Optimasi dan validasi penetapan kadar alopurinol dalam matriks tablet obat secara spektrofotometri UV dan matriks sampel jamu asam urat secara kromatografi cair kinerja tinggi.
INTISARI
Alopurinol merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Dalam penggunaannya, alopurinol sering digunakan sebagai bahan kimia obat yang dicampurkan ke dalam jamu agar efek yang ditimbulkan lebih cepat.Alopurinol dapat menyebabkan reaksi kulit dan gangguan pencernaan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui metode analisis yang tepat digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam jamu.
Metode spektrofotometer dalam penelitian ini menggunakan detektor UV pada 257 nm. Verifikasi kinerja metode analisis alopurinol yang dilakukan menunjukkan nilai LOQ metode spektrofotometer UV yaitu 15,58g/mglebih besar dibandingkan LOQ yang harus dicapai (0,52g/mg), sehingga metode spektrofotometer UV kurang tepat digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam jamu.
Penelitian selanjutnya dilakukan pengembangan metode analisis alopurinol dalam jamu secara KCKT.Sistem KCKT fase terbalik dalam penelitian ini menggunakan fase diam C18, detektor UV pada 274 nm. Optimasi dilakukan
pada komposisi fase gerak metanol :amonium hidroksida 0,1% dalam akuabides serta flow rate. Kondisi optimum yang diperoleh, yaitu komposisi fase gerak metanol : amonium hidroksida 0,1% dalam akuabides (10:90) dengan flow rate
0,5 mL/menit yang memenuhi kriteria waktu retensi, N, HETP, tailing factor, dan resolusi.Metode ini pada kondisi yang optimum memenuhi parameter validasi yang baik dengan linearitas (r = 0,993); CVtR = 0,3% dan CV AUC = 0,9%; LOD
= 0,03 g/mL.
Kata kunci : alopurinol, optimasi metode, validasi metode, KCKT fase terbalik, spektrofotometri UV
(2)
ABSTRACT
Allopurinol is an anti-inflammation nonsteroid drug (NSAID) which can decreased gout in blood. In use, allopurinol is usually found in gout traditional medicine as adulterants to make a fast effect. Allopurinol can caused a skin reaction and digestion problem. The purpose of this study is to determined an analysis method which can identification that adulterants in traditional medicine.
Spectrophotometer method in this study uses an UV detector at 257 nm. Verification about analysis method of alopurinol indicates that analysis method can not to identification adulterants in traditional medicine because LOQ this method 15,58g/mg is more bigger than LOQ (0,52g/mg).
This study is done on developed with HPLC method for identification adulterants in traditional medicine. Reversed-phase HPLC system in this study uses a C18, UV detector at 274 nm. Optimization is done on the mobile phase
composition of methanol : water + ammonium hydroxide 0,1% and flow rate. The optimum conditions are obtained mobile phase composition of methanol : water + ammonium hydroxide 0,1% (10:90) and a flow rate of 0,5 mL/minute those meet the criteria for retention time, N, HETP, tailing factor and resolution. This method at optimum condition has a good validation parameters with linearity (r = 0,993); CVtR = 0,3% dan CV AUC = 0,9%; LOD = 0,03 g/mL.
Keywords:allopurinol, method optimization,method validation,reversed-phaseHPLC, UV spectrophotometry
(3)
SAMPEL JAMU ASAM URAT SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Meta Kartika Sari NIM : 108114049
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
i
SAMPEL JAMU ASAM URAT SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Meta Kartika Sari NIM : 108114049
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
“T hink like a queen. A queen is not afraid to fail. Failure is a stepping stone to greatness!”
-Oprah Winfrey-
K arya ini aku persembahkan untuk orang tua, keluarga, sahabat, dan almamaterku tercinta
(10)
vii
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas cinta
kasih, berkat dan karunia-Nya yang begitu besar, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Dan Validasi Penetapan Kadar
Alopurinol DalamMatriks Tablet Obat Secara Spektrofotometri UVdan Matriks
Sampel Jamu Asam Urat Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi” sebagai salah
satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.
Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
banyak pihak dengan adanya masukan, kritikan, diskusi, saran, dan
bimbingan.Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini.
1. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, masukan,
motivasi, kritikan dan saran selama penelitian serta penyusunan skripsi ini.
2. Jefrry Julianus, M.Si. selaku Dosen Penguji yang memberikan bimbingan,
kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini.
3. Dewi Setya, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing di laboratorium dan teman
selama penelitian skripsi yang telah memberikan masukan, diskusi, saran, dan
dukungan moral kepada penulis selama penelitian skripsi ini.
4. Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku Dosen Penguji yang
(11)
viii
5. Aris Widyawati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma atas teladan seorang pemimpin yang diberikan.
6. Phebe Hendra, M.Si. selaku Wakil Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma dan Dosen Pembimbing Anak yang memberikan bimbingan, masukan
dan saran selama penulis berkuliah dan menyusun naskah.
7. Sri Hartati Yuliani selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
8. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku Dosen Pengajar yang bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan masukan diawal penelitian.
9. Bimo Aditya, Suparlan, Kunto, Wagiran dan segenap staf laboran yang turut
membantu penulis selama penelitian.
10.Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta atas ilmu, pengalaman, masukan, keceriaan, dan persahabatan
yang telah diberikan.
11.Ria Kusuma Dewi dan Sugiarto Adji Soenarso sebagai rekan kerja dalam
penelitian skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran, kepercayaan, kerjasama,
persahabatan, keceriaan dan semangat selama ini.
12.Papa dan mama tercinta yang telah memberikan kehidupan yang indah, yang
selalu memberikan doa, semangat dan dukungan kepadaku.
13.Semua teman-teman FST A 2010 yang bersama-sama berjuang, terima kasih
(12)
ix
14.Teman angkatan 2010 yang bersama-sama berjuang dan mengisi sebagian
cerita hidupku, terima kasih atas kebersamaan dan bantuan selama
perkuliahan.
15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala bantuan,
semagat, dan doa yang menyertai penulis dari awal penelitian hingga
selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari atas kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, karena
keterbatasan wawasan dan kemampuan.Penulis dengan sengan hati membuka diri
menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan skripsi ini memberikan manfaat yang
berarti bagi para pembaca.Akhir kata, penulis mempersembahkan skripsi ini demi
majunya ilmu pengetahuan farmasi.
Yogyakarta, 11 November 2014
(13)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xviii
ABSTRACT ... xix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan... 4
2. Keaslian Penelitian ... 4
3. Manfaat Penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 6
A. Obat Tradisional ... 6
(14)
xi
C. Spektrofotometri UV ... 8
D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 10
1. Definisi dan Instrumentasi ... 10
2. Optimasi Metode ... 18
3. Pemisahan Puncak Dalam Kromatografi ... 18
E. Validasi Metode Analisis ... 26
F. Landasan Teori ... 27
G. Hipotesis ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 30
B. Variabel Penelitian ... 30
1. Variabel Bebas ... 30
2. Variabel Tergantung ... 30
3. Variabel Pengacau Terkendali ... 30
C. Definisi Operasional ... 31
D. Bahan Penelitian... 31
E. Alat Penelitian ... 32
F. Tata Cara Penelitian ... 32
1. Metode Spektrofotometri UV untuk Sediaan Tablet Alopurinol 32
a. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N ... 32
b. Pembakuan NaOH ... 33
c. Pembuatan Larutan Stok dan Intermediet Alopurinol ... 33
(15)
xii
e. Pembuatan Seri Larutan Baku Alopurinol ... 34
f. Validasi Metode ... 34
2. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 35
a. Penyiapan Fase Gerak ... 35
b. Optimasi KCKT Fase Terbalik ... 35
c. Uji Kesesuaian Sistem KCKT Fase Terbalik ... 36
d. Validasi Metode Analisis KCKT Fase Terbalik ... 38
G. Analisis Hasil ... 40
1. Analisis Hasil Validasi Metode Spektrofotometri UV ... 40
2. Analisis Hasil Optimasi KCKT Fase Terbalik ... 41
3. Analisis Hasil Validasi MetodeKCKT Fase Terbalik ... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Verifikasi Kinerja Metode Analisis Alopurinol Spektrofotometri Ultraviolet ... 44
1. Pembuatan dan Pembakuan Natrium HIdroksida ... 44
2. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Alopurinol ... 46
3. Pembuatan Seri Larutan Baku Alopurinol ... 47
4. Validasi Metode Analisis ... 50
a. Linearitas ... 50
b. Sensitivitas ... 51
B. Pengembangan Metode Analisis Alpurinol dalam Jamu secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 53
(16)
xiii
a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Alopurinol... 53
b. Penentuan Fase Gerak ... 54
c. Optimasi Komposisi Fase Gerak dan Flow Rate ... 58
2. Evaluasi Penetapan Kadar Metode Analisis KCKT ... 65
a. Uji Kesesuaian Sistem dalam Periode Pertama ... 66
b. Uji Kesesuaian Sistem dalam Periode Kedua ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 77
A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
LAMPIRAN ... 81
(17)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Indeks polaritas dan karakteristik solvent
selectivitybeberapa pelarut KCKT ... 14 Tabel II. Komposisi optimasi fase gerak ... 35
Tabel III. Perbandingan panjang gelombang maksimum alopurinol
dalam sampel tablet obat hasil pengukuran terhadap
panjang gelombang maksimum teoritis ... 47
Tabel IV. Data kurva baku alopurinol dalam tablet obat... 48
Tabel V. Hubungan r dengan n ... 49
Tabel VI. Panjang gelombang maksimum alopurinol hasil
pengukuran ... 54
Tabel VII. Perbandingan masing-masing komposisi fase gerak dan
indeks polaritas ... 56
Tabel VIII. Nilai parameter tR, N, HETP, Tf dan Rs ... 61
Tabel IX. Persen koefisien variasi nilai tRdan AUC baku alopurinol
periode I ... 67
Tabel X. Data kurva baku alopurinol periode I ... 68
Tabel XI. Persen koefisien variasi nilai tRdan AUC baku alopurinol
periode II ... 70
Tabel XII. Data kurva baku alopurinol periode II ... 71
(18)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur alopurinol ... 7
Gambar 2. Skema instrumentasi KCKT... 12
Gambar 3. Skema sampler KCKT ... 16
Gambar 4. Ilustrasi difusi Eddy ... 21
Gambar 5. Ilustrasi pelebaran puncak ... 22
Gambar 6. Peak kromatogram untuk mengukur resolusi ... 24
Gambar 7. Penentuan asymmetry factor dan tailing factor ... 26
Gambar 8. Reaksi kalium biftalat dengan NaOH ... 45
Gambar 9. Reaksi fenoftalein dengan NaOH ... 46
Gambar 10. Plot kurva baku alopurinol dalam tablet obat ... 50
Gambar 11. Interaksi alopurinol dengan fase diam C18 ... 55
Gambar 12. Interaksi alopurinol dengan fase gerak yang teroptimasi... 55
Gambar 13. Kromatogram baku alopurinol pada fase gerak metanol :amonium hidroksida 0,1% dalam akuabides (10:90) ... 59
Gambar 14. Kromatogram baku alopurinol pada fase gerak metanol :amonium hidroksida 0,1% dalam akuabides (20:80) ... 60
Gambar 15. Kromatogram baku alopurinol pada fase gerak metanol :amonium hidroksida 0,1% dalam akuabides (30:70) ... 61
(19)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysisbaku alopurinol E. Merck ... 82 Lampiran 2. Certificate of Analysis SPE MCX ... 83 Lampiran 3. Perhitungan pembakuan NaOH 0,1 N ... 84
Lampiran 4. Spektrogram penetapan panjang gelombang maksimum
alopurinol untuk Spektrofotometri UV ... 85
Lampiran 5. Data penimbangan kurva baku sampel tablet obat ... 86
Lampiran 6. Perhitungan Limit of Detection sampel tablet obat ... 89 Lampiran 7. Spectrogram scanning panjang gelombang maksimum
alopurinol ... 90
Lampiran 8. Perhitungan polaritas ... 92
Lampiran 9. Kromatogram hasil optimasi fase gerak metanol :amonium
hidroksida 0,1% dalam akuabides (10:90) ... 93
Lampiran 10. Kromatogram hasil optimasi fase gerak metanol :amonium
hidroksida 0,1% dalam akuabides (20:80) ... 96
Lampiran 11. Kromatogram hasil optimasi fase gerak metanol :amonium
hidroksida 0,1% dalam akuabides (30 : 70) ... 99
Lampiran 12. Kromatogram alopurinol untuk pembuatan kurva baku, uji
kesesuaian sistem dan penentuan LOD periode I ... 102
Lampiran 13. Penimbangan dan contoh perhitungan kadar baku periode I 111
Lampiran 14. Perhitungan Limit of Detection periode I ... 113 Lampiran 17. Kromatogram alopurinol untuk pembuatan kurva baku, uji
(20)
xvii
Lampiran 18. Perhitungan Limit of Detection periode II ... 120 Lampiran 19. Perhitungan uji t untuk slope kurva baku alopurinol periode
(21)
xviii
INTISARI
Alopurinol merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah. Dalam penggunaannya, alopurinol sering digunakan sebagai bahan kimia obat yang dicampurkan ke dalam jamu agar efek yang ditimbulkan lebih cepat.Alopurinol dapat menyebabkan reaksi kulit dan gangguan pencernaan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui metode analisis yang tepat digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam jamu.
Metode spektrofotometer dalam penelitian ini menggunakan detektor UV pada 257 nm. Verifikasi kinerja metode analisis alopurinol yang dilakukan menunjukkan nilai LOQ metode spektrofotometer UV yaitu 15,58g/mglebih besar dibandingkan LOQ yang harus dicapai (0,52g/mg), sehingga metode spektrofotometer UV kurang tepat digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam jamu.
Penelitian selanjutnya dilakukan pengembangan metode analisis alopurinol dalam jamu secara KCKT.Sistem KCKT fase terbalik dalam penelitian ini menggunakan fase diam C18, detektor UV pada 274 nm. Optimasi dilakukan
pada komposisi fase gerak metanol :amonium hidroksida 0,1% dalam akuabides serta flow rate. Kondisi optimum yang diperoleh, yaitu komposisi fase gerak metanol : amonium hidroksida 0,1% dalam akuabides (10:90) dengan flow rate
0,5 mL/menit yang memenuhi kriteria waktu retensi, N, HETP, tailing factor, dan resolusi.Metode ini pada kondisi yang optimum memenuhi parameter validasi yang baik dengan linearitas (r = 0,993); CVtR = 0,3% dan CV AUC = 0,9%; LOD
= 0,03 g/mL.
Kata kunci : alopurinol, optimasi metode, validasi metode, KCKT fase terbalik, spektrofotometri UV
(22)
xix
ABSTRACT
Allopurinol is an anti-inflammation nonsteroid drug (NSAID) which can decreased gout in blood. In use, allopurinol is usually found in gout traditional medicine as adulterants to make a fast effect. Allopurinol can caused a skin reaction and digestion problem. The purpose of this study is to determined an analysis method which can identification that adulterants in traditional medicine.
Spectrophotometer method in this study uses an UV detector at 257 nm. Verification about analysis method of alopurinol indicates that analysis method can not to identification adulterants in traditional medicine because LOQ this method 15,58g/mg is more bigger than LOQ (0,52g/mg).
This study is done on developed with HPLC method for identification adulterants in traditional medicine. Reversed-phase HPLC system in this study uses a C18, UV detector at 274 nm. Optimization is done on the mobile phase
composition of methanol : water + ammonium hydroxide 0,1% and flow rate. The optimum conditions are obtained mobile phase composition of methanol : water + ammonium hydroxide 0,1% (10:90) and a flow rate of 0,5 mL/minute those meet the criteria for retention time, N, HETP, tailing factor and resolution. This method at optimum condition has a good validation parameters with linearity (r = 0,993); CVtR = 0,3% dan CV AUC = 0,9%; LOD = 0,03 g/mL.
Keywords:allopurinol, method optimization,method validation,reversed-phaseHPLC, UV spectrophotometry
(23)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit asam urat merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering
dialami oleh masyarakat lanjut usia di Indonesia. Kebiasaan dan pola hidup yang
kurang sehat serta mengkonsumsi makanan yang tinggi purin menjadi penyebab
utama tingginya prevalensi penyakit ini (Iskandar, 2006).
Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan hayati yang cukup
besar terutama tanaman yang berkhasiat obat atau lebih dikenal dengan obat
tradisional. Pengertian obat tradisional yaitu bahan atau ramuan bahan berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau
campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman(Permenkes RI N0. 007, 2012).
Berdasarkan variasinya, Badan POM (2004) mengelompokan sediaan
bahan alam menjadi tiga, yaitu sediaan jamu, sediaan obat herbal terstandar dan
sediaan fitofarmaka.Ketiga sediaan tersebut memiliki persyaratan yang berbeda
yaitu untuk jamu klaim khasiatnya berdasarkan data empiris, sediaan obat herbal
terstandar bahan bakunya harus distandarisasi dan sudah diuji praklinik,
sedangkan fitofarmaka mirip dengan obat modern yang bahan bakunya harus
distandarisasi dan harus melalui uji klinik.
Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM no.HK.00.05.41.1384 tahun
(24)
sintetik berkhasiat obat, narkotika atau psikotropika dan hewan atau tumbuhan
yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Namun seiring dengan berkembangnya jaman, banyak industri
obat-obatan dan obat tradisional menggunakan salah satu bahan kimia obat dalam
kandungan jamu. Alopurinol merupakan salah satu bahan kimia obat yang
terkadang sengaja ditambahkan ke dalam jamu asam urat. Alopurinol termasuk
golongan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) yang dapat menurunkan kadar
asam urat dalam darah. Dalam penggunaannya, jamu dikonsumsi hampir setiap
hari sehingga sangat berbahaya jika terkandung bahan kimia obat di
dalamnya.Penggunaan alopurinol yang berlebihan dapat menimbulkan reaksi kulit
seperti kulit kemerahan, reaksi alergi berupa demam, leukopenia, pruritus,
eosinofillia, artralgia dan gangguan pencernaan (Dipiro et al., 2005).No Observe Adverse Effect Level (NOAEL) merupakan dosis tertinggi sampai menimbulkan efek buruk yang tidak teramati. Alopurinol memiliki nilai NOAEL sebesar 12
mg/kgBB/hari (Anonim, 2014). Oleh karena itu, perlu dilakukan penetapan kadar
alopurinol untuk matriks sampel jamu asam urat.
Berdasarkan Depkes RI (1974), penetapan kadar alopurinol dalam tablet
dapat diukur dengan spektrofotometri UV.Untuk mengetahui apakah metode
spektrofotometri dapat digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam jamu,
perlu dilakukan verifikasi kinerja metode analisis alopurinol secara
spektrofotometri UV.
Matriks jamu sangat kompleks sehingga perlu dilakukan pengembangan
(25)
dalam jamu dilakukan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) fase terbalik dipilih untuk analisis alopurinol dalam jamu asam urat
karena mampu memisahkan dari suatu campuran sekaligus menetapkan kadarnya,
mudah, cepat dan sensitif.Detektor UV dipilih karena alopurinol memiliki
kromofor yang dapat memberikan serapan di daerah UV.
Untuk menetapkan alopurinol dalam jamu dengan metode KCKT perlu
dilakukan optimasi pada sistem KCKT dan validasi metode penetapan kadar
terlebih dahulu untuk memperoleh data yang dapat dipercaya. Pada penelitian ini,
optimasi pemisahan dengan KCKT fase terbalik dilakukan dengan mengubah
komposisi fase gerak dan flow rate untuk memperoleh kondisi yang optimum dengan parameter nilai waktu retensi, N, HETP, tailing factor, dan resolusi.
Optimasi pada sistem KCKT fase terbalik untuk penetapan kadar
alopurinol dalam matriks jamu asam urat dengan fase gerak metanol :amonium
hidroksida 0,1% dalam akuabides dan fase diam C18 yang telah optimum
digunakan dalam validasi metode analisis untuk menjamin bahwa metode yang
diperoleh dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan persyaratan
yang telah ditentukan. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan
dalam validasi metode analisis antara lain presisi, linearitas, dan sensitivitas.
Penelitian ini merupakan tahap awal dari serangkaian penelitian yang
meliputi “Optimasi Isolasi Alopurinol Dalam Sediaan Tablet dan Jamu” dan
“Validasi Metode Analisis Alopurinol Dalam Matriks Tablet Secara
Spektrofotometri dan Matriks Jamu Asam Urat Secara KCKT Fase Terbalik serta
(26)
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
a. Apakah metode penetapan kadar alopurinol secara spektrofotometri UV dapat
digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam jamu?
b. Apakah dapat dilakukan optimasi komposisi fase gerak dan flow rate yang optimal dalam pemisahan alopurinol pada matriks sampel jamu asam urat
dengan metode KCKT?
c. Bagaimana hasil optimasi komposisi fase gerak dan flow rate yang optimal dalam periode tertentu dapat memberikan data dengan validitas yang baik
menggunakan metode KCKT?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, optimasi dan validasi penetapan kadar
alopurinol dalam matriks tablet secara spektrofotometri UV dan matriksjamu
asam urat secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi belum pernah dilakukan
sebelumnya.BerdasarkanDepkes RI (1974), kadar alopurinol dalam tablet dapat
ditetapkan menggunakan metode spektrofotometri UV. Namun, penelitian
mengenai optimasi dan validasi penetapan kadar alopurinol dalam matriks tablet
secara spektrofotometri UV dan matriksjamu asam urat secara KCKTfase terbalik
dengan fase gerak metanol : amonium hidroksida 0,1% dalamakuabides dan fase
(27)
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai optimasi sistem KCKT dan parameter validitas dalam
membandingkan kurva baku alopurinol dalam periode tertentu secara KCKT dan
penetapan kadar alopurinol secara spektrofotometri UV.
b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan bagi ilmu pengetahuan mengenai optimasi sistem KCKT dan
parameter validitas dalam membandingkan kurva baku alopurinol dalam periode
tertentu secara KCKT dan penetapan kadar alopurinol secara spektrofotometri
UV.
B. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode penetapan kadar alopurinol
secara spektrofotometri UV dapat digunakan atau tidak untuk penetapan kadar
alopurinol dalam jamu.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum komposisi fase
gerak dan flow rate dalam pemisahan alopurinol pada matriks sampel jamu asam urat dengan metode KCKT.
3. Mengetahui sistem KCKT masih memberikan data dengan validitas yang baik
(28)
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Obat Tradisional
Permenkes RI N0. 007 Tahun 2012 menyatakan bahwa obat tradisional
merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Sediaan obat tradisional yang banyak beredar saat ini terbuat dari bahan
simplisia nabati, yaitu bagian tanaman atau seluruh tanaman, baik segar atau
sudah dikeringkan, atau hasil penyarian dengan berbagai bentuk sediaan seperti
rajangan, serbuk, pil, tablet, kapsul, cairan (sediaan luar dan sediaan dalam),
salep, krim, parem, tapel dan lainnya (Badan Pengawasan Obat dan Makanan,
2004).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 179 / Men.Kes. /
Per / VII / 76 tentang produksi dan distribusi obat tradisional menyatakan bahwa
“untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat perlu adanya
pencegahan terhadap produksi dan distribusi obat tradisional yang dapat
merugikan dan membahayakan masyarakat”. Sediaan obat tradisional perlu
dilakukan berbagai jenis pengujian untuk mengetahui mutu dari sediaan obat
tradisional yang akan diproduksi. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian
(29)
Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM no.HK.00.05.41.1384 tahun
2005, dalam obat tradisional dilarang menggunakan :
1. Bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat
2. Narkotika atau psikotropika
3. Hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
B. Alopurinol
Alopurinol juga dikenal dengan 4-hydroxypyrazolopyrimidine dan nama
berdasarkan IUPAC 1H - Pirazolol - (3,4) - dipirimidin - 4 – ol (Chemaxon, 2013). Alopurinol memiliki rumus molekul C5H4N4O; berat molekul
136,11g/mol. Berbentuk serbuk halus putih hingga hampir putih. Berbau
lemah.Titik lebur > 300°C.Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter.Larut dalam larutan kalium dan natrium hidroksida (Depkes RI, 1995).Sedikit larut
dalam air dan etanol (Anonim, 2014). Alopurinol memiliki nilai log koefisien
partisi oktanol : air (log Kow) 0,33 (Machata, 2005) dan pKa 9,4.
Gambar 1.Struktur Alopurinol (Depkes RI, 1995)
Alopurinol merupakan obat anti-gout disease yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah dan digunakan untuk mengatasi hiperurisemia yang
(30)
berkaitan dengan gout kronik, pembentukan batu asam urat yang berulang-ulang, gangguan enzim, nephropati asam urat akut, kemoterapi kanker. Alopurinol juga
digunakan untuk mengurangi oksidasi dengan memblok produksi radikal
bebas.Penggunaan alopurinol untuk gout dan hiperurisemia dengan aksi menghambat enzim xantin oksidase sehingga enzim tersebut tidak dapat
mengkatalisis perubahan hipoxantin menjadi xantin dan perubahan xantin menjadi
asam urat (Katzung, 2004).
Penggunaan alopurinol yang berlebihan dapat menimbulkan reaksi kulit
seperti kulit kemerahan, reaksi alergi berupa demam, leukopeni, pruritus,
eosinofillia, artralgia dan gangguan pencernaan (Dipiro et al., 2005).No Observed Adverse Effect Level (NOAEL) merupakan dosis tertinggi sampai menimbulkan efek buruk yang tidak teramati. Alopurinol memiliki nilai NOAEL sebesar 12
mg/kgBB/hari (Anonim, 2014).
Tablet alopurinol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri
ultraviolet dengan panjang gelombang serapan maksimum kurang lebih 250 nm
dengan menggunakan larutan NaOH P 0,4% b/v dan HCl 1% v/v sebagai blanko
(Depkes RI, 1974).
C. Spektrofotometri UV
Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm.
Molekul yang dikenakan suatu gelombang radiasi elektromagnetik pada frekuensi
yang sesuai dapat terabsorbsi atau terjadi penyerapan karena serapan tersebut akan
(31)
yang diserap.Energi yang berubah dari keadaan dasar (ground state) ke keadaan tereksitasi (excited state)disebut transisi.
E −E = h. v = h. c
λ ( 1)
Keterangan, E1 = energi pada keadaan dasar/lebih rendah (ground state)
E2 = energi pada keadaan tereksitasi/lebih tinggi (excited state)
h = konstanta Planck
v = frekuensi foton yang diabsorbsi/diserap
= panjang gelombang c = kecepatan
(Gandjar dan Rohman, 2010).
Serapan cahaya molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan visibel
tergantung pada struktur elektronik dari molekul.Spektrofotometri ultraviolet dan
visibel senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkatan
tenaga elektronik.Keuntungan dari serapan ultraviolet yaitu gugus-gugus
karakteristik dapat dikenal dalam molekul yang sangat kompleks.Spektrum
ultraviolet menggambarkan hubungan antara panjang gelombang atau frekuensi
serapan dengan intensitas serapan atau absorbansi (Sastrohamidjojo, 2002).
Dalam memilih panjang gelombang terkait hubungan sifat optik cuplikan
dengan pelarut dimana adanya perbedaan kemampuan dari pelarut untuk
mensolvasi antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitasi (Gandjar dan
Rohman, 2010).Penyerapan radiasi UV atau visibel terkait dari elektron terluar
(32)
dalam molekul, adanya ikatan kimia penyebab terjadinya serapan sinar UV-VIS
disebut kromofor (Johnson, 1978).
Kromofor merupakan ikatan rangkap tidak jenuh selang-seling yang
menyerap radiasi pada daerah UV dan visibel, sedangkan auksokrom merupakan
gugus jenuh yang terikat pada kromofor dan dapat menyebabkan adanya
perubahan panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum.Ciri dari
auksokrom adalah gugus heteroatom yang langsung terikat pada kromofor, seperti
–OCH3, –Cl, –OH, dan –NH2.Penambahan auksokrom dapat menyebabkan
pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih panjang karena adanya
substitusi gugus atau atom atau adanya pengaruh pelarut (Sastrohamidjojo, 2002).
D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 1. Definisi dan Instrumentasi
Kromatografi merupakan suatu teknik dimana solut atau zat-zat terlarut
terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi karena solut-solut ini melewati suatu
kolom kromatografi (Gandjar dan Rohman, 2007).Definisi tersebut
menggambarkan bahwa dalam sistem kromatografi terjadi pemisahan zat-zat
terlarut yang terdistribusi diantara fase diam dan fase gerak berdasarkan
kemampuan solut terangkut melewati fase diamnya.Perpindahan solut melewati
fase diam tergantung pada afinitas relatif antar fase yang ditentukan berdasarkan
parameter retensi (Kealey, 2005).
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan metode yang paling
(33)
untuk penelitian bahan-bahan obat, bahan kimia, makanan dan obat. Hal tersebut
dikarenakan KCKT memiliki kemampuan untuk memisahkan zat analit serta
kuantifikasinya atau menetapkan jumlah zat analit tersebut berdasarkan respon
Area Under Curve (AUC). KCKT biasa digunakan untuk menganalisis ketidakmurnian suatu senyawa karena KCKT mampu untuk mengkuantifikasi
senyawa (Rohman, 2009).Keunggulan lain dari KCKT adalah dapat digunakan
untuk pemisahan senyawa-senyawa yang memiliki struktur yang mirip, analisis
molekul non-volatil (sulit menguap) seperti terpenoid rantai panjang, golongan
fenolik, alkaloid, lipid dan gula (Haborne, 1998) yang tidak dapat dideteksi
dengan kromatografi gas, dan analisis senyawa dengan jumlah yang sangat
kecil.Metode KCKT merupakan salah satu teknik analisis yang paling banyak
digunakan untuk analisis kuantitatif obat-obatan, biomolekul, polimer, dan
senyawa organik lainnya (Ahuja and Dong, 2005).
Teknik kromatografi membutuhkan adanya zat yang terlarut dan
terdistribusi diantara dua fase, yakni fase diam dan fase gerak.Fase diam (sorben
yang dikemas dalam kolom) bertindak sebagai penjerap.Fase gerak (fase cair yang
mengalir) membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut
lainnya yang terelusi lebih awal atau lebih akhir.Pada kromatografi partisi
digunakan fase gerak dan fase diam dengan polaritas yang berbeda.Jika fase gerak
bersifat polar dan fase diam bersifat nonpolar, maka disebut sebagai kromatografi
fase terbalik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
Sistem KCKT merupakan gabungan dari berbagai macam alat yang
(34)
kuantifikasi zat analit.Rangkaian alat tersebut dikenal dengan instrumen
kromatografi sebagai berikut.
Gambar 2. Skema Instrumentasi KCKT (Gandjar dan Rohman, 2010)
Menurut Gandjar dan Rohman (2010), instrumen KCKT pada dasarnya
terdiri atas beberapa komponen yaitu : wadah fase gerak, sistem penghantaran
fase gerak, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor,
wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung dan suatu komputer
atau integrator atau perekam peak. a. Fase gerak
Sebelum digunakan, fase gerak harus dilakukan penyaringan terlebih
dahulu untuk menghilangkan partikel kecil yang mungkin ada sebagai pengotor
karena dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi.Partikel pengotor
yang terkumpul pada kolom atau selang penhubung dapat menimbulkan
penyumbatan.Selain itu, fase gerak juga harus di degassing terlebih dahulu untuk menghilangkan gelembung atau gas yang terdapat pada fase gerak, adanya
(35)
analisis.Saat pembuatan fase gerak, dianjurkan untuk menggunakan fase gerak
dengan kemurnian yang tinggi agar tingkat pengotor yang ada rendah dan tidak
mengacaukan sistem kromatografi (Gandjar dan Rohman, 2010).
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri dari campuran pelarut yang dapat
bercampur dan berperan dalam daya elusi dan resolusi.Daya elusi dan resolusi
tersebut ditentukan berdasarkan polaritas keseluruhan pelarut fase gerak, polaritas
fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel.Terdapat dua fase yang
biasanya digunakan dalam sistem KCKT yaitu fase normal dan fase diam.
Penentuan kedua fase ini tergantung pada tingkat kepolaran dari masing-masing
fase gerak dan fase diam yang digunakan.Jika fase diam yang digunakan bersifat
lebih polar dibandingkan fase geraknya maka disebut fase normal.Pada KCKT
fase normal, kemampuan elusi senyawa nonpolar meningkat dengan
meningkatnya polaritas pelarut.Sedangkan untuk fase terbalik (fase diam kurang
polar dibandingkan fase gerak).Kemampuan elusi senyawa nonpolar menurun
dengan meningkatnya polaritas pelarut (Rohman, 2009).
Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap
selama elusi) atau dengan cara gradien (komposisi fase gerak berubah-ubah
selama elusi). Metode isokratik merupakan metode pencampuran fase gerak
secara manual dengan tangan dan saat memasuki sistem KCKT tidak dibutuhkan
adanya pencampuran fase gerak kembali dan dilakukan dengan satu
pompa.Metode gradien merupakan metode pencampuran fase gerak yang
dilakukan di dalam sistem KCKT, menggunakan beberapa pompa untuk
(36)
pencampuran fase gerak tersebut dialirkan ke dalam kolom (Snyder, Kirkland and
Dolan, 2010).
Pemilihan fase gerak dalam suatu metode pemisahan berdasarkan pada
indeks polaritas (P’) campuran fase gerak tersebut.Semakin besar nilai indeks
polaritasnya menyatakan semakin polar fase gerak yang digunakan.Fase gerak
yang sering digunakan merupakan kombinasi dari dua atau lebih campuran pelarut
yang saling bercampur secara keseluruhan. Campuran fase gerak tersebut akan
menghasilkan nilai polaritas tersendiri yang disebut indeks polaritas fase gerak
(Harvey, 2000).
′ = Φ . ′ + Φ . ′ ( 2)
Keterangan, ΦAdanΦ B = fraksi volume pelarut pada pelarut A dan B
P’Adan P’B = indeks polaritas pelarut pada pelarut A dan B
(Harvey, 2000).
Tabel I. Indeks polaritas dan karakteristik solvent selectivity beberapa pelarut KCKT (Snyder, Kirkland dan Dolan, 2010)
(37)
Deret eluotropik yang disusun berdasarkan polaritas pelarut merupakan
panduan yang berguna dalam pemilihan fase gerak yang akan digunakan dalam
KCKT. Deret eluotropik dapat dilihat pada tabel I.
b. Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang
mempunyai syarat sesuai dengan syarat wadah pelarut yaitu pompa harus inert
terhadap fase gerak. Bahan yang sering digunakan untuk pompa yakni gelas, baja
tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu
memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan
kecepatan alir 3mL/menit (Rohman, 2009). Penggunaan pompa atau sistem
penghantaran fase gerak adalah agar dapat menjamin proses penghantaran fase
gerak yang berlangsung dengan tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas gangguan
(Gandjar dan Rohman, 2010).
Selain itu, pompa yang digunakan juga harus dapat menjamin akurasi dan
konsistensi kecepatan alir dari fase gerak yang dibutuhkan untuk menjaga
stabilitas dan ripitabilitas interaksi antara zat analit dengan fase diam. Kecepatan
alir yang buruk dapat mempengaruhi waktu retensi dan resolusi pemisahan analit
(Chan et al., 2004).
c. Tempat penyuntikan sampel
Penyuntikan sampel pada KCKT dilakukan secara langsung ke dalam fase
gerak yang mengalir menuju kolom. Penggunaan syringe atau autosampler
merupakan wadah yang digunakan dalam penyuntikan sampel (Gandjar dan
(38)
injectoryang dapat menyimpan volume dari 0,5L – 2 mL. Pada posisi load, sampel diinjeksikan dan loop sampler terisolasi dari fase gerak. Kemudian ketika katup dipindahkan ke posisi loading (posisi inject), injectorakan berpindah ke posisi inject dan saat itu fase gerak mengaliri sampel dan terbawa memasuki kolom (Harvey, 2000).
Gambar 3.Skema sampler KCKT. (a) posisi load, sampel diinjeksikan dan terisolasi dari fase gerak. (b) posisi inject, sampel terbawa fase gerak dan memasuki kolom (Denney, 1993)
d. Kolom
Kolom merupakan bagian terpenting dalam rangkaian KCKT karena fase
diam dalam KCKT terdapat dalam kolom.Dengan demikian, pemisahan analit dari
komponen lainnya terjadi pada kolom.Keberhasilan pemisahan analit tergantung
pada keadaan kolom, sehingga pemilihan kolom sangatlah penting (Mulja dan
Suharman, 1995).
Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi atau
polimer-polimer stiren dan divinil benzene.Permukaan silika adalah polar dan
sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Modifikasi silika secara
(39)
lain. Hasil reaksi kimiawi tersebut akan menghasilkan silika yang stabil terhadap
hidrolisis karena terbentuk ikatan siloksan (Si-O-Si). Hasil modifikasi tersebut
memiliki karakter kromatografi dan selektivitas yang berbeda dengan gugus
silanol bebas (Gandjar dan Rohman, 2010). Oktadesilsilan (ODS atau C18)
merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan
senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, dan tinggi.
e. Detektor
Terdapat dua golongan detektor pada KCKT yaitu detektor umum dan
spesifik.Detektor umum merupakan detektor yang dapat mendeteksi zat secara
umum, tidak bersifat selektif dan spesifik. Contoh dari detektor umum adalah
detektor indeks dan detektor massa. Detektor spesifik merupakan detektor yang
hanya dapat mendeteksi suatu analit sesuai dengan spesifikasi tertentu, misalnya
detektor UV-Vis, detektor fluoresensi dan elektrokimia.Penggunaan detektor
spesifik, maka analit yang digunakan harus memiliki persyaratan yang sesuai
untuk dapat dideteksi dengan detektor tersebut (Rohman, 2009).
Detektor Spektrofotometri UV-Vis
Detektor UV-Vis merupakan detektor yang paling banyak digunakan
karena hampir semua senyawa obat memiliki struktur yang dapat menyerap sinar
UV-Vis. Sel detektor umumnya berupa tabung berdiameter 1 mm dan panjang
celah optik 10 mm (Gandjar dan Rohman, 2007). Senyawa yang dapat dideteksi
dengan detektor UV-Vis ini adalah senyawa yang memiliki gugus kromofor dan
(40)
Menurut Gandjar dan Rohman (2010), detektor pada KCKT memiliki
beberapa karakteristik sebagai berikut :
a. Respon terhadap analit cepat dan reprodusibel
b. Mampu mendeteksi analit hingga kadar yang sangat kecil
c. Stabil saat dioperasikan
d. Memiliki sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran
pita
e. Sinyal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi analit pada
kisaran luas (AUC)
f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak
2. Optimasi Metode
Tahap optimasi merupakan serangkaian kondisi awal yang muncul pada
tahap pengembangan metode dan harus dimaksimalkan dengan baik.Hal yang
harus dimaksimalkan tersebut yaitu resolusi, bentuk puncak, jumlah lempeng,
kapasitas, dan retention time (Gandjar dan Rohman, 2010).
Kecepatan alir yang optimal biasanya 0,8 mL/menit; 1,2 mL/menit; dan
2,5 mL/menit untuk kolom dengan diameter internal 4,6 mm dan ukuran partikel
berkisar 3-10 m. Semakin kecil ukuran partikel akan menghasilkan pemisahan yang lebih cepat dan optimal (Ahuja and Rasmussen, 2007).
3. Pemisahan Puncak Dalam Kromatografi
Karakteristik umum yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan
kolom, sistem dan pemisahan kromatografi adalah faktor retensi (k’), efisiensi
(41)
a. Efisiensi kolom
Tujuan umum kromatografi adalah memisahkan suatu campuran yang
akan dianalisis. Kualitas pemisahan dengan kromatografi dapat dilihat
berdasarkan 2 parameter, yakni resolusi dan efisiensi.Parameter resolusi yaitu
tingkat pemisahan puncak-puncak analit yang saling berdekatan.Sementara
parameter efisiensi yaitu ukuran banyaknya pelebaran puncak dari masing-masing
puncak zat analit.Efisiensi pemisahan suatu kolom terdiri dari dua teori yaitu teori
lempeng dan teori laju.
i. Teori Lempeng
Efisiensi merupakan karakteristik yang penting dalam kolom.Efisiensi
diekspresikan sebagai jumlah lempeng teoritis (N) yang dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
= 16 ( 3)
Dimana, tR = retention time analit
W = lebar peak pada posisi baseline
Efisiensi kolom dalam kromatografi berkaitan juga dengan waktu retensi
atau retention time, yakni lamanya waktu komponen atau molekul yang akan dianalisis berada di dalam kolom (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pengukuran terhadap efisiensi kolom membutuhkan faktor lebar peak (W)
karena waktu retensi berpengaruh terhadapnya, peningkatan nilai W akan
meningkatkan retention time. Semakin tinggi jumlah lempeng teoritis pada suatu pemisahan menyatakan semakin baik pula efisiensi kolom, dan sebaliknya jika
(42)
nilai lempeng teoritis yang didapatkan kecil, maka efisiensi kolom juga menurun
(Miller dan Crowther, 2010).
Terdapat parameter lain terkait efisiensi kolom, yakni tinggi plat atau plate height (H) yang dirumuskan dengan persamaan berikut :
= ( 4)
Dimana, L merupakan panjang kolom. Tinggi plat (H) atau sering disebut tinggi
plat teori (HETP = Height Equivalent Theoretical Plate) dalam kromatografi merupakan panjang kolom kromatografi (dalam mm) yang diperlukan sampai
terjadinya satu kali keseimbangan molekul solute dalam fase gerak dan fase diam
(Gandjar dan Rohman, 2010).
HETP dapat digunakan untuk membandingkan efisiensi kolom dengan
panjang kolom yang berbeda karena pada pengukuran HETP ini, panjang kolom
yang bervariasi dibandingkan dengan jumlah lempeng teoritis masing-masing
kolom sehingga perbandingannya tidak berdasarkan masing-masing panjang
kolom.Nilai HETP berbanding terbalik dengan jumlah lempeng teoritis
(N).Semakin tinggi nilai N maka semakin kecil nilai HETP dan semakin efisien
kolom yang digunakan (Gandjar dan Rohman, 2007).
ii. Teori Laju
Teori lempeng hanya menggambarkan laju migrasi secara kuantitatif,
tetapi tidak dapat menggambarkan pengaruh variabel-variabel lain yang
menyebabkan terjadinya pelebaran peak sehingga perlu diketahui teori laju.Pada waktu migrasi, zat analit mengalami transfer dalam fase diam dan fase gerak
(43)
sehingga migrasi di dalam kolom juga tidak teratur dan mengakibatkan laju
rata-rata analit relatif terhadap fase gerak juga sangat bervariasi, sehingga terjadi
pelebaran peak analit. Alasan timbulnya bentuk puncak dan pelebaran puncak
didasarkan pada difusi Eddy, difusi longitudinal, dan transfer massa (Snyder dkk.,
2010).
1) Difusi Eddy
Difusi Eddy mempresentatifkan faktor lain yang menyebabkan pelebaran
pita. Molekul analit masuk ke dalam kolom melewati partikel fase diam dengan
arah yang berbeda-beda menuju keluar kolom. Molekul yang bergerak lebih
lambat akan keluar lebih lambat dan molekul yang bergerak lebih cepat akan
keluar lebih dahulu. Pelebaran pita tidak tergantung pada kecepatan alir tetapi
hanya bergantung dari penyusunan dan ukuran partikel dalam kolom. Pelebaran
pita yang diakibatkan karena difusi Eddy akan semakin besar seiring dengan
meningkatnya ukuran partikel dalam kolom (Snyder dkk., 2010). Difusi Eddy
dapat diminimalkan dengan memperkecil diameter rata-rata partikel dalam kolom
hingga sekecil mungkin dan seseragam mungkin (Willard et al., 1988).
Gambar 4. Ilustrasi difusi Eddy saat memasuki kolom dan menyebabkan pelebaran pita (Miller dan Crowther, 2010)
(44)
2) Difusi longitudinal
Difusi longitudinal menggambarkan pergerakan acak molekul dalam fase
gerak.Difusi longitudinal berpengaruh secara signifikan terhadap ketinggian
lempeng pada kecepatan fase gerak yang rendah atau lambat.Sedangkan pada
kecepatan difusi solut yang tinggi dalam fase gerak menyebabkan molekul solut
terdispers secara aksial dan lambat bermigrasi melalui kolom (Willard et al., 1988).
Gambar 5. Ilustrasi yang menyebabkan pelebaran puncak selama pemisahan menggunakan KCKT (Snyder dkk., 2010)
3) Transfer massa
Transfer massa dapat menyebabkan pelebaran pita, terjadinya transfer
massa disebabkan oleh transfer massa fase gerak yang merupakan kecepatan alir
(45)
rongga yang jika analit melewatinya akan lebih cepat keluar terbaca detektor dan
jika analit cenderung lebih menyamping maka akan terjadi interaksi dahulu
terhadap partikel fase diam. Transfer massa fase diam mempresentatifkan analit
yang terpenetrasi ke dalam partikel fase diam dan tinggal lebih lama sebelum
meninggalkan partikel fase diam. Perbedaan lama waktu tinggal dan adanya analit
yang terlebih dahulu terelusi keluar akan menyebabkan pelebaran pita (Snyder
dkk., 2010).
b. Faktor retensi
Jika nilai faktor retensi (k’) kecil maka resolusi menjadi lebih buruk.
Ketika nilai k’ dibuat lebih besar, resolusi akan meningkat. Peningkatan nilai ∝ juga akan meningkatkan nilai resolusi (Snyder dkk, 2010). Faktor retensi (k’)
dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut :
= − ( 5)
c. Resolusi
Resolusi dapat didefinisikan sebagai perbedaan waktu antara retention time dua puncak peak yang saling berdekatan dibagi dengan rata-rata lebar puncak, sehingga yang sangat berpengaruh terhadap pemisahan komponen analit
merupakan retention time (tR) masing-masing analit dan lebar puncaknya (W).
Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 untuk memberikan pemisahan yang
baik (Gandjar dan Rohman, 2010).
= ( − )
(46)
Gambar 6. Peak kromatogram untuk mengukur resolusi (Snyder dkk., 1997)
d. Selektivitas
Selektivitas merupakan kemampuan sistem kromatografi untuk
memisahkan dua analit dan dapat digambarkan sebagai rasio faktor retensi dengan
persamaan sebagai berikut :
= ′
′ =
−
− ( 7)
Selektivitas tergantung pada sifat dari fase diam dan komposisi fase
gerak.Selektivitas harus > 1,0 untuk pemisahan puncak (Ahuja and Dong, 2005).
Selektivitas dapat menghasilkan pergeseran satu puncak relatif terhadap puncak
lainnya dengan menaikan nilainya. Efisiensi pemisahan yang ditunjukkan oleh
faktor N akan berubah dengan mengubah panjang kolom (L) atau mengubah
kecepatan alir fase gerak. Menaikan lempeng teoritis (N) suatu kolom akan
mengakibatkan penyempitan dua puncak sehingga lebar puncak (W) menjadi kecil
dan resolusi menjadi lebih besar. Menurunkan nilai k’ akan menghasilkan
pemisahan yang jelas dan retention time yang pendek, sebaliknya menaikan nilai
k’ akan memberikan resolusi yang lebih baik dan waktu pemisahan menjadi naik
(47)
e. Tailing factor
Kondisi yang diperlukan dalam analisis KCKT yaitu kondisi puncak yang
simetris karena puncak yang asimetris dapat menghasilkan bilangan lempeng
teoritik dan faktor resolusi yang tidak akurat, perhitungan tidak teliti, penurunan
derajat resolusi dan puncak-puncak minor yang tidak terdeteksi pada ekor puncak,
serta waktu retensi yang tidak reprodusibel. Parameter yang digunakan adalah
peak asymmetry factor (As), yang diukur pada 10% tinggi puncak (Snyder dkk., 1997).
Faktor asimetri atau sering disebut tailing factor (Tf) yang dinyatakan dengan rasio antara lebar setengah tinggi puncak kromatogram yang
menghasilkan nilai Tf = 1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat
simetris. Nilai Tf> 1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalam
tailing.Semakin besar nilai Tf menunjukkan bahwa kolom yang digunakan semakin kurang efisien.Berdasarkan hal tersebut maka nilai Tf dapat digunakan
untuk melihat efisiensi kolom kromatografi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Jika nilai Tf dan As = 1 menyatakan bahwa telah terjadi pemisahan yang
baik pada kromatogram. Semakin meningkatnya nilai Tf dan As maka pemisahan
yang terjadi pada kolom semakin tidak baik. Nilai Tf yang lebih dari 2 dapat
mengganggu analisis analit, sehingga syarat tailing factor untuk analisis yaitu kurang dari 2 (Snyderdkk., 2010).
(48)
Gambar 7. Penentuan asymmetry factor (As) dan tailing factor (TF) (Snyder dkk., 2010)
E. Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis merupakan suatu proses tindakan penilaian
terhadap suatu parameter, berdasarkan perlakuan di laboratorium untuk
membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan dalam
penggunaannya. Parameter-parameter tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Presisi dan repeatability. Presisi merupakan derajat keterulangan hasil uji terhadap metode yang dilakukan secara berulang pada sampel. Repeatability
adalah ukuran keterulangan dari prosedur analisis dalam jangka waktu yang
singkat, oleh analis dan peralatan yang sama (The United States
Pharmacopeia, 2007).
b. Linearitas. Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk
mendapatkan hasil uji yang proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analit di
dalam sampel (The United States Pharmacopeia, 2007).
c. Limit of Detection (LOD). LOD adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon yang signifikan
(49)
F. Landasan Teori
Asam urat merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dialami
oleh masyarakat di Indonesia karena kebiasaan dan pola hidup yang kurang
sehat.Alopurinol merupakan obat anti gout yang dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah (Katzung, 2004).
Dalam perkembangannya, seringkali alopurinol dijadikan sebagai bahan
kimia obat yang dicampurkan ke dalam jamu.Keputusan Kepala Badan POM
no.HK.00.05.41.1384 tahun 2005, menyatakan bahwa dalam obat tradisional
dilarang menggunakan salah satunya yaitu bahan kimia hasil isolasi atau sintetik
berkhasiat obat.Oleh karena itu harus diketahui kadarnya dalam jamu asam
urat.Informasi terkait dosis tertinggi alopurinol hingga menimbulkan efek buruk
yang tidak teramati (NOAEL) adalah sebesar 12mg/kgBB/hari (Anonim,
2014).Berdasarkan nilai NOAEL, dapat ditetapkan batas kuantifikasi (LOQ) yang
harus dicapai dari alopurinol.
Depkes RI (1974) menyatakan bahwakadar alopurinol dalam tablet dapat
diukur dengan spektrofotometri UV.Untuk mengetahui apakah metode
spektrofotometri dapat digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam jamu,
perlu dilakukan verifikasi kinerja metode analisis alopurinol secara
spektrofotometri UV.
Matriks jamu sangat kompleks sehingga perlu dilakukan pengembangan
metode analisisdan clean upalopurinol dalam matriks jamu. Analisis alopurinol dalam jamu dilakukan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(50)
dalam akuabides dan fase diam C18. KCKT dipilih untuk analisis alopurinol dalam
jamu asam urat karena mampu memisahkan dari suatu campuran sekaligus
menetapkan kadarnya, mudah, cepat dan sensitif.Detektor UV dipilih karena
alopurinol memiliki kromofor yang dapat memberikan serapan di daerah UV.
Fase diam C18 digunakan karena fase diam ini cocok untuk senyawa
dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi dan memiliki pH di antara
2,5-7,5. Interaksi pada C18 didasarkan pada interaksi van der Waals. Bagian cincin
benzen dari alopurinol merupakan bagian hidrofobik yang akan berinteraksi
dengan fase diam. Untuk dapat mengelusi alopurinol, digunakan campuran pelarut
metanol :amonium hidroksida 0,1%dalam akuabides. Alopurinol bersifat
polaryang dapat berinteraksi dengan fase gerak yang polar sehingga alopurinol
dapat terelusi.
Untuk menetapkan alopurinol dalam jamu dengan metode KCKT perlu
dilakukan optimasi pada sistem KCKT dan validasi metode penetapan kadar
terlebih dahulu untuk memperoleh data yang dapat dipercaya. Pada penelitian ini,
optimasi pemisahan dengan KCKT fase terbalik dilakukan dengan mengubah
komposisi fase gerak dan flow rate untuk memperoleh kondisi yang optimum dengan parameter nilai waktu retensi, N, HETP, tailing factor, dan resolusi.
Optimasi pada sistem KCKT fase terbalik untuk penetapan kadar
alopurinol dalam matriks sampel jamu asam urat dengan fase gerak metanol :
amonium hidroksida 0,1% dalam akuabides dan fase diam C18 yang telah
optimum digunakan dalam validasi metode analisis untuk menjamin bahwa
(51)
dengan persyaratan yang telah ditentukan. Beberapa parameter analisis yang harus
dipertimbangkan dalam validasi metode analisis antara lain presisi, linearitas, dan
sensitivitas.
G. Hipotesis
1. Metode penetapan kadar alopurinol secara spektrofotometri ultraviolet tidak
dapat digunakan untuk penetapan kadar alopurinol dalam jamu.
2. KCKT fase terbalik dengan fase gerak metanol :amonium hidroksida 0,1%
dalam akuabides dan fase diam C18 dapat digunakan untuk penetapan kadar
alopurinol dalam matriks sampel jamu asam urat dilihat dari waktu retensi, N,
HETP, tailing factor, dan resolusi.
3. Selama periode penelitian, sistem KCKT yang digunakan masih reprodusibel
(52)
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis rancangan penelitian eksperimental
deskriptif karena adanya perlakuan terhadap subjek uji.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan komposisi
fase gerak metanol : akuabides + ammonium hidroksida 0,1% dan flow rate
yang digunakan.
2. Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah bentuk peak, retention time, resolusi dan nilai absorbansi yang dihasilkan.
3. Variabel Pengacau Terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah:
a. Kemurnian pelarut, digunakan pelarut pro analysis dengan kemurnian yang tinggi.
b. Alat yang digunakan dikendalikan dengan cara mengukur validitas metode
yang digunakan berupa nilai linearitas dan sensitivitas (spektrofotometri
(53)
C. Definisi Operasional
1. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan seperangkat
alat KCKT fase terbalik yang menggunakan fase diam oktadesilsilan (C18) dan
fase gerak metanol :amonium hidroksida 0,1% dalam akuabides dengan
perbandingan yang optimal.
2. Optimasi dilakukan dengan cara melakukan perubahan terhadap komposisi
dan flow rate fase gerak.
3. Pemisahan yang optimal dengan metode KCKT fase terbalik dilihat dari
resolusi (Rs), tailing factor (Tf), jumlah lempeng, dan nilai HETPyang dihasilkan.
4. Validasi metode yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengukuran
terhadap parameter-parameter validitas yaitu presisi, linearitas, dan
sensitivitas.
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan memiliki kualitas pro analysis kecuali dinyatakan lain yaitu baku alopurinol (PT. IFARS) dengan Certificate of Analysis, metanol (E. Merck), ammonia solution 25% (E. Merck), asam klorida (E. Merck), kloroform (E. Merck), natrium hidroksida (E. Merck), etanol teknis, akuades, dan
akuabides yang didapatkan dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumen
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian
(54)
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan berupa seperangkat alat spektrofotometri UV-VIS
merek Optima SP 300 Plus, seperangkat KCKT fase terbalik merek Shimadzu
dengan sistem isokratik (pompa merek Shimadzu, detektor UV-VIS merek
Shimadzu), kolom oktadesilsilan (C18) merek Shimadzu (Dimensi 250 x 4,5 mm,
5μm), seperangkat komputer merek Dell B6RDZ1S Connexant System RD01-D850 A0-0382 JP France S.A.S, printerHP Deskjet D2566 HP-024-000625 730, ultrasonikator merek Retsch tipe T460 No V935922013 EY, destilator aquabidest
merek Thermo Scientific, syringe, neraca analitik Ohaus Carat Series PAJ 1003
(maks 60/120g, min 0,001g, d=0,01/0,1mg), penyaring milipore, mikropipet Socorex, indikator pH (E. Merck), organic and anorganic solvent membrane filter(Whatman) ukuran pori 0,45 m dengan diameter 47 mm, vakum, dan seperangkat alat gelas (Pyrex).
F. Tatacara Penelitian
1. Metode Spektrofotometri UV untuk Sediaan Tablet Alopurinol a. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N
Sejumlah 1 g pelet NaOH dilarutkan dengan akuades hingga semua larut
sempurna lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan diencerkan dengan
akuades hingga batas tanda.
N =
(55)
b. Pembakuan NaOH
Sejumlah lebih kurang 400 mg kalium biftalat ditimbang secara seksama
yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120°C selama 2 jam dan larutkan dalam 75 mL air bebas CO2 lalu ditambahkan 2 tetes indikator
fenolftalein. Selanjutnya larutan dititrasi dengan larutan natrium hidroksida
hingga terjadi warna merah muda mantap.Kemudian normalitas dapat dihitung
dengan rumus berikut.
N NaOH =
(Mursyidi, 2008).
c. Pembuatan larutan stok dan intermediet alopurinol
i. Pembuatan larutan stok baku alopurinol. Sejumlah lebih kurang 50
mg baku alopurinol ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL
dilarutkan dengan NaOH 0,1 N hingga tanda sehingga diperoleh larutan dengan
konsentrasi 1000 μg/mL.
ii. Pembuatan larutan intermediet 1. Larutan induk dengan konsentrasi
1000 μg/mL diambil 1,0 mL lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga batas tanda sehingga diperoleh larutan
dengan konsentrasi 100 μg/mL.
iii. Pembuatan larutan intermediet 2.Larutan induk intermediet 1 dengan
konsentrasi 100 μg/mLdiambil 10 mL lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dengan NaOH 0,1 N hingga batas tanda sehingga diperoleh
(56)
d. Penentuan panjang gelombang maksimum
Pembuatan seri larutan kurva baku dengan konsentrasi 4, 8, 12 μg/mL dibuat dengan cara mengambil 2,0; 4,0; 6,0 mL dari larutan intermediet 2 lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan diencerkan dengan menggunakan
NaOH 0,1 N hingga tanda. Kemudian diukur serapan pada panjang gelombang
200-400 nm.
e. Pembuatan seri larutan baku alopurinol
Pembuatan seri larutan kurva baku dengan konsentrasi 4, 6, 8, 10, 12 dan
14 μg/mL dibuat dengan cara mengambil 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0 mL dari larutan intermediet 2 lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan diencerkan
dengan menggunakan NaOH 0,1 N hingga batas tanda.
f. Validasi metode
i. Linearitas
Linearitas ditentukan dari nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh
dengan memplotkan seri larutan konsentrasi terhadap absorbansi hasil pembacaan
spektrofotometri UV.
ii. Sensitivitas
Sensitivitas ditentukan dari nilai slope dan LOD yang diperoleh dari kurva baku linear hubungan antara konsentrasi dan absorbansi.
(57)
2. Metode KCKT Fase Terbalik untuk Matriks Jamu Asam Urat a. Penyiapan fase gerak
Metanol dan amonium hidroksida 0,1% dalam akuabides yang akan
digunakan sebagai fase gerak terlebih dahulu disaring dengan menggunakan
kertas saring Whatman yang berbeda. Pada fase gerak akuabides digunakan kertas
saring untuk pelarut anorganik sedangkan fase gerak metanol digunakan kertas
saring untuk pelarut organik.
Optimasi komposisi pelarut yang akan digunakan dalam penelitian dapat
dilihat pada tabel II :
Tabel II. Komposisi fase gerak metanol :amonium hidroksida 0,1% dalam akuabides
No.
Komposisi fase gerak
Metanol Amonium hidroksida
0,1% dalam akuabides
1 10 90
2 20 80
3 30 70
b. Optimasi KCKT fase terbalik
i. Penentuan panjang gelombang maksimum alopurinol. Panjang
gelombang maksimum alopurinol ditentukan dengan cara mengukur spektra
larutan baku alopurinol dalam pelarut amonium hidroksida 5 % dalam metanol
dengan konsentrasi 5,0; 7,5; 10,0; 12,5 dan 15,0 µg/mL pada rentang 200-400 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan spektra yang terukur dapat
diketahui panjang gelombang dengan serapan yang maksimum pada
masing-masing konsentrasi, kemudian dapat ditentukan panjang gelombang yang akan
(58)
ii. Optimasi komposisi fase gerak dan flow rate. Detektor pada alat KCKT di atur pada panjang gelombang maksimum. Sejumlah 20 L larutan baku
alopurinol 30 g/mL yang sudah disaring dengan millipore dan di-degassing
selama 15 menit, lalu diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik menggunakan
fase gerak yang telah dibuat seperti pada langkah di atas. Sistem operasi KCKT
dilakukan dengan mengubah volume komposisi fase gerak dan flow rate. Pengubahan volume komposisi fase gerak metanol : amonium hidroksida 0,1%
dalam akuabides tersebut meliputi 10:90; 20:80; 30:70, serta flow rate yang meliputi 0,5; 0,8; dan 1 mL/menit untuk masing-masing fase gerak. Dari
kromatogram akan diperoleh nilai tR, Tf, Rs, N dan HETP yang digunakan untuk
penentuan parameter optimasi komposisi fase gerak dan flow rate.
c. Uji kesesuaian sistem KCKT fase terbalik
i. Uji kesesuaian sistem periode pertama
1. Pembuatan larutan stok bakualopurinol. Sejumlah lebih kurang
25 mg baku alopurinol ditimbang secara seksama, kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 25 mL dan dilarutkan dengan dengan amonium hidroksida 5%
dalam metanol. Diperoleh konsentrasi 1 mg/mL 1000g/mL.
2. Pembuatan larutan intermedietalopurinol.Larutan intermediet
dengan konsentrasi 500 g/mL dibuat dengan cara mengambil sebanyak 5 mL
dari larutan stok baku alopurinol, dimasukkan labu takar 10 mL dan diencerkan
dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol hingga tanda.
3. Pembuatan seri larutan baku alopurinol. Larutan seri baku
(59)
mengambil sejumlah 100, 200, 300, 400, 500, dan 600 μL larutan intermediet alopurinol kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL.
Masing-masing labu takar diencerkan dengan amonium hidroksida 5% dalam
metanol hingga tanda. Masing-masing seri baku alopurinol disaring menggunakan
milipore kemudian di-degassing menggunakan ultrasonikator selama 15 menit. Cara kerja ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali, masing-masing seri larutan
baku sejumlah 20 μL diinjeksikan ke sistem KCKT dengan kolom C18 (Dimensi
250 x 4,5 mm, 5μm) menggunakan fase gerak metanol : amonium hidroksida 0,1
%dalam akuabides (10 : 90) dengan flow rate 0,5 mL/menit. ii. Uji kesesuaian sistem periode kedua
1. Pembuatan larutan stok bakualopurinol. Sejumlah lebih kurang
25 mg baku alopurinol ditimbang secara seksama, kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 25 mL dan dilarutkan dengan dengan amonium hidroksida 5%
dalam metanol. Diperoleh konsentrasi 1 mg/mL 1000g/mL.
2. Pembuatan larutan intermedietalopurinol. Larutan intermediet
dengan konsentrasi 500 g/mL dibuat dengan cara mengambil sebanyak 100L
dari larutan stok baku alopurinol, dimasukkan labu takar 10 mL dan diencerkan
dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol hingga tanda.
3. Pembuatan seri larutan baku alopurinol. Larutan seri baku
dengan massa alopurinol 1, 2, 3, dan 4 ngdibuat dengan cara mengambil sejumlah
100, 200, 300, dan 400μL larutan intermediet alopurinol kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL. Masing-masing-masing labu takar
(60)
Masing-masing seri baku alopurinol disaring menggunakan milipore kemudian
di-degassing menggunakan ultrasonikator selama 15 menit. Cara kerja ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali, masing-masing seri larutan baku sejumlah 10 μL diinjeksikan ke sistem KCKT dengan kolom C18 (Dimensi 250 x 4,5 mm, 5μm)
menggunakan fase gerak metanol : amonium hidroksida 0,1 % dalam akuabides
(10:90) dengan flow rate 0,5 mL/menit.
d. Validasi metode analisis KCKT fase terbalik
i. Linearitas
1. Linearitas pada periode pertama. Detektor pada alat KCKT diatur
pada panjang gelombang maksimum. Larutan kerja dengan massa alopurinol 100,
200, 300, 400, 500 dan 600 ng yang telah disaring dengan millipore dan
di-degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 μL menggunakan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Cara kerja ini dilakukan 3 kali replikasi. Dari kromatogram akan diperoleh luas area
alopurinol untuk masing-masing konsentrasi. Luas area ini kemudian diplotkan
terhadap konsentrasi alopurinol untuk memperoleh regresi linear dengan
persamaan y = bx + a dan nilai koefisien korelasi (r) yang akan digunakan untuk
penentuan parameter validasi linearitas.
2. Linearitas pada periode kedua. Detektor pada alat KCKT diatur
pada panjang gelombang maksimum. Larutan kerja dengan massa alopurinol 1, 2,
3, dan 4 ng yang telah disaring dengan millipore dan di-degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 10 μL menggunakan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Cara kerja ini dilakukan 3
(61)
kali replikasi. Dari kromatogram akan diperoleh luas area alopurinol untuk
masing-masing konsentrasi. Luas area ini kemudian diplotkan terhadap
konsentrasi alopurinol untuk memperoleh regresi linear dengan persamaan y = bx
+ a dan nilai koefisien korelasi (r) yang akan digunakan untuk penentuan
parameter validasi linearitas.
ii. Presisi
1. Presisi pada periode pertama. Detektor pada alat KCKT diatur
pada panjang gelombang maksimum. Larutan kerja dengan massa alopurinol 100,
200, 300, 400, 500 dan 600 ng yang telah disaring dengan millipore dan
di-degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 μL menggunakan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Cara kerja ini dilakukan 3 kali replikasi.
2. Presisi pada periode kedua. Detektor pada alat KCKT diatur pada
panjang gelombang maksimum. Larutan kerja dengan massa alopurinol 1, 2, 3,
dan 4 ng yang telah disaring dengan millipore dan di-degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 10 μL menggunakan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Cara kerja ini dilakukan 3 kali replikasi.
iii. Sensitivitas
1. Sensitivitas pada periode pertama. Detektor pada alat KCKT di
atur pada panjang gelombang maksimum. Larutan alopurinol dengan massa 100,
200, 300, 400. 500 dan 600 ng yang telah disaring dengan millipore dan
(62)
sebanyak 20 L menggunakan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Kemudian dihitung nilai LOD dan slope dari persamaan kurva regresi linear yang diperoleh.
2. Sensitivitas pada periode kedua. Detektor pada alat KCKT di atur
pada panjang gelombang maksimum. Larutan alopurinol dengan massa 1, 2, 3,
dan 4 ng yang telah disaring dengan millipore dan di-degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 10 L menggunakan fase
gerak dan flow rate hasil optimasi. Kemudian dihitung nilai LOD dan slope dari persamaan kurva regresi linear yang diperoleh.
G. Analisis Hasil
1. Analisis Hasil Validasi Metode Spektrofotometri UV
a. Linearitas
Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk mendapatkan hasil
uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analit di dalam
sampel. Berdasarkan Snyder et al. (2010), metode untuk analisis dikatakan
memiliki linearitas yang baik jika memiliki nilai koefisien korelasi (r) 0,999.
b. Sensitivitas
Sensitivitas dapat dilihat dari nilai LOD dan slope.LOD merupakan jumlah
terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon
signifikan dibandingkan dengan blanko. LOD dapat dihitung dengan persamaan
berikut :
= 3,3
(63)
Slope menunjukkan respon dari alat. Nilai slope diperoleh dari persamaan regresi
linear y = bx + a dan ditunjukkan pada nilai b.
2. Analisis Hasil Optimasi KCKT fase terbalik
Data kromatogram yang diperoleh dari hasil optimasi komposisi fase
gerak dan flow rate yang telah ditentukan untuk menetapkan kadar alopurinol dalam matriks jamu asam urat dapat dilihat dari bentuk peak, nilai resolusi,tailing factor, HETP dan jumlah lempeng teoritis (N) yang dihasilkan. Parameter ini dilakukan dengan perhitungan secara otomatis menggunakan sistem yang telah
terprogram pada sistem KCKT.
a. Daya pisah (Resolusi)
Nilai daya pisah merupakan nilai yang diperoleh dengan melakukan
perhitungan puncak analit terhadap puncak terdekat.Nilai Resolusi yang baik
adalah 1,5 (Snyder, Kirkland, and Glajch, 2012).
b. Jumlah lempeng (N) dan HETP
Nilai N (lempeng) berbanding terbalik terhadap efisiensi kolom
(HETP).Semakin besar nilai N maka semakin kecil nilai HETP yang berarti
bahwa kolom memberikan efisiensi yang baik (Gandjar dan Rohman, 2007).
c. Bentuk peak
Parameter yang digunakan untuk melihat peak yang simetris adalah nilai
tailing factor(Tf).Nilai Tf 2 dikatakan baik, karena tidak mengganggu atau berpengaruh terhadap pemisahan, sedangkan nilai Tf> 2 dapat berpotensi
mengganggu dan memberikan efek terhadap pemisahan secara rutin (Snyder,
(64)
3. Analisis Hasil Validasi Metode KCKT fase terbalik
a. Linearitas
Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk mendapatkan hasil
uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analit di dalam
sampel.Berdasarkan Snyder dkk.(2010), metode untuk analisis dikatakan memiliki
linearitas yang baik jika memiliki nilai koefisien korelasi (r) 0,999.
b. Presisi
Presisi merupakan derajat keterulangan hasil uji ketika metode dilakukan
secara berulang pada sampel dengan beberapa kali sampling (The United States Pharmacopeia, 2007).Presisi biasanya dinyatakan dengan koefisien variasi (CV)
c. Sensitivitas
Sensitivitas dapat dilihat dari nilai LOD dan slope.LOD merupakan jumlah
terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon
signifikan dibandingkan dengan blanko. LOD dapat dihitung dengan persamaan
berikut :
= 3,3
Keterangan : Sa = Standar deviasi b = slope
Slope menunjukkan respon dari alat. Nilai slope diperoleh dari persamaan regresi
(65)
43
BAB IV PEMBAHASAN
Penetapan kadar alopurinol dalam jamu asam urat diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya alopurinol dalam kandungan jamu, karena
sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM no.HK.00.05.41.1384 tahun 2005,
dalam obat tradisional dilarang menggunakan bahan kimia obat, narkotika atau
psikotropika dan hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.Namun apabila di dalam obat
tradisional terdapat alopurinol maka perlu diketahui batas toksisitas dari nilai
NOAEL yang merupakan dosis tertinggi sampai menimbulkan efek buruk yang
tidak teramati.Nilai NOAEL dari alopurinol pada hewan tikus secara per oral
adalah sebesar 12 mg/kgBB (Anonim, 2014).Berdasarkan nilai NOAEL tersebut
dapat diketahui batas maksimal kandungan alopurinol yang tidak menimbulkan
efek toksik pada manusia apabila terkandung dalam produk jamu asam urat adalah
7,2 mg yang ditunjukkan pada perhitungan berikut.
Batas NOAEL alopurinol 12 mg/kgBB pada hewan uji tikus BB manusia normal = 60 kg
(Noegrohati, 2013)
= MOS =
(66)
Apabila dalam 1 sachet jamu memiliki massa sebanyak 7 g, maka dalam setiap gram sampel,batas kuantifikasi (LOQ) alopurinol yang harus dicapai adalah
sebesar 0,52 mg/g 0,52g/mg.
Berdasarkan Depkes RI (1974), penetapan kadar alopurinol dapat diukur
dengan metode spektrofotometri UV. Hal tersebut karena alopurinol memiliki
gugus kromofor dan auksokrom yang dapat memberikan serapan di daerah UV.
Untuk mengetahui apakah metode spektrofotometri dapat digunakan untuk
penetapan kadar alopurinol dalam jamu, perlu dilakukan verifikasi kinerja metode
analisis alopurinol secara spektrofotometri UV.
A. Verifikasi Kinerja Metode Analisis Alopurinol secara Spektrofotometri Ultraviolet
Prinsip metode analisis alopurinol dalam tablet (Depkes RI, 1974)
dilakukan pengembangan metode dengan melarutkan sampel tablet ke dalam
larutan NaOH 0,1 N. Larutan sampel kemudian disaring dan dibuat larutan
intermediet dengan pengenceran 2500 kali. Larutan intermediet selanjutnya diukur
serapan pada maksdengan spektrofotometri UV. Verifikasi yang dilakukan
meliputi tata cara berikut.
1. Pembuatan dan Pembakuan Natrium Hidroksida
Pembakuan larutan natrium hidroksida dilakukan untuk menentukan
konsentrasi larutan secara teliti yang disebabkan oleh sifat larutan NaOH yang
(67)
mengubah konsentrasi NaOH, selain itu NaOH juga dapat bereaksi dengan gas
CO2 dari udara.
NaOH + CO2 → Na2CO3 + H2O
Pembakuan NaOH dilakukan dengan kalium biftalat sebagai baku primer.
Reaksi antara kalium biftalat dengan NaOH sebagai berikut.
Gambar 8. Reaksi Kalium Biftalat dengan NaOH (Mursyidi, 2008)
Pembakuan dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan suatu proses
penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang telah
ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Pada penelitian ini dilakukan titrasi
volumetri yaitu mengukur volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Ibnu,
2004).
Pada penelitian ini, proses pembakuan dilakukan dengan menggunakan
larutan kalium biftalat yang dilarutkan dalam air bebas CO2 dan ditambahkan dua
tetes fenoftalein kemudian dititrasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N.
Titrasi dapat dihentikan jika terjadi perubahan warna yang artinya telah mencapai
titik ekuivalen atau titik akhir titrasi. Titik ekuivalen merupakan titik pada proses
akhir titrasi ketika asam atau basa tepat habis bereaksi. Indikator perubahan warna
terlihat ketika larutan kalium biftalat yang awalnya jernih berubah warna menjadi
merah muda pada volume akhir 21,35 mL.Berdasarkan perhitungan normalitas
(68)
Gambar 9. Reaksi fenoftalein dengan NaOH (Mursyidi, 2008) 2. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Alopurinol
Penentuan panjang gelombang dilakukan pada baku alopurinol bertujuan
untuk mendapatkan panjang gelombang maksimum (maks). Panjang gelombang
maksimum menunjukkan panjang gelombang absorbansi terbesar bagi analit yang
dianalisis. Dilakukan analisis pada panjang gelombang maksimum karena pada
panjang gelombang ini akan memberikan sensitivitas dan presisi yang baik dan
dapat meminimalisasikan kesalahan pembacaan oleh detektor karena daerah
disekitar puncak kurva panjang gelombang maksimum merupakan daerah dengan
(1)
c. Seri 3 (3 ng)
(2)
Replikasi III a. Seri 1 (1 ng)
(3)
c. Seri 3 (3 ng)
(4)
LAMPIRAN 16. PerhitunganLimit of Detection periode II
Konsentrasi
(g/mL) Replikasi Massa (ng) AUC
0.1
1
1
18307
2 16573
3 16871
0.2
1
2
22397
2 21598
3 21857
0.3
1
3
27433
2 26991
3 27438
0.4
1
4
34450
2 34521
3 34305
Regresi
A 11013
Y = 11013 + 5686.2 x
Bx 5686.2
R 0.993
Nilai Sa diperoleh dari program Powerfit (Utrecht University Faculteit Scheikunde)
Sa = 5,86.102
Perhitungan LOD : = 3,3
= 3,3 5,86.10 5686,2 = 0,3 ng
(5)
LAMPIRAN 17. Perhitungan Uji T untuk slope kurva baku alopurinol periode I dan periode II
t hitung =
untuk mencari nilai s digunakan rumus : s2=( ) ( )
( )
= ( ) . ( )
( )
= 20668.15 s = 143.76 t hitung = . .
.
= 22,38 t tabel= 2,048
karena nilai t hitung (22,38) lebih besar daripada t tabel (2,048) pada tingkat kepercayaan 95% dengan harga degree of freedom 28, maka nilai slope antara kurva baku Idan II berbeda signifikan.
(6)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Meta Kartika Sari dan akrab dipanggil Meta merupakan anak tunggal dari pasangan Ong Tian Tjoan dan Yellis Gunawan.Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 28 Mei 1992. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu di TK Kristen Kanaan Tangerang (1998), SD Kristen Kanaan Tangerang (2004), SMP Strada Santa Maria 1 Tangerang (2007), SMA Santo Thomas Aquino Tangerang (2010) dan pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sampai tahun 2014. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan antara lain Kampanye Informasi Obat (KIO) sebagai volunteer (2010), KMBK Dharma Virya sebagai sie pendidikan (2011), Komisi Pemilihan Umum KMBK Dharma Virya dan HUT KMBK sebagai koordinator acara (2012), Organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi sebagai anggota divisi publikasi dan informasi (2012), Seminar Motivasi Andrie Wongso “Who Are You, Give or Be Given”
sebagai bendahara (2012), Komisi Pemilihan Umum Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa dan Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi sebagai sie acara (2013), asisten dosen praktikum Analisis Farmasi (2014), dan Validasi Metode (2014).