LOS Length of Stay BTO Bed Turn Over TOI Turn of Interval

Tabel 1.1 Indikator Efisiensi Pelayanan RSUD Swadana Tarutung No. Indikator Tahun 2011 2012 2013 1. BOR Bed Occupancy Rate 62,15 41,7 36,54

2. LOS Length of Stay

9,95 hari 5,6 hari 4 hari

3. BTO Bed Turn Over

5 20 12

4. TOI Turn of Interval

11,8 hari 10 hari 10 hari Fenomena tersebut di atas tentu berkaitan dengan berbagai masalah keperawatan yang ada di RSU Swadana Daerah Tarutung, seperti adanya pemberitaan yang menyatakan RSUD Swadana Tarutung kurang diminati oleh masyarakat Tarutung, terutama golongan menengah atas dengan berbagai alasan dari warga yang salah satunya menyebut para perawat yang hanya sekali-sekali menampilkan tawa dan senyum. Begitu juga dengan Koran SINTA Sinar Tapanuli yang menyajikan kekecewaan pasien dan keluarga pasien yang pernah dirawat di RSUD Swadana Tarutung, dan menghimbau agar perawat profesional dalam melaksanakan tugasnya. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan ketua subkomite administrasi dan manajemen rumah sakit yang menyatakan bahwa adanya keluhan dari pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit, salah satunya perawat. Penerapan budaya organisasi dalam pelayanan keperawatan dalam hal disiplin misalnya, dimana masih terdapat perawat yang datang dan pulang tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Absensi untuk seluruh sumber daya manusia di rumah sakit terletak di ruangan administrasi dan manajemen rumah sakit. Jadi, setiap perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap harus menandatangani absen di ruang Universitas Sumatera Utara administrasi dan manajemen. Demikian juga dengan pemakaian kap perawat, masih terdapat perawat yang tidak mengenakan kap selama menjalankan tugas di ruang rawat inap. Dari hasil observasi, penulis mengamati bahwa mayoritas perawat yang sering menggunakan kap adalah perawat yang masih junior. Tidak jarang penerapan disiplin yang kurang baik oleh perawat pelaksana menimbulkan keluhan dari pasien atau keluarga pasien, seperti diperoleh dari pernyataan ketua komite keperawatan yang menyatakan bahwa masih adanya keluhan pasien, keluarga pasien tentang ketidakpuasan layanan yang diperoleh dari perawat pelaksana rawat inap seperti kehadiran petugas tidak tepat waktu dan juga perawat di ruang rawat inap kurang senyum dan kurang perhatian kepada pasien. Komunikasi dalam pelayanan keperawatan di ruang rawat inap dapat diketahui dari hasil observasi dan wawancara singkat dengan pasien keluarga pasien. Perawat pelaksana di ruang rawat inap melakukan serah terima pasien dalam pergantian shift di ruang perawat, padahal seharusnya itu dilaksanakan di hadapan pasien. Serah terima yang dilakukan di nursing station, perawat tidak melaporkan secara rinci perkembangan kesehatan pasien kepada perawat yang shift selanjutnya Hutapea, 2009. Hal ini bisa menandakan kurangnya komunikasi sesama perawat pelaksana di rumah sakit. Tidak terlepas juga dari kurangnya pengawasan dari kepala ruangan dalam menjalankan fungsinya, seperti yang dikatakan Suarli dan Bahtiar 2002 untuk mengatasi masalah dalam supervisi, diperlukan kerjasama antara pelaksana supervisi dengan yang disupervisi. Kerjasama ini akan berhasil bila ada Universitas Sumatera Utara komunikasi yang baik antara pelaksana dengan yang disupervisi. Musliha dan Fatmawati 2010 menyebutkan komunikasi dalam bidang keperawatan merupakan proses untuk menciptakan hubungan antara perawat dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya, untuk mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Demikian juga dengan penerapan fungsi kepemimpinan kepala ruangan. Dalam hal fungsi pengawasan kepada perawat pelaksana dalam menjalankan asuhan keperawatan, dimana belum ada kaidah yang jelas mengenai pengawasan yang akan dilakukan. Kepala ruangan melakukan pengawasan hanya pada saat tertentu saja. Belum lagi jika kepala ruangan tidak hadir di ruangan, pengawasan hanya bisa dilihat dari dokumentasi status pasien. Sebelum memberikan tindakan, kepala ruangan akan memberikan arahan dan bimbingan kepada perawat pelaksana. Namun terkadang, karena ketidakhadiran kepala ruangan, bisa saja dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan arahan yang diberikan oleh kepala ruangan. Metode Asuhan Keperawatan Profesional MAKP yang diterapkan di RSU Swadana Daerah Tarutung adalah metode fungsional. Salah satu alasan pemilihan metode ini adalah karena keterbatasan jumlah dan tingkat pendidikan perawat. Namun pelaksanaan metode fungsional ini di RSU Swadana Tarutung disesuaikan dengan kebutuhan tatanan rawat inap. Berdasarkan kebutuhan tersebut, maka sistem penugasan pelayanan berdasarkan shift kerja yang telah ditetapkan. Pelaksanaan shift kerja ini tidak terlepas dari masalah yang bisa saja terjadi. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan uraian di atas, timbul pemikiran bahwa kinerja organisasi mutlak harus diupayakan agar tetap tinggi. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk membangun budaya organisasi yang lebih baik serta faktor kepemimpinan yang dapat menciptakan suasana kerja yang dapat mendukung respon organisasi kearah yang lebih kondusif untuk menjamin kinerja organisasi tersebut optimal. Mempertimbangkan hal tersebut di atas, menurut penulis penting untuk melakukan penelitian sebab dalam menjalankan suatu organisasi, kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap kinerja bawahannya untuk menangani, mengelola, mengarahkan dan membina sumber daya yang ada, sehingga seorang pemimpin dituntut untuk memiliki wawasan, keterampilan dan keahlian khusus yang dapat diwujudkan melalui kemampuan dalam memimpin dan mengarahkan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan direncanakan bersama.

1.2 Perumusan Masalah