Aplikasi Sistem Resirkualsi Air Terkendali (SRAT) pada budidaya ikan Mas (Cyprinus carpio)

(1)

APLIKASI SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT)

PADA BUDIDAYA IKAN MAS ( Cyprinus carpio )

SKRIPSI

SEPTIAN FAUZI DWI SAPUTRA

F14060236

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

APLICATION OF CONTROLLED WATER RECIRCULATION SYSTEM ON

CARP FARMING (Cyprinus carpio)

Septian Fauzi Dwi Saputra and Budi Indra Setiawan

Department of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, Wageningen Laboratory, Jln. Tanjung 21B, IPB Darmaga

PO Box 16680, Bogor, West Java, Indonesia. Email : septiano88@gmail.com

ABSTRACT

Production of aquaculture as a whole increased by an average 4.9% every year. Common carp (Cyprinuus carpio) is an important commodity in aquaculture. The increase of common carp demand required many effort to enhance common fish production. One of factors influence successful aquaculture is good water quality. Good water quality will increase productivity of common carp. One of technology that can be used to keep water quality is controlled water recirculation system ( SRAT). The purpose of this study is to apply controlled water recirculation system (SRAT) on carp farming to keep water quality including pH, temperature (oC), dissolved oxygen (DO), total dissolve solid (TDS), and ammonia (NH3). From this study 5139 fish were fish cropped over 89.744 eggs,

temperature 23.9-30.1oC, pH 6.9-7.1, dissolved oxygen (DO) 5.01-5.6 mg/l, TDS 127-132 mg/l and ammonia 0 mg/l. The result showed that SRAT can be applied for carp farming and able to keep good water quality.


(3)

Septian Fauzi Dwi Saputra. F14060236. Aplikasi Sistem Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) pada Budidaya Ikan Mas (Cyprinus carpio). Di bawah bimbingan : Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. 2011

RINGKASAN

Sektor perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan Indonesia. Produksi dari perikanan budidaya sendiri secara keseluruhan meningkat dengan rata-rata 4,9% per tahun. Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan komoditas penting dalam budidaya perikanan air tawar. Pada kurun waktu 1992-1996, produksi ikan mas menduduki peringkat pertama dari total produksi nasional ikan air tawar hasil budidaya. Produksi ikan mas pada tahun 1997 sebesar 146.672 ton dan memberikan kontribusi sebesar 54,18% dari total produksi secara nasional. Petani biasanya membudidayakan ikan mas di kolam-kolam secara tradisional baik di kolam air tenang atau kolam air deras, mulai dari pemijahan, penetasan hingga pendederan/pembesaran. Permasalahan yang sering terjadi adalah ikan mengalami stress ketika terjadi perubahan kualitas air sehingga ikan mati dan mengakibatkan produktivitas ikan menurun. Hal ini bisa disebabkan oleh tingginya proses metabolisme ikan selama dibudidayakan akibat pengaruh dari kondisi alam seperti cuaca yang fluktuasi perubahanya sangat tinggi. Kualitas air yang buruk akan menurunkan tingkat kelangsungan hidup ikan. Oleh karena itu, diperlukan keadaan air dan lingkungan yang terjaga kualitasnya selama proses pembenihan. Salah satu cara untuk menjaga kualitas air yaitu dengan menggunakan sistem resirkulasi air terkendali (SRAT). Selain itu, keuntungan sistem ini adalah hemat air dan tidak memerlukan lahan yang luas. Tujuan penilitian ini adalah mengaplikasikan sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) pada budidaya ikan mas untuk menjaga kualitas air yang meliputi, kandungan oksigen terlarut (DO), pH, EC/TDS, suhu dan kadar ammonia (NH3).

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu pemijahan, penetasan, perawatan larva dan pendederan I. Sebelum pemijahan, dilakukan pengujian sistem resirkulasi agar sistem berjalan lancar dengan cara membersihkan saluran-saluran pipa yang tersumbat. Pemijahan dilakukan dengan cara stripping menggunakan induk jantan 3 kg dan induk betina 5 kg. Tahap kedua penetasan telur dilakukan dengan menggunakan 6 bak budidaya/pemeliharaan di sebar secara merata. Tahap ketiga perawatan larva dilakukan pada bak yang sama (tidak dipindahkan) dan tahap keempat pendederan I ikan juga tidak dipindahkan. Pakan yang digunkanan selama perwatan larva hingga pendederan I adalah kuning telur ayam, kutu air /daphnia dan cacing sutra. Pengukuran kualitas air dilkukan mulai dari pemijahan hingga akhir pendederan I meliputi debit air, pH, DO, suhu ruangan dan suhu air, dan amonia (NH3).

Pada tahap pemijahan didapatkan telur ikan sebanyak 89,744 butir . Dari jumlah telur tersebut dihasilkan benih ikan pada pendederan I sebanyak 5139 ekor. Dari pemijahan hingga pendederan I didapatkan suhu air pada sistem antara 23.9-30.1oC, DO 5.01-5.61 ppm, pH 6.9-7.1, TDS 127-132 ppm, debit air rata-rata 0.012 liter/detik dan amonia (NH3) 0 mg/l. Nilai kualitas air

tersebut cocok untuk budidaya ikan mas karena untuk budidaya ikan mas dibutuhkan suhu 25-30oC,

DO diatas 5 ppm, pH 6.5-8.5, dan amonia (NH3) di bawah 0.02 mg/l. Hal ini menunjukan bahwa

sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) ini dapat diaplikasikan untuk budidaya ikan mas (Cyprinus carpio) dan mampu menjaga kualitas air. Selain itu sistem ini juga dapat digunakan untuk budidaya ikan dengan kepadatan tinggi.


(4)

APLIKASI SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT)

PADA BUDIDAYA IKAN MAS (

Cyprinus carpio

)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SEPTIAN FAUZI DWI SAPUTRA

F14060236

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

ii

Judul Skripsi : Aplikasi Sistem Resirkulasi Air Terkendali Pada Budidaya

Ikan Mas (

Cyprinus carpio

)

Nama

: Septian Fauzi Dwi Saputra

NIM

: F14060236

Menyetujui,

Pembimbing Akademik

(Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr)

NIP : 19600628 198503 1 002

Mengetahui :

Ketua Departmen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng.)

NIP 19661201 199103 1 004


(6)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “APLIKASI SISTEM

RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT) PADA BUDIDAYA IKAN MAS (Cyprinus

carpio)“ adalah karya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011 Yang membuat pernyataan

Septian Fauzi Dwi Saputra F14060236


(7)

iv

© Hak cipta milik Septian Fauzi Dwi Saputra, tahun 2011

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,

baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya.


(8)

v

BIODATA PENULIS

Penulis bernama lengkap Septian Fauzi Dwi Saputra. Lahir di Kediri pada tanggal 16 September 1987, dari Bapak Udjiono (Alm) dan Purwatiningsih. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN 1 Banyuanyar, Gurah Kediri pada tahun 2000. Tahun 2003, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Gurah. Kemudian pada tahun 2006 penulis lulus pendidikan menengah atas dari SMA Negeri 1 Kediri, Jawa Timur. Pada tahun yang sama dengan kelulusan pendidikan menegah atas, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis kemudian memilih program studi mayor Teknik Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan minor Sistem Informasi, Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan IPA.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Perbengkelan. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi maupun kepanitiaan. Diantaranya Ketua Divisi Kebersihan Asrama Putra C3 IPB 2006-2007, Anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) 2007, dan Anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia (IMATETANI) 2008. Dan beberapa kepanitiaan, diantaranya Panitia Olimpiade Panahan Tingkat Nasional di IPB tahun 2007, SAPA HIMATETA 2007, dan Field Trip TEP 43 2008.

Penulis juga berhasil memperoleh prestasi diantaranya penerima hibah Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh DIKTI bidang Kewirausahaan 2009, 10 besar Lomba Kreativitas Pertanian IPB 2008, Peserta Workshop Wirausaha Muda Mandiri yang diadakan oleh Bank Mandiri 2008 di Jakarta, Peserta Program Pengembangan Kewirausahaann Mahasiswa IPB 2009 dan 10 Peserta Terbaik Program Pengembangan Kewirausahaan Mahasiswa IPB 2010.

Selama kuliah, penulis tercatat sebagai penerima beasiswa Hamba Allah dari tahun 2006 hingga 2007, tahun 2007 hingga 2008 penulis menerima beasiswa Yayasan Karya Salemba Empat (KSE). Selanjutnya penulis mendapat beasiswa Bantuan Khusus Mahasiswa pada tahun 2009 dan mendapat beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2010.

Pada bulan Juli hingga Agustus 2009, penulis melaksanakan Praktek Lapang di PG Pesantren

Baru Kediri, PTPN X Jawa Timur, dengan judul “Aspek Keteknikan Pertanian pada Budidaya

Tebu Lahan Kering di PG Pesantren Baru, Kediri “. Kemudian penulis menyeleseikan skripsinya

dengan judul “ Aplikasi Sistem Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) Pada Budidaya Ikan Mas


(9)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillah, segala puji dan syukur hanya kepada Allah azza wa jalla atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Aplikasi Sistem Resirkulasi Air Terkedali (SRAT) pada Budidaya Ikan Mas (Cyprinus carpio)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Allah azza wa jalla atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya.

2. Ibu tercinta atas segala dukungan dan do’a. Kakek, nenek, mbak maya, mas tris, ersya, mas juned, mbak vina, nanda dan seluruh keluarga atas bimbingan, doa dan harapan-harapannya

3. Prof. Dr. Ir. Budi Indra M, Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan,

pengarahan, saran serta dukungan selama penelitian hingga penyeleseian skripsi.

4. Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP, M.Si, selaku dosen penguji I yang telah memberikan saran dan masukanya kepada penulis.

5. Ir. Mad Yamin, M.T selaku dosen penguji II yang telah bersedia memberikan waktu untuk

menguji penulis.

6. Keluarga wageningan, mas mul yang selalu membantu, mbak gusti, mas aip, mas fadil, pak

yanto, pak sakti, irpan dan seluruh warga wageningan.

7. Staff dan dosen pengajar departemen Teknik Pertanian FATETA.

8. Teman-teman At-tauhid, mas febri, mas dimas, mas angga, mas bombay, mr auriza, mas hasan,

rusmanto, ahmad, toif, iksani dan lainya yang telah memberikan dorongan dan motivasi untuk menyeleseikan tugas akhir.

9. Teman-teman seperjuangan penelitian, nana, toni yang telah membantu terseleseikanya tugas

akhir ini.

10. Teman-teman serjuangan TEP 43 untuk kebersamaan selama 4 tahun di Teknik Pertanian, canda, tawa, ilmu, dan pengalaman yang selalu dijalani bersama. Semoga tetap terjaga silaturahimnya. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam pembuatan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik.

Bogor, Maret 2011


(10)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………...…... vi

DAFTAR ISI ………...…... vii

DAFTAR TABEL ………...…... viii

DAFTAR GAMBAR ………...…... ix

DAFTAR LAMPIRAN ………...…... x

I. PENDAHULUAN ………... 1

A. LATAR BELAKANG ………... 1

B. TUJUAN ………..………... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 3

A. SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT) …..…...…...….. 3

B. BUDIDAYA IKAN MAS ……...……...….. 5

1. Ikan mas ………...……...….. 5

2. Pemijah ikan mas ...……...….. 6

3. Penetasan telur ………...……...….. 6

4. Perawatan larva ………...……...….. 7

C. KUALITAS AIR ………...……...….. 7

1. Oksigen Terlarut ………...……... 7

2. Suhu ………...……...….. 8

3. Derajat keasaman (pH) ...……...….. 8

4. Total Dissolved Solid (TDS) ...……...….. 9

5. Amonia ………….….…...……...….. 9

III. METODOLOGI PENELITIAN ………... 10

A. WAKTU DAN TEMPAT ………..…...…...….. 10

B. ALAT DAN BAHAN …….…...……...….. 10

C. TAHAPAN PENELITIAN ….…...……...….. 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 16

A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA …...….. 16

B. KUALITAS AIR ………..…...……...….. 18

1. Debit ………....………...……... 18

2. Dissolved Oxygen (DO) …...……...….. 20

3. Derajat keasaman (pH) ...……...….. 21

4. Suhu ….………... 22

5. Total Dissolved Solid (TDS) ...……...….. 23

6. Amonia ………….….…...……...….. 24

C. PANEN ………...….. 25

V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 28

A. KESIMPULAN ….………...…... 28

B. SARAN ………...…...…... 28

DAFTAR PUSTAKA ……… ………... 29


(11)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Klasifikasi air berdasarkan kadar garamnya (AS, Kapoor, 2000) ……... 9 Tabel 2. Debit air pada tiap bak (liter/detik) ... 19 Tabel 3. Jumlah air berdasarkan ukuran ikan ... 27


(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Sistem resirkulasi air terkendali (SRAT)………... 3

Gambar 2. Bak filtrasi………... 4

Gambar 3. Ikan ,mas ... 5

Gambar 4. Stripping induk ikan mas ……... 11

Gambar 5. Penebaran telur ikan mas ke dalam 6 bak budidaya ... 11

Gambar 6. Hanna Instrument ... 12

Gambar 7. Thermo recorder ……... 13

Gambar 8. Tetra test NH3 ... 13

Gambar 9. Diagram alir penelitian ... 15

Gambar 10. Bak budidaya/pemeliharaan ……... 16

Gambar 11. Grafik suhu pada saat inkubasi ... 17

Gambar 12. Grafik hubungan suhu ruangan dengan suhu air saat inkubasi ... 17

Gambar 13. Larva ikan mas ……... 18

Gambar 14. Keran pengatur pipa air ke pipa inlet... 19

Gambar 15. Grafik tinggi air pada tiap bak budidaya ... 20

Gambar 16. Grafik DO pada tiap bak budidaya ……... 20

Gambar 17. Grafik pH air pada bak budidaya ... 21

Gambar 18. Grafik suhu air pada bak budidaya ... 22

Gambar 19. Grafik hubungan suhu air dan suhu udara ……... 23

Gambar 20. Grafik TDS pada bak budidaya ... 23

Gambar 21. Nilai amonia hasil pengukuran tetra test NH3 ... 24

Gambar 22. Ikan hasil pendederan I ……... 25

Gambar 23. Grafik jumlah ikan pada tiap ... 25

Gambar 24. Grafik volume pada tiap bak ... 26


(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data pengukuran DO ppm ... 32

Lampiran 2. Data pengukuran debit ... 33

Lampiran 3. Pengukuran tinggi air, volume, jumlah ikan ... 34

Lampiran 4. Data pengukuran suhu, RH, pH, TDS ... 35

Lampiran 5. Gambar aerator dan ikan umur 3 minggu ... 36


(14)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Sektor perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan Indonesia. Produksi dari perikanan budidaya sendiri secara keseluruhan meningkat dengan rata-rata 4,9% per tahun. Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan komoditas penting dalam budidaya perikanan air tawar. Sebagai ikan yang sudah lama di kenal dan di konsumsi masyarakat, ikan mas memiliki prospek usaha yang menjanjikan. Permintaan ikan mas ternyata cukup tinggi, seperti wilayah jabodetabek mencapai 50 ton perhari.

Ikan mas termasuk salah satu ikan air tawar yang mudah untuk dibudidayakan. Budidaya ikan mas mengalami perkembangan yang cukup pesat pada awal abad ke-20. Perkembangan teknologi budidaya yang cukup pesat tersebut mengakibatkan produksi ikan mas semakin meningkat. Pada kurun waktu 1992-1996, produksi ikan mas menduduki peringkat pertama dari total produksi nasional ikan air tawar hasil budidaya. Produksi ikan mas pada tahun 1997 sebesar 146.672 ton dan memberikan kotribusi sebesar 54,18% dari total produksi secara nasional. Di tingkat internasional, produksi ikan mas Indonesia menduduki peringkat kedua setelah China yaitu sebesar 87.000 ton pada tahun 1988 dan 136.000 ton pada tahun 1995. Hal tersebut tentu saja sangat menggembirakan sekaligus tantangan bagi dunia perikanan Indonesia, terlebih lagi dari sisi bisnis yang memberikan peluang usaha di bidang budidaya ikan mas.

Petani biasanya membudidayakan ikan mas di kolam-kolam secara tradisional baik di kolam air tenang atau kolam air deras, mulai dari pemijahan, penetasan dan pendederan/pembesaran. Permasalahan yang sering terjadi adalah ikan mengalami stress ketika terjadi perubahan kualitas air sehingga ikan mati dan mengakibatkan produktivitas ikan menurun. Hal ini bisa disebabkan oleh tingginya proses metabolit ikan selama dibudidayakan akibat pengaruh dari kondisi alam seperti cuaca yang fluktuasi perubahanya sangat tinggi. Oleh karena itu diperlukan keadaan air dan lingkungan yang terjaga kualitasnya selama proses pembenihan. Salah satu cara untuk menjaga kualitas air yaitu dengan menggunakan sistem resirkulasi air terkendali.

Sistem resirkulasi merupakan wadah pemeliharaan ikan yang menggunakan sistem perputaran air yaitu air mengalir dari wadah satu ke wadah yang lain secara kontinyu melalui filter yang berguna untuk menjaga kualitas air. Secara umum terdapat dua komponen utama pada sistem resirkulasi yaitu wadah budidaya dan filter. Filter merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyaring material yang tidak dikehendaki seperti ammonia, residu organik, padatan dan bahan kimia lain yang tidak diinginkan.

Pembudidayaan ikan dengan sistem resirkulasi memiliki lingkungan yang terkontrol dan dapat menjaga kestabilan kualitas air sehingga dapat diandalkan untuk memelihara ikan dengan kepadatan tinggi. Keunggulan dari sistem ini adalah hemat air dan lahan. Berdasarkan kriteria tersebut sistem resirkulasi ini sangat cocok untuk diaplikasikan di daerah perkotaan. Hal ini didukung dengan mudahnya akses pemasaran dengan pangsa pasar yang jelas yaitu masyrakat kota. Pemanfaatan sistem resirkulasi ini dapat menciptakan lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan ikan. Hal tersebut dapat menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi dalam waktu budidaya yang singkat dengan tingkat mortalitas yang rendah dan tingkat kelulusan hidup yang tinggi.

Pembenihan ikan mas dengan menggunakan sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) diharapkan dapat mengurangi penggunaan air, meningkatkan produktivitas serta keuntungan pada budidaya ikan mas.


(15)

2

B.

TUJUAN PENELITIAN

Mengaplikasikan sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) pada budidaya ikan mas untuk menjaga kualitas air meliputi, kandungan oksigen terlarut (DO), pH, EC/TDS, suhu dan amonia (NH3).


(16)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT)

Sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) merupakan sistem akuakultur yang berhubungan dengan pengolahan dan penggunaan air kembali dengan penggantian air kurang dari 10% setiap hari. Konsep SRAT adalah penggunaan kembali volume air melalui pengolahan kontinyu untuk kehidupan organisme yang dibudidayakan.

Dalam rangka menghemat penggunaan air dan mendapatkan kestabilan lingkungan air, bak budidaya di rangkai dalam suatu sistem resirkulasi. Air dari bak pemeliharaan dialirkan ke dalam bak filter, selanjutnya dialirkan kembali ke dalam bak pemeliharaan, pergerakan aliran air dilakukan dengan bantuan pompa dan secara gravitasi (Effendi, 2003)

Gambar 1. Sistem resirkulasi air terkendali (SRAT)

Secara umum terdapat dua komponen utama pada sistem resirkulasi yaitu wadah budidaya dan filter. Wadah budidaya merupakan tempat ikan yang dibudidayakan sedangkan filter merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyaring material yang tidak dikehendaki seperti amonia, residu organik, padatan dan bahan kimia lain yang tidak diinginkan. Bak filtrasi terdiri atas tiga bagian yaitu filter fisik, filter biologi dan filter kimia. Susunan ketiga filter ini harus berurutan sesuai dengan proses kimia yang terjadi.

Filter fisik merupakan cara pemisahan secara fisik dan mengkosentrasikan bahan-bahan tersuspensi dari sirkulasi air. Bak filtrasi bekerja secara mekanis sehingga fungsinya hanya menyaring kotoran, sisa pakan, debu dan koloid. Partikel-partikel organik yang berukuran besar dan tidak terlarut dalam air akan mengendap (Lesmana, 2001), sedangkan yang berukuran kecil tidak mengendap akan disaring melalui filter biologi (Suryadiputra,1995). Material yang dapat dipakai sebagai filter fisik adalah spons, ijuk, atau serat kapas.


(17)

4

Filter biologi merupakan inti dari sistem resirkulasi (Stickney, 1993). Filter biologi didefinisikan sebagai alat untuk mineralisasi senyawa-senyawa nitrogen organik yang tersuspensi dalam air dan yang menempel pada butiran-butiran filter. Filter ini berfungsi sebagai pengurai senyawa-senyawa nitrogenus yang beracun menjadi senyawa tidak beracun melalui proses nitrifikasi dan nitratasi (Lesmana, 2001). Material yang biasa dijadikan filter biologi adalah pasir kasar, kerikil kecil, serat gelas atau spons.

Filter kimia berfungsi untuk menyerap nitrat hasil filtrasi biologi sebagai unsur hara tanaman. Tanaman yang digunakan sebagai filter kimia adalah tanaman akuatik. Nitrat dalam konsentrasi yang berlebihan akan menyebabkan keracunan bagi ikan sehingga perlu dirombak menjadi nitrogen oleh bakteri denitrifikasi.

Gambar 2. Bak Filtrasi

Efektivitas pada sistem resirkulasi air dipengaruhi oleh banyak faktor seperti debit air yang keluar, kelancaran aliran air secara kontinyu dan proses yang terjadi di bak sedimentasi maupun filtrasi dalam menjaga kualitas air. Menurut McGee dan Cichra (2000) sistem resirkulasi akan efektif apabila memenuhi beberapa prinsip, yaitu : Aerasi, membuang partikel-partikel kotoran yang sangat kecil, filtrasi biologi untuk membuang limbah amoniak dan nitrat, mempertahankan pH optimum.

Adapun keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan sistem resirkulasi menurut Hastuti dan Hanni (2002) adalah :

1. Volume air yang digunakan tidak terlalu besar, karena air dapat di pergunakan kembali untuk memelihara ikan sehingga lebih hemat dalam penggunaan air.

2. Kualitas air dapat terjaga, sehingga memungkinkan pertumbuhan ikan tetap baik.

3. Meningkatkan produksi ikan dan waktu pemeliharaan dapat dipersingkat. Bagi induk

yang memijah, dapat memijahkan kembali dalam waktu relaitf singkat.

4. Tingkat kematian ikan dapat ditekan serendah mungkin karena kualitas air dan kuantitas air tetap terjaga.

5. Sisa makanan dan kotoran hasil metabolisme yang mengendap di dalam bak

pengendapan dimanfaatkan sebagai media untuk pertumbuhan tanaman atau untuk memelihara jenis-jenis ikan yang lebih tahan terhadap kualitas air yang buruk.


(18)

5

B.

BUDIDAYA IKAN MAS

1.

Ikan Mas

Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih kesamping dan lunak. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 sebelum masehi di China. Di Indonesia, ikan mas mulai dipelihara mulai 1920. Ikam mas yang terdapat di Indonesia merupakan ikan mas yang dibawa dari China, Eropa, Taiwan, dan Jepang.

Ikan mas dapat tumbuh normal jika lokasi pemeliharaan berarada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan mas harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun dan minyak/limbah pabrik. Ikan mas dapat berkembang pesat dikolam, sawah, kakaban dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairanya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mas. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/Ha, sedangkan untuk pembesaran dikolam air deras debitnya 100 liter/menit/m3.

Gambar 3. Ikan mas

Dalam ilmu taksonomi hewan, klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut:

Class : Osteichthyes

Sub Class : Actinopterygii

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Cyprinoidae

Family : Cyprinidae

Sub Family : Cyprininae

Genus : Cyprinus

Species : Cyprinus carpio L

Saat ini ikan mas mempunyai banyak rasa atau strain. Perbedaan sifat dan ciri dari ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan kolam, musim, dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, bentuk tubuh, dan warnanya.


(19)

6

Menurut Standard Nasional Indonesia (1999) kualitas air yang cocok untuk pembenihan ikan adalah sebagai berikut:

1. Suhu : 25-30oC

2. PH : 6.5-8.5

3. Debit air : 0.4-0.7 liter/detik

4. Ketinggian air : 50-70 cm

5. DO : Minimal 5 mg/L

6. Amoniak : Kurang dari 0.02 mg/L

7. Kecerahan : Lebih dari 30 cm

2.

Pemijahan Ikan Mas

Pemijahan merupakan proses perkawinan antara ikan jantan dan ikan betina. Dalam budidaya ikan, teknik pemijahan ikan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

1. Pemijahan ikan secara alami, yaitu pemijahan ikan tanpa campur tangan manusia, terjadi secara ilmiah (tanpa pemberian hormon).

2. Pemijahan ikan secara semi intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan

memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tetapi proses ovulasinya terjadi secara ilmiah di kolam.

3. Pemijahan ikan secara intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping/pemijatan. Stripping merupakan proses dikeluarkanya telur atau sperma dengan bantuan manusia yaitu dengan di urut.

Menurut Sutisna dan Ratno (1995), faktor-faktor yang sangat berperan dalam pemijahan ikan dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu : faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi curah hujan, suhu, pH, DO, sinar matahari, tumbuh-tumbuhan. Sedangkan faktor internal meliputi kematangan gonad, ketersediaan hormon kelamin, dan hormon gonadotropin.

Sebelum pemijahan, harus dilakukan proses pemilihan induk yang sudah siap untuk melakukan pembuahan. Induk betina matang kelamin ditandai dengan gerakanya yang lamban, perut membesar atau buncit kearah belakang, jika di raba terasa lunak, lubang anus agak menonjol atau membengkak, dan bila dilakukan pemijatan perlahan kearah anus maka akan keluar cairan kuning kemerahan. Untuk induk jantan, gerakanya lincah, bandanya langsing, dan jika diurut kearah anus maka akan keluar cairan sperma berwarna putih. Sedangkan jumlah induk jantan disesuaikan dengan induk betina dengan perbandingan berat 1:1. Menurut Cahyo (2010) jumlah telur ikan mas berkisar antar 80.000-135.000 butir telur.

3.

Penetasan telur

Proses penetasan terjadi mulai dari telur dibuahi hingga menetas. Telur ikan mas akan menetas setelah 2-3 hari. Umumnya presentase penetasan ikan secara normal berkisar antara 50-80% (Richter & Rustidja, 1985). Derajat penetasan telur ikan mas dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu : kualitas telur dan kualitas air media inkubasi (penetasan). Kualitas telur yang baik dan di dukung dengan kualitas air yang memadai dapat membantu pembelahan sel dan perkembangan telur untuk mencapai tahap akhir terbentuknya embrio ikan. Menurut Yatim (1990) dan Effendi (1997), salah satu faktor kualitas air yang penting dalam mempengaruhi pembelahan sel (penetasan sel) adalah suhu medium. Suhu optimal pada penetasan telur ikan mas adalah 26-28oC (Cholik et al, 1986).


(20)

7

4.

Perawatan Larva

Menurut Standar Nasional Indonesia (1999) larva ikan mas adalah fase atau tingkatan benih ikan yang berumur 4 hari sejak telur menetas serta mempunyai kriteria yang berbeda dengan ikan dewasa. Panjang larva ikan mas adalah 4-7 mm. Pada saat larva organ-organ tubuh ikan masih belum sempurna dan masih membawa kuning telur di kantung perutnya sebagai cadangan makanan. Setelah usia larva 2-3 hari, cadangan pakan kuning telurnya akan mulai menipis. Oleh karena itu, larva ikan perlu diberi pakan berupa jasad renik seperti artemia atau daphnia dan bisa digunkan kuning telur ayam. Ikan mas termasuk ikan pemakan segalanya (omnivora).

Mengingat sifat dan perilaku larva ikan mas sangat rentan, maka penangananya harus hati-hati dan teliti . Mortalitas yang terjadi pada fase ini sangat tinggi sebab larva ikan sangat peka terhadap keadaan lingkungan. Disamping konsentrasi oksigen dalam media perawatan harus tetap terjamin, suhu pada media perawatan juga harus tetap optimal. Perubahan suhu atau fluktuasi suhu yang terlalu besar dan secara mendadak sangat membahayakan kelangsungan hidup larva.

Setelah larva berumur 2-3 hari maka larva ikan masuk ke tahap berikutnya yaitu pendederan I (awal). Pada tahap ini larva ikan mas masih sangat rentan, dengan tingkat mortalitas mencapai 40%. Larva ikan dibesarkan selama 2-3 minggu dengan panjang 1-3 cm. Pakan yang diberikan dapat berupa kuning telur ayam atau jasad renik seperti daphnia atau artemia.

C.

KUALITAS AIR

Air atau media pemeliharaan merupakan faktor utama untuk kehidupan ikan. Kualitasnya menentukan kesehatan maupun pertumbuhan ikan, bahkan mampu mempengaruhi warna ikan. Secara alami, air merupakan pelarut yang baik sehinngga hampir semua material dapat larut didalamnya. Adapun material terlarut antara lain :

1. Berbagai gas seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO3), ammonia (NH3), nitrit (NO2),

nitrat (NO3), sulfide (H2S) dan methan.

2. Berbgai mineral seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), besi (Fe), seng

(Zn), serta mineral bentuk ion atau molekul organik maupun anorganik. 3. Material organik terlarut seperti gula, lemak, asam, dan vitamin 4. Material anorganik seperti lumpur dan tanah liat.

5. Material biologis seperti tangkiteri, jamur, zooplankton, dan fitoplankton

Adapun parameter kualitas air pada budidaya ikan adalah kandungan oksigen dalam air (DO), pH, suhu, EC/TDS, dan kandungan amonia.

1.

Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu , oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Menurut Zonneveld dkk (1991) kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul sel


(21)

8

darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah.

Oksigen dapat larut dalam air melalui proses difusi atau persinggungan dengan udara. Beberapa faktor yang mempengaruhi banyaknya oksigen terlarut dalam air adalah :

1. Pergerakan permukaan air baik berupa riak air maupun gelombang.

2. Suhu berpengaruh terhadap kejenuhan (kapasitas air menyerap oksigen). Semakin tinggi suhu maka semakin sedikit oksigen yang dapat terlarut dalam air.

3. Tekanan udara. Semakin tinggi sutau daerah maka semakin rendah juga tekanan udara

sehingga semakin rendah pula oksigen terlarut.

4. Salinitas. Semakin tinggi salinitas maka semakin rendah kadar oksigen terlarut.

5. Tanaman air. Tanaman air berhubungan pada proses fotosintesis yang menghasilkan

oksigen.

Biota air membutuhkan oksigen guna pembakaran makanan untuk menghasilkan aktivitas, seperti berenang, pertumbuhan, reproduksi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, ketersediaan oksigen bagi biota air menentukan lingkaran aktivitasnya, konversi pakan, demikian juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen, dengan ketentuan faktor kondisi lainya adalah optimum. Karena itu, kekurangan oksigen dalam air dapat menganggu kehidupan biota air termasuk kepesatan pertumbuhanya.

Meskipun beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi 3 ppm, namun konsentrasi minimum yang masih dapat diterima sebagian besar spesies biota air budidaya untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan dengan konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, beberapa ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu makanya mulai menurun. Oleh karena itu, konsentrasi yang baik dalam budidaya ikan adalah 5-7 ppm.

2.

Suhu

Pada dasarnya suhu dipengaruhi oleh musim, letak lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, serta kedalaman badan air (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003).

Peningkatan suhu akan mengakibatkan meningkatnya reaksi kimia dalam air, meningkatnya proses metabolisme makhluk air dan menurunkan kadar oksigen dalam air. Peningkatan metabolisme organisme dalam air akan menambah penggunaan oksigen akibat adanya respirasi. Kenaikan suhu 10 C akann meningkatkan penggunaan oksigen 10% (Brown, 1987 dalam Effendi, 2003).

Pada umumnya semua jenis ikan mempunyai toleransi terhadap perubahan suhu air yang mendadak. Terjadinya perubahan suhu air yang mendadak akan berdampak kurang baik terhadap ikan. Dampak yang jelas apabila terjadi perubahan suhu air dari dingin ke panas yaitu ikan mengalami stress dengan berenang melonjak-lonjak, mengapung dan bernafas di permukaan. Hal ini dapat menyebabkan kematian pada ikan bila berlangsung lama. Kisaran suhu ikan di perairan tropis agar dapat tumbuh dengan baik adalah 25-32 0C, tergantung dari ikannya. Pada kisaran tersebut konsumsi oksigen mencapai 2.2 mg/g berat tubuh-jam. Di bawah suhu 25oC, konsumsi oksigen mencapai 1.2 mg/g berat tubuh-jam.

3.

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (singkatan dari puissance negative de H), yaitu logaritma dari kepekaan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. pH air menunjukan aktivitas ion hodrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hodrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu.


(22)

9

pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif dan juga dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah (asam) kandungan oksigen terlarut akan berkurang sebagai akibatnya kosumsi oksigen berkurang aktivitas pernapasan naik dan selera makan akan berkurang. Hal sebaliknya juga terjadi pada kondisi perairan yang basa.

Titik kematian ikan biasanya terjadi pada pH 4 (asam) dan pH 11 (basa). Sementara pertumbuhan ikan yang baik terjadi pada pH antara 6-7 (netral), meskipun tergantung jenis ikannya. Adanya penyakit ikan juga berhubungan dengan naik turunya nilai pH. Biasanya bakteri akan tumbuh baik pada pH basa, sementara jamur akan tumbuh baik pada pH asam.

Tingkat keasaman pH dalam sistem resirkulasi cenderung menurun karena meningkatnya karbondioksida yang dihasilkan oleh respirasi ikan. Karbondioksida yang dihasilkan akan bereaksi dengan air akan membentuk asam karbon dan menyebabkan pH turun.

4.

Total Dissolve Solid

(TDS)

Total Dissolve Solid (TDS) yaitu ukuran zat terlarut (baik zat organik maupun zat anorganik misalnya : garam dll) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama dengan milligram perliter. (mg/l). Tingkat konsentrasi garam yang tinggi pada air sampai batas tertentu akan meningkatkan tekanan osmotik pada ikan sehingga akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan ikan. Besarnya kandungan garam biasanya disetarakan dalam bentuk konduktifitas listrik (EC) dengan satuan ppm( mg/l) atau mS/cm.

Tabel 1. Klasifikasi air berdasarkan kadar garamnya (AS Kapoor, 2000)

Kadar Garam (mg/l) Klasifikasi Air

< 500 Bersih / segar

500 – 1500 Sedang

1500 – 5000 Payau

> 5000 Asin

35000 Sangat asin

> 35000 Pahit

5.

Amonia (NH

3

)

Air yang beracun disebabkan oleh adanya endapan amonia, air yang terlalu basa atau asam. Biasanya akibat dari dekomposisi bahan organik seperti pembusukan tanaman, sisa kotoran ikan dan sisa pakan (Nixon, 2004).

Di dalam air amoniak terdapat dalam 2 bentuk, yaitu NH4+ atau biasa disebut Ionized

Ammonia (IA) yang kurang beracun dan NH3+ atau Unionized Ammonia (UIA) yang beracun. Makin

tinggi pH air, daya racun amonia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3,

sedangkan ammonia dalam bentuk NH3 lebih beracun dari pada yang berbentuk ion (NH4 +

). Amonia dalam bentuk molekul dapat menembus bagian membrane sel lebih cepat dari pada ion NH4+ (Colt


(23)

10

III.

METODOLOGI PENELITIAN

A.

WAKTU DAN TEMPAT PENELITITAN

Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Januari 2011 sampai dengan Februari 2011 di Wisma Wageningan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

B.

ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan adalah :

1. Sistem Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) yang terdiri atas : a. 12 bak pemeliharaan / budidaya

b. 1 bak filtrasi

c. 1 bak penyimpanan

d. 1 bak penyuplai

e. Pipa

f. Pompa air

g. Dudukan bak

h. Kran

2. Stopwatch dan mistar 3. Aerator

4. Gelas ukur 5. Thermo Recorder

6. Hanna Instrumen (alat ukur pH, suhu, EC/TDS)

7. DO meter

C.

TAHAPAN PENELITIAN

1. Pengujian sistem resirkulasi

Pengujian sistem resirkulasi dilakukan dengan mengalirkan air kedalam sistem. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa sistem berjalan dengan baik. Pembersihan bak pemeliharaan dari kotoran-kotoran atau benda-benda yang dapat menghambat aliran air.

2. Pemijahan ikan mas

Kegiatan ini meliputi pemilihan induk yang sudah siap untuk pijah. Berat induk jantan 3 kg dan berat induk betina 5 kg. Ikan yang sudah siap pijah tidak langsung dipijahkan namun dipelihara terlebih dahulu pada bak budidaya. Pemijahan dilakukan secara alami namum pengeluaran ovum dan sperma dilakukan secara stripping. Pemijahan dilakukan pada pagi hari. Telur dan sperma di campur dalam wadah berupa baskom kemudian diberi tanda untuk mempermudah menghitung jumlah telur. Telur di ambil ½ ml sebagai sample untuk menghitung jumlah total telur yang dihasilkan. Setelah itu ditambahkan air dan di sebar kedalam bak budidaya. Untuk menghitung jumlah total telur ikan adalah :

a. Masukan air hingga setinggi tanda pada baskom b. Hitung volume air dengan gelas ukur (ml)


(24)

11

Gambar 4. Stripping induk ikan mas

3. Penetasan telur (masa inkubasi)

Telur hasil pemijahan di tebar secara merata ke dalam 6 bak pemeliharaan tanpa menggunakan subtrat seperti eceng gondok atau ijuk. Telur akan menetas setelah 2-3 hari.

Gambar 5. Penebaran telur ke dalam 6 bak budidaya

4. Perawatan larva

Setelah telur menetas larva ikan tidak diberi makan sampai umur 3 hari karena masih mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur.


(25)

12

5. Pendederan I

Kegiatan ini meliputi pemeliharaan benih ikan setelah berumur 2-4 hari dari proses pemijahan sampai umur 3 minggu. Pada tahap ini, 1 minggu pertama digunakan pakan berupa kuning telur ayam yang di rebus. 2 minggu berikutnya benih ikan mas diberi pakan berupa daphnia dan cacing sutra. 6. Pengukuran kualitas air

Pengukuran kualitas air dilakukan mulai dari pemijahan sampai pendederan I setiap pagi, siang, sore, dan malam yang meliputi :

a. Pengukuran debit air pada bak/wadah budidaya dan bak filtrasi

Pegukuran ini dilakukan dengan menggunakan gelas ukur dan dicatat waktunya dengan stopwatch.

b. Pengukuran kadar oksigen terlarut (DO)

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan DO meter.

c. Pengukuran derajat keasaman (pH), suhu air, EC/TDS

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Hanna Instrumen

Gambar 6. Hanna Instrument d. Pengukuran tinggi air

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mistar. Di ukur dengan datum yang sama yaitu dasar bak.

e. Pengukuran suhu ruangan


(26)

13

Gambar 7. Thermo Recorder

f. Pengukuran amonia/NH3

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tetra test NH3 dengan menggunakan

metode titrasi. Langkah-langkanya sebagai berikut : 1. Ambil sample air sebanyak 5 mL

2. Tambahkan 14 tetes larutan 1 kemudain kocok sampai bercampur 3. Tambahkan 7 tetes larutan 2 kemudai kocok sampai bercampur

4. Tambahkan 7 tetes larutan 3 kemudian kocok sampai bercampur dan tunggu 20

menit.

5. Bandingkan dengan warna indikator, baca nilainya.


(27)

14

7. Panen

Panen dilakukan dengan menghitung jumlah ikan pada akhir pendederan I (awal) yaitu setelah ikan berumur 3 minggu dengan ukuran 1-3cm. Metode yang digunakan adalah dengan cara menghitung satu persatu dari masing-masing ikan secara keseluruhan pada tiap bak.


(28)

15

T

Y

Gambar 9. Diagram alir penelitian Pengujian Resirkulasi

Air Terkendali

Berjalan Baik

Pemijahan

Penetasan Telur

Perawatan Larva

Pendederan I Mulai

Pengukuran Kualitas Air

Panen Benih Perbaikan dan


(29)

16

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA

Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing ikan jantan dan ikan betina mengeluarkan sperma dan ovum. Dengan melakukan pemijahan kelangsungan budidaya perikanan akan terus berjalan sehingga produksinya juga tidak akan berhenti.

Induk jantan dan induk betina yang sudah siap pijah dipisahkan dan dipelihara dalam bak pemeliharaan induk selama 3 hari. Hal ini bertujuan agar ikan beradaptasi dengan lingkunganya sehingga saat pemijahan ikan tidak dalam kondisi stres. Pemijahan dilakukan pada pukul 08.00-09.00 dengan menggunakan metode stripping yaitu pengeluaran sel telur dan sperma dilakukan dengan di urut. Pengeluaran sel telur dan sperma dilakukan dengan stripping karena untuk pemijahan ikan mas dengan berat ikan diatas 3kg dibutuhkan tempat 8m3 sedangkan ukuran bak budidaya tidak lebih dari 1 m3. Selain itu metode ini juga lebih efektif untuk proses pembuahan apabila dilakukan dengan baik dan benar.

Gambar 10. Bak budidaya/pemeliharaan

Jumlah dalam ½ ml sebanyak 142 butir, sedangkan jumlah telur keseluruhan sebanyak 315 ml maka total telur berdasarkan perhitungan adalah 89,744 butir telur dengan berat induk 5 kg. Menurut Cahyo (2010) jumlah telur ikan mas dengan berat diatas 3 kg adalah 80,000-135,000 butir. Telur hasil pemijahan di sebar secara merata ke dalam 6 bak budidaya. Telur ikan mas menetas setelah 3 hari pada suhu air 23.9 – 26.1 oC. Suhu air yang cukup rendah ini disebabkan oleh suhu lingkungan yang rendah juga yaitu 23.1-29 oC. Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca yang sedang mengalami musim hujan. Menurut Cholik et al (1986) suhu optimal pada penetasan telur ikan mas


(30)

17

adalah 26-28oC, sedangkan menurut Standard Nasional Indonesia (1999) setelah 45 jam dan suhu

sekitar 25oC akan terjadi penetasan telur. Dengan suhu optimal tersebut diharapkan dapat

mempecepat proses penetasan telur dan tingkat keberhasilan telur menetas. Oleh karena itu pada tahap ini perlu digunakan heater untuk mempertahankan suhu pada kondisi optimal. Faktor lain yang sangat berpengaruh pada keberhasilan penetasan telur adalah faktor kematangan gonad pada induk ikan dan kualitas air. Grafik suhu air dan suhu ruangan pada masa inkubasi dapat di lihat pada Gambar 6.

Gambar 11. Grafik suhu air pada saat inkubasi

Gambar 12. Grafik hubungan antara suhu ruangan dengan suhu air pada saat inkubasi Dari grafik diatas fluktuasi suhu air pada masa inkubasi masih sangat baik yaitu antara 1-2oC per hari. Suhu air yang terlalu rendah akan mempengaruhi metabolisme telur sehingga akan menghambat perkembengan telur. Suhu air yang terlalu tinggi dapat mengganggu aktivitas enzim


(31)

18

penetasan pada telur dan akan mengakibatkan pengerasan pada chorion sehingga menghambat proses penetasan pada telur dan dapat mengakibatkan terjadinya keabnormalitasan (cacat) pada larva ikan yang dihasilkan.

Dari hasil pengamatan, telur ada yang menetas dan ada yang tidak menetas. Telur yang menetas adalah telur bagian atas dan telur yang tidak bergerombol. Sedangkan telur yang berada di bawah dan bergerombol banyak yang tidak menetas. Hal ini terjadi karena telur yang berada dibawah dan bergerombol kesulitan dalam mengambil oksigen dari air sehingga akan menghambat proses metabolisme pada telur dan mengakibatkan telur membusuk.

Gambar 13. Larva ikan mas

Setelah telur menetas menjadi larva, larva ikan tidak diberi makan sampai 3 hari karena masih mempunyai cadangan makanan. Larva ikan merupakan fase yang paling kritis dalam budidaya ikan karena larva ikan mempunyai ketahanan yang kurang baik dan rentan pada perubahan kondisi lungkungan. Oleh karena itu, larva ikan yang kurang cepat beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan ini akan mengalami stress yang berakibat kematian. Masing-masing larva mempunyai kemampuan beradaptasi yang berbeda-beda tergantung individu ikan itu sendiri. Presentase penetasan ikan secara normal berkisar antara 50-80% (Richter & Rustidja, 1985). Setelah 3 hari larva di beri pakan berupa kuning telur sampai 1-2 minggu pertama, sedangkan larva berumur setelah 2 minggu diberi pakan berupa kutu air/daphnia. Larva ikan tetap dibiarkan pada bak budidaya/pemeliharaan hingga pendederan I (awal) yaitu kurang lebih selama satu bulan.

B.

KUALITAS AIR

1.

Debit

Keseragaman debit pada sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) dapat menunjukan bahwa suatu rancangan baik atau tidak. Semakin seragam debit yang ada pada bak budidaya/pemeliharaan maka semakin baik rancangan yang telah dibuat. Ketinggian air juga akan mempengaruhi besarnya debit, semakin tinggi ketinggian air maka akan semakin besar juga debit air yang dialirkan.


(32)

19

Tabel 2. Debit air pada masing-masing bak (liter/detik)

Bak 22/1/2011 4/2/2011 11/2/2011

1 0.01250 0.01233 0.01244

2 0.01244 0.01244 0.01239

3 0.01239 0.01228 0.01228

4 0.01217 0.01239 0.01239

5 0.01244 0.01244 0.01244

6 0.01239 0.01244 0.01244

Filtrasi - 0.14933 0.14917

Dari tabel 2. dapat di lihat bahwa debit air cukup seragam dan stabil dengan rata-rata debit adalah 0.012 liter/debit pada bak budidaya dan 0.149 liter/detik pada bak filtrasi. Namun ada sedikit perbedaan debit pada masing-masing bak yang disebabkan oleh adanya penyumbatan pada lubang pipa inlet tempat keluarnya air. Penyumbatan tersebut disebabkan oleh lumut, siput, atau sisa pakan sehingga perlu pembersihan dan perawatan secara rutin agar debit aliran yang masuk ke dalam bak tetap stabil. Besarnya debit aliran yang masuk ke bak budidaya dapat diatur pada keran masukan sebelum pipa inlet untuk tiap bak budidaya.


(33)

20

Gambar 15. Grafik tinggi air pada tiap bak budidaya

Dari Gambar 15. dapat di lihat bahwa tinggi air pada masing-masing juga cukup seragam dengan rata-rata 44.6 cm pada bak budidaya dan 38.5 cm pada bak filtrasi. Pada bak budiaya tinggi air maksimum 45.9 cm dan tinggi air minimum 44 cm. Tinggi air di ukur dari datum yang sama yaitu dasar bak. Adanya perbedaan tinggi ini juga disebabkan oleh permukaan lantai yang miring dan penyumbatan pada pipa saluran pembuangan bak budidaya. Penyumbatan tersebut disebabkan oleh sisa-sisa makanan dan kotoran, siput atau benda-benda lain yang menumpuk pada saluran pembuangan. Oleh karena itu perlu pembersihan dan perawatan secara rutin agar tidak terjadi penyumbatan.

2.

DO (

Dissolved Oxygen

)

Gambar 16. Grafik DO pada tiap bak budidaya

Dari Gambar 16. dapat diketahui bahwa nilai DO pada bak budidaya di atas batas minimum untuk budidaya ikan mas yaitu 5 mg/l (ppm). Menurut Standard Nasional Indonesia (1999) besarnya


(34)

21

DO yang baik pada budidaya ikan mas adalah diatas 5 ppm. Secara kesluruhan rata-rata nilai DO pada bak budidaya adalah 5.35 ppm dengan nilai terendah 5.22 ppm dan nilai tertinggi 5.52 ppm.

Ketersediaan oksigen pada sistem sangat dipengaruhi oleh pergerakan permukaan air yang beriak/bergelombang sehingga akan mempercepat proses difusi udara kedalam air. Dalam hal ini debit yang mengalir pada sistem sangat berpengaruh pada ketersediaan oksigen dalam air. Semakin besar debit maka akan semakin tinggi juga kadar oksigennya. Jumlah ikan yang ada dalam air juga berpengaruh pada ketersediaan oksigen dalam air. Semakin padat jumlah ikan dalam air maka ketersediaan oksigen dalam air juga berkurang.

Ikan mas termasuk ikan yang membutuhkan kadar oksigen terlarut yang tinggi. Apabila kadar oksigen dalam air sangat rendah akan menyebabkan kematian pada ikan mas. Oleh karena itu kadar oksigen pada bak budidaya perlu dipertahankan pada kondisi yang optimal kadar oksigennya yaitu dengan ditambahkan aerator. Selain itu, masalah konsentrasi oksigen rendah juga dapat diperkecil melalui pengaturan pemberian pakan. Kelebihan pemberian pakan biasanya diikuti dengan proses pembusukan yang memanfaatkan oksigen dari air dan hasilnya adalah bahan anorganik.

3.

pH

Gambar 17. Grafik pH air pada bak budidaya

Nilai pH pada bak budidaya antara 6.9-7.1, hal ini dapat di lihat pada Gambar 17. Nilai tersebut sangat baik untuk budidaya ikan mas. Menurut Standard Nasional Indonesia (1999) nilai pH yang baik untuk budidaya ikan mas adalah 6.5-8.5. Dari grafik diatas dapat di lihat bahwa nilai pH naik turun namun masih berada pada batas yang optimal.

Penurunan pH dalam air terjadi akibat aktivitas ikan yang menghasilkan asam seperti kotoran ikan dan zat-zat hasil metabolisme. Selain itu, Air yang banyak mengandung karbondioksida biasanya mempunyai pH lebih rendah dari 7 dan bersifat asam. Semakin padat jumlah ikan maka semakin kecil juga nilai pH. Selain itu pergantian air yang jarang dilakukan juga dapat menyebabkan penurunan pH.

pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi biota yang ada dalam air. Perairan asam akan kurang prodiktif dan dapat membunuh ikan didalamnya. Pada pH


(35)

22

rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas pernapasan meningkat dan selera makan akan berkurang.

4.

Suhu

Gambar 18. Grafik suhu air pada bak budidaya

Gambar 18. Merupakan grafik suhu air pada bak budidaya mulai dari pemijahan hingga akhir pendederan I. Dari gambar tersebut menunjukan bahwa suhu air pada bak budidaya cukup stabil yaitu berada pada kisaran 24-30oC. Hal ini sesuai dengan kondisi suhu yang optimal bagi budidaya ikan mas. Berdasarkan SNI (1999) nilai suhu yang cocok untuk budidaya ikan mas adalah 25-30oC. Nilai suhu terendah pada sistem terjadi pada saat pemijahan yaitu sebesar 23.9oC. Sedangkan nilai suhu tertinggi terjadi pada saat pendederan I yatiu sebesar 30.1oC. Selain itu fluktasi suhu yang terjadi juga cukup baik untuk budidaya ikan yaitu sebesar 1-2.9oC per hari (fluktuasi suhu lebih dari 3oC per hari dapat menyebabkan ikan mengalami stress). Kisaran suhu minimum terjadi pada saat pagi hari yaitu antara jam 06.00-9.00 sedangkan kisaran suhu maksimum terjadi pada saat siang hari hingga sore hari. Ikan pada setiap bak budidaya dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu yang didapat sehingga ikan tidak mengalami stress yang dapat mengakibatkan kematian.

Fluktuasi suhu air pada sistem sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan yang ada di dalam ruangan. Gambar 19. menunjukan bahwa pola sebaran fluktuasi suhu air hampir sama, mengikuti fluktuasi suhu udara yang ada di dalam ruangan. Fluktuasi suhu air relatif stabil dibandingkan fluktuasi suhu ruangan. Fluktuasi suhu ruangan mempunyai fluktuasai suhu yang lebih cepat dan lebih besar. Hal ini disebabkan oleh kalor jenis yang dimiliki udara lebih kecil daripada kalor jenis yang dimiliki air yaitu 1000 J/KgoK, sedangkan kalor jenis air sebesar 4180 J/KgoK. Nilai kalor jenis yang rendah pada suatu zat menunjukan bahwa zat tersebut sangat cepat mengalami kenaikan suhu begitu juga sebaliknya pada nilai kalor jenis yang tinggi. Definisi kalor jenis sendiri adalah besarnya energi/ kalor yang dibutuhkan untuk menaikan suhu (1o persatuan suhu) persatuan massa. Oleh karena itu suhu air relaitf stabil jika dibandingkan dengan suhu udara yang ada disekitarnya. Suhu ruangan berada pada kisaran 23-34.9oC.


(36)

23

Gambar 19. Grafik hubungan suhu air dengan suhu udara

5.

Electrical Conductivity

(EC)/

Total Dissolve Solid

(TDS)

Gambar 20. Grafik TDS pada bak budidaya

Gambar 20. menunjukan bahwa nilai TDS relatif stabil dengan nilai antara 127-132 ppm. Nilai ini sangat baik dan jauh dari batas nilai maksimal untuk budidaya ikan mas. Nilai maksimal kadar garam yang tergolong kedalam klasifikasi air bersih adalah 500 ppm (As Kapoor, 2001). Dari grafik terlihat bahwa semakin lama nilai TDS juga semakin meningkat. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan aktivitas ikan yang semakin lama mengalami pertumbuhan perkembangan. Sisa pakan, sisa kotoran dan hasil metabolisme ikan sangat mempengaruhi tingginya nilai TDS dalam air. Tingkat konsentrasi garam yang tinggi pada air sampai batas tertentu akan meningkatkan tekanan osmotik pada ikan sehingga akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan ikan. Oleh karena itu


(37)

24

agar ikan mas dapat tumbuh dan berkembang dengan baik maka air harus bersih dengan memiliki kadar garam dibawah 500 ppm.

6.

Amonia (NH

3

)

Nilai amonia hasil pengukuran dengan menggunakan tetra test tidak bisa menunjukan nilai yang akurat karena tingkat ketelitianya yang rendah. Nilai hasil pengukuran dengan tetra test ini hanya menunjukan bahwa nilai tersebut berada pada kondisi yang ideal atau tidak untuk budidaya perairan. Adapun petunjuk dari nilai tersebut adalah :

1. 0 mg/l : Kondisi ideal

2. 0.25 mg/l : Beracun dalam waktu lama

3. 1.5 mg/l : Beracun pada ikan

4. 3 mg/l : Fatal pada spesies yang sensitif

5. 5 mgl : Sangat fatal

Gambar 21 . Nilai amonia hasil pengukuran dengan tetra test

Gambar menunjukan bahwa nilai amonia pada sistem berada pada kondisi ideal dengan nilai 0 mg/l. Hal ini menunjukan bahwa air pada sistem layak untuk budidaya ikan mas. Sedangkan batas maksimal kadar amonia dalam air untuk budidaya ikan mas sebesar 0.02 mg/l. Kadar amonia dalam air dapat disebabkan oleh kotoran ikan atau sisa-sisa pakan. Pengelolaan air oleh SRAT melalui bak filtrasi mampu mengurangi kadar amonia yang tinggi.


(38)

25

C.

PANEN

Gambar 22. Ikan hasil pendederan I

Panen dilakukan pada akhir pendederan I dan tidak dilakukan pada awal penetasan (larva). Hal ini disebabkan oleh ikan yang masih larva sangat sulit dilakukan perhitungan sehingga perhitungan dilakukan ketika ukuran ikan sudah cukup besar . Panjang ikan hasil pendederan I adalah 1.1-3.5cm dengan jumlah total ikan 5139 ekor. Jumlah ikan pada masing-masing bak dapat di lihat pada Gambar 21.


(39)

26

Gambar 21.menunjukan bahwa jumlah ikan pada tiap bak tidak sama (berbeda) bahkan pada bak filtrasi juga terdapat ikan. Hal ini disebabkan karena larva ikan yang baru menetas memiliki tubuh yang masih terlalu kecil dan belum kuat untuk melawan arus air. Ketika larva ikan mas berada pada lubang pembuangan air maka larva tersebut terbawa arus hingga masuk kedalam bak filtrasi. Oleh karena itu dilakukan modifikasi pada lubang pembuangan air dengan memberikan pipa hampir setinggi permukaan air agar larva ikan terhalang dan tidak terbawa arus air. Namun modifikasi yang dilakukan masih belum maksimal karena masih banyak larva ikan yang masuk ke dalam lubang pembuangan sehingga perlu penambahan saringan yang ukuranya lebih kecil dari larva ikan dan lebih besar dari zat-zat sisa kotoran dan makanan yang tersuspensi. Jumlah ikan mas yang paling banyak pada bak budidaya berada pada bak 2 dengan jumlah 1032 ekor dan paling sedikit pada bak 4 dengan jumlah 555 ekor. Rata-rata jumlah ikan pada tiap bak berada diatas 500 ekor.

Gambar 24. Grafik volume air pada tiap bak


(40)

27

Dengan volume rata – rata di atas 195 liter (Gambar 22.) pada bak budidaya maka kepadatan ikan dapat dil ihat pada Gambar 23. Grafik tersebut menunjukan bahwa kepadatan ikan pada bak budidaya cukup baik yaitu rata-rata 3ekor/liter. Jumlah ikan dalam tiap liternya dapat di lihat pada tabel 3 (Axelrod, 1989).

Tabel 3. Jumlah air berdasarkan ukuran ikan

Ukuran ikan Jumlah Air (l/cm ikan)

< 2 cm 1.0

2-5 cm 1.5

6-9 cm 2.0

10-13 cm 3.0

>14 cm 4.0

Sumber : Axelrod, H.R., 1989

Kepadatan ikan tertinggi terdapat pada bak filtrasi yang mencapai 38.55 ekor/liter. Tingginya kepadatan ikan pada bak filtrasi disebabkan oleh larva yang terbawa arus ke lubang pembuangan sehingga terjadi penumpukan pada bak filtrasi. Meskipun kepadatan ikannya tinggi akan tetapi ikan masih tetap sehat dan tidak menghambat pertumbuhan ikan. Hal ini menunjukan bahwa kualitas air pada bak filtrasi masih cukup bagus.


(41)

28

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

KESIMPULAN

1. Sistem resisrkulasi air terkendali (SRAT) dapat diaplikasikan untuk budidaya ikan mas

(Cyprinus carpio) mulai dari pemijahan hingga pendederan I (awal). Dari 89,744 butir telur dihasilkan benih ikan sebanyak 5139 ekor dari pemijahan hingga pendederan I. Hal ini menunjukan bahwa sistem ini belum optimal untuk pemijahan ikan mas dan penetasan telur karena jumlah telur yang menetas kurang dari 50%. Telur yang tidak menetas akibat bak budidaya untuk penetasan terbatas sehingga telur menumpuk dan membusuk.

2. Suhu air pada sistem antara 23.9-30.1oC, DO berada pada nilai 5.01-5.61, pH berada pada nilai 6.9-7.1, TDS berada pada nilai 127-132 ppm dan debit air rata-rata 0.012 liter/detik. 3. Kualitas air dapat dipertahankan pada kondisi optimal untuk budidaya ikan mas yaitu suhu

air masih berada diantara 25-30oC, DO diatas 5 ppm, pH antara 6.5-8.5, TDS di bawah 500 ppm, dan kadar ammonia berada pada kondisi ideal.

4. Fluktuasi suhu masih berada pada batas yang diizinkan yaitu tidak lebih dari 3o

C per hari.

5. Sistem resirkulasi air terkendali ini (SRAT) juga cocok untuk budidaya ikan mas dengan

kepadatan yang cukup tinggi.

B.

SARAN

1. Ketika musim hujan suhu lingkungan bisa sangat rendah sehingga perlu pemasangan heater

untuk mempertahankan suhu air yang optimal terutama pada saat penetasn telur yang membutuhkan suhu cukup hangat.

2. Perlu modifikasi pada lubang pembuangan air yaitu dengan menambahkan saringan dengan

ukuran lebih kecil dari larva ikan mas sehingga larva tidak hanyut terbawa arus air.

3. Perlu modifikasi pada lubang pengeluaran air ke bak filtrasi dengan menambahkan saringan berupa kain atau saringan yang menjulur hingga ka dalam air pada bak filtrasi. Hal ini untuk menghindari agar larva ikan tidak masuk ke dalam bak filtrasi.

4. Usahakan tidak terjadi penumpukan telur pada saat penetasan karena akan menyebabkan


(42)

29

DAFTAR PUSTAKA

Afdhal. 2007. Kinerja Sistem Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) pada Pembesaran Ikan Hias Air Tawar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Agustiani, Diah. 2005. Kinerja Sistem Resirkulasi Air Terkendali pada Pemijahan Ikan Guppy (Poecilia Reticulata) Jenis Round-tail. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor

Cholik, F., Artati, dan Arifudin, R. 1986. Pengelolaan Air dalam Kolam Ikan. Jakarta : Direktorat Jendral Perikanan. 52 Hal.

Djarijah, Abbas Siregar. 2001. Pembenihan Ikan Mas. Yogyakarta : Kanisius

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Kanisius

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusantara

Hanifah, Umi. 2004. Sistem Resirkualasi dan Filtrasi Air Terkendali Pada Unit Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor. Hastutim, S.D, dan Hanni H. 2002. Budidaya Perairan. Malang : Bayu Media dan UMM Press Kapoor, A.S. 2001. A Biological Option for Cotrolling Waterlogging and Salinity. Tata Mc Graw-Hill Kusuma, Hanif T. 2007. Kinerja Filter Konsentrasi Dalam Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali (SRAT) Pembesaran Ikan Hias Air Tawar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor

Lesmana, DS dan Iwan Darmawan. 2001. Budidaya ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta : Penebar Swadaya

Martawiguna, Taufik. 2007. Kinerja Sistem Resirkulasi Air Terkendali (SRAT) Pada Pemijahan Ikan Hias Air Tawar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

McGee, M. dan Cichra, C. 2131. Principles of water recirculation and filtration in aquaculture. http:/edis.ifas.ufl.edu/

Mukti, Akhmad Taufiq. 2005. Perbedaan Tingkat Poloploidasi Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn.) Melalui Kejutan Panas. Berk, Penel, Hayati (10) : 133-138

Nixon dan Sitanggang, M. 2001. Mengenal Lebih Dekat Guppy : Ikan Mungil Berekor Indah. Jakarta : Agromedia Pustaka


(43)

30

Rahayu, Endah Puji. 2005. Kinerja Sistem Resiskualasi Air Terkendali Pada Pemijahan Ikan Hias Guppy (Poecllia reticulate) Jenis Fan-tail. Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor

Richter, C.J.J dan Rustidja. 1985. Pengantar Ilmu Produksi Ikan. Malang : NUFFIC/Unibraw Luw/Fish.

Rudiyanto. 2006. Pemodelan Hidrolika Sistem Resirkulasi Akuakultur Terkendali [tesis]. Bogor : Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor

Salmin.2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana, Volume XXX (3) : 21-26

Saparinto, Cahyo. 2010. Usaha Ikan Konsumsi di Lahan 100 m2. Depok : Penebar Swadaya

Setiawan, Budi Indra. 2004. Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air Terkendali untuk Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypopthalamus). IPB : Kementrian Riset dan Teknologi & Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

SNI. 1999. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok. Jakarta : BSN

Soedarya, Arif Prahasta. 2009. Usaha Budidaya Ikan Mas. Bandung : CV Pustaka Grafika

Sofiyuddin, Hanhan. A. 2006. Rancang Bangun Sistem Resirkulasi Air Terkendali Akuakultur Untuk Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Stickney, R.R. 1993. Culture of Nonsalmoid Freshwater Fisher. 2nd Edition. CRC Press. Boca Raton. 331 P

Suryadiputra, I.N.N. 1995. Pengantar Kuliah Pengelolaan Air Limbah : Pengelolaan Limbah dengan Metode Kimia (Koagulasi dan Flokulasi). Bogor : Fakultas Perikanan, Insitut Pertanian Bogor.

Tancung, Andi Baso, dkk. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Jakarta : Rineka Cipta

Tim Karya Tani Mandiri. 2009. Pedoman Budidaya Ikan Mas. Bandung : CV Nuansa Aulia Yatim, W. 1990. Biologi Modern. Histologi. Jakarta : EGC

Zonneveld, N. E.A. Huisman dan J.H.Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.


(44)

31

LAMPIRAN


(45)

32

Lampiran 1. Data pengukuran DO (ppm)

22-Jan-2011

Bak Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan3 Rata-rata

1 5.36 5.19 5.21 5.25

2 5.38 5.32 5.36 5.35

3 5.31 5.28 5.29 5.29

4 5.38 5.33 5.43 5.38

5 5.68 5.56 5.59 5.61

6 5.48 5.41 5.42 5.44

28-Jan-2011

Bak Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan3 Rata-rata

1 5.21 5.23 5.21 5.22

2 5.29 5.31 5.33 5.31

3 5.56 5.49 5.51 5.52

4 5.25 5.28 5.26 5.26

5 5.34 5.36 5.35 5.35

6 5.34 5.36 5.35 5.35

Filtrasi 5.13 4.94 4.98 5.02 11-Feb-2011

Bak Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan3 Rata-rata

1 5.29 5.19 5.22 5.23

2 5.38 5.32 5.36 5.35

3 5.31 5.28 5.29 5.29

4 5.38 5.36 5.43 5.39

5 5.34 5.28 5.26 5.29

6 5.48 5.41 5.42 5.44

Filtrasi 5.06 4.92 5.05 5.01 Nilai rata-rata

Bak 22/01/2011 28/01/2011 11/1/2011

1 5.25 5.22 5.23

2 5.35 5.31 5.35

3 5.29 5.52 5.29

4 5.38 5.26 5.39

5 5.61 5.35 5.29

6 5.44 5.35 5.44


(46)

33

Lampiran 2. Data pengukuran debit air

22-Jan-2011

Bak Waktu

(dtk)

Volume (ml)

Debit (lt/dtk)

1 2 3 Rata-rata

1 30 370 380 375 375.00 0.0125

2 30 380 370 370 373.33 0.012444444

3 30 375 370 370 371.67 0.012388889

4 30 365 370 360 365.00 0.012166667

5 30 375 370 375 373.33 0.012444444

6 30 375 370 370 371.67 0.012388889

4-Feb-2011

Bak Waktu

(dtk)

Volume (ml)

Debit (lt/dtk)

1 2 3 Rata-rata

1 30 370 365 375 370.00 0.012333333

2 30 380 370 370 373.33 0.012444444

3 30 365 370 370 368.33 0.012277778

4 30 375 370 370 371.67 0.012388889

5 30 375 370 375 373.33 0.012444444

6 30 380 370 370 373.33 0.012444444

Filtrasi 10 1490 1495 1495 1493.33 0.149333333

11-Feb-2011

Bak Waktu

(dtk)

Volume (ml)

Debit (lt/dtk)

1 2 3 Rata-rata

1 30 375 370 375 373.33 0.012444444

2 30 370 375 370 371.67 0.012388889

3 30 365 370 370 368.33 0.012277778

4 30 375 370 370 371.67 0.012388889

5 30 375 370 375 373.33 0.012444444

6 30 380 370 370 373.33 0.012444444

Filtrasi 10 1490 1490 1495 1491.67 0.149166667

Bak Rata-rata debit air (liter/detik)

22/1/2011 4/2/2011 11/2/2011

1 0.01250 0.01233 0.01244

2 0.01244 0.01244 0.01239

3 0.01239 0.01228 0.01228

4 0.01217 0.01239 0.01239

5 0.01244 0.01244 0.01244

6 0.01239 0.01244 0.01244


(47)

34

Lampiran 3. Data pengukuran tinggi air dan jumlah ikan

Tinggi Air

Bak

Tinggi air (cm)

22-Jan-2011

28-Jan-2011

4-Feb-2011 Rata-rata

1 45.4 44.9 44.8 45.03

2 45.2 44.6 44.5 44.77

3 45 44 44.1 44.37

4 45.1 44.1 44.1 44.43

5 45.2 44.2 44.1 44.50

6 45.1 44.2 44.2 44.50

Filtrasi - 38 39 38.50

Volume Air dan Jumlah Ikan 12 Feb 2011- 14 Feb 2011

Bak Diameter

(dm)

Luas Alas (dm2)

Tinggi Air (dm) Volume (L) Jumlah Ikan (Ekor) Kepadatan (Ekor/Liter) Panjang ikan (cm)

1 7.48 43.92 4.50 197.79 557 2.82 1-3

2 7.48 43.92 4.48 196.62 1032 5.25 1-3.1

3 7.48 43.92 4.44 194.86 642 3.29 1-3.2

4 7.48 43.92 4.44 195.16 555 2.84 1-3.1

5 7.48 43.92 4.45 195.45 648 3.32 1-3.1

6 7.48 43.92 4.45 195.45 595 3.04 1-3.1

Filtrasi (7.48-4.4) 7.45 3.87 28.79 1110 38.55 1-3.5

Total


(48)

35

Lampiran 4. Data pengukuran suhu ruangan, RH, suhu air, pH, TDS

Masa inkubasi (2-3 hari)

Tanggal Jam T Ruangan

(OC)

Kelembaban (%)

T Air

(OC) PH

EC/TDS (mS/ppm)

22-Jan-2011 09.00 26.1 86 24.9 7.1 0.18/127

12.00 28.6 78 26.2 7.1 0.18/127

15.00 26.8 88 25.9 7.1 0.18/127

18.00 25.8 93 25.9 7.1 0.18/127

21.00 25 95 26 7.1 0.18/127

23-Jan-2011 06.00 23.1 98 24.4 7 0.19/129

09.00 26.3 86 24.8 7 0.19/129

12.00 28.2 78 26.1 7 0.19/129

15.00 26.7 84 25.9 7 0.19/129

18.00 25.9 92 25.8 7 0.19/129

21.00 25.2 96 25.4 7 0.19/131

24-Jan-2011 06.00 23 99 23.9 7.1 0.19/131

09.00 25.8 86 24 7.1 0.19/131

12.00 27.9 79 24.9 7.1 0.19/131

15.00 29 75 25.9 7.1 0.19/131

18.00 26.4 86 25.4 7.1 0.19/131

21.00 25.4 95 25.6 7.1 0.19/131

25-Jan-2011 06.00 24.3 98 24.6 7.1 0.19/131

Perawatan Larva (2-3 hari)

Tanggal Jam T Ruangan

(OC)

Kelembaban (%)

T Air

(OC) PH

EC/TDS (mS/ppm)

25-Jan-2011 06.00 24.3 98 24.6 7 0.19/131

09.00 27.9 78 24.8 7 0.19/131

12.00 29.5 69 26.2 7 0.19/131

15.00 28.4 72 26 7 0.19/131

18.00 26.2 80 25.8 7 0.19/131

21.00 25.4 96 25.9 7 0.19/131

26-Jan-2011 06.00 23.6 98 25.2 6.9 0.19/131

09.00 27.4 78 26.9 6.9 0.19/131

12.00 33.1 56 28.4 6.9 0.19/131

15.00 29.9 65 27.6 6.9 0.19/131

18.00 27.4 76 27.4 6.9 0.19/131

21.00 24.6 94 27.5 6.9 0.19/131

27-Jan-2011 06.00 23.9 96 26 6.9 0.19/131

09.00 28.9 68 27.1 7.1 0.19/131

12.00 32.7 59 28.8 7.1 0.19/131

15.00 31.9 69 28.4 7.1 0.19/131

18.00 26.7 84 28.2 7.1 0.19/131

21.00 24.6 95 28.2 7.1 0.19/131


(49)

36

Pendederan I (umur 2-3 minggu, untuk benih ukuran 1-3

cm)

Tanggal Jam T Ruangan

(OC)

Kelembaban (%)

T Air

(OC) PH

EC/TDS (mS/ppm)

28-Jan-2011 06.00 23.5 96 26.1 7.1 0.18/128

09.00 25.5 91 26.1 7.1 0.18/128

11.00 27.8 84 26.4 7.1 0.18/128

15.00 27.2 87 26 7.1 0.18/128

18.00 25.1 94 25.9 7.1 0.18/128

21.00 23.8 97 25.8 7.1 0.18/128

29-Jan-2011 06.00 23.3 99 25.1 7 0.18/128

09.00 26.8 86 25.4 7 0.18/128

12.00 28.9 78 25.6 7 0.18/128

15.00 28.6 78 25.4 7 0.18/128

18.00 27.4 79 25 7 0.18/128

21.00 24.9 94 25.1 7 0.18/128

30-Jan-2011 06.00 23.8 98 24.9 7.1 0.19/130

09.00 27.2 78 25.4 7.1 0.19/130

13.00 32.6 49 27.1 7.1 0.19/130

15.00 30.4 69 27.4 7.1 0.19/130

18.00 27.8 76 27.4 7.1 0.19/130

21.00 24.8 94 27.5 7.1 0.19/130

31-Jan-2011 06.00 23.9 97 27.2 7.1 0.19/130

09.00 29.8 61 28.6 7.1 0.19/130

12.00 34.9 39 30.1 7.1 0.19/130

15.00 31.2 46 30 7.1 0.19/130

18.00 28.4 66 29.6 7.1 0.19/130

21.00 24.4 96 29.4 7.1 0.19/130

1-Feb-2011 06.00 23.1 97 26.9 6.9 0.19/130

09.00 27.8 69 28.2 6.9 0.19/130

12.00 31.6 57 29.6 6.9 0.19/130

15.00 26.8 91 29.2 6.9 0.19/130

18.00 28.2 93 28.6 6.9 0.19/130

21.00 24.7 96 27.8 6.9 0.19/130

2-Feb-2011 06.00 23.1 99 25.1 6.9 0.19/130

09.00 27 79 25.2 6.9 0.19/130

12.00 31.4 60 26.4 6.9 0.19/130

15.00 30.2 66 26.4 6.9 0.19/130

18.00 26.8 82 26 6.9 0.19/130

21.00 25.5 89 26.1 6.9 0.19/130

3-Feb-2011 06.00 23.9 98 25.2 6.9 0.19/130

09.00 25.9 89 25.6 6.9 0.19/130

12.00 30 64 26.2 6.9 0.19/130

15.00 27.5 75 26.8 6.9 0.19/130

18.00 27.2 84 27 6.9 0.19/130

21.00 25.3 96 26.8 6.9 0.19/130

4-Feb-2011 06.00 23.8 97 25.5 6.9 0.19/131

09.00 26.8 82 25.8 6.9 0.19/131

11.00 28.2 71 26.1 6.9 0.19/131

15.00 25.5 91 25.8 6.9 0.19/131

18.00 25 91 25.6 6.9 0.19/131

21.00 23.6 99 25.4 6.9 0.19/131


(50)

37

09.00 27.6 78 25.2 6.9 0.19/131

12.00 30.5 65 26.1 6.9 0.19/131

15.00 28 69 26 6.9 0.19/131

18.00 26.4 76 26.1 6.9 0.19/131

21.00 24.1 94 25.9 6.9 0.19/131

6-Feb-2011 06.00 23.2 98 25.2 6.9 0.19/131

09.00 24.6 95 25.4 6.9 0.19/131

13.00 32.4 51 26.8 6.9 0.19/131

15.00 30.1 56 27 6.9 0.19/131

18.00 27.2 75 26.6 6.9 0.19/131

21.00 24.6 97 26.4 6.9 0.19/131

7-Feb-2011 06.00 23.4 99 25.2 6.9 0.19/131

09.00 27.1 82 26 6.9 0.19/131

12.00 29.8 76 26.2 7 0.19/131

15.00 27.9 82 26 7 0.19/131

18.00 26.8 80 26.1 7 0.19/131

21.00 24.5 96 25.9 7 0.19/131

8-Feb-2011 06.00 23.1 99 24.9 7 0.19/131

09.00 27.2 82 25.1 7 0.19/131

12.00 31 60 26.6 7 0.19/131

15.00 31.8 59 27.2 7 0.19/131

18.00 27.5 76 27.3 7 0.19/131

21.00 24.9 94 27.1 7 0.19/131

9-Feb-2011 06.00 23.1 99 25.1 6.9 0.19/132

09.00 24.8 91 25.3 6.9 0.19/132

12.00 34.9 39 27.2 6.9 0.19/132

15.00 34.1 41 28.3 6.9 0.19/132

18.00 27.8 65 27.8 6.9 0.19/132

21.00 25.1 94 27.8 6.9 0.19/132

10-Feb-2011 06.00 23.2 98 25.1 6.9 0.19/132

09.00 27.8 78 25.3 6.9 0.19/132

12.00 32 52 26.1 6.9 0.19/132

15.00 30 66 26.2 6.9 0.19/132

18.00 28.2 78 26.2 6.9 0.19/132

21.00 24.6 93 26.3 6.9 0.19/132

11-Feb-2011 06.00 24.1 98 25.2 7.1 0.19/132

09.00 28.2 81 25.6 7.1 0.19/132

11.00 30.5 63 26.8 7.1 0.19/132

15.00 32.6 56 28.2 7.1 0.19/132

18.00 28.6 74 27.9 7.1 0.19/132

21.00 24.8 94 27.6 7.1 0.19/132

12-Feb-2011 06.00 23.6 98 25.9 7.1 0.19/132

09.00 27.2 82 26.2 7.1 0.19/132

12.00 33.2 55 27.9 7.1 0.19/132

15.00 31.1 59 28 7.1 0.19/132

18.00 28.3 66 27.6 7.1 0.19/132

21.00 24.6 97 27.7 7.1 0.19/132

13-Feb-2011 06.00 23.9 99 26.1 7.1 0.19/132

09.00 28.6 78 26.6 7.1 0.19/132

12.00 32.3 56 27.6 7.1 0.19/132

15.00 30.4 61 27.8 7.1 0.19/132

18.00 27.8 74 27.2 7.1 0.19/132

21.00 24.2 98 27.2 7.1 0.19/132


(51)

38

Lampiran 5. Aeator dan Ikan umur 3 minggu

Gambar. Aerator


(52)

39

Lampiran 6. DO meter


(53)

APLIKASI SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT)

PADA BUDIDAYA IKAN MAS ( Cyprinus carpio )

SKRIPSI

SEPTIAN FAUZI DWI SAPUTRA

F14060236

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(54)

APLICATION OF CONTROLLED WATER RECIRCULATION SYSTEM ON

CARP FARMING (Cyprinus carpio)

Septian Fauzi Dwi Saputra and Budi Indra Setiawan

Department of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, Wageningen Laboratory, Jln. Tanjung 21B, IPB Darmaga

PO Box 16680, Bogor, West Java, Indonesia. Email : septiano88@gmail.com

ABSTRACT

Production of aquaculture as a whole increased by an average 4.9% every year. Common carp (Cyprinuus carpio) is an important commodity in aquaculture. The increase of common carp demand required many effort to enhance common fish production. One of factors influence successful aquaculture is good water quality. Good water quality will increase productivity of common carp. One of technology that can be used to keep water quality is controlled water recirculation system ( SRAT). The purpose of this study is to apply controlled water recirculation system (SRAT) on carp farming to keep water quality including pH, temperature (oC), dissolved oxygen (DO), total dissolve solid (TDS), and ammonia (NH3). From this study 5139 fish were fish cropped over 89.744 eggs,

temperature 23.9-30.1oC, pH 6.9-7.1, dissolved oxygen (DO) 5.01-5.6 mg/l, TDS 127-132 mg/l and ammonia 0 mg/l. The result showed that SRAT can be applied for carp farming and able to keep good water quality.


(1)

34

Lampiran 3. Data pengukuran tinggi air dan jumlah ikan

Tinggi Air

Bak

Tinggi air (cm)

22-Jan-2011

28-Jan-2011

4-Feb-2011 Rata-rata

1 45.4 44.9 44.8 45.03

2 45.2 44.6 44.5 44.77

3 45 44 44.1 44.37

4 45.1 44.1 44.1 44.43

5 45.2 44.2 44.1 44.50

6 45.1 44.2 44.2 44.50

Filtrasi - 38 39 38.50

Volume Air dan Jumlah Ikan 12 Feb 2011- 14 Feb 2011

Bak Diameter (dm)

Luas Alas (dm2)

Tinggi Air (dm)

Volume (L)

Jumlah Ikan (Ekor)

Kepadatan (Ekor/Liter)

Panjang ikan (cm)

1 7.48 43.92 4.50 197.79 557 2.82 1-3

2 7.48 43.92 4.48 196.62 1032 5.25 1-3.1

3 7.48 43.92 4.44 194.86 642 3.29 1-3.2

4 7.48 43.92 4.44 195.16 555 2.84 1-3.1

5 7.48 43.92 4.45 195.45 648 3.32 1-3.1

6 7.48 43.92 4.45 195.45 595 3.04 1-3.1

Filtrasi (7.48-4.4) 7.45 3.87 28.79 1110 38.55 1-3.5 Total


(2)

35

Lampiran 4. Data pengukuran suhu ruangan, RH, suhu air, pH, TDS

Masa inkubasi (2-3 hari)

Tanggal Jam T Ruangan (OC)

Kelembaban (%)

T Air

(OC) PH

EC/TDS (mS/ppm)

22-Jan-2011 09.00 26.1 86 24.9 7.1 0.18/127

12.00 28.6 78 26.2 7.1 0.18/127

15.00 26.8 88 25.9 7.1 0.18/127

18.00 25.8 93 25.9 7.1 0.18/127

21.00 25 95 26 7.1 0.18/127

23-Jan-2011 06.00 23.1 98 24.4 7 0.19/129

09.00 26.3 86 24.8 7 0.19/129

12.00 28.2 78 26.1 7 0.19/129

15.00 26.7 84 25.9 7 0.19/129

18.00 25.9 92 25.8 7 0.19/129

21.00 25.2 96 25.4 7 0.19/131

24-Jan-2011 06.00 23 99 23.9 7.1 0.19/131

09.00 25.8 86 24 7.1 0.19/131

12.00 27.9 79 24.9 7.1 0.19/131

15.00 29 75 25.9 7.1 0.19/131

18.00 26.4 86 25.4 7.1 0.19/131

21.00 25.4 95 25.6 7.1 0.19/131

25-Jan-2011 06.00 24.3 98 24.6 7.1 0.19/131

Perawatan Larva (2-3 hari) Tanggal Jam T Ruangan

(OC)

Kelembaban (%)

T Air

(OC) PH

EC/TDS (mS/ppm)

25-Jan-2011 06.00 24.3 98 24.6 7 0.19/131

09.00 27.9 78 24.8 7 0.19/131

12.00 29.5 69 26.2 7 0.19/131

15.00 28.4 72 26 7 0.19/131

18.00 26.2 80 25.8 7 0.19/131

21.00 25.4 96 25.9 7 0.19/131

26-Jan-2011 06.00 23.6 98 25.2 6.9 0.19/131

09.00 27.4 78 26.9 6.9 0.19/131

12.00 33.1 56 28.4 6.9 0.19/131

15.00 29.9 65 27.6 6.9 0.19/131

18.00 27.4 76 27.4 6.9 0.19/131

21.00 24.6 94 27.5 6.9 0.19/131

27-Jan-2011 06.00 23.9 96 26 6.9 0.19/131

09.00 28.9 68 27.1 7.1 0.19/131

12.00 32.7 59 28.8 7.1 0.19/131

15.00 31.9 69 28.4 7.1 0.19/131

18.00 26.7 84 28.2 7.1 0.19/131

21.00 24.6 95 28.2 7.1 0.19/131


(3)

36

Pendederan I (umur 2-3 minggu, untuk benih ukuran 1-3

cm) Tanggal Jam T Ruangan

(OC)

Kelembaban (%)

T Air

(OC) PH

EC/TDS (mS/ppm)

28-Jan-2011 06.00 23.5 96 26.1 7.1 0.18/128

09.00 25.5 91 26.1 7.1 0.18/128

11.00 27.8 84 26.4 7.1 0.18/128

15.00 27.2 87 26 7.1 0.18/128

18.00 25.1 94 25.9 7.1 0.18/128

21.00 23.8 97 25.8 7.1 0.18/128

29-Jan-2011 06.00 23.3 99 25.1 7 0.18/128

09.00 26.8 86 25.4 7 0.18/128

12.00 28.9 78 25.6 7 0.18/128

15.00 28.6 78 25.4 7 0.18/128

18.00 27.4 79 25 7 0.18/128

21.00 24.9 94 25.1 7 0.18/128

30-Jan-2011 06.00 23.8 98 24.9 7.1 0.19/130

09.00 27.2 78 25.4 7.1 0.19/130

13.00 32.6 49 27.1 7.1 0.19/130

15.00 30.4 69 27.4 7.1 0.19/130

18.00 27.8 76 27.4 7.1 0.19/130

21.00 24.8 94 27.5 7.1 0.19/130

31-Jan-2011 06.00 23.9 97 27.2 7.1 0.19/130

09.00 29.8 61 28.6 7.1 0.19/130

12.00 34.9 39 30.1 7.1 0.19/130

15.00 31.2 46 30 7.1 0.19/130

18.00 28.4 66 29.6 7.1 0.19/130

21.00 24.4 96 29.4 7.1 0.19/130

1-Feb-2011 06.00 23.1 97 26.9 6.9 0.19/130

09.00 27.8 69 28.2 6.9 0.19/130

12.00 31.6 57 29.6 6.9 0.19/130

15.00 26.8 91 29.2 6.9 0.19/130

18.00 28.2 93 28.6 6.9 0.19/130

21.00 24.7 96 27.8 6.9 0.19/130

2-Feb-2011 06.00 23.1 99 25.1 6.9 0.19/130

09.00 27 79 25.2 6.9 0.19/130

12.00 31.4 60 26.4 6.9 0.19/130

15.00 30.2 66 26.4 6.9 0.19/130

18.00 26.8 82 26 6.9 0.19/130

21.00 25.5 89 26.1 6.9 0.19/130

3-Feb-2011 06.00 23.9 98 25.2 6.9 0.19/130

09.00 25.9 89 25.6 6.9 0.19/130

12.00 30 64 26.2 6.9 0.19/130

15.00 27.5 75 26.8 6.9 0.19/130

18.00 27.2 84 27 6.9 0.19/130

21.00 25.3 96 26.8 6.9 0.19/130

4-Feb-2011 06.00 23.8 97 25.5 6.9 0.19/131

09.00 26.8 82 25.8 6.9 0.19/131

11.00 28.2 71 26.1 6.9 0.19/131

15.00 25.5 91 25.8 6.9 0.19/131

18.00 25 91 25.6 6.9 0.19/131

21.00 23.6 99 25.4 6.9 0.19/131


(4)

37

09.00 27.6 78 25.2 6.9 0.19/131

12.00 30.5 65 26.1 6.9 0.19/131

15.00 28 69 26 6.9 0.19/131

18.00 26.4 76 26.1 6.9 0.19/131

21.00 24.1 94 25.9 6.9 0.19/131

6-Feb-2011 06.00 23.2 98 25.2 6.9 0.19/131

09.00 24.6 95 25.4 6.9 0.19/131

13.00 32.4 51 26.8 6.9 0.19/131

15.00 30.1 56 27 6.9 0.19/131

18.00 27.2 75 26.6 6.9 0.19/131

21.00 24.6 97 26.4 6.9 0.19/131

7-Feb-2011 06.00 23.4 99 25.2 6.9 0.19/131

09.00 27.1 82 26 6.9 0.19/131

12.00 29.8 76 26.2 7 0.19/131

15.00 27.9 82 26 7 0.19/131

18.00 26.8 80 26.1 7 0.19/131

21.00 24.5 96 25.9 7 0.19/131

8-Feb-2011 06.00 23.1 99 24.9 7 0.19/131

09.00 27.2 82 25.1 7 0.19/131

12.00 31 60 26.6 7 0.19/131

15.00 31.8 59 27.2 7 0.19/131

18.00 27.5 76 27.3 7 0.19/131

21.00 24.9 94 27.1 7 0.19/131

9-Feb-2011 06.00 23.1 99 25.1 6.9 0.19/132

09.00 24.8 91 25.3 6.9 0.19/132

12.00 34.9 39 27.2 6.9 0.19/132

15.00 34.1 41 28.3 6.9 0.19/132

18.00 27.8 65 27.8 6.9 0.19/132

21.00 25.1 94 27.8 6.9 0.19/132

10-Feb-2011 06.00 23.2 98 25.1 6.9 0.19/132

09.00 27.8 78 25.3 6.9 0.19/132

12.00 32 52 26.1 6.9 0.19/132

15.00 30 66 26.2 6.9 0.19/132

18.00 28.2 78 26.2 6.9 0.19/132

21.00 24.6 93 26.3 6.9 0.19/132

11-Feb-2011 06.00 24.1 98 25.2 7.1 0.19/132

09.00 28.2 81 25.6 7.1 0.19/132

11.00 30.5 63 26.8 7.1 0.19/132

15.00 32.6 56 28.2 7.1 0.19/132

18.00 28.6 74 27.9 7.1 0.19/132

21.00 24.8 94 27.6 7.1 0.19/132

12-Feb-2011 06.00 23.6 98 25.9 7.1 0.19/132

09.00 27.2 82 26.2 7.1 0.19/132

12.00 33.2 55 27.9 7.1 0.19/132

15.00 31.1 59 28 7.1 0.19/132

18.00 28.3 66 27.6 7.1 0.19/132

21.00 24.6 97 27.7 7.1 0.19/132

13-Feb-2011 06.00 23.9 99 26.1 7.1 0.19/132

09.00 28.6 78 26.6 7.1 0.19/132

12.00 32.3 56 27.6 7.1 0.19/132

15.00 30.4 61 27.8 7.1 0.19/132

18.00 27.8 74 27.2 7.1 0.19/132

21.00 24.2 98 27.2 7.1 0.19/132


(5)

38

Lampiran 5. Aeator dan Ikan umur 3 minggu

Gambar. Aerator


(6)

39

Lampiran 6. DO meter