Tabel 2.1 Kondisi Perlakuan dengan NaOH pada Proses Deproteinisasi
Sumber Konsentrasi NaOH
N Suhu
o
C Lama Reaksi
Jam Udang
0,125 0,25
0,75 1,25
100 65
100 100
0,5 1
- 0,5
Kepiting 0,5
1,0 1,0
1,0 1,25
1,25 65
80 100
100 85 – 90
100 2
3 36
72 1,5 – 2,25
24 Lobster
2,5 1,0
1,25 2,5
Suhu kamar 100
80 – 85 100
72 60
1 2,5
Roberts,G.A.F, 1992.
Penggunaan enzim untuk memisahkan protein juga dilakukan dalam beberapa penelitian, diantaranya dengan pepsin, setelah didemineralisasi sebelumnya dengan
suatu zat. Perlakuan dengan enzim ini masih menyisakan protein sekitar 5 yang memerlukan proses lanjutan Roberts,G.A.F, 1992.
2.2.2 Demineralisasi
Proses demineralisasi bertujuan untuk memisahkan kitin dari CaCO
3
. Proses demineralisasi ini menggunakan berbagai pereaksi asam seperti HCl, HNO
3
, H
2
SO4
,
CH
3
COOH dan HCOOH. Umumnya menggunakan HCl 50 Roberts,G.A.F, 1992.
Tabel 2.2 Kondisi Perlakuan dengan HCl pada Proses Demineralisasi
Sumber Konsentrasi HCl
N Suhu
o
C Lama Reaksi
Jam Udang
0,275 0,5
1,25 1,57
Suhu Kamar Suhu Kamar
Suhu Kamar 20 22
16 -
1 1 – 3
Kepiting 0,65
1,0 1,0
1,57 2,0
11,0 Suhu Kamar
Suhu Kamar Suhu Kamar
Suhu Kamar Suhu Kamar
- 20
24 12
- 5
48 4
Lobster 1,57
2,0 2,0
Suhu Kamar Suhu Kamar
Suhu Kamar 11 – 14
5 48
Roberts,G.A.F, 1992.
2.2.3 Deasetilasi
Kitin yang diperoleh dari proses deproteinisasi dan demineralisasi tidak dapat larut dalam sebahagian besar pereaksi kimia. Untuk memudahkan kelarutannya, maka kitin
dideasetilasi dengan pelarut alkali menjadi kitosan. Setelah melalui proses deasetilasi maka daya absorbs kitin akan meningkat dengan bertambahnya gugus amino NH
3
yang terdapat di dalamnya Muzzarelli, 1997.
Proses deasetilasi kimiawi dilakukan untuk menghilangkan gugus asetil kitin melalui perebusan dalam larutan alkali konsentrasi tinggi. Hwang dan Shin 2000
menggunakan larutan NaOH 40 dalam proses deasetilasi kitin, pada suhu 70
o
C selama 6 jam yang menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi 92 . Derajat
deasetilasi kitosan tergantung dari konsentrasi alkali yang digunakan, lama reaksi, ukuran partikel kitin dan berat jenis Hwang dan Shin ,2000
Makin tinggi konsentrasi alkali yang digunakan makin rendah suhu atau makin singkat waktu yang diperlukan dalam proses ini.
2.3 Interaksi Kitosan Dengan Ion Logam
Muzzarelli 1977 menyatakan bahwa kitosan mengikat logam melalui pertukaran ion, penyerapan dan pengkhelatan. Ketiga proses tersebut bergantung pada ion logam
masing – masing.
Kemampuan kitosan untuk mengikat logam dengan cara pengkhelat adalah dihubungkan dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Kitosan
mempunyai kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini mempunyai sepasang elektron yang dapat membentuk ikatan – ikatan aktif dengan
kation – kation logam. Unsur nitrogen pada setiap monomer kitosan dikatakan sebagai gugus yang aktif berkoordinat dengan kation logam Hutahean,S.I, 2001.
2.4 Bentonit
Bentonit adalah istilah perdagangan untuk jenis lempung yang mengangung mineral monmorillonit lebih dari 85 yaitu suatu mineral hasil pelapukan, pengaruh
hydrothermal atau akibat transformasi adri tufa gelas yang diendapkan di dalam air dalam suasan alkali. Fragmen sisa pada umunya terdiri dari campuran mineral
kuarsakristobalit, feldsfar, kalsit, gypsum, kaolinit,plagioklas, illit dan sebagainya.
Bentonit dapat dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan kandungan alu-munium silikat hydrous, yaitu activated clay dan fullers Earth. Activated clay adalah lempung
yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Sementara itu, fullers earth digunakan didalam fulling
atau pembersih bahan wool dari lemak. Zulkarnaen, S. W dan D.H. Marmur. 1990.
Sedangkan berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Tipe Wyoming Na-bentonit – Swelling bentonite
Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering
berwarna putih atau cream, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal
mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ion- ion sodium Na+ Zulkarnaen, S. W dan D.H. Marmur. 1990
b. Mg, Ca-bentonit – non swelling bentonite
Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai sifat
menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal memiliki pH: 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium
dan magnesium. Dalam keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian minyak
goreng perlu aktivasi terlebih dahulu. Endapan bentonit Indonesia tersebar di P. Jawa, P. Sumatera, sebagian P. Kalimantan dan P. Sulawesi, dengan cadangan diperkirakan
lebih dari 380 juta ton, serta pada umumnya terdiri dari jenis kalsium Ca- bentonitBrady,1986
2.4.1 Proses Terjadinya Bentonit di Alam