2 Sastra lisan merupakan kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra
karena sastra lisan sebagai modal apresiasi sastra, sebab sastra lisan telah membimbing pendengar untuk melakukan apresiasi dan pemahaman gagasan.
Sastra lisan merupakan dasar komuikasi antara pencipta, masyarakat dan peminat cerita yang dalam arti bahwa karya atau ciptaan yang didasarkan pada karya sastra
akan lebih mudah untuk dipahami dan dihayati sebab unsur-unsurnya lebih mudah dikenal dan dilaksanakan oleh masyarakat.
Karya-karya sastra lisan tersebut telah banyak memberikan sumbangan yang berupa didaktis, filsafat, ilmu pengetahuan, dan lain-lain yang perlu diteliti
dan diangkat ke permukaan melalui buku-buku yang menyangkut kepada karya sastra lisan tersebut agar masyarakat lain yang belum mengetahui menjadi
mengenal. Banyak sastra lisan yang telah dibukukan, tetapi harus diakui juga masih banyak yang belum dibukukan. Sebagai suatu contoh sastra lisan Batak
Toba adalah cerita rakyat. Cerita rakyat adalah cerita pada zaman dahulu yang ada hubungannya
dengan peristiwa sejarah. Dengan segala kekurangan dan kelemahannya penulis mencoba mengangkat salah satu karya sastra berupa cerita rakyat. Misalnya cerita
Raja Sisingamangaraja I yang mengisahkan seorang raja yang adil dan bijaksana memimpin rakyatnya dan juga menjadi pemangku adat, budaya dan agama.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk menghindari pembahasan atau pembicaraan yang menyimpang dari permasalahan, penulis membatasi masalah agar pembahasan terarah dan
terperinci. Perumusan masalah sangat penting bagi pembuatan skripsi ini, karena
Universitas Sumatera Utara
3 dengan adanya perumusan masalah ini maka deskripsi masalah akan terarah
sehingga hasilnya dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Masalah merupakan suatu bentuk pertanyaan yang memerlukan penyelesaian atau
pemecahan. Bentuk perumusan adalah biasanya berupa kalimat pertanyaan yang menarik atau dapat mengubah perhatian.
Adapun masalah yang dibahas adalah : 1.
Bagaimana unsur intrinsik cerita Raja Sisingamangaraja I? 2.
Nilai-nilai sosiologi sastra apa saja yang terkandung dalam cerita Raja Sisingamangaraja I?
3. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Simamora terhadap cerita Raja
Sisingamangaraja I?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1.
Memaparkan unsur-unsur intrinsik pembentuk cerita Raja Sisingamangaraja I.
2. Menguraikan nilai-nilai sosiologi sastra yang terkandung dalam cerita Raja
Sisingamangaraja I. 3.
Memaparkan pandangan masyarakat Desa Simamora terhadap cerita Raja Sisingamangaraja I.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pembaca khususnya terhadap penulis untuk dijadikan sebagai :
1. Dokumentasi cerita rakyat pada Departemen Sastra Daerah FIB USU.
Universitas Sumatera Utara
4 2.
Sebagai apresiasi Sastra Daerah khususnya apresiasi Sastra Batak terhadapa prosa rakyat cerita rakyat.
3. Menyukseskan program pelestarian Sastra Daerah sebagai bagian dari
kebudayaan nasional. 4.
Menjadi sumber informasi bagi mahasiswa Departemen Sastra Daerah FIB USU.
1.5 Anggapan Dasar
Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu anggapan dasar. Menurut Arikunto 1996:65, “Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini
kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas”. Maksud kebenaran disini adalah apabila anggapan dasar tersebut dapat dibuktikan
kebenarannya. Karena itu, penulis berasumsi bahwa cerita ini masih ada dalam masyarakat Batak Toba dan mengingatkan kepada pembaca, khususnya pada
masyarakat Batak Toba supaya tidak memaksakan kehendaknya untuk melakukan
hal-hal yang tidak baik yang melanggar norma dan etika. 1.6 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.6.1 Letak Geografis Kecamatan Baktiraja
Kecamatan Baktiraja terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 2.231,9 Ha yang terletak pada titik
koordinat 2°16’- 2° 23’ LU- 98°47’- 98° 58’ BT. Kecamatan Baktiraja terletak pada 500 - 1.500 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Baktiraja sendiri
memiliki tujuh desa diantaranya adalah Desa Simamora, Siunongunong Julu, Sinambela, Simangulampe, Marbun Toruan, Marbun Tonga Marbun Dolok dan
Universitas Sumatera Utara
5 Tipang. Kecamatan Baktiraja adalah daerah yang menjadi tempat penelitian
tentang Cerita Raja Sisingamangaraja I. Jarak kantor Kecamatan Baktiraja ke kantor Bupati Humbang Hasundutan ±15 km dengan jumlah penduduk sekitar
7.639 jiwa. Kecamatan Baktiraja terletak dengan batas wilayah :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sitiotio Kab. Samosir.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Doloksanggul.
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pollung.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Muara Kab. Tapanuli
Utara. Data tersebut bersumber dari kecamatan Baktiraja kabupaten Humbang
Hasundutan
Universitas Sumatera Utara
6 PETA KECAMATAN BAKTIRAJA
1.6.2 Keadaan Penduduk
Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di Desa Simamora adalah suku Batak Toba yang telah lama mendiami desa tersebut. Desa Simamora merupakan
tanah ulayat marga Sinambela, Marbun, Simamora, Bakara, Sihite, dan Simanullang. Ke-6 kelompok marga tersebut membentuk satu kesatuan
masyarakat adat yang dinamai sionom ompu onom= enam; ompu= leluhur. Sedangkan marga yang lain adalah marga pendatang yang bermukim di Desa
Simamora. Kelompok marga tersebut adalah suku Batak Toba yang merupakan bagian dari suku Batak. Penduduk yang berada di Desa Simamora rata-rata mata
pencahariannya adalah bertani. Produk pertanian unggulan di desa ini adalah padi, kopi, bawang merah. Namun sebahagian kecil masyarakat yang tinggal di
Universitas Sumatera Utara
7 pinggiran danau Toba juga yang bekerja sebagai nelayan. Namun demikian, tidak
sedikit juga masyarakatnya yang bekerja pada instansi pemerintahan.
1.6.3 Budaya Masyarakat
Penduduk Desa Simamora mayoritas suku Batak Toba yang telah lama mendiami Baktiraja, dan terkenal akan budaya Batak Tobanya. Masyarakat Desa
Simamora dapat dikatakan homogen, karena berasal dari satu suku yaitu suku Batak Toba yang mempunyai ciri khas pada budaya masyarakatnya.
1.6.3.1 Adat istiadat Masyarakat
Struktur masyarakat Batak Toba dikenal dengan sebutan dalihan na tolu, yang terdiri atas tiga makna yakni somba marhula-hula, manat mardongan tubu,
elek marboru. Dari falsafah dalaihan na tolu di atas, masyarakat Batak Toba menjalankan itu sebagai aturan dan norma dalam kehidupan sehari-hari. Selain
itu, hubungan kekerabatan yang di miliki masyarakat sangat erat . Masyarakat Desa Simamora secara khusus dalam kehidupan sehari-hari
memakai bahasa Batak Toba karena lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi sesama suku Batak Toba,
senantiasa berlangsung dalam hidup sehari-hari, misalnya dalam upacara adat, kebaktian gereja, rapat penatua adat. Dengan kata lain, bahasa daerah dipakai
dalam membicarakan hal-hal yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama, dalam percakapan sehari-hari, termasuk dalam sastra lisan dan tulisan.
Universitas Sumatera Utara
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan Yang Relevan
Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan
masalah dalam suatu penelitian, paparan atau konsep-konsep tersebut bersumber dari pendapat para ahli, emperisme pengalaman penelitian, dokumentasi, dan
nalar penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku
tentang sastra dan sosiologi sastra. Selain itu digunakan sumber bacaan lainnya tentang cerita Raja Sisingamangaraja I.
2.1.1 Pengertian Sastra
Banyak ahli mendefinisikan pengertian sastra sebagai berikut. Wellek dan Warren 1986:3 mengatakan, sastra adalah suatu kegiatan
kreatif dan sebuah kegiatan seni. Teeuw 1984:23 mengatakan, kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal
dari bahasa Sansekerta. Akar kata sas- dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, dan memberikan petunjuk atau intruksi. Akhiran tra-
biasanya menunjukkan alat dan suasana. maka sastra dapat berarti alat untuk mengajar atau buku petunjuk.
Universitas Sumatera Utara
9 Damono 2003:1 mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran
kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar
masyarakat dengan orang-seorang, antar manusia, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang.
Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra adalah pantulan hubungan seseorang
dengan orang lain atau dengan masyarakat dan menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu.
` Sumardjo dan Saini 1984:3 mengatakan, sastra adalah ungkapan pribadi
manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat keyakinan dalam bentuk konkrit yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Keseluruhan definisi sastra di atas adalah berdasarkan persepsi masing- masing dan sifatnya deskriptif, pendapat itu berbeda satu dengan yang lain.
Masing-masing ahli menekankan aspek-aspek tertentu. Namun yang jelas, definisi tersebut dikemukakan dengan prinsip yang sama yaitu manusia, seni, dan
lingkungan. Manusia menggunakan seni sebagai pengungkapan segi-segi kehidupan. Ini suatu kreatif bagi manusia yang mampu menyajikan pemikiran dan
pengalaman hidup dengan bentuk seni sastra. Dari beberapa batasan yang diuraikan di atas dapat disebut beberapa unsur
batasan. Unsur-unsur itu adalah isi sastra berupa pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, semangat kepercayaan, dan yang lainnya. Ekspresi atau ungkapan adalah
upaya untuk mengeluarkan sesuatu dari dalam diri manusia. Bentuk diri manusia
Universitas Sumatera Utara
10 dapat diekspresikan keluar dalam berbagai bentuk, sebab tanpa bentuk tidak akan
mungkin isi disampaikan kepada orang lain. Ciri khas pengungkapan bentuk pada sastra adalah bahasa. Bahasa adalah bahan utama untuk mewujudkan ungkapan
pribadi didalam suatu bentuk yang indah.
2.1.2 Pengertian Sosiologi
Secara etimologi, sosiologi berasal dari dua kata yaitu Socius dan Logos. Socius berarti kawan, dan Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi jika dilihat dari
asal katanya, maka sosiologi itu berarti berbicara tentang masyarakat, atau dengan perkataan lain ilmu yang memperbincangkan tentang masyarakat.
Kata sosiologi adalah istilah yang mempunyai hubungan erat dengan masyarakat. Sosiologi pada dasarnya mempelajari kesatuan hidup manusia yang
terbentuk hubungan antara manusia dengan kelompok-kelompok lain. Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang sistematis
tentang kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan manusia- manusia lainnya yang secara umum disebut masyarakat. Sosiologi di sisi lain
sebagai ilmu berbicara tentang aspek-aspek kemasyarakatan selalu dapat dimanfaatkan untuk membicarakan sebuah karya satra.
Nilai-nilai sosiologi pada sebuah cerita dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Ilmu sosiologi digunakan untuk masyarakat itu
sendiri dan diciptakan oleh masyarakat demi terjalinnya hubungan yang harmonis antara satu anggota masyarakat dengan yang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
11 Sesuai dengan penjelasan diatas, kita dapat mengetahui nilai-nilai
sosiologis sebuah cerita berdasarkan zamannya. Perubahan zaman dapat mengubah asumsi masyarakat mengenai nilai-nilai sosiologisnya.
Soekanto, 1982:12 mengemukakan sosiologi disebut sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah memenuhi persyaratan suatu ilmu
pengetahuan yakni: 1.
Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan observasi dengan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat
spekulatif. 2.
Sosiologi bersifat teoritis, ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstrak dari hasil-hasil observasi tersebut sehingga merupakan
kerangka pada unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat.
3. Sosiologi bersifat kumulatif, yang berarti bahwa teori-teori yang sudah ada
diperbaiki dan diperluas. 4.
Sosiologi bersifat non-etnis, karena tidak mempersoalkan baik buruk fakta melainkan hanya memperjelaskan fakta.
Menurut Laursen 1972 dalam Fananie 2000:133 terdapat tiga perspektif yang berkaitan dengan sosiologi sastra yaitu:
1. Perspektif yang memandang sastra sebagai dokumen sosiologi yang
didalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan.
2. Perspektif yang mencerminkan situasi sosial penulisnya.
Universitas Sumatera Utara
12 3.
Model yang dipakai karya sastra tersebut sebagai manifestasi dari kondisi sosial budaya atau peristiwa sejarah.
Sosiologi dalam kehidupan masyarakat dapat diartikan sebagai ilmu atau kelompok pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan manusia dalam
hubungannya dengan manusia-manusia lainnya serta proses pembudayaannya. Ilmu sosiologi dapat dipergunakan masyarakat untuk mencari tentang nilai-nilai
sosiologi dalam sebuah cerita dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Seperti yang diuraikan diatas bahwa dalam mencari nila-nilai
sosial dalam sebuah cerita, dapat digunakan sebuah perspektif yang mencerminkan situasi sosial penulisnnya. Perspektif sebagai cerminan status
sosial dapat digambarkan bagaimana status sosial penulis dalam situasi cerita itu terjadi, sehingga dapat menyampaikan nilai-nilai sosial yang harus dipahami oleh
pembaca terlebih kepada masyarakat penganutnya.
2.1.3 Pengertian Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertitik tolak pada pengarang. Menurut Semi, 1984:52, “Sosiologi sastra merupakan bagian mutlak
dari kritik sastra, ia mengkhususkan diri dalam menelaah sastra dengan memperhatikan segi-segi sosial kemasyarakatan. Produk ketelaahan itu dengan
sendirinya dapat digolongkan ke dalam produk kritik sastra”. Sedangkan Ratna 2003:25 mengatakan, “Sosiologi sastra adalah penelitian terhadap karya sastra
dan keterlibatan struktur sosialnya”. Wellek dan Warren dalam Semi, 1989:178 mengatakan, “Bahwa sosiologi sastra yakni mempermasalahkan suatu karya sastra
yang menjadi pokok, alat tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan
Universitas Sumatera Utara
13 apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan”. Ada 3 pendekatan yang
digunakan dalam sosiologi sastra untuk megetahui nilai-nilai sosiologi karya satra yaitu sosiologi karya, sosiologi pebaca dan sosiologi pengarang.
Untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam skripsi ini, penulis menggunakan teori sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Wellek dan Werren
dalam Semi, 1986:53 mengatakan, “Sosiologi sastra yaitu mempermasalahkan suatu karya sastra yang menjadi pokok, alat tentang apa yang tersirat dalam karya
sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan”.
2.1.4 Pengertian Cerita Rakyat
Cerita rakyat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan budaya suatu komunitas. Hampir dapat dipastikan bahwa tak ada satu pun
komunitas yang tidak memiliki cerita rakyat, baik yang berupa legenda, mitos, atau pun sekedar dongeng belaka.
Cerita rakyat adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya
dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Cerita rakyat merupakan cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai sesuatu yang benar-
benar terjadi. Menurut Prasetya, 1991:41 bila mempelajari dengan seksama, ternyata
cerita rakyat yang hidup di kalangan masyarakat itu memiliki fungsi bermacam- macam. Setidaknya cerita rakyat memiliki tiga fungsi, yaitu 1 fungsi hiburan, 2
fungsi pendidikan, dan 3 fungsi penggalang kesetiakawanan sosial.
Universitas Sumatera Utara
14 Cerita rakyat jelas merupakan suatu bentuk hiburan. Dengan
mendengarkan cerita rakyat sepeti dongeng, mite atau legenda, kita sekan-akan diajak berkelana ke alam lain yang tidak kita jumpai dalam pengalaman hidup
sehari-hari. Para penuturnya pun sering mempunyai kecenderungan untuk mengembangkan cerita yang pernah didengarnya dengan jalan menuturkan
fantasinya sendiri. Dengan demikian cerita itu pada satu pihak menyebar secara luas di kalangan masyarakat dalam bentuk dan isi yang relatif tetap karena
kuatnya si penutur pada tradisi, tetapi pada lain pihak juga banyak mengalami perubahan, karena hasratnya untuk menyalurkan angan-angannya serta
citarasanya sendiri. Dengan gaya penuturan sendiri pula. Hal yang terakhir inilah yang menjadi salah satu sebab lahirnya versi-versi baru dari cerita rakyat. Dan
justru perubahan dari para penutur yang kemudian itulah cerita rakyat dapat mempertahankan kelestarian hidupnya.
Fungsi Cerita rakyat selain sebagai hiburan juga berfungsi sebagai sarana pendidikan. Sesungguhnya orang yang bercerita pada dasaranya ingin
menyampaikan pesan atau amanat yang dapat bermanfaat bagi watak dan kepribadian para pendengarnya. Tetapi jika pesan itu disampaikan secara
langsung kepada orang yang hendak dituju sebagai nasehat, maka daya pukau dari apa yang disampaikan itu menjadi hilang. Jadi pesan atau nasehat itu akan lebih
mudah diterima jika dijalin dalam cerita yang mengasyikkan, sehingga tanpa terasa para pendengarnya dapat menyerap ajaran-ajaran yang terkandung dalam
cerita itu sesuai dengan taraf dan tingkat kedewasaan jiwanya masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
15 Cerita rakyat juga memiliki fungsi sebagai penggalang rasa kesetia-
kawanan diantara warga masyarakat yang menjadi pemilik cerita rakyat tersebut. Di atas telah dijelaskan bahwa cerita rakyat itu lahir ditengah masyarakat tanpa
diketahui lagi siapa yang menciptakan pertama kali. Fungsi lain lagi dari cerita rakyat adalah sebagai pengokoh nilai-nilai
sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat. Dalam cerita rakyat terkadang ajaran-ajaran etika dan moral bisa dipakai sebagai pedoman bagi masyarakat. Di
samping itu di dalamnya juga terdapat larangan dan pantangan yang perlu dihindari. Cerita rakyat bagi warga masyarakat pendukungnya bisa menjadi
tuntunan tingkah laku dalam pergaulan sosial.
2.2 Teori yang Digunakan
Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria Yunani, berarti kebulatan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah
teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.
Pengertian teori menurut Pradopo, dkk 2001:35 ialah, “seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai wahana untuk
meramalkan atau menjelaskan suatu fenomena”. Untuk menjawab permasalahan yang muncul dalam skripsi ini, penulis akan menggunakan teori struktural yaitu
dengan melihat unsur-unsur intrinsiknya dari segi tema, alur, perwatakan, dan latar serta menggunakan teori sosiologi sastra yaitu dengan melihat unsur-unsur
ekstrinsiknya, dalam hal ini akan dibatasi yakni hanya melihat nilai-nilai sosiologisnya saja.
Universitas Sumatera Utara
16
2.2.1 Teori Struktural
Untuk melihat unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra diterapkan teori struktural. Teori struktural diharapkan mendapatkan sesuatu hasil yang
optimal dari karya sastra yang akan dianalisis. Teew 1984:135 berpendapat, “Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat
keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama- sama menghasilkan makna menyeluruh”.
Berdasarkan pendapat di atas, teori struktural adalah pendekatan yang bertujuan untuk menganalisis karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang
membangun karya tersebut dalam suatu hubungan antara unsur pembentuknya. Pada dasarnya penelitian struktur, yaitu suatu penelitian yang membahas
unsur-unsur karya sastra. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur, latar, dan penokohan yang terdapat dalam cerita Raja Sisingamangaraja I.
1. Tema
Staton 1965:88, tema adalah makna yang dikandung sebuah cerita. Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang
terkandung dalamnya menyangkut persamaan dan perbedaan. Kemudian Fananie 2000:84 mengatakan, “Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang
yang melatarbelakangi karya sastra”. Selanjutnya Sudjiman 1978:74, “Tema adalah gagasan, ide atau pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap
ataupun yang tidak terungkap”. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
pengertian tema adalah gagasan pokok yang mendasari cerita dan memiliki
Universitas Sumatera Utara
17 kedudukan yang dominan sehingga dapat mempersatukan unsur secara bersama-
sama membangun sebuah karya sastra.
2. Alur atau Plot
Semi 1984:45, “Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interksi khusus sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”. Alur atau plot terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa-peristiwa yang disebabkan sesuatu dengan tahapan-
tahapan yang melibatkan konflik atau masalah. Alur atau plot terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa-peristiwa
yang disebabkan sesuatu dengan tahapan-tahapan yang melibatkan konflik atau masalah.
Alur dalam cerita dapat dibagi atas beberapa bagian, seperti yang dikemukakan oleh Lubis 1981: 17, yaitu:
1. “Pengarang mulai melukiskan suatu keadaan situation
2. Peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak generating circumtances
3. Keadaan mulai memuncak rising action
4. Peristiwa mencapai puncak climax
5. Pengarang memberikan pemecahan soal dalam semua peristiwa
denoument”
3. Latar atau Setting
Daryanto 1997:35, latar atau setting adalah jalan aturan memanjang rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam karya fiksi. Selanjutnya, Sumarjo
dan Saini 1991:76, menjelaskan bahwa setting bukan hanya berfungsi sebagai
Universitas Sumatera Utara
18 latar yang bersifat fisikal untuk memuat sesuatu cerita menjadi logis. Latar juga
memiliki unsur psikologis sehingga latar mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek
kejiwaan pembacanya. Latar atau setting adalah tempat-tempat kejadian suatu peristiwa atau
kejadian di dalam penceritaan karya sastra. Latar bukan hanya berupa daerah atau tempat namun waktu, musim peristiwa penting dan bersejarah, masa
kepemimpinan seseorang di masa lalu.
4. Perwatakan Penokohan
Perwatakan atau karakter kadang-kadang disebut juga penokohan. Perwatakan penokohan adalah salah satu unsur intrinsik dari sebuah unsur-unsur
yang membangun fiksi. Dalam sebuah karya sastra, alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan alur meyakinkan watak-watak atau tokoh-
tokoh beraksi dan bereaksi. Hubungan perwatakan dan alur menjadi penting karena perwatakan adalah sifat menyeluruh yang disorot, termasuk perasaan,
keinginan, cara berpikir, dan cara bertindak. Bangun, dkk 1993:21, “Perwatakan tokoh cerita dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu aspek psikologis,
fisiologis, dan sosiologis. Perwatakan adalah karakter dari tokoh. Dalam hal ini pengertian sifat atau
ciri khas yang terdapat pada diri tokoh yang dapat membedakan antara satu tokoh dengan yang lainnya. Gambaran watak tokoh dapat diketahui melalui apa yang
diperankan dalam cerita tersebut kemudian jalan pikirannya serta bagaimana penggambaran fisik tokoh.
Universitas Sumatera Utara
19 Setiap cerita mempunyai tokoh dimana tokoh itu dianggap sebagai
pembentuk peristiwa alur dalam cerita. Oleh karena itu, setiap tokoh mempunyai watak tersendiri yang dapat dianalisis dan diramalkan secara analisis yaitu dapat
diterangkan secara langsung watak tokohnya, sedangkan secara dramatik yaitu dapat diterangkan secara tidak langsung tetapi mungkin melalui tindakannya dan
lain-lain. Aspek perwatakan karakter merupakan imajinasi pengarang dalam membentuk suatu personalita tertentu dalam sebuah karya sastra. Pengarang
sebuah karya sastra harus mampu menggambarkan diri seseorang tokoh yang ada dalam karyanya.
2.2.2 Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi merupakan istilah yang memiliki kaitan dengan masyarakat. Menurut Swingewood 1972:11, sosiologi merupakan pendekatan ilmiah yang
menekankan analisis secara objektif tentang manusia dalam masyarakat, dan proses-proses sosial. Sementara sastra pada dasarnya juga menyoroti kehidupan
masyarakat, adaptasi masyarakat terhadap kehidupannya, dan rasa ingin mengubah kehidupannya.
Selanjutnya dalam menganalisis Cerita Raja Sisingamangaraja I tersebut digunakan teori sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Ratna 2004:339 model
analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat dapat dilakukan meliputi tiga macam yaitu :
1 “Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya
sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang
Universitas Sumatera Utara
20 pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek ekstrinsik, model
hubungan yang terjadi disebut refleksi. 2
Sama dengan di atas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antar struktur. Bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang
bersifat dialektika. 3
Menganalisis karya dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu, dilakukan oleh disiplin tertentu”.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis yang pertama yakni dengan menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya
sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi sebelumnya.
Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra adalah termasuk unsur-unsur budaya. Unsur-unsur budaya yang dimaksud yakni :
a. Unsur Sistem Sosial
Sistem sosial meliputi sistem kekeluargaan, sistem politik, sistem pendidikan, dan sistem undang-undang. Struktur dalam setiap sistem ini dikenal
sebagai institusi sosial, yaitu cara manusia yang hidup berkelompok mengatur hubungan antara satu dengan yang lainnya dalam jalinan bermasyarakat.
b. Sistem Nilai Ide
Sistem nilai dan ide yaitu sistem yang memberi makna kepada kehidupan masyarakat, bukan saja terhadap alam sekitar bahkan juga terhadap falsafah hidup
masyarakat itu. Sistem nilai juga menyangkut upaya bagaimana kita menentukan
Universitas Sumatera Utara
21 sesuatu lebih berharga dari yang lain. Sementara sistem ide merupakan
pengetahuan dan kepercayaan yang ada dalam masyarakat. c.
Peralatan Budaya Peralatan budaya yaitu penciptaan material yang berupa perkakas dan
peralatan yang diperlukan untuk menunjang keperluan.
Universitas Sumatera Utara
22
BAB III METODE PENELITIAN
Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; logos artinya ilmu pengetahuan. Sudaryanto
1982:2, “Metodelogi adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”.
Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian
adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai suatu pemahaman.
3.1 Metode Dasar
Metode yang dipergunakan dalam penganalisaan ini adalah metode analisis deskriptif dengan tehnik penelitian lapangan. Metode ini dilakukan agar
dapat menyajikan dan menganalisis data secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerahnya.
Tujuan metode deskriptif ialah membuat pembahasan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerah tetentu.
Secara harafiah, metode deskriptif adalah penelitian yang dimaksud dengan memaparkan secara lebih rinci hubungan antara suatu objek tertentu dengan
populasi yang ada di daerah tersebut, demikian juga halnya dengan cerita Raja Sisingamangaraja I kepada masyarakatnya serta nilai-nilai sosial yang terkandung
didalamnya.
Universitas Sumatera Utara
23
3.2 Lokasi Penelitian