dimasukkan ke dalam labu 25 mL diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Larutan hasil penyaringan diambil 1,0 mL lalu diencerkan dengan NaOH ke
dalam labu ukur 10 mL. Dari labu 10 mL yang pertama diambil lagi 1,0 mL diencerkan dengan NaOH ke dalam labu ukur 10 mL hingga tanda batas.
Kemudian larutan ini disebut dengan larutan C. Penyaringan diikuti dengan pembilasan. Sampel tablet sejumlah 77
mg ditimbang, dilarutkan dengan 10 mL NaOH lalu disaring dengan kertas saring, di dalam beaker glass dibilas lagi dengan 10 mL NaOH, disaring lagi dan
dimasukkan ke dalam labu 25 mL dan diencerkan dengan NaOH hingga tanda batas. Larutan hasil penyaringan diambil 1,0 mL lalu diencerkan dengan NaOH ke
dalam labu ukur 10 mL. Dari labu 10 mL yang pertama diambil lagi 1,0 mL diencerkan dengan NaOH ke dalam labu ukur 10 mL hingga tanda batas.
Kemudian larutan ini disebut dengan larutan D. Absorbansi larutan C dan D dibandingkan untuk mengetahui pengaruh
perbedaan cara penyaringan tablet alopurinol.
2. Optimasi ekstraksi cair-cair tanpa SPE
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah senyawa pengotor yang terdapat dalam ekstrak cair-cair. Langkah kerja yang dilakukan
adalah menimbang sebanyak 0,5 g sampel jamu asam urat merek X kemudian dilarutkan ke dalam 10 mL NaOH 0,1 N. Sampel diekstraksi dengan
menggunakan pengulangan volume kloroform 3 x 3 mL, fase NaOH diambil dan ditambahkan HCl 0,1 N hingga pH menjadi 2.
Sampel disaring dengan menggunakan kertas saring untuk menghilangkan pengotor yang masih ada. Volume sampel setelah disaring adalah
4 mL. Setelah disaring, sampel tidak dilewatkan pada SPE MCX. Sampel dipekatkan seluruhnya lalu dilarutkan dengan amonium hidroksida 5 dalam
metanol sebanyak 10 mL, disaring dengan milipore dan diultrasonifikasi 15 menit. Sampel diinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18,
komposisi fase gerak metanol : aquabidestamonium hidroksida 0,1 10:90, kecepatan alir 0,5 mLmenit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm dan
volume injeksi sebanyak 20 L Sari, 2014. Hasil kromatogram yang didapat
dibandingkan dengan kromatogram yang diperoleh pada langkah 3c.
3. Optimasi isolasi alopurinol dalam jamu asam urat merek X
a. Penyiapan sampel jamu asam urat merek X
Menyiapkan 20 bungkus jamu asam urat merek X. Serbuk jamu kemudian ditimbang satu per satu untuk menguji keseragaman bobot. Setelah
dilakukan uji keseragaman bobot, serbuk jamu dihomogenkan dengan menggunakan mortir dan stamper. Serbuk kemudian disimpan dalam wadah yang
kering.
b. Optimasi clean up SPE MCX
Pada penelitian ini dilakukan optimasi kapasitas kolom dan volume eluen dengan menggunakan metode SPE penukar kation dengan fase diam MCX
Mixed Cation Exchanger Waters. Optimasi kapasitas kolom dilakukan dengan melakukan variasi
volume pengisian loading ekstrak sampel. Optimasi volume eluen dilakukan
dengan memvariasi volume eluen yang digunakan untuk mengelusi SPE MCX. Kedua variasi tersebut dilakukan sesuai dengan Tabel II.
Langkah kerja yang dilakukan adalah menimbang sebanyak 0,5 g sampel jamu asam urat merek X kemudian dilarutkan ke dalam 10 mL NaOH 0,1
N. Sampel diekstraksi dengan menggunakan volume kloroform 3x3 mL, fase NaOH diambil dan ditambahkan HCl 0,1 N hingga pH menjadi 2.
Sampel disaring dengan menggunakan kertas saring untuk menghilangkan pengotor yang masih ada. Volume sampel setelah disaring adalah
4 mL. SPE MCX disiapkan, dikondisikan conditioning dengan berturut-turut mengaliri 1 mL metanol p.a. dan 1 mL aquabidest ke dalam kolom SPE MCX
kemudian tetesan ditampung pada flakon.
Tabel II. Optimasi loading sampel dan volume eluen SPE MCX
Loading ekstrak sampel
L Volume eluen mL 500
5 7.5
10 + 2.5 750
5 7.5
10 + 2.5 1000
5 7.5
10 + 2.5 Diantara tahapan loading sampel dan elusi dilakukan pencucian SPE
dengan cara mengaliri berturut-turut dengan 2 mL asam asetat 2 dan 2 mL metanol p.a. melalui kolom SPE MCX, tetesan eluen ditampung pada flakon. Lalu
dilakukan pengelusian sesuai tabel II. Fraksi hasil elusi dipekatkan seluruhnya lalu dilarutkan kembali dengan amonium hidroksida 5 dalam metanol sebanyak
10 mL, disaring dengan milipore dan diultrasonifikasi 15 menit.
Sampel hasil pengelusian diinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18, komposisi fase gerak metanol : aquabidestamonium
hidroksida 0,1 10:90, kecepatan alir 0,5 mLmenit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm dan volume injeksi sebanyak 20
L Sari, 2014. Hasil kromatogram yang didapat, diamati bentuk peak dan nilai AUC untuk
mengetahui hasil yang optimal dari proses optimasi clean up SPE MCX.
c. Optimasi ekstraksi cair-cair
Pada penelitian ini dilakukan optimasi clean up cair-cair dengan memvariasi pengulangan ekstraksi cair-cair dengan pelarut organik, yaitu 2x3 mL,
3x3 mL, dan 4x3 mL. Langkah kerja yang dilakukan adalah menimbang sebanyak 0,5 g
sampel jamu asam urat merek X kemudian dilarutkan ke dalam 10 mL NaOH 0,1 N. Sampel diekstraksi dengan menggunakan jumlah pengulangan ekstraksi
dengan pelarut organik yang berbeda-beda, yaitu 2x3 mL, 3x3 mL, dan 4x3 mL, fase NaOH diambil dan ditambahkan HCl 0,1 N hingga pH menjadi 2.
Sampel disaring dengan menggunakan kertas saring untuk menghilangkan pengotor yang masih ada. Volume sampel setelah disaring adalah
4 mL. Setelah disaring, sampel diloading ke dalam SPE dan dielusi sesuai dengan hasil optimasi pada langkah 3b. Sampel dipekatkan seluruhnya lalu dilarutkan
dengan amonium hidroksida 5 dalam metanol sebanyak 10 mL, disaring dengan milipore
dan diultrasonifikasi 15 menit. Sampel diinjeksikan ke dalam HPLC fase terbalik dengan kolom C18,
komposisi fase gerak metanol : aquabidestamonium hidroksida 0,1 10:90,
kecepatan alir 0,5 mLmenit, detektor UV dengan panjang gelombang 274 nm dan volume injeksi sebanyak 20
L Sari, 2014. Hasil kromatogram yang didapat, diamati bentuk peak dan nilai AUC untuk mengetahui hasil yang optimal dari
proses optimasi ekstraksi cair-cair.
4. Identifikasi alopurinol dalam sampel jamu dengan menggunakan HPLC