sangat terasa dampaknya, antara lain ditandai dengan semakin ketatnya persaingan usaha dan cepatnya perubahan-perubahan yang terjadi. Demikian halnya terhadap para pelaku bisnis yang makin hari makin tinggi tuntutan dan kebutuhannya, sehingga hal tersebut menuntut pelaku bisnis lain sebagai pemasok memenuhi kebutuhannya agar diakui keberadaannya. Tentu saja dengan selalu meningkatkan kualitas layanan melalui : Peningkatan Kualitas Produk, Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dan layanannya. PT. Pacific Indo Packing Cabang Surabaya merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa, khususnya pada bidang kemasan kayu atau wood packaging. Pada tahun 2002 FAO-Interim Commision For Phythosanitary Measures ICPM telah mengesahkan suatu standar International Standard for Phythosanitary Measures untuk kemasan kayu. Standar tersebut, Guidelines For Regulating Wood Packaging Material International Trade atau yang lebih di kenal dengan ISPM 15. 45