1. Analisis kurikulum
Tahap ini merupakan tahap menentukan materi-materi mana yang memerlukan LKS. Umumnya, analisis dilakukan dengan melihat materi
pokok, pengalaman belajar, materi yang akan diajarkan, dan kompetensi yang harus dimiliki siswa.
2. Menyusun peta kebutuhan LKS
Tahap ini merupakan tahap untuk mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis serta melihat sekuensi atau urutan LKS-nya.
3. Menentukan judul-judul LKS
Pada tahap ini, satu kompetensi dasar dapat dijadikan sebagai judul LKS jika kompetensi tersebut diuraikan ke dalam materi-materi pokok
mendapat maksimal 4 materi pokok. Namun, jika lebih dari 4 materi pokok, maka kompetensi dasar dapat dipecah menjadi dua judul misalnya.
4. Menulis LKS
Pada tahap ini ada empat hal yang perlu dilakukan, yaitu 1 merumuskan kompetensi dasar, 2 menentukan alat penilaian, 3 menyusun materi,
dan 4 memperhatikan struktur bahan ajar. Dalam hal pengembangan LKS, Ibid dalam Prastowo 2012: 220
menjelaskan langkah-langkah pengembangannya meliputi 1 penentuan tujuan pembelajaran yang akan di-breakdown dalam LKS, 2 pengumpulan
materi, 3 penyusunan elemen atau unsur-unsur LKS, dan 4 pemeriksaan dan penyempurnaan. Lebih lanjut, Ibid menjelaskan batasan umum yang
dapat dijadikan pedoman pada saat menentukan desain LKS, yaitu
1. Ukuran
Ukuran kertas LKS yang digunakan diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Kepadatan halaman
Halaman LKS diusahakan tidak terlalu dipadati dengan tulisan. 3.
Penomoran dan penggunaan huruf kapital Untuk membantu siswa dalam menentukan mana judul, subjudul, atau
subjudul dari materi yang diberikan dalam LKS, dapat digunakan huruf kapital, penomoran, atau bahkan struktur lainnya. Namun, perlu diingat
konsistensi penggunaan struktur yang sudah dipilih harus selalu dijaga. 4.
Kejelasan Materi dan instruksi yang diberikan dalam LKS harus dapat dibaca dengan
jelas oleh siswa. Sesempurna apapun materi yang disiapkan jika siswa tidak dapat membacanya dengan jelas, maka LKS tidak akan memberikan
hasil yang maksimal. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, ada beberapa perbedaan tahapan-
tahapan atau langkah-langkah dalam pembuatan dan pengembangan LKS. Namun, inti dalam tahap pembuatan dan pengembangannya adalah sama
yaitu menganalasis kompetensi terlebih dahulu. Setelah itu, menentukan materi, mendesain, dan menyusun isi LKS. Sebagai langkah atau tahap
terakhir adalah penyempurnaan LKS.
2.8 Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran IPA
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah.
Pendekatan ilmiah diyakini dapat mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau kerja yang memenuhi
kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif. Penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang
lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau
mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian inquiry harus berbasis pada bukuti-bukti dari
objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat
serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan
menguji hipotesis.
Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan ilmiah harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan
penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran
harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria
ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
1 substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena
yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng.
2 Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta
didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3 Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis,
dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4 Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik
dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran.
5 Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
6 Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan. 7
Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.
Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor. Pendekatan ilmiah dalam pembelajaran meliputi menggali
informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan
menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Mc Collum dalam Kemendiknas 2013: 34 menjelaskan bahwa komponen
penting dalam mengajar menggunakan pendekatan scientific diantaranya adalah guru harus menyajikan pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa
keingintahuan, meningkatkan keterampilan mengamati, melakukan analisis, dan berkomunikasi. Aspek-aspek pada pendekatan scientific terintegrasi pada
pendekatan keterampilan proses dan metode ilmiah.
2.9 Keterampilan Proses Sains
Keterampilan Proses Sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu
pengetahuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indrawati 1999: 42 bahwa keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang
terarah baik kognitif maupun psikomotor yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan
konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan falsifikasi
Keterampilan proses perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa. Semiawan 1992: 14 berpendapat bahwa terdapat empat alasan
mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu:
1 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin
cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa,
2 Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep
yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret, 3
Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 , tapi bersifat relatif,
4 Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas
dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.
Penerapan pendekatan keterampilan proses menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental-intelektual siswa. Hal ini dapat digunakan untuk melatih
dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan
siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan. Fatmawati 2009: 2 menyatakan bahwa pendekatan
keterampilan proses dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan- kemampuan yang dimiliki oleh individu siswa melalui, 1 Pendekatan
keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik
karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan; 2 Pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan; 3
Keterampilan proses dapat digunakan oleh siswa untuk belajar proses dan sekaligus produk ilmu pengetahuan.
Keterampilan proses dasar diuraikan oleh Rezba dan Wetzel dalam Mahmuddin 2010 terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu:
1 Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari
tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.
2 Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek
3 Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui dengan
jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran.
4 Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau
cara lain untuk berbagi temuan. 5
Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan. 6
Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.
Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam
kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama.
Keterampilan proses dasar merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berpikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dan dilatihkan bagi siswa