Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Rakyat Batu Sigadap

(1)

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TERHADAP CERITA

RAKYAT BATU SIGADAP

SIKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O L E H

NAMA : JAPATAR K. PURBA NIM : 090703006

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH PROGRAM STUDI SASTRA BATAK MEDAN


(2)

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TERHADAP

CERITA RAKYAT BATU SIGADAP

SIKRIPSI SARJANA O

L E H

NAMA : JAPATAR K. PURBA NIM : 090703006

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Drs. Sumurung Simorangkir, SH.MPd. Dra. Asni Barus, M.Hum. NIP. 195609111986101001 NIP. 195904271987022001

Disetujui Oleh: Departemen Sastra Daerah

Ketua

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. NIP. 196207161988031002


(3)

Disetujui Oleh:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

Medan, Juni 2014

Departemen Sastra Daerah, Ketua,

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. NIP. 196207161988031002


(4)

PENGESAHAN

Diterima Oleh:

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian SARJANA SASTRA dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Daerah pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada : Hari : Tanggal :

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan,

(...) NIP:

Panitia Ujian :

No. Nama Tanda Tangan

1. (...)

2. (...)

3. (...)

4. (...)

5. (...)


(5)

ABSTRAK

Japatar K. Purba, 2014. Judul Sikripsi: Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Rakyat Batu Sigadap di Desa Silalahi, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Terdiari dari 5 bab.

Dalam penelitian ini, penulis membahas ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TERHADAP CERITA RAKYAT BATU SIGADAP. Masalah penelitian ini difokuskan dalam rumusan masalah. Cerita rakyat Batu Sigadap merupakan salah satu bentuk cerita yang dimiliki masyarakat Batak Toba, tepatnya yang berada di Desa Silalahi, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur intrinsik cerita rakyat Batu Sigadap di desa Silalahi, untuk mengetahui nilai-nilai sosiologi sastra cerita rakyat Batu Sigadap, mengetahui pandangan masyarakat desa Silalahi terhadap cerita rakyat Batu Sigadap. Susunan cerita dan peristiwa yang terjadi di dalam cerita rakyat Batu Sigadap, secara terstruktur dan diterjemahkan menjadi sebuah cerita serta menggali nilai budaya didalamnya.

Adapun unsur-unsur intrinsik yang ada dalam cerita ini meliputi: tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan atau penokohan. Cerita rakyat Batu Sigadap, dianggap sebagai hakim di masyarakat Silalahi dan dipercayai memiliki kesaktian untuk mengetahui kebenaran. Berdasarkan penelitian ini, hingga kini Batu Sigadap masih ditakuti dan dipercayai, dan dikeramatkan oleh masyarakat Silalahi.


(6)

ab\s\t\rak\

jptr\kpR\b2014JdL\sikirpi\sianlissi\sosiaologiss\t

ertre\hdp\seritrk\yt\bTsigdp\didessillhikecmtn\sil

hisB<n\kBptne\dIritre\diridri5bb\

dlm\penelitian\InipeNlsi\mme\bhs\anlissi\sosiaolog

iss\tertre\hdp\seritrk\yt\bTsigdp\mslh\penelitian\

InidipokS\kn\dlm\RMsn\mslh\seritrk\yt\bTsigdp\meRp

kn\slh\sTbne\tK\serity^dimilikimsiyrkt\btk\tobtept

\[berddidessillhikesmtn\silhisB<n\kBptne\dIripenel

itian\Inibre\Tjan\aN\tK\me<etHIsiTrK\tR\ani\terni\

ski\seritrk\yt\bTsigdp\didessillhiaN\tK\me<etHInil

InilIsosiaologiss\terseritrk\yt\bTsigdp\me<etHIpn\

d<n\msiyrkt\dessillhitre\hdp\seritrk\yt\bTsigdp\SS

nn\seritdn\persi\tiwy^tre\jdididlm\seritrk\yt\bTsi

gdp\sesrtre\siTrK\tR\dn\ditre\jemh\kn\mne\jdiseBah

\seritsr\tme^glinilIBdydidlm\[

adpN\aN\sR\aN\sR\ani\terin\ski\y^addlm\seritInimel

iPtitemalR\atUpelto\ltr\atUste\ti^dn\pre\wtkn\atUp

enokohn\seritrk\yt\bTsigdp\dia^gp\sebgihkmi\dimsiy

rkt\dessillhidn\dipre\syImemilikikesk\tiyn\aN\tK\m

e<etHIkebenrn\br\dsr\kn\penelitiyn\Inihi^gkinibTsi


(7)

gdp\mshi\ditKtidn\dipre\syIdn\dikermt\knaolhe\msiy

rkt\sillhi


(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan berkat sehingga saya dapat menyelesaikan sikripsi ini. Adapun judul sikripsi ini adalah Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Rakyat Batu Sigadap.

Sikripsi ini berisi uraian dari penelitian yang penulis lakukan terhadap cerita rakyat Batu Sigadap. Adapun tujuan penulisan sikripsi ini adalah untuk memenuhi syarat menempuh ujian sarjana dalam bidang Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Sikripsi ini terdiri dari lima bab dan kemudian bab-bab tersebut dibagi lagi atas subbab agar uraiannya lebih terperinci dan tampak lebih jelas.

Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, anggapan dasar, dan gambaran umum tentang masyarakat desa Silalahi.

Bab II merupakan kajian pustaka yang mencakup kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan.

Bab III merupakan metodologi penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi penelitian, instrument penelitian metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

Bab IV pembahasan mengenai isi cerita yang di dalamnya terdapat unsur-unsur intrinsik, dan nilai-nilai sosiologis.


(10)

Penulis menyadari bahwa sikripsi ini masih jauh dari sempurna, karena ilmu penulis sangat minim. Tak lupa saya mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada dosen yang selalu membimbing saya, selama pendidikan dan perkuliahan maka sikripsi ini dapat penulis selesaikan sebagaimana mestinya. Untuk itu, mengharapkan kritik yang membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan sikripsi ini.

Atas segala bantuan, saya ucapkan terimakasih dan semoga sikripsi ini berguna bagi pembacanya.

Medan, Mei 2014 Penulis,

Japatar K. Purba Nim: 090703006


(11)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga sikripsi ini dapat selesai. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan sikripsi ini banyak pihak yang telah memberikan saran, dukungan, dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1.

Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku Ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun menyelesaikan sikripsi ini.

3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum., selaku sekretaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan nasihat, dan dukungan dalam menyelesaikan sikripsi ini. 4. Bapak Drs. Sumurung Simorangkir, SH.M.Pd., selaku dosen pembimbing

I penulis, yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan sikripsi ini.


(12)

5. Ibu Dra. Asni Barus, M.Hum., selaku dosen pembimbing II penulis, yang selalu mendukung dan membimbing penulis dalam menyelesaikan sikripsi ini.

6. Bapak Drs. Jamorlan Siahaan, M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik penulis selama menjalani perkuliahan di Universitas Sumatera Utara. Terimakasih atas waktu, saran dan pengetahuan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan sikripsi ini.

7. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang istimewa kepada kedua orang tua saya Ayahanda E. Purba dan Ibunda T. Br Situmorang yang telah merawat, mendidik dan membesarkan penulis hingga bisa menempuh pendidikan kejenjang perkuliahan. Doa mereka senantiasa mengiringi langkah dalam mewujudkan cita-cita penulis. Sungguh besar pengorbanan yang diberikan tak dapat penulis membalasnya. Sinar kasih sayang setiap saat terpancar sikap mereka benar-benar suluh dalam menerangi hati penulis dalam menempuh studi ini. Begitu juga kepada seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dan juga doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan perkuliahan ini, kiranya Bapa yang disurgalah nantinya yang akan membalasnya.

8. Begitu juga kepada seluruh informan yang ada di Kecamatan Silahisabungan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan informasi tentang sikripsi ini.

9. Kepada sahabat-sahabat terbaikku stambuk 2009, Hotmaida Sinaga, Dewi Kusuma Nasution, Nikson F. Sihombing, Jainal Purba, Fitri Rahmadani Syahfitri, S.S., dll. Sahabat baik stambuk 2010, Fernando Sinaga, Hariyati


(13)

Manullang, Jenri Kanser, Rio Sihombing, Daniel Pasaribu serta adik-adik junior lainnya.

10.Semua yang tergabung dalam anggota IMSAD, rekan FIB, dan juga teman sekampus lainnya yang telah memberikan dorongan dan membantu penulis dalam studi, dan penyusunan sikripsi ini.

11.Penulis juga mengucapkan terimakasih yang istimewa Kepada Corry Maharani Sinaga, AmKeb., yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian sikripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak baik di Medan maupun diluar kota Medan telah membantu penulis. Pada kesempatan ini penulis memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa kiranya pertolongan yang mereka berikan, dan tidak mungkin penulis balas, kiranya Tuhanlah yang akan membalasnya kepada mereka sebagaimana layaknya.

Penulis,

Japatar K. Purba Nim: 090703006


(14)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Peneltian ... 4

1.5 Anggapan Dasar ... 5

1.6 Gambaran Umum Tentang Masyarakat Desa Silalahi ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ... 8

2.1.1 Pengertian Sastra ... 8

2.1.2 Pengertian Sosiologi ... 9

2.1.3 Pengertian Sosiologi Sastra ... 10

2.2 Teori Yang Digunakan ... 11

2.2.1 Teori Struktural ... 12

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Metode Dasar ... 19


(15)

3.3 Instrumen Penelitian ... 19

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 20

3.5 Metode Analisis Data ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Unsur Intrinsik Cerita Batu Sigadap ... 21

4.1.1 Tema ... 21

4.1.2 Alur atau Plot ... 23

4.1.3 Latar atau Setting ... 33

4.1.4 Perwatakan ... 38

4.2 Analisis Nilai-Nilai Sosiologi Sastra Cerita Batu Sigadap ... 42

4.2.1 Sistem Kekerabatan ... 42

4.2.2 Tanggung Jawab ... 44

4.2.3 Kasih Sayang ... 46

4.2.4 Pertentangan ... 47

4.3 Pandangan Masyarakat Desa Silalahi Terhadap Cerita Batu Sigadap ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

Lampiran 1. Sinopsis Cerita Rakyat Batu Sigadap ... 56

Lampiran 2. Daftar Gambar Hasil Penelitian ... 65

Lampiran 3. Daftar Pertanyaan ... 69


(16)

Lampiran 5. Surat Ijin Melakukan Penelitian Dari Kampus ... Lampiran 6. Surat Keterangan Ijin Penelitian Dari Kepala Desa ...


(17)

ABSTRAK

Japatar K. Purba, 2014. Judul Sikripsi: Analisis Sosiologi Sastra Terhadap Cerita Rakyat Batu Sigadap di Desa Silalahi, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Terdiari dari 5 bab.

Dalam penelitian ini, penulis membahas ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TERHADAP CERITA RAKYAT BATU SIGADAP. Masalah penelitian ini difokuskan dalam rumusan masalah. Cerita rakyat Batu Sigadap merupakan salah satu bentuk cerita yang dimiliki masyarakat Batak Toba, tepatnya yang berada di Desa Silalahi, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur intrinsik cerita rakyat Batu Sigadap di desa Silalahi, untuk mengetahui nilai-nilai sosiologi sastra cerita rakyat Batu Sigadap, mengetahui pandangan masyarakat desa Silalahi terhadap cerita rakyat Batu Sigadap. Susunan cerita dan peristiwa yang terjadi di dalam cerita rakyat Batu Sigadap, secara terstruktur dan diterjemahkan menjadi sebuah cerita serta menggali nilai budaya didalamnya.

Adapun unsur-unsur intrinsik yang ada dalam cerita ini meliputi: tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan atau penokohan. Cerita rakyat Batu Sigadap, dianggap sebagai hakim di masyarakat Silalahi dan dipercayai memiliki kesaktian untuk mengetahui kebenaran. Berdasarkan penelitian ini, hingga kini Batu Sigadap masih ditakuti dan dipercayai, dan dikeramatkan oleh masyarakat Silalahi.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh berbagai suku,golongan, dan lapisan masyarakat. Mengingat hal itu, sudah barang tentu menghasilkan berbagai budaya, adat istiadat, dan karya sastra yang berbeda. Namun dengan lahirnya Negara Republik Indonesia dapat memberikan rasa persatuan dan kesatuan atas budaya, adat istiadat, bahasa, dan sastra yang berbeda dengan dasar Bhineka Tunggal Ika.

Dengan kehidupan berbangsa yang satu, semua suku bangsa Indonesia pada umumnya memiliki perbedaan yang dimaksud adalah bahasa, sastra, dan budaya. Masing-masing perbedaan yang terdapat dalam suku bangsa itu tetap dijaga, dan dipelilhara demi perkembangan ilmu bahasa, sastra, dan budaya.

Sastra memiliki nilai budaya yang tercermin dalam pemberian arti aspek pada berbagai perilaku atau tindakan antar individu maupun golongan secara utuh.Perkembangan sastra Indonesia secara keseluruhan tidak terlepas dari masalah kesusteraan daerah, karena sastra daerah adalah salah satu modal untuk memperkaya dan memberikan sumbangan terhadap sastra Indonesia.

Sastra daerah merupakan bagian dari kebudayaan yang mempunyai tujuan membantu manusia untuk menyikapkan rahasia, memberi makna ekstensinya, serta untuk membuka jalan kebenaran, karena sastra merupakan jalan keempat menuju kebenaran disamping agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan.


(19)

Pada prinsipnya nilai budaya suatu etnis yang ada di Indonesia dapat dilihat dari kebudayaan daerah yang memiliki ciri khas tertentu. Kebudayaan daerah itu dapat diketahui melalui prosa rakyat daerah yang merupakan bagian foklor.

Cerita rakyat merupakan suatu konvensi tersendiri dikalangan masyarakat pemiliknya, karena dianggap sebagai refleksi kehidupannya baik dari dari segi moral, edukasi, ritual, dan struktur sosialnya. Namun seperti diketahui pada umumnya cerita prosa rakyate yang ada pada berbagai etnis di Indonesia tidak diketahui siapa pengarangnya.

Secara garis besar sastra terbagi atas dua bagian yaitu satra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan dalam penyampaiannya adalah disampaikan dari mulut ke mulut yang merupakan warisan budaya yang turun- temurun dan mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan. Misalnya mitos, dongeng, cerita rakyat (turi-turian), mantra (tabas), dan lain-lainnya.

Kajian sastra lisan dapat memfokuskan pada dua golongan besar, yaitu: 1) Sastra lisan primer, yaitu sastra lisan dari sumber asli, misalnya dari

pendongeng atau pencerita.

2) Sastra lisan sekunder, yaitu sastra lisan yang telah disampaikan menggunakan alat eletronik.

Sastra lisan adalah karya yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Oleh karena penyebarannya dari mulut ke mulut, banyak sastra lisan yang memudar karena tidak dapat bertahan. Selain keterbatasan memori manusia dalam mengingat, perkembangan teknologi yang semakin canggih di era globalisasi dewasa ini ikut menggeser sastra lisan yang


(20)

pernah ada,termasuk sastra lisan masyarakat Batak Toba yang memiliki nilai budaya tinggi, yang seharusnya dapat dijaga kelestariannya.Batu Sigadap merupakan salah satu diantara sastra lisan Batak Toba.

Batu Sigadap merupakan batu peradilan bagi orang-orang yang bersalah, Batu Sigadap memiliki nilai teladan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan manusia. Batu Sigadap merupakan bentuk persidangan dalam masyarakat Silalahi yang menekankan aspek kejujuran, jika ada pihak yang bertikai akan dibawa pada Batu Sigadapuntuk menceritakan keadaan yang sebenarnya, jika ada pihak yang berbohong maka ia akan tergelatak (gadap), namun jika jujur dia akan selamat.

Pada kesempatan ini penulis menganalisis cerita Batu Sigadap, yang menjadi dokumen dan pengetahuan bagi generasi berikutnya.

1.2Rumusan Masalah

Perumusan masalah sangat penting bagi pembuatan skripsi ini, karena dengan adanya perumusan masalah maka deskripsi masalah akan terarah sehingga hasilnya dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Masalah merupakan suatu bentuk pertanyaan atau pernyataan yang memerlukan penyelesaian atau pemecahan. Bentuk perumusan masalah biasanya berupa kalimat pertanyaan dan kalimat pernyataan yang giat menarik perhatian.

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah penulis kemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam isi skripsi ini adalah :


(21)

2) Bagaimana nilai-nilai sosiologi sastra cerita rakyat Batu Sigadap didesa Silalahi?

3) Bagaimana pandangan masyarakat desa Silalahi terhadap cerita rakyat Batu Sigadap?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan :

1) Untuk mengetahui struktur cerita Batu Sigadap di desa Silalahi.

2) Untuk mengetahuinilai-nilai sosiologi sastra cerita rakyat Batu Sigadap di desa Silalahi.

3) Untuk mengetahui pandangan masyarakat desa Silalahi terhadap cerita rakyat Batu Sigadap.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkandapat menambah salah satu aspek kajian sastra. Hasil penelitian ini juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya masyarakat Batak Toba. Berdasarkan latar belakang dan masalah yang dikemukakan di atas, maka manfaat penelitian ini adalah :

1) Untuk mendokumentasikan cerita tersebut agar terhindar dari kepunahan sehingga dapat diwariskan kegenerasi berikutnya.

2) Menambah wawasan tentang fungsi sosial yang terdapat dalam cerita tersebut.

3) Memberikan dorongan kepada para peneliti untuk memberikan perhatian dalam penelitian bidang budaya daerah Batak khususnya cerita rakyat.


(22)

4) Menunjang program pemerintah dalam upaya menggali, mengembangkan, dan melestarikan budaya daerah.

1.5Anggapan Dasar

Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu anggapan dasar. Menurut Arikunto (1996:65), “Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas”. Maksud kebenaran disini adalah apabila anggapan dasar tersebut dapat dibuktikan kebenarannya. Karena itu, penulis berasumsi bahwa cerita ini masih ada dalam masyarakat Batak Toba dan mengingatkan kepada pembaca, khususnya pada masyarakat Batak Toba supaya tidak memaksakan kehendaknya untuk melakukan hal-hal yang tidak baik yang melanggar norma dan etika.

1.6Gambaran Umum Tentang Masyarakat Desa Silalahi

Kabupaten Dairi dengan ibu kota Sidikalang terletak di Provinsi Sumatera Utara dengan luas Kabupaten146,10 km2, yang terletak pada titik koordinat 98°00’ –98°30’ BT dan 2°15’ - 3°00 LU. Kabupaten Dairi terletak di ketinggian 400 – 1.700 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Dairi memiliki lima belas Kecamatan diantaranya adalah Kecamatan Sidikalang, Sumbul, Silima Pungga- Pungga, Siempat Nempu, Tigalingga, Tanah Pinem, Parbuluan, Pegagan Hilir, Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir, Lae Parira, Gunung Sitember, Berampu, Silahisabungan, Sitinjo. Kecamatan Silahisabungan adalah daerah yang menjadi tempat penelitian tentang cerita Batu Sigadap.

DidalamKecamatan tersebut terdapatlima desa yaitu: Paropo I,Paropo II, Silalahi I,Silalahi II, Silalahi III dengan memiliki 1008 kepala keluarga (KK) yang sudah menetap.


(23)

Desa Silalahi I terletak dengan batas wilayah : Sebelah Utara berbatasa dengan Desa Paropo Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Silalahi II Sebelah Timur berbatasan dengan Danau Toba Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo

Data tersebut bersumber dari informan Camat Silahi Sabungan dan BPS Tahun 2010 Kabupaten Dairi dan dikelola oleh peneliti.

Keterangan Gambar: Tanda panah diatas menunjukkan lokasi Batu Sigadap. Lokasi: Desa Silalahi. Sumber Foto: koleksi pribadi peneliti

Desa Silalahi terdapat di Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi. Penduduk disekitar desa Silalahi berdomisilikan keturunan Batak Toba, Pakpak dairi, Simalungun, dan Karo wilayah desa Silalahi ini terdapat di pinggiran perairan Danau Toba, keturunan masyarakat desa Silalahi berasal dari Ompu Raja Silahisabungan yang dulu bertempat tinggal di Balige dan pergi membuka perkampungan arah Dairi. Masyarakat di desa Silalahi sangat taat akan aturan dan


(24)

norma adat, hal ini dibuktikan dengan adanya batu peninggalan Raja Silahisabungan, batu ini dinamakan Batu Sigadap. Batu sigadap adalah sebuah cerita rakyat yang sangat relevan bagi masyarakat desa Silalahi yang dipandang dari segi pola kehidupan masyarkat tersebut. Hal ini dapat dilihat dari cara pandang masyarakat terhadap cerita legenda tersebut. Masyarakat Silalahi menyakini kebenaran cerita Batu Sigadap.Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita rakyat Batu Sigadap tidak terlepas dengan pola budaya masyarakat dewasa ini. Masyarakat desa Silalahi mempercayai adanya kekuatan supernatural yang ditimbulkan oleh Batu Sigadap ini, sehingga kebanyakan pihak yang bertikai akan menolak dibawa ke Batu Sigadap karena masih mempercayai kekuatan di dalamnya dan memilih menyelesaikan masalah berdasarkan kekeluargaan daripada menerima konsekuensi yang berat.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Kepustakaan Yang Relevan

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang sastra dan sosiologi. Selain itu juga digunakan sumber bacaan lainnya.

2.1.1 Pengertian Sastra

Sastra adalah suatu kajian kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1987:3).Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun yang lalu.Berarti penelitian sastra dapat berfungsi bagi kepentingan di luar sastra dan kemajuan sastra itu sendiri. Kepentingan di luar sastra, seperti agama, filsafat, dan sebagainya. Sedangkan kepentingan sastra adalah untuk meningkatkan kualitas cipta sastra. Peranan penelitian sastra bagi aspek diluar sastra dipengaruhi oleh kandungan sastra sebagai dokumen zaman. Di dalamnya, karya sastra akan menjadi aksi sejarah yang dapat mengembangkan ilmu lain. Penelitian sastra tidak semata-mata mengandalkan nalar, tetapi juga perlu penghayatan mendalam.

Penelitian sastra memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia, disamping itu juga berpengaruh positif terhadap pembinaan dan pengembangan sastra itu sendiri (Tuloli, 1990:902). Tujuan dan peranan penelitian sastra adalah untuk memahami makna karya sastra sedalam-dalamnya (Pradopo, 1990:942).Soemardjo (1975:15) mengatakan sastra bukan hanya


(26)

mengejar bentuk ungkapan yang indah, tapi juga menyangkut masalah isi ungkapan, bahasa ungkapan dan nilai ekspresi

2.1.2 Pengertian Sosiologi

Soekamto (1970:3) mengatakan secara etimologi, sosiologi berasal dari dua kata yaitu Socius dan logos. Socius adalah kumpulan kelompok, sedangkan logos bararti uraian atau pengetahuan. Atas dasar pengertian demikian, sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lain, yang secara umum disebut masyarakat.

Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lainnya yang secara umum disebut masyarakat. Pengertian yang sederhana tentang sosiologi seperti di atas tampak dalam beberapa batasan tentang sosiologi yang diungkapkan oleh baberapa ahli, seperti yang diungkapkan oleh Ogburn dan Nimkoff (1962:9) sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial “Wellek dan Warren dalam (semi, 1989:53) mengatakan: “sosiologi yaitu mempermasalahkan suatu karya sastra yang menjadi pokok, atas tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan”.

Sosiologi disisi lain sebagai ilmu yang membicarakan tentang aspek-aspek kemasyarakatan yang selalu dapat dimanfaatkan untuk membicarakan sebuah karya sastra. Nilai-nilai sosiologi pada sebuah cerita dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Ilmu sosiologi digunakan untuk masyarakat itu sendiri dan menciptakamasyarakat demi terjadinya hubungan yang harmonis antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya.


(27)

Sosiologi dalam kehidupan masyarakat dapat diartikan sebagai ilmu atau kelompok pengetahuan yang sistematis tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lainnya serta proses pembudayaannya. Ilmu sosiologi dapat dipergunakan masyarakat untuk mencari tentang nilai-nilai sosial dalam sebuah cerita atau dapat dipergunakan untuk mencerminkan situasi sosial yang terdapat dalam masyarakat.

Sosiologi sebagai ilmu yang berbicara tentang aspek-aspek kemasyarakatan selalu dapat dimanfaatkan untuk pembicaraan. Banyak halyang menjadi fokus pengamatan seorang sastrawan, kehidupan pribadinya, lingkungan serta harapan-harapan menjadi hal yang menarik dalam penelitian sebuah cipta karya sastra dengan menggambarkan fenomena dari hasil pengamatan pengarang, masyarakat membacanya memperoleh hal yang bermakna dalam hidupnya. Pengarang sendiri mendapat sumber inspirasi dari corak ragam tingkah laku manusia maupun masyarakat. Dalam kaitan ini, ada beberapa strategi yang patut ditempuh, yaitu mencoba mendekati karya sastra dari struktur dalam menyangkut perwatakan, dinamika plot dan sebagainya dihubungkan dengan masyarakat. 2.1.3 Pengertian Sosiologi Sastra

Wellek dan Warren dalam (Semi, 1989:53) mengatakan: “Sosiologi sastra yaitu mempermasalahkan suatu karya sastra yang menjadi pokok, atas tetang apa yang tersiratdalam karya sastra tersebut dan apa tujuan serta amanat yang hendak disampaikan”. Semi (1985:46) mengatakan : “Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminankehidupan masyarakat melalui sastra pengarang mengungkapkan tentang suka duka kehidupan masyarakat yang mereka ketahui dengan sejelas-jelasnya. Sosiologi sastra adalah penelitian yang


(28)

berfokus pada masalah manusia. Karena sering sastra mengungkapkan perjuangan hidup manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan. Pada prinsipnya, menurut Laurenson dan Swingewood (1971) terdapat tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra.

1) Penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diceritakan 2) Penelitian yang mengungkapkan sastra sebagai cermin situasi sosial

penulisnya

3) Penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya.

2.2Teori yang Digunakan

Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (Yunani), berarti kebulatan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian. Teori merupakan hal yang sangat perlu di dalam menganalisis suatu karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian, karena teori adalah landasan berpijak.

Berdasarkan penelitian ini, maka penulis menggunakan teori struktural dan teori sosiologi sastra untuk mengkaji cerita ini. Untuk melihat aspek-aspek atau unsur-unsur yang terdapat di dalam karya sastra, diterapkan teori struktural. Dengan teori struktural diharapkan hasil yang optimal dari karya yang dianalisis.


(29)

2.2.1 Teori Struktural

Teori merupakan hal yang sangat perlu di dalam menganalisis suatu karya sastra yang diajukan sebagai objek penelitian. Untuk melihat aspek-aspek atau unsur-unsur yang terdapat di dalam karya sastra diterapkan teori struktural. Dengan teori struktural diharapkan hasil yang optimal dari karya yang menganalisis. Menganalisis karya sastra dari unsur struktural merupakan langkah awal untuk rencana penelitian selanjutnya. Semi (1993:68) mengatakan “pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat melalui sastra pengarang mengungkapkan tentang suka duka kehidupan masyarakat yang mereka ketahui dengan sejalas mungkin. Bertolak dari pandangan itu, telaah kritik sastra yang dilakukan berfokus atau lebih banyak memperhatikan segi-segi sosial kemasyarakatan yang terdapat dalam suatu karya sastra serta mempersoalkan segi-segi yang menunjang pembinaan dan pengembangan tata kehidupan”.

Berdasarkan pendekatan di atas jelas mempunyai kesesuaian karena pendapat tersebut mengatakan sastra merupakan cermin zamannya, mengungkapkan suka-duka kehidupan masyarakat. Walaupun demikian, dalam menganalisis karya sastra bila hanya bertitik tolak dari luar karya sastra , tanpa mengikut sertakan karya sastra sebagai suatu kebulatan makna dan perpaduan isi rasanya kurang sempurna.

Mengenai pendekatan struktural, semi (1993:44) mengatakan:”dengan kata lain, pendekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi intrinsik yang membangun suatu karya sastra yaitu: tema, alur, latar, penokohan dan gaya bahasa


(30)

perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkinan kuat untuk menghasilkan karya sastra yang bermutu”.

Pada dasarnya penelitian struktural, yaitu suatu penelitian yang membahas unsur-unsur karya sastra. Unsur yang dimaksud adalah tema, alur, latar dan penokohan.

1) Tema

Tema merupakan inti cerita atau pokok pikiran yang mendasari cerita. Semua unsur cerita bergantung pada tema, yaitu semuanya secara bersama-sama melaksanakan atau mengungkapkan tema dalam cerita. Tema adalah pokok pikiran, atau makna yang terkandung dalam dalam sebuah cerita. Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalamnya yang menyangkut persamaan dan perbedaan.

Setiap karya sastra harus mempunyai dasar dari cerita dan tema yang merupakan sasaran tujuan dalam sebuah cerita. Sebuah karya sastra yang baik yang tertulis maupunsecara lisan pasti mengandung tema, karena sebuah karya sastra pasti mempunyai pokok pikiran utama atau isi pembicaraan yang hendak disampaikan kepada pembacanya atau pendengarnya.

2) Alur atau Plot

Culler (1977:209) bahwa alur tunduk kepada ketentuan yang bertujuan, peristiwa tertentu terjadi agar cerita berkembang seperti adanya.

Secara struktural alur sangat erat kaitanya dengan penokohan dalam menonjolkan tema cerita. Para tokoh atau pelakunya melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan wataknya. Perbuatan-perbuatan-perbuatan itu yang akan menimbulkan peristiwa. Rangkaian peritiwa yang saling berhubungan


(31)

berdasarkan sebab akibat ini menimbulkan alur. Alur atau plot merupakan rentetan peristiwa yang sangat penting dalam sebuah cerita. Tanpa alur kita tidak tahu bagaimana jalan cerita tersebut, apakah dia alur maju, alur mundur atau alur bolik-balik.

Tasrif (Via Lubis, 1960:16), struktur alur terbagi dalam lima bagian, yaitu:Lukisan suatu keadaan (situation), peristiwa mulai bergerak (geberating circumstance), keadaan mulai memuncak (rising action), peristiwa mencapai puncak (climax), pemecahan masalah (denouement).

3) Latar atau setting

Latardisebut juga istilah setting, yaitu tempat atau terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting adalah tempat berlangsungnya peristiwa dalam suatu cerita atau tempat kejadian yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Latar bukan hanya merupakan daerah atau tempat, namun waktu, peristiwa penting dan bersejarah. Dengan mengatahui dan memahami latar dalam sebuah karya sastra yang dituangkan menjadi cerita akan memudahkan pembaca untuk memahami latar dalam sebuah karya sastra yang dituangkan dalam bentuk cerita.

4) Perwatakan atau Penokohan

Terbentuk sebuah cerita adalah karena adanya tokoh-tokoh dalam cerita, tokoh dalam sebuah serita sangat memegang peranan penting. Tokoh adalah salah satu unsur penggerak cerita yang memiliki watak yang berkembang sesuai dengan jalan cerita.

Seorang tokoh yang memiliki peran penting dalam sebuah cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama, sedangkan tokoh yang tidak memiliki peran


(32)

penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, dan mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu.

Perwatakan adalah karakter dari tokoh dalam pengertian sifat atau ciri khas terdapat pada diri tokoh yang dapat membedakan antara satu tokoh dengan tokoh lainnya. Unsur perwatakan dalam sebuah karya sastra lebih diutamakan dalam meninjau perkembangan jiwa tokoh itu sendiri. Gambaran watak seseorang tokoh dapat diketahui melalui apa yang diperankan dalam cerita tersebut kemudian jalan pikirannya. Jadi perwatakan dapat disimpulkan ciri keseluruhan yang memiliki tokoh.

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan sosiologi sastra sebagai landasan teori dalam menganalisis cerita rakyat Batu Sigadap.Menurut teori ini, karya sastra dilihat hubungan dengan kenyataannya, dimana karya sastra itu mencerminkan kenyataan-kenyataan yang mengandung arti luas, yakni segala yang berada diluar karya sastra dan yang diacu oleh sosiologi sastra.

Sosiologi sastra merupakan istilah yang memiliki kaitan dengan masyarakat. Sosiologi sastra pada dasarnya mempelajari kesatuan hidup manusia yang terbentuk antara hubungan yang satu dengan yang lainnya. Selanjutnya dalam menganalisis cerita Batu Sigadaptersebut digunakan teori sosiologi sastra yang dikemukakan oleh Ratna(2004:339) model analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat dapat dilakukan meliputi tiga macam, yaitu:

1) Menganalisis masalah–masalah sosial yang terkandungdidalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya disebut aspek ekstrinsik, model hubungan,yang terjadi disebut refleksi.


(33)

2) Sama dengan diatas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antar struktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang bersifatdialektika.

3) Menganalisis karya dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu, dilakukan oleh disiplin tertentu.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis yang pertama yakni dengan (1) menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian (2) menghubungkan dengan kenyataan yang pernah terjadi sebelumnya.

1) Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra.

Masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra adalah unsur-unsur budaya. Unsur-unsur-unsur budaya yang dimaksud yakni:

a. Unsur sistem sosial

Sistem sosial meliputi sistem kekeluargaan, sistem politik, sistem pendidikan, dan sistem undang-undang. Stuktur dalam setiap sistem ini dikenalsebagai institusi sosial, yaitu cara manusia yang hidup berkelompok mengatur hubungan antara satu dengan yang lainnya dalam jalinan masyarakat.

b. Sistem nilai dan ide yaitu sistem yang memberi makna kepada

kehidupan masyarakat, bukan saja terhadap falsafah hidup masyarakat itu. Sistem nilai juga menyangkut upaya bagaimana menentukan sesuatu lebih berharga dari yang lain. Sementara sistem ide merupakan pengetahuan dan kepercayaan yang ada dalam masyarakat.


(34)

c. Peralatan budaya

Peralatan budaya yaitu penciptaan material dan penggunaan yang berupa perkakas dan peralatan yang diperlukan untuk menunjang keperluan masyarakat.

2) Menghubungkan dengan kenyataan yang pernah terjadi atau latar belakang sosial yang tergambar dalam karya sastra.

Sosiologi sastra yaitu mempermasalahkan tentang suatu karya sastra yang di jumpai dalam kehidupan masyarakat sehari–hari dan juga memperhatikan peristiwa–peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan yang timbul dari hubungan antara manusia dengan situasi dan kondisi yang berbeda.

Kenyataan atau latar belakang sosial yang tergambar dalam karya sastra ini yakni:

1) Sistem kekerabatan

Sistem kekerabatan merupakan bagian yanga sangat penting dalam struktur sosial. Sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan.Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. .

2) Tanggung jawab

Tanggung Jawab adalah suatu kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung Jawab juga berati berbuat sebagai wujutan atas perbuatannya.


(35)

3) Kasih sayang

Kasih sayang adalah suatu perasaan cinta atau sayang dan akan menunjukan rasa perhatian yang mungkin akan berlebihan.Rasa kasih sayang tak dapat di liat tetapi hanya dapat di rasakan kepada individu tertentu yang mempunyai perasaan itu, kasih sayang adalah sutu perasaan yang menyenangkan.

4) Pertentangan

Pertentangan merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar penelitian yang penulis lakukan adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Alasan penulis menggunakan metode ini karena sumber utama metode penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Metode tersebut dipilih karena data yang digarap adalah kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.

Dengan demikian dalam penelitian ini penulis hanya mendiskripsikan data-data fakta yang terdapat di dalam cerita sehingga diketahui unsur-unsur pembentuk ceritanya dan analisis sosiologi sastranya.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah di desa Silalahi, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi, tempat Batu Sigadap dapat ditemui di Silalahi Nabolak, yang terletak di Sibariba Toruan desa Silalahi I sekitar 300m dari pusat desa Silalahi, kecamatan Silahisabungan yang diciptakan oleh Raja Silahisabungan.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen/alat penelitian penulis gunakan rekaman suara melalui rekaman suara (recording voice) dengan HP, buku tulis untuk mencatat informasi, foto


(37)

untuk dokumentasi gambar, dan video untuk dokumentasi gambar yang bergerak beserta suara.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1. Metode Observasi

Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi data yang dibutuhkan, teknik yang digunakan penulis adalah teknik mencatat.

2. Metode Wawancara

Metode ini dilakukan untuk memperoleh keterangan lebih lengkap tentang cerita dan penulis akan melakukan wawancara dengan beberapa informan, teknik yang digunakan yaitu teknik rekam.

3. Metode Kepustakaan

Metode ini dilakukan untuk mendapat sumber acuan penelitian, agar data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang digariskan. Teknik yang digunakan yaitu teknik mencatat.

3.5 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan penulis dalam menganalisis data penelitian ini adalah metode struktural dan metode sosiologi sastra. Metode struktural menganalisis: tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan. Metode sosiologi sastra digunakan untuk menganalisis nilai-nilai sosiologi sastra cerita rakyat Batu Sigadap, dan pandangan masyarakat desa Silalahi terhadap cerita Batu Sigadap.


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Unsur-unsur Intrinsik CeritaBatu Sigadap 4.1.1 Tema

Tema adalah pokok pikiran, atau makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalamnya yang menyangkut persamaan dan perbedaan.

Setiap karya sastra harus mempunyai dasar cerita dan tema yang merupakan sasaran tujauan dalam sebuah cerita. Sebuah karya sastra yang baik yang tertulis maupun secara lisan pasti mengandung tema, karena sebuah karya sastra pasti nmempunyai pokok pikiran utama atau isi pembicaraan yang hendak disampaikan kepada pembacanya atau pendengarnya.

Didalam cerita ini, penulis menyatakan tema cerita adalah ketegasan untuk membangun cinta kasih diantara persaudaraan. Penulis melihat di dalam cerita ini bahwa Raja Silahisabungan membagi cinta kasih dan memberi nasihat tanpa membeda–bedakan kedelapan anaknya.

Hal ini dapat dilihat dari bagian utama sinopsis cerita

Setelah sagu-sagu marlangan terbentuk dipanggillah semua anak-anak dan duduk menghadap sagu-sagu marlangan, di ikuti dengan upacara sambil berdoa kepada Tuhan Maha pencipta. Setelah mendoakannya, Raja Silahisabungan membuatsagu-sagu marlangan berisi nasehat, nasehat tersebut bunyinya seperti ini: Sinopsis (halaman 57)


(39)

“...Parjolo hamu sude diangka pinomparhu ingkon marsihaholongan do hamu sude. Paduahon, manang ise hamu napitu nasojadi dohononmu ndang sada ama jala ndang sada ina dohot Tambun Raja. Patoluhon, hamu angka anak hu napitu ingkon lumobi haholonganmu ibotom, songoni Tambun Raja ingkon haholonganna do ibotona. Paopathon, naso jadi marsiolian pinomparni Raja Silahi Sabungan ima napitu-pitu i songoni dohot Tambun Raja. Palimahon,pantang jala naso jadi hamu pinomparhu hubege marbadai.

Molo marbadai do hamu diangka pinomparhu ingkon Tambun Raja ma na gabe padamehon hamu, jala molo marbadai pe hamu anangkon hu naso jadi marga na asing padamehon hamu.

Terjemahan :

”...Pertama, “kalian dan keturunanku harus saling mengasihi”.

Kedua, “ketujuh abang, tidak boleh mengatakan bahwa kalian bukan satu ayah satu ibu dengan sang adik, si Tambun Raja.

Ketiga, “ketujuh abangnya dan semua keturunannya harus lebih mengasihi saudara perempuan mereka dari keturunan sang adik, Tambun Raja. Demikian juga Tambun Raja dan seluruh keturunannya, harus lebih mengasihi saudara perempuan dari keturunan ketujuh abangnya”.

Keempat,“pantang keturunan ketujuh abang mengawini keturunan sang adik, Tambun Raja.Demikian sebaliknya, pantang keturunan Tambun Raja mengawini keturunanketujuh abangnya”,

Kelima, “ kalian tidak boleh memulai perselisihan,jika ada perselisihan diantara kalian bertujuh hingga keturunanmu, maka harus Tambun Raja


(40)

dan keturunannyalah yang menjadi juru damai, yang memberikan keputusan yang adil dan tidak memihak, serta harus dipatuhi. Sebaliknya, kalau ada perselisihan diantara keturunan Tambun Raja, maka juru damai harus dari keturunan ketujuh abangnya yang memberikan keputusan yang adil dan tidak memihak, yang harus dipatuhi pihak yang berselisih. Dan perselisihan di antara kedelapan putraku jangan diselesaikan oleh pihak lain”.

Pada contoh diatas membuktikan bahwa Raja Silahisabungan adalah orang yang tegas, dia menjalani hidupnya dengan penuh kepemimpinan, walaupun dengan segala masalah yang terjadi di dalam hidupnya yang dia lakukan. Walaupun mempunyai dua istri yaitu; boru Padang Batanghari dan boru Nairasaon tetapi cinta dan kasih sayang yang dia berikan kepada anak-anaknya tidak berbeda.

4.1.2 Alur / Plot

Istilah alur dalam hal ini sama dengan istilah plot. Alur atau plot merupakan rentetan peristiwa yang sangat penting dalam sebuah cerita. Tanpa alur kita tidak tahu bagaimana jalan cerita tersebut, apakah dia alur maju, alur mundur atau alur bolak-balik.

Alur atau plot dalam cerita legenda Batu Sigadap adalah sebagai berikut: 1). Situasi (Pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

Situasi merupakan tahap awal dari bagian cerita. Setiap awal cerita pembaca akan diperkenalkan terlebih dahulu tentang permulaan terjadinya sebuah cerita. Dalam bagian ini pengarang menceritakan Raja Silahisabungan adalah orang yang pertama menempati Silalahi yang pindah dari desa Balige.


(41)

Hal tersebut dapat dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 56 “...Raja Silalahi Sabungan dohot parsonduk bolonna ima siboru Padang Batanghari lao tu huta Balna, alani daona dohot mansai loja pardalanan ni nasida, siboru Padang Batanghari gabe loja jala ndang adong be gogona mardalan alana naung maus siboru Padang Batanghari i. Dungi di pantikhon Raja Silahi Sabungan ma tungkotna i tu sada batu, pintor haruarma aek sian bagas batu i, ima dilehon Raja Silahi Sabungan tu boru Padang Batanghari. Dung di inum Raja Silahi Sabungan dohot siboru Padang Batanghari aek i adong ma gogoni mardalan tu huta Balna. Hira tarsongoni ma hajajadi aek sipaulak hosa na tinompa ni Raja Silahi Sabungan. Jadi, jolma nanaeng tu aek i sai tong do mameakhon napuran dohot utte anggir, alana gabe ima inganan parsatabian laho mangido sipangidoan. Nang pe logo ni ari dohot udan na gogo ndang olo moru jala tamba godang ni aek i.

Terjemahan :

“...Raja Silahisabungan dan istrinya boru Padang Batanghari melakukan perjalanan ke desa Balna, karena perjalanan yang begitu jauh, dan sulit. Boru Padang Batanghari lelah dan merasa haus. Raja Silahisabungan pun memukulkan tongkatnya ke sebuah batu dan keluarlah air, dan air tersebutlah yang diminum oleh boru Padang Batanghari dan Raja Silahisabungan. Setelah meminumnya Raja Silahisabungan dan boru Padang Batanghari memperoleh kekuatannya lagi untuk melanjutkan perjalanan ke desa Balna. Jika hendak mandi ke air kehidupan tersebut, tetaplah meletakkan Sirih dan jeruk Purut. Dipercayai oleh masyarakat


(42)

Silalahi sebagai jalan untuk meminta. Jika hujan deras atau musim kemarau ,debit air kehidupan tersebut tidaklah berubah.

2). Generating circumstances (peristiwa yang bersangku mulai bergerak)

Peristiwa selanjutnya mulai bergerak dimana Raja Silahisabungan mempunyai dua istri yaitu: boru Padang Batanghari dan boru Nairasaon. Dimana Raja Silalahi mempunyai delapan putera dan satu putri. Dari istri pertama boru Padang Batanghari melahirkan tujuh putera dan satu puteri dan istri kedua boru Nairasaon melahirkan satu putera

Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 56-57

“...Raja Silahi Sabungan pitu ma ianakhon na sian parsonduk bolon na naparjolo sian boru Padang Batanghari ima, Loba Raja (Sihaloho), Tungkir Raja (Situngkir), Sondi Raja (Ruma Sondi), Butar Raja (Sinabutar), Dabariba Raja (Sidabariba), Debang Raja (Sidebang), Batu Raja (Pintu Batu), dan satu orang putri yang bernama Deang Namora. Sian parsonduk bolon paduahon ima boru Nairasaon tubuma, Tambun Raja (Tambunan). Najolo heama marsahit boru Nairasaon di Balige tingki i laho do Raja Silahi Sabungan mardalani tu Balige, alani hasaktion ni Raja Silahi Sabungan marhite sian tangiang mangido pangidoanna tu ompu mula jadi na bolon, diubati ma boru Nairasaon. Jala ditingki i dipangidohon Raja Silahi Sabungan do upana tu natua-natua ni boru Nairasaon naingkon gabe sirokkap no tondina boru nai jala dioloi datu Pejel do pangidoanni Raja Silahi Sabungan i. Hape tingki i nungga adong sirongkap nitondi ni boru Nairasaon ima marga Sianturi na laho martapa tu luat nadao. Dung mulak Sianturi sian


(43)

pardalanan na, jala pintor di boto ibana ma nungnga muli boru Nairasaon i hu Raja Silahi Sabungan, mangamuk ma Raja Sianturi i dilelei ma Raja Silahi Sabungan dohot anak na Tambun Raja.

Terjemahan :

“..Silahisabungan memiliki tujuh orang anak dari istri pertama, boru Padang Batanghari yaitu, Loba Raja (Sihaloho), Tungkir Raja (Situngkir), Sondi Raja (Ruma Sondi), Butar Raja (Sinabutar), Dabariba Raja (Sidabariba), Debang Raja (Sidebang), Batu Raja (Pintu Batu) dan satu orang putri yang bernama Deang Namora. Dari istri kedua lahir seorang anak yang bernama Tambun Raja (Tambunan). Istri kedua yaitu boru Nairasaon, dahulu kala boru Nairasaon sedang sakit di Balige, pada waktu itu Raja Silahisabungan sedang mengadakan perjalanan ke Balige, karena Raja Silahisabungan merupakan orang yang sakti, yang dapat memohon langsung kepada Tuhan sang pencipta, maka Raja Silahisabungan pun mengobati boru Nairasaon. Upah yang diminta dari ayah boruNairasaon yaitu Datu Pejel adalah jika ia bisa menyembuhkan boru Nairasaon maka Raja Silahisabungan meminta agar boru Nairasaon menjadi istrinya. Padahal pada waktu itu boru Nairasaon telah memiliki kekasih yang bermarga Sianturi yang pada waktu itu melakukan perjalanan, tetapi demi kesembuhan boru Nairasaon, maka upah yang diminta Raja Silahisabungan pun dituruti. Setelah beberapa lama, marga Sianturi pulang dari perjalanannya, dan ia marah ketika mengetahui boru Nairasaon telah menikah. Dikejarlah Raja Silahisabungan, hingga


(44)

akhirnya Raja Silahisabungan kembali ke Silalahi Nabolak bersama anaknya Tambun Raja.

3). Ricking Action (keadaan mulai memuncak)

Pada tahap ini pengarang memunculkan maksud dan tujuan dalam cerita rakyat ini. Keadaan cerita mulai memuncak ketika Raja Silahisabungan mulai tampak gelisah akan keberadaan Tambun Raja anak dari istri keduanya boru Nairasaon. Kegelisahan dan kecemasan ini ia takutkan kepada istri pertamanya boru Padang Batanghari akan keberadaan anak dari istri keduanya.

Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 57

“...Sai ditabunihon Raja Silahisabungan dope anak nai, asa unang diboto boru Padang Batanghari alai ndunghon marjanji boru Padang Batanghari manang aha pe tona na tarbege sian Raja Silahi Sabungan tung gabe naso jadi muruk boru Padang Batanghari. Dungi denggan ma dipaboa Raja Silahi Sabungan taringot boru Nairasaon i dohot anak na Tambun Raja. Toho tutu dang gabe muruk boru Padang Batanghari, gabe boru Padang Batanghari ma mangarorot Tambun Raja songon pabalgahon na pitu ianakhonna dohot sada boruna.

Terjemahan :

“...Raja Silahisabungan sempat menyembunyikan keberadaan Tambun Raja dari boru Padang Batanghari, tetapi tidak beberapa lama kemudian Raja Silahisabungan pun menceritakan keberadaan Tambun Raja kepada boru Padan Batanghari, setelah boru Padang Batanghari berjanji tidak akan marah jika Raja Silahisabungan menceritakan yang disembunyikannya. Setelah Raja Silahisabungan menceritakannya,


(45)

benarlah boru Padang Batanghari tidak marah,sebaliknya boru Padang Batangharilah yang membesarkan Tambun Raja seperti ketujuh anak dan satu putrinya.

4). Klimaks (Peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya)

Peristiwa mencapai puncak terjadi setelah ketujuh putera dari istri pertama Raja Silahisabungan tidak senang dengan kehadiran putera dari istri keduanya. Cacian dan hinaan dilontarkan ketujuh putera dari istri pertamanya terhadap Tambun Raja putera dari istri keduanya. Maka demi menghilangkan kebencian diantara kesembilan bersaudara itu, Raja Silahisabungan melakukan perjanjian dan nasihat terhadap putera dan putrinya

Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 57-58

“...Disada tingki mangalu-aluma Tambun Raja tu boru Padang Batanghari, jala pintor dipaboa boru Padang Batanghari ma tu Raja Silahi Sabungan natorus halaki marbada. Gabe disuru Raja Silahi Sabungan ma boru Padang Batanghari ma patupahon sagu-sagu marlangan. Dungi dipatupa boru Padang Batanghari sagu-sagu marlangan tarsongon dakdanak nahundul di bahul-bahul. Tolupuluh ari ma leleng na siboru Padang Batanghari patupahon sagu-sagu marlangan. Dunghon sae dipatupa boru Padang Batanghari sagu-sagu marlangan i di jouma sude anak nai dipahundul maralophon sagu-sagu marlangan i, huhut martonggo ma Raja Silahi Sabungan tu ompu mula jadi nabolon. Dung sae ditonggohon Raja Silahi Sabungan, dibuat ma sagu-sagu marlangan i jala dipodai ma angka anakna i. Parjol,o hamu sude diangka pinomparhu inghon marsihaholongan do hamu


(46)

sude.Paduahon, manang ise hamu napitu nasojadi dohononmu ndang sada ama jala ndang sana ina dohot Tambun Raja. Patoluhon, hamu angka anakhu napitu ingkon lumobi haholongan mu ibotom, songon Tambun Raja inghon haholonganna do ibotona. Paopathon naso jadi marsiolian pinomparni Raja Silahi Sabungan ima napitu-pitu i songoni dohot Tambun Raja. Palimahon, tongka jala nasotupa hamu pinompar hu hubege marbadai.

Molo marbadai do hamu diangka pinomparhu ingkon Tambun Raja ma na gabe padamehon hamu, jala molo marbada pe hamu anakkon hu naso jadi marga na asing padamehon hamu. Ima podani Raja Silahi Sabungan tu anak na ualu i, dungi disuru Raja Silahi Sabungan anak na ualu i mangotan sagu-sagu marlangan i dipaborhatma Tambun Raja tu Balige mandapothon tulangna. Dung sae sagu-sagu marlangan i ditompa gabe marsihaholongan ma angka anakni Raja Silahi Sabungan. Terjemahan:

“...Karena mereka sering bertengkar, maka boru Padang Batangahari memberitahukan kepada suaminya, Raja Silahisabungan dan Raja Silahisabungan pun menyuruh boru Padang Batanghari untuk membuatkan sagu-sagu marlangan. Sagu-sagu marlangan, merupakan sejenis makanan yang terbuat dari tepungberas. Boru Padang Batanghari membutkan sagu-sagu marlangan tersebut menyerupai bayi yang sedang duduk dalam sebuah bakul. Selama tiga puluh hari lamanya boru padang Batanghari membuatkan sagu-sagu marlangan tersebut. Setelah sagu-sagu marlangan terbentuk dipanggillah semua anak-anak dan duduk


(47)

menghadap sagu-sagu marlangan, diikuti dengan upacara sambil berdoa kepada Tuhan Maha pencipta. Setelah mendoakannya, Raja Silahisabungan membuat sagu-sagu marlanganberisi nasehat, nasehat tersebut bunyinya seperti ini:pertama, “kalian dan keturunanmu harus saling mengasihi”. Kedua, “ketujuh abng, tidak boleh mengatakan bahwa kalian bukan satu ayah satu ibu dengan sangadik, si Tambun Raja. Ketiga, “ketujuh abangnya dan semua keturunannya harus lebih mengasihi saudara perempuan mereka dari keturunan sang adik, Tambun Raja. Demikian juga Tambun Raja dan seluruh keturunannya, harus lebih mengasihi saudara perempuan dari keturunan ketujuh abangnya”. Keempat, “pantang keturunan ketujuh abang mengawini keturunan sang adik, Tambun Raja. Demikian sebaliknya, pantang keturunan Tambun Raja mengawini keturunan ketujuh abangnya”, dan yang kelima, “ kalian tidak boleh memulai perselisihan, jika ada perselisihan diantara kalian bertujuh hingga keturunanmu, maka harus Tambun Raja dan keturunannyalah yang menjadi juru damai, yang memberikan keputusan yang adil dan tidak memihak, serta harus dipatuhi. Sebaliknya, kalau ada perselisihan diantara keturunan Tambun Raja, maka juru damai harus dari keturunan ketujuh abangnya yang memberikan keputusan yang adil dan tidak memihak, yang harus dipatuhi pihak yang berselisih. Dan perselisihan di antara kedelapan putraku jangan diselesaikan oleh pihak lain”. Nasehat tersebutlah yang harus menjadi pegangan anak-anak dari Raja Silahisabungan. Setelah nasehat itu dinyatakan, Raja Silahisabungan menyuruh anak-anaknya memegang sagu-sagu marlangan, tanda


(48)

menuruti nasehat yang ia berikan. Setelah pembuatan sagu-sagu marlangan itu jugalah Raja Silahisabungan memberangkatkan Tambun Raja pulang kembali ke Balige untuk menjumpai pamannya. Setelah sagu-sagu marlangan tersebut terbentuk maka akurlah anak-anak dari Raja Silahisabungan.

5) Demoument (Pengarang memberikan pemecahan masalah soal dari semua peristiwa)

Pada tahap penyelesaian ini Raja Silahisabungan membuat dan menciptakan Batu Sigadap. Batu ini lah yang menjadi inti dari cerita dan kisah ini. Ini terbukti dari ketakutan Raja silahisabungan terhadap kelakuan anaknya jika esok harinanti diantara mereka timbul dan tumbuh perkelahian maka Raja Silahisabungan menciptakan dan mendoakan batu yang dibuatnya yaitu batu tempat peradilan yang dinamakan Batu Sigadap.

Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 58-59

“...Dungi marpingkir ma Raja Silahi Sabungan asa adong angkupni sagu-sagu marlangan tu joloan ni ari, asa mabiar pinomparna mangulahon naso uhum manang adat. Jala martonggo marpangidoan ma Raja Silahi Sabungan tu ompu mula jadi nabolon aha ma muse naeng sipatupahon na asa mabiar angka pinomparna mangulahon naso adat naso uhum hu joloan ni ari. Dungi ditompa Raja Silahi Sabungan ma sada batu namargoar Batu Sigadap, dijouma ma muse diakka anakhon nai jala dipahundul ma dijolo ni batu sigadap i, andorang so marpungu dope nasida nunga parjolo ditonggohon Raja Silahi Sabungan batu i tu ompu mula jadi nabolon. Adong ma dua batui, sada jongjong jala


(49)

nasannai gadap. Dungi didokma tu angka anakkonnai batu sigadap on. manang ise manghatindanghon habonaron imana pe tong ma songon batu jongjong on. Jala manang ise manghatindanghon naso toho ingkon mate ma ibana tarsongon batu sigadap .

Jala sahat tu saonari pe tong do dihabiari angka pangisi niluat i hasaktion ni batu Sigadap i. Molo petung adong marparkaro naeng mangalului ise nasintong diboan ma tu batu Sigadap on jala dipeakhon ma pelean na ima napuran di batu Sigadap i. Jala manang ise halak na salah disada uhum, ikkon peak ma ibana songon batu Sigadap, jala ingkon hona imbasna sahat tu angka pinomparna.

Terjemahan :

“...Setelah nasehat dinyatakan, Raja Silahisabungan kembali berpikir untuk hari esok, untuk melengkapi sagu-sagu marlangan. Akan bagaimana lagi anak-anaknya jika tumbuh perkelahian, ia teringat kembali kelakuan anak-anaknya dulu. Berpikir dan berdoalah Raja Silahisabungan apa yang akan hendak ia buat esok hari agar anak-anaknya takut melakukan yang tidak baik, yang tidak akan melakukan dosa di hadapan Tuhan Maha pencipta. Maka diciptakanlah Batu Sigadap, setelah itu dipanggillah seluruh anak-anaknya dan dijejerkanlah dihadapan Batu Sigadap. Batu Sigadaptersebut telah didoakan berdasarkan kuasa Tuhan, dan dikuatkan oleh Tuhan. Batu tersebut terdiri dari dua buah batu, satu jonjong (berdiri) dan satunya lagi gadap (tergeletak). Dan dinyatakanlah kepada seluruh anak-anaknya agar saling berterus terang. Siapa yang menyatakan kebenaran maka ia akan tetap


(50)

benar seperti batu jonjong (berdiri), dan siapa yang salah ia akan mati seperti batu gadap (tergeletak). Hingga sekarang masyarakat Silalahi masih takut terhadap Batu Sigadap, mereka masih percaya terhadap kesaktian Batu Sigadap. Jika ada perkara atau yang hendak mencari kebenaran, maka orang tersebut akan dihadapkan ke Batu Sigadap dan ditempat itulah mereka meletakkan sirih dan menyatakan pengakuan. Siapa yang salah tetapi tidak mengaku salah, ia akan gadap (tergeletak) dan bisa saja akan terkena imbas kepada keturunannya. Setelah Raja Silahisabungan menciptakan keseluruhannya, ia pun meninggal dunia. 4.1.3 Latar atau Setting

Latar disebut juga istilah setting, yaitu tempat atau terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting adalah tempat berlangsungnya peristiwa dalam suatu cerita atau tempat kejadian yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Latar bukan hanya merupakan daerah atau tempat, namun waktu, peristiwa penting dan bersejarah. Dengan mengetahui dan memahami latar dalam sebuah karya sastra yang dituangkan menjadi cerita akan memudahkan pembaca untuk memahami latar dalam sebuah karya sastra yang dituangkan dalam bentuk cerita.

Latar tempat dalam cerita rakyat ini adalah terjadi di Silalahi. Cerita ini terjadi di desa Silalahi Nabolak, terletak di Sidabariba Toruan desa Silalahi sekitar 300 m dari pusat desa Silalahi. Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi.

Dalam cerita Batu Sigadap ini terdapat tiga latar yaitu: - Latar tempat


(51)

- Latar waktu - Latar sosial 1. Latar tempat

Latar tempat dilihat dari sudut geografis, dimana kejadian itu berada yang menyangkut nama-nama tempat. Cerita Batu Sigadap ini dilatarkan dalam tiga tempat yaitu desa Balna, balige dan Sidabariba desa Silalahi I .

Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 56

“...Raja Silalahi Sabungan dohot parsonduk bolonna ima siboru Padang Batanghari lao tu huta Balna, alani daona dohot mansai loja pardalanan ni nasida, siboru Padang Batanghari gabe loja jala ndang adong be gogona mardalan alana naung mauas siboru Padang Batanghari i. Dungi di pantikhon Raja Silahi Sabungan ma tungkot nai tu sada batu, pintor haruarma aek sian bagas batu i, ima dilehon Raja Silahi Sabungan tu boru Padang Batanghari. Dung di inum Raja Silahi Sabungan dohot siboru Padang Batanghari aek i adong ma gogoni mardalan tu huta Balna. Hira tarsongoni ma hajajadi aek sipaulak hosa na tinoppa ni Raja Silahi Sabungan. Jadi jolma nanaeng tu aek i sai tong do mamaeakhon napuran dohot unte anggir, alana gabe ima inganan parsatabian laho mangido sipangidoan. Nang pe logo ni ari dohot udan na gogo dang olo moru jala tamba godang ni aek i.

Terjemahan

“...Raja Silahisabungan dan istrinya boru Padang Batanghari melakukan perjalanan ke desa Balna, karena perjalanan yang begitu jauh dan sulit, boru Padang Batanghari lelah dan merasa haus. Raja Silahisabungan pun


(52)

memukulkan tongkatnya ke sebuah batu, dan keluarlah air, dan air tersebutlah yang diminum oleh boru Padang Batanghari dan Raja Silahisabungan. Setelah meminumnya Raja Silahisabungan dan boru Padang Batanghari memperoleh kekuatannya lagi untuk melanjutkan perjalana ke desa Balna. Jika hendak mandi ke air kehidupan tersebut, tetaplah meletakkan sirih dan jeruk purut. Sirih dan jeruk purut dipercayai oleh masyarakat Silalahi sebagai jalan untuk meminta. Jika hujan deras atau musim kemarau, debit air kehidupan tersebut tidaklah berubah. Tidak akan banjir jika hujan, atau kering jika musim kemarau. Raja Silahisabungan mempunyai Seorang istri yang berasal dari daerahBalige yaitu Boru Nairasaon.

Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 56-57

“...Najolo heama marsahit boru Nairasaon di Balige tingki i laho do Raja Silahi Sabungan mardalani tu Balige, alani hasaktion ni Raja Silahi Sabungan marhite sian tangiang mangido pangidoanna tu ompu mula jadi na bolon, diubati ma boru Nairasaon. Jala ditingki i dipangidohon Raja Silahi Sabungan do upana tu natua-natua ni boru Nairasaon naingkon gabe sirongkap ni tondina boru nai jala dioloi datu Pejel do pangidoanni Raja Silahi Sabungan i. Hape tingki i nungga adong sirongkap nitondi ni boru Nairasaon ima marga Sianturi na laho martapa tu luat nadao. Dung mulak Sianturi sian pardalanan na, jala pnttor di boto ibana ma nungnga muli boru Nairasaon i hu Raja Silahi Sabungan, mangamuk ma Raja Sianturi i dilelei ma Raja Silahi Sabungan dohot anak na Tambun Raja.


(53)

Terjemahan :

“... dahulu kala boru Nairasaon sedangsakit di Balige, pada waktu itu Raja Silahisabungan sedang mengadakan perjalanan ke Balige, karena Raja Silahisabungan merupakan orang yang sakti, yang dapat memohon langsung kepada Tuhan sang pencipta, maka Raja Silahisabungan pun mengobati boru Nairasaon. Upah yang diminta dari ayah boru Nairasaon yaitu Datu Pejel adalah jika ia bisa menyembuhkan boru Nairasaon maka Raja Silahisabungan meminta agar boru Nairasaon menjadi istrinya. Padahal pada waktu itu boru Nairasaon telah memiliki kekasih yang bermarga Sianturi yang padawaktu itu melakukan perjalanan, tetapi demi kesembuhan boru Nairasaon, maka upah yang diminta Raja Silahisabungan pun dituruti. Setelah beberapa lama, marga Sianturi pulang dari perjalanannya, dan ia marah ketika mengetahui boru Nairasaon telah menikah. Dikejarlah Raja Silahisabungan, hingga akhirnya Raja Silahisabungan kembali ke Silalahi Nabolak bersama anaknya Tambun Raja.

2. Latar waktu

Uraian tentang cerita Batu Sigadap merupakan nama-nama tempat dan zaman terjadinya suatu peristiwa.Latar yang terdapat legenda ini menghidupkan suatu peristiwa pada zaman itu.

Latar waktu terjadinya cerita yakni ketika Raja Silahisabungan menyuruh istrinya membuat sagu-sagu marlangan.


(54)

“...Tolupuluh ari ma leleng na siboru Padang Batanghari patupahon sagu-sagu marlangan. Dunghon sae dipatupa boru Padang Batanghari sagu-sagu marlangan i di jouma sude anak nai dipahundul maralopphon sagu-sagu marlangan i, huhut martonggo ma Raja Silahi Sabungan tu ompu mula jadi nabolon. Dung saeditonggohon Raja Silahi Sabungan, dibuat ma sagu-sagu marlangan i jala dipodai ma angka anak nai.

Terjemahan :

“....Selama tiga puluh hari lamanya boru padang Batanghari membuatkan sagu-sagu marlangan tersebut. Setelah sagu-sagu marlangan terbentuk dipanggillah semua anak-anak dan duduk menghadap sagu-sagu marlangan, diikuti dengan upacara sambil berdoa kepada Tuhan Maha pencipta. Setelah mendoakannya, Raja Silahisabungan membuat sagu-sagu marlanganberisi nasehat.

Kutipan cerita berikutnya, hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 57-58

“...Dungi marpingkir ma Raja Silahi Sabungan asa adong angkup ni sagu-sagu marlangan tu joloan ni ari, asa mabiar pinomparna mangulahon naso uhum manang adat. Jala martonggo marpangidoan ma Raja Silahi Sabungan tu ompu mula jadi nabolon aha ma muse naeng sipatupahon na asa mabiar angka pinomparna mangulahon naso adat naso uhum hu joloan ni ari.

Terjemahan :

“....Raja Silahisabungan kembali berpikir untuk hari esok, untuk melengkapi sagu-sagu marlangan. Akan bagaimana lagi anak-anaknya


(55)

jika tumbuh perkelahian, ia teringat kembali kelakuan anak-anaknya dulu. Berpikir dan berdoalah Raja Silahisabungan apa yang akan hendak ia buat esok hari agar anak-anaknya takut melakukan yang tidak baik, yang tidak akan melakukan dosa di hadapan Tuhan Maha pencipta.

Pada penggalan cerita diatas disebutkan latar waktu yakni pembuatan sagu-sagu marlangan yang berisikan nasihat dan sekaligus pembuatan Batu Sigadap.

3. Latar Sosial

Latar sosial menyarankan kepada hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial mayarakat. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, spiritual dan lain sebagainya.

4.1.4 Perwatakan

Perwatakan dapat disebut juga sebagai penokohan.Perwatakan dapat digambarkan secara langsung dan tidak langsung dari tokoh-tokoh cerita Batu Sigadap. Perwatakan dalam cerita Batu Sigadap ini dapat kita bagi berdasarkan sifat-sifat tokoh dalam cerita :

1. Raja Silahisabungan 2. Boru Batanghari

Sikripsi ini akan membahas watak-watak tokoh cerita Batu Sigadap yang sangat mendasar dalam cerita.

1. Raja Silahisabungan

Raja Silahisabungan merupakan pemeran utama dalam cerita Batu Sigadap.Raja Silahisabungan adalah putera dari Tuan Sorba Dibanua yang


(56)

mempunyai watak yang baik hati, pemberani, penuh kasih sayang, dan hidup dalam keadilan diantara anak-anaknya.

Watak dari Raja Silahisabungan, hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 56

“...Raja Silalahi Sabungan dohot parsonduk bolonna ima siboru Padang Batanghari lao tu huta Balna, alani daona dohot mansai loja pardalanan ni nasida, siboru Padang Batanghari gabe loja jala dang adong be gogona mardalan alana naung mauas siboru Padang Batanghari i. Dungi di pantikhon Raja Silahi Sabungan ma tungkot nai tu sada batu, pintor haruarma aek sian bagas batu i, ima dilehon Raja Silahi Sabungan tu boru Padang Batanghari. Dung di inum Raja Silahi Sabungan dohot siboru Padang Batanghari aek i adong ma gogona mardalan tu huta Balna.

Terjemahan :

Raja Silahisabungan dan istrinya boru Padang Batanghari melakukan perjalanan ke desa Balna, karena perjalanan yang begitu jauh dan sulit, boru Padang Batanghari lelah dan merasa haus. Raja Silahisabungan pun memukulkan tongkatnya ke sebuah batu, dan keluarlah air, dan air tersebutlah yang diminum oleh boru Padang Batanghari dan Raja Silahisabungan. Setelah meminumnya Raja Silahisabungan dan boru Padang Batanghari memperoleh kekuatannya lagi untuk melanjutkan perjalana ke desa Balna.

Kutipan cerita diatas menggambarkan tentang kebaikan hati Raja Silahisabungan terhadap istrinya.


(57)

Lanjutannya,...

“...Raja Silahi Sabungan dohot anak na Tambun Raja di huta harangan Silalahi Nabolak. Sai ditabunihon Raja Silahisabungan dope anak nai, asa unang diboto boru Padang Batanghari alai dunghon marjanji boru Padang Batanghari manang aha pe tona na tarbege sian Raja Silahi Sabungan tung gabe naso jadi muruk boru Padang Batanghari. Dungi denggan ma dipaboa Raja Silahi Sabungan taringot boru Nairasaon i dohot anak na Tambun Raja.

Terjemahan :

“....Raja Silahisabungan kembali ke Silalahi Nabolak bersama anaknya Tambun Raja. Raja Silahisabungan sempat menyembunyikan keberadaan Tambun Raja dari boru Padang Batanghari, tetapi tidak beberapa lama kemudian Raja Silahisabungan pun menceritakan keberadaan Tambun Raja kepada boru Padan Batanghari, setelah boru Padang Batanghari berjanji tidak akan marah jika Raja Silahisabungan menceritakan yang disembunyikannya.

2. Boru Batanghari

Boru Batanghari adalah istri pertama dari Raja Silahisabungan. Watak Boru Batanghari dalam cerita Batu Sigadap adalah Boru Batanghari penyayang, baik hati, penurut, menerima keadaan.

Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 56

“...alai dunghon marjanji boru Padang Batanghari manang aha pe tona na tarbege sian Raja Silahi Sabungan tung naso gabe jadi muruk boru Padang Batanghari. Dungi denggan ma dipaboa Raja Silahi Sabungan


(58)

taringot boru Nairasaon i dohot anak na Tambun Raja. Toho tutu ndang gabe muruk boru Padang Batanghari, gabe boru Padang Batanghari ma mangarorot Tambun Raja songon pabalgahon na pitu ianakhon na dohot sada boruna.

Terjemahan :

“....boru Padang Batanghari berjanji tidak akan marah jika Raja Silahisabungan menceritakan yang disembunyikannya. Setelah Raja Silahisabungan menceritakannya, benarlah boru Padang Batanghari tidak marah,sebaliknya boru Padang Batangharilah yang membesarkan Tambun Raja seperti ketujuh anak dan satu putrinya.

Raja Silahisabungan mempunyai sifat yang tegas, sehingga segala perintah dari Raja Silahisabungan selalu dituruti oleh Boru Batanghari.

Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 57

“...disuru Raja Silahi Sabungan ma boru Padang Batanghari ma patupahon sagu-sagu marlangan. Dungi dipatupa boru Padang Batanghari sagu-sagu marlangan tarsongon dakdanak nahundul di bahul-bahul. Tolupuluh ari ma leleng na siboru Padang Batanghari patupahon sagu-sagu marlangan.

terjemahan :

“...Raja Silahisabunganpun menyuruh boru Padang Batanghari untuk membuatkan sagu-sagu marlangan. Sagu-sagu marlangan, merupakan sejenis makanan yang terbuat dari tepungberas. Boru Padang Batanghari membutkan sagu-sagu marlangan tersebut menyerupai bayi yang sedang


(59)

duduk dalam sebuah bakul. Selama tiga puluh hari lamanya boru padang Batanghari membuatkan sagu-sagu marlangan tersebut.

4.2 Analisis Nilai-Nilai Sosiologi Cerita Batu Sigadap

Berdasarkan tinjauan dari unsur-unsur intrinsik di atas, dapatlah dianalisis nilai-nilai sosiologis cerita Batu Sigadap dengan menggunakan pendekatan sosiologis tanpa menghilangkan konteks sastra karena tidak terlepas dari unsur-unsur karya sastra tersebut.

Karya sastra ini lebih menekankan pada pembahasan nilai-nilai sosiologis maka objek bahasannya adalah interaksi dari pada tokoh-tokoh dalam cerita tersebut sehingga menghasilkan nilai-nilai sosiologis yang terdapat dalam karya sastra itu sendiri.

4.2.1 Sistem Kekerabatan

Dalam cerita Batu Sigadap, sistem kekerabatan sangat lah terlihat jelas antara keakraban Datu Pejel terhadap Raja Silahisabungan dimana pemberian dari Datu pejel sangat dihargai Raja Silahisabungan.

Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 56- 57

“...tingki i laho do Raja Silahi Sabungan mardalani tu Balige, alani hasaktion ni Raja Silahi Sabungan marhite sian tonggo mangido pangidoanna tu ompu mula jadi na bolon, diubati ma boru Nairasaon. Jala ditingki i dipangidohon Raja Silahi Sabungan do upana tu natua-natua ni boru Nairasaon naingkon gabe sirongkap ni tondina boru nai jala dioloi datu Pejel do pangidoanni Raja Silahi Sabungan i.


(60)

“...pada waktu itu Raja Silahisabungan sedang mengadakan perjalanan ke Balige, karena Raja Silahisabungan merupakan orang yang sakti, yang dapat memohon langsung kepada Tuhan sang pencipta, maka Raja Silahisabungan pun mengobati boru Nairasaon. Upah yang diminta dari ayah boruNairasaon yaitu Datu Pejel adalah jika ia bisa menyembuhkan boru Nairasaon maka Raja Silahisabungan meminta agar boru Nairasaon menjadi istrinya. Padahal pada waktu itu boru Nairasaon telah memilikikekasih yang bermarga Sianturi yang padawaktu itu melakukan perjalanan, tetapi demi kesembuhan boru Nairasaon, maka upah yang diminta Raja Silahisabungan pun dituruti.

Nilai inti kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalihan Na Tolu (Hula-hula, dongantubu, boru). Hubungan kekerabatan dalam hal ini terlihat pada tutur sapa baik karena pertautan darah, solidaritas marga, martandang dan segala yang berkaitan dengan hubungan kekerabatan karena perkawinan. Dalam cerita Batu Sigadap, terdapat tokoh-tokoh seperti ayah, ibu, anak dan saudara-saudara yang mencakup hubungan kekerabatan. Nilai kekerabatan dalam serita “Batu Sigadap” terdiri dari lima persitiwa tuturan. Pertama, solidaritas tolong menolongyang dilakukan oleh Raja Silahisabungan kepada calon istri keduanya Boru Nairasaon. Kedua, Raja Silahisabungan menghormatiayah Boru Nairasaon, sehingga ia meminta persetujuan terlebih dahulu untuk menikahi Boru Nairasaon. Ketiga, ketika Boru Nairasaon memiliki seorang kekasihsebelum menikah dengan Raja Silahisabungan. Keempat, pada saat Raja Silahisabungan memberangkatkan anak


(61)

dari istri keduanya menemui pamannya. Kelima, ketika anak-anak Raja Silahisabungan sudah akur.

4.2.2 Tanggung Jawab

Tanggung Jawab adalah suatu kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung Jawab juga berati berbuat sebagai wujutan atas perbuatannya.Sebagai kepala rumah tangga diantara delapan putranya dan satu putrinya, Raja Silahisabungan bertanggaung jawab supaya dari kedepalan putranya dan satu putrinya tidak melakukan perkawinan sedarah.

Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 57-58

“...Dung i marpingkir ma Raja Silahi Sabungan asa adong angkup ni sagu-sagu marlangan tu joloan ni ari, asa mabiar pinomparna mangulahon naso uhum manang adat. Jala martonggo marpangidoan ma Raja Silahi Sabungan tu ompu mula jadi nabolon aha ma muse naeng sipatupahon na asa mabiar akka pinomparna mangulahon naso adat naso uhum hu joloan ni ari. Dungi ditompa Raja Silahi Sabungan ma sada batu namargoar Batu Sigadap, dijouma ma muse diangka anakhon nai jala dipahundul ma dijolo ni batu sigadap i, andorang so marpungu dope nasida nunga parjolo ditonggohon Raja Silahi Sabungan batu i tu ompu mula jadi nabolon. Adong ma dua batui, sada jongjong jala nasannai gadap. Dungi didokma tu angka anakhonna dibatu sigadap on. manang ise manghatindangkon habonaron imana pe tong ma songon batu jongjong on. Jala manang ise manghatindanghon naso toho ingkon mate ma ibana tarsongon Batu Sigadap on .


(62)

Terjemahan :

“..Raja Silahisabungan kembali berpikir untuk hari esok, untuk melengkapi sagu-sagu marlangan. Akan bagaimana lagi anak-anaknya jika tumbuh perkelahian, ia teringat kembali kelakuan anak-anaknya dulu. Berpikir dan berdoalah Raja Silahisabungan apa yang akan hendak ia buat esok hari agar anak-anaknya takut melakukan yang tidak baik, yang tidak akan melakukan dosa di hadapan Tuhan Maha pencipta. Maka diciptakanlah Batu Sigadap,setelah itu dipanggillah seluruh anak-anaknya dan dijejerkanlah dihadapan Batu Sigadap. Batu Sigadaptersebut telah didoakan berdasarkan kuasa Tuhan, dan dikuatkan oleh Tuhan. Batu tersebut terdiri dari dua buah batu, satu jonjong (berdiri) dan satunya lagi gadap (tergeletak). Dan dinyatakanlah kepada seluruh anak-anaknya agar saling berterus terang. Siapa yang menyatakan kebenaran maka ia akan tetap benar seperti batu jonjong (berdiri), dan siapa yang salah ia akan mati seperti batu gadap (tergeletak).

Sebelum adanya hukum formal seperti sekarang, masyarakat Batak Toba menganut hukum tradisional yang berkaitan dengan hukum adat. Dari Debata Mula Jadi Nabolon melalui nenek moyang hula-hula, yang mengatur kehidupan manusia dengan manusia dan alam sekitarnya, sekaligus mengatur hubungan manusia dengan roh nenek moyang dan Debata Mula Jadi Nabolon. Selain bersumber dari uhum adat yang berlaku dikalangan masyarakat, Uhum juga ditetapkan oleh kepala-kepala suku atau raja-raja adat setempat. Dalam cerita Batu


(63)

Sigadap makna tanggung jawab sangatlah kuat. Batu Sigadap berlaku bagi masyarakat Silalahi tidak lain sebagai penghakiman terakhir yang melakukan pelanggaran. Nilai tanggung jawab terdapat dua perstiwa tutur. Tuturan pertama menyebutkan Raja Silahisabungan membuat sagu-sagu marlangan yang berisikan nasehat-nasehat agar keturunnya kelak tidak melakukan kesalahan terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuturan kedua menyebutkan Raja Silahisabungan membuat Batu Sigadap mempertanggungjawabkan agar anak-anaknya kelak tidak melakukan kejahatan.

4.2.3 Kasih Sayang

Kasih sayang adalah suatu perasaan cinta atau sayang dan akan menunjukan rasa perhatian yang mungkin akan berlebihan. Kasih sayang dalam cerita Batu Sigadap terlihat dari Raja Silahisabungan menyayangi anaknya Tambun Raja.

Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 57

“...Dungi denggan ma dipaboa Raja Silahi Sabungan taringot boru Nairasaon i dohot anak na Tambun Raja. Toho tutu dang gabe muruk boru Padang Batanghari, gabe boru Padang Batanghari ma mangarorot Tambun Raja songon pabalgahon na pitu i anakhonna dohot sada boruna.

Terjemahan :

“....Raja Silahisabungan pun menceritakan keberadaan Tambun Raja kepada boru Padang Batanghari, setelah boru Padang Batanghari berjanji tidak akan marah jika Raja Silahisabungan menceritakan yang disembunyikannya. Setelah Raja Silahisabungan menceritakannya,


(64)

benarlah boru Padang Batanghari tidak marah,sebaliknya boru Padang Batangharilah yang membesarkan Tambun Raja seperti ketujuh anak dan satu putrinya. Tambun Raja begitu dimanja oleh Raja Silahisabungan dan boru Padang Batanghari.

Kehadiran kasih sayang dalam kehidupan orang Toba sangatlah diperlukan. Kasih sayang dalam masyarakat Batak Toba terutama dalam dalihan natolu diperuntukan untuk boru yang berisikan elek marboru. Cinta kasih adalah pemberi kearifan, pemberi kesejahteraan, pelindung yang ditaati, pencipta ketentraman batin. Nilai kasih sayang pada cerita Batu Sigadap terdapat satu peristiwa tutur, yaitu pada saat Raja Silahisabungan membawa anaknya Raja Tambun ke desa Silalahi dan membesarkan Raja Tambun seperti membesarkan ketujuh anaknya dan putrinya.

4.2.4 Pertentangan

Pertentangan dapat disebabkan oleh perbedaan pendapat, salah paham, dendam, tidak menerima kondisi dan keberadaan orang lain. Pertentangan yang dimaksudkan dalam cerita ini adalah pemberian kasih sayang kepada Tambun Raja yang dipicu menjadi keirihan bagi saudara-saudaranya yang lain. Secara umum pertentangan itu adalah luapan emosional dari satu orang dengan orang lain.

Hal ini dilihat dalam contoh berikut: sinopsis, halaman 57

“...Alani burjuni boru Padang Batanghari tusi Tambun Raja gabe leas ma roha ni anak na pitunai. Sai jot-jot do dimuruki anak sipitu-pitu i Tambun Raja.


(65)

Disada tikki magalu-aluma Tambun Raja tu boru Padang Batanghari, jala pintor dipaboa boru Padang Batanghari ma tu Raja Silahi Sabungan najotjot halaki marbada.

Terjemahan :

“....Tambun Raja begitu dimanja oleh Raja Silahisabungan dan boru Padang Batanghari, sehingga menimbulkan kebencian ketujuh anak tersebut. Tambun Raja pun selalu dimaki oleh ketujuh anak boru Padang Batanghari. Maka mengadulah Raja Tambun kepada boru Padang Batanghari. Karena mereka sering bertengkar, maka boru Padang Batangaharin memberitahukan kepada suaminya, Raja Silahisabungan. Proses melibatkan atau dilibatkan dalam suasana konflik, mendidik orang toba menjadi orang yang terbuka. Hal ini dapat dipahami, karena hampir tidak ada konflik yang disembunyikan. Berkonflik dalam masyarakat Toba bukanlah suatu aib Nilai konflik dalam cerita ”Batu Sigadap” terdapat tiga peristiwa tutur. Kemarahan marga Sianturi mengetahui boru Nairasaon telah menikah. 4.4 Pandangan Masyarakat Silalahi terhadap cerita Batu Sigadap

Masyarakat di desa Silalahi sangat taat pada aturan dan norma adat, hal ini dibuktikan dengan adanya batu peninggalan Raja Silahisabungan, batu ini dinamakan Batu Sigadap. Letak batu Sigadap berjauhan dengan tugu makam Raja Silahisabungan. Batu sigadap dapat dijumpai kearah perkampungan bagian atas desa Silalahi. Batu sigadap adalah sebuah cerita rakyat yang sangat relevan bagi masyarakat desa Silalahi yang dipandang dari segi pola kehidupan masyarakat tersebut. Hal ini dapat dilihat dari cara pandang masyarakat terhadap cerita rakyat tersebut. Masyarakat Silalahi menyakini kebenaran cerita Batu Sigadap.


(66)

Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam legenda Batu Sigadap tidak terlepas dengan pola budaya masyarakat dewasa ini. Masyarakat desa Silalahi mempercayai adanya kekuatan supernatural yang ditimbulkan oleh Batu Sigadap ini, sehingga kebanyakan pihak yang bertikai akan menolak dibawa ke Batu Sigadap karena masih mempercayai kekuatan di dalamnya dan memilih menyelesaikan masalah berdasarkan kekeluargaan daripada menerima konsekuensi yang berat. Keberadaan Batu Sigadap saat ini sangat lah dijaga oleh masyarakat desa silalahi, Batu Sigadap bukanlah tempat objek wisata karena keberadaan maasyarakat setempat menganggap tempat ini sangatlah sakral, bukan sembarangan orang masuk dan harus mengucapkan doa “Parsantabian” agar tidak terkena dampak jika masuk dalam sekitar Batu Sigadap.

Dalam cerita rakyat Batu Sigadap ini, banyak pedoman yang diambil oleh masyarakat desa Silalahi diantaranya sebagai berikut:

1) Sebagai mahkamah peradilan tertinggi.

Batu Sigadap dijadikan dan berguna untuk tempat persidangan bagi orang-orang yang melakukan kesalahan, sehingga dewasa ini masyarakat desa Silalahi tidak berani melanggar adat dan melakukan perbuatan yang salah.

Hal ini dapat dibuktikan, menurut salah satu informan Pannes Rumasondi pernah terjadi bencana merenggut nyawa “marujung ngolu”salah seorang penduduk dari daerah lain mengambil pusaka peninggalan dari desa Silalahi, karena tidak mengakui kesalahannya maka orang tersebut meninggal dunia “marujung ngolu” ditempat ketika diadkan persidangan di temapt Batu Sigadap.


(67)

2) Sebagai tempat keseimbangan bagi masyarakat desa Silalahi.

Arti dari keseimbangan yang dimaksud disini adalah bahwa Batu Sigadap berperan yang menjadi poros dalam mengikat persudaraan agar tidak terjadi pertengkaran dan perpecahan persaudaraan diantara kalangan masyarakat Silalahi yang dihuni beberapa sub ras golongan batak, yaitu: Batak Toba, Pakpak Dairi, Karo, Simalungun.

3) Hasangapon

Masyarakat Silalahi percaya bahwa Batu Sigadap memiliki nilai “Hasangapon” karena dapat memberi kearifan dan ketentraman dalam menyelesaikan sebuah masalah bagi masyarakat desa Silalahi. Hasangapon yang paling menonjol bagi masyarakat desa Silalahi yaitu isi dari sagu-sagu marlangan


(1)

(2)

Lampiran 3: Daftar pertanyaan.

1. Siapakah yang menciptakan Batu Sigadap ini?

2. Bagaimana awal kisah hingga terjadi Batu Sigadap di Desa Silalahi? 3. Bagaimana perkembangan cerita Batu Sigadap untuk dewasa ini?

4. Apakah Batu Sigadap masi dianggap sakral oleh masyarakat Desa Silalahi?

5. Bagaimana tanggapan dan pandangan masyarakat dengan adanya Batu Sigadap di Desa Silalahi?

6. Apakah ada fakta yang membuktikan jika Batu Sigadap ini sakral seperti yang diceritakan akan ada kematian terhadap orang yang berbuat kesalahan?

7. Bagaimanakah jika sebuah pertikaian pada saat zaman sekarang terjadi dikampung ini akan kah dibawah ke Batu Sigadap?

8. Siapa saja yang boleh melakukan tradisi untuk mengadili orang yang bersalah pada Batu Sigadap di Desa Silalahi?

9. Bagaimana cara masyarakat mempertahankan dan menjaga kelestarian Batu Sigadap?


(3)

Lampiran 4: Daftar-daftar informan

1. Nama : Pannes Rumasondi

Umur : 63 Tahun

J. Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta

Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia

Agama : Kristen Protestan

2. Nama : Sampe Sijabat

Umur : 54 Tahun

J. Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta

Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia

Agama : Kristen Protestan

3. Nama : Pardomuan Limbong

Umur : 40 Tahun

J. Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Wiraswasta

Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia

Agama : Kristen Protestan

4. Nama : Jaleman Silalahi Sidabut


(4)

J. Kelamin : Laki-laki Pekerjaan : Pensiunan PNS

Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia

Agama : Kristen Protestan

5. Nama : Darmen Situmorang

Umur : 48 Tahun

J. Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Kepala Desa Silalahi

Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia

Agama : Kristen Protestan

6. Nama : Suparman Sidebang

Umur : 52 Tahun

J. Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pensiunan Kepala Desa

Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia

Agama : Kristen Protestan

7. Nama : Paulus Sijabat

Umur : 43 Tahun

J. Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Bahasa : Bahasa Toba, bahasa Indonesia


(5)

(6)