Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Bahasa Inggris memiliki peranan penting di era globalisasiini. Betapa tidak, bahasaInggrismerupakanbahasa yang digunakan sebagai jembatan komunikasi Internasional. Berbagai masyarakat global menggunakanbahasaInggrisuntukmelakukan interaksi. Tidak hanya sebagai alat komunikasi antarbangsa, bahasa Inggris pun kini semakin luas dipergunakan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti aspek ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan seni. Semua literatur dalam berbagai aspek kehidupan tersebut telah menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. Oleh karena itu untuk memperoleh informasi dan memperluas wawasan masyarakat secara global, maka diperlukan pemahaman bahasa Inggris sebagai kunci utamanya. Di Indonesia, bahasa Inggris bukanlah merupakan bahasa pertama yang digunakan masyarakat untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehair-hari. Bahasa pertama yang digunakan merupakan bahasa daerah, misalnya bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Adapun bahasa kedua yang digunakan oleh masyarakat adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional. Hal inilah yang lantas menjadikan bahasa Inggris menempati posisi bahasa asing lingua franca bagi masyarakat Indonesia. Lingua franca dapat didefinisikan sebagai bahasa yang secara luas diadopsi untuk berkomunikasi diantara dua pembicara yang memiliki bahasa pertama yang berbeda satu sama lain dan dimana salah satu atau kedua pembicara tersebut menggunakan bahasa yang diadopsi itu sebagai bahasa keduanya. Harmer, 2001, hlm. 1. Menyadari peran penting bahasa Inggris dalam menghadapi persaingan global, maka pemerintah telah menjadikan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa di berbagaijenjangpendidikan dari mulai SekolahDasar, SekolahMenengahPertama, SekolahMengengahAtas, hingga jenjangPerguruanTinggi. Di jenjangpendidikanSekolahDasar sebagai wadah pertama bagi penyelenggaraan proses pembelajaran secara formal,mata pelajaran bahasa Inggris sebagaimana yang tertera dalam Standar Isimemiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan berkomunikasi lisanyang diiringi dengan tindakan language accompanying action dalam lingkup yang sederhana yakni di lingkungan sekolah. Kemampuan komunikasi siswa dapat diperoleh melalui proses dari serangkaian kegiatan dalam memahami informasi sehingga siswa dapat mengungkapkan pikiran, ide, gagasan, dan perasaan secara verbal dan nonverbal. Tidak hanya memiliki kemampuan berkomunikasi, siswa juga perlu menyadari akan hakikat pentingnya bahasa Inggris. Hal ini dinilai penting, demi peningkatan mutu generasi bangsa dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. Lebih lanjut, ruang lingkup kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris yang harus dikuasai siswa meliputi aspek-aspek keterampilan mendengarkanmenyimak listening, berbicara speaking, membaca reading, dan menulis writing. BSNP, 2006, hlm. 136; Depdiknas, 2006, hlm. 4 Keterampilan membaca pada mata pelajaran bahasa Inggris merupakan salah satu dari keempat keterampilan berbahasa yang harus dikuasai dan dikembangkan di Sekolah Dasar. Keterampilan membaca tidak dapat dipisahkan dari keterampilan berbahasa lainnya. Hal ini dikarenakan keempat keterampilan berbahasa tersebut merupakan suatu kesatuan yang memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, dan akan saling menunjang permerolehan kemampuan berbahasa siswa. Banyak manfaat yang bisa didapat siswa dari kegiatan membaca. Dengan membaca, siswa akan mendapatkan berbagai informasi dan pengetahuan baru, sehingga wawasan siswa terhadap berbagai aspek kehidupan pun akan semakin luas. Berbagai pengalaman ketika membaca juga akan membuat siswa mampu berpikir kritis terhadap sesuatu, Selain itu, kecerdasan dan prestasi siswa pun akan meningkat setelah siswa rajin melakukan kegiatan membaca. Gibson, 2003 Suatu hal sangat dibutuhkan dalam keterampilan membaca adalah penguasaan kemampuan membaca. Penguasaan kemampuan membaca didapat melalui serangkaian pengalaman siswa ketika membaca. Oleh karena itu membaca tidak dapat dikuasai secara instan, tapi membutuhkan proses yang sistematis dan berkesinambungan. Proses dari kegiatan membaca meliputi tiga tahap yaitu recording, decoding, dan meaning. Dalam proses recording siswa dituntut harus memiliki pengetahuan tentang kata-kata dan mengasosikan kata- kata tersebut ke dalam bunyi atau ejaan yang sesuai. Setelah proses recording dilalui, maka siswa harus menerjemahkan rangkaian kata-kata tersebut, proses inilah yang dinamakan proses decoding. Sedangkan proses meaning merupakan proses dalam memahami makna kata-kata yang berlangsung dari tingkat pemahaman yakni pemahaman interpretatif, kreatif, dan evaluatif. Ketiga proses dalam kegiatan membaca ini saling berkaitan satu sama lain. Keterkaitanya tampak pada proses yang harus dilalui siswa secara bertahap dan berkesinambungan. Rahim, 2008, hlm. 2. Dalam Depdiknas 2006, hlm. 4 dijelaskan bahwa pembelajaran membaca pada mata pelajaran Bahasa Inggris di SD meliputi membaca nyaring dan memahami makna dalam intruksi, informasi, teks fungsional pendek, dan teks deskriptif bergambar sangat sederhana yang disampaikan secara tertulis dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar. Membaca nyaring reading aloud merupakan kegiatan membaca yang dilakukan dengan suara keras untuk melatih kefasihan siswa dalam pengucapan pronunciation bahasa Inggris. Pengucapan pronunciation dalam kegiatan membaca nyaring meliputi pelafalan, jeda, tekanan, dan intonasi yang tepat sesuai teks bacaan. Namun karena bahasa Inggris relatif berbeda dengan bahasa asli siswa, maka banyak siswa mengalami kesulitan dalam hal pengucapan kalimat bahasa Inggris. Selain itu perasaan jenuh dan frustasi pun acap kali menghampiri siswa ketika pembelajaran membaca bahasa Inggris berlangsung, hal ini menyebabkan motivasi siswa menjadi berkurang. Dalam membangkitkan motivasi siswa untuk belajar bahasa Inggris, dibutuhkan peran seorang guru. Guru merupakan salah satu faktor penting dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas. Tanpa adanya guru maka kegiatan pembelajaran tidak akan terjadi dengan baik. Dan untuk membangkitkan motivasi siswa, guru seyogyanya harus mampu menyediakan pembelajaran yang bermakna dan suasana yang menyenangkan bagi siswa. Hasil studi pendahuluan di kelas V Sekolah Dasar Negeri Citapen menunjukkan bahwa dalam pembelajaran membaca nyaring bahasa Inggris siswa memiliki berbagai kesulitan. Kesulitan tersebut terletak pada pengasosiasian antara teks bacaan dengan pengucapan pronunciation yang cenderung berbeda, siswa pun memiliki pemahaman yang kurang terhadap makna teks bacaan. Selain itu, ketika guru meminta anak untuk membaca nyaring, siswa merasa malu dan takut pengucapannya salah, sehingga membuat siswa menjadi tidak berani melafalkan kalimat bahasa Inggris dengan baik dan benar. Dengan adanya kesulitan inilah, yang lekas membuat siswa merasa tidak tertarik dengan pembelajaran membaca dan akhirnya siswa memiliki semangat belajar yang kurang. Salah satu upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi berbagai kesulitan siswa tersebut yakni dengan memberikan dorongan semangat kepada siswa supaya siswa memiliki minat atau ketertarikan dalam pembelajaran membaca nyaring bahasa Inggris. Dorongan semangat tersebut berupa ucapan good untuk siswa yang berhasil melafalkan kalimat dengan baik, dan tulisan excellent pada buku tulis siswa karena telah mengerjakan tugas dengan baik dan benar. Dorongan semangat tersebut senantiasa disertai dengan latihan dan pengembangan keterampilan membaca nyaring siswa secara terus menerus. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan menyuguhkan permainan ketika pembelajaran berlangsung pun dilakukan guru agar siswa tidak merasa jenuh. Guru meyakini bahwa dengan suasana belajar yang menyenangkan akan berdampak positif pada pencapaian hasil belajar yang optimal pada pembelajaran membaca nyaring bahasa Inggris. Berbagai bentuk upaya dalam mengatasi kesulitan siswa dalam membaca nyaring yang telah dipaparkan diatas merupakan implikasi dari salah satu keterampilan mengajar yang harus dikuasai guru yakni penguasaan keterampilan memberikan penguatan reinforcement skill. Keterampilan mengajar sangat penting sebagai penunjang guna mencapai keberhasilan dalam proses dan hasil belajar siswa. Berkaitan dengan hal tersebut, Moh. Uzer Usman 2006, hlm. 74 mengemukakan delapan jenis keterampilandasarmengajar teaching skills yang harusdikuasai guru adalahketerampilanbertanya questioning skills, keterampilan memberikanpenguatanreinforcement skills,keterampilanmengadakanvariasivariation skills, keterampilanmenjelaskanexplaning skills, keterampilanmembukadanmenutuppembelajaranset induction and closure, keterampilanmembimbingkelompokkecil, keterampilanmengelolakelas, danketerampilanmengajarperseorangan Reinforcement merupakan suatu upaya atau usaha yang dilakukan oleh guru guna memperoleh respon atau umpan balik terhadap perilaku siswa, sebagai kegiatan dalam memodifikasi perilaku siswa supaya perilaku siswa sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan guru menggunakan reinforcement yakni supaya perilaku positif yang diharapkan dari siswa dapat terulang kembali dan perilaku negatif yang kurang diharapkan dari siswa dapat diperbaiki ataubahkan cenderung dihilangkan. Dengan penggunaan reinforcement diharapkan proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai seoptimal mungkin. Moh Uzer Usman, 2006, hlm. 80 Skinner dalam Bimo Walgito, 1980, hlm. 81 sebagai penggagas munculnya istilah reinforcement, mengklasifikasikan reinforcement kedalam dua jenis yaitu positive reinforcement dan negative reinforcement. Positive reinforcement ini diidentikkan dengan konsekuensi atas perilaku positif yang telah dilakukan individu, dengan maksud supaya perilaku positif tersebut dapat terulang kembali. Sedangkan negative reinforcement merupakan bentuk konsekuensi yang diberikan terhadap perilaku negatif individu yang tidak diharapkan dan tentu saja hal tersebut diberikan untuk merubah perilaku negatif tersebut menjadi perilaku yang diharapkan, atau bila dianggap beresiko maka perilaku negatif tersebut dapat dihilangkan. Perbedaan yang mendasari antara positive reinforcement dan negative reinforcement dari Skinner terletak pada stimulus atau rangsangan, jika pada positive reinforcement terjadi penambahan stimulus terhadap respon individu yang diharapkan sebelumnya, maka pada negative reinforcement, terjadi penarikan atau pengurangan stimulus. Penambahan dan pengurangan stimulus tersebut tersebut tentunya merupakan salah satu cara untuk memodifikasi perilaku agar sesuai dengan yang diharapkan. Sementara Turney 1983 mengklasifikasikan reinforcement ke dalam enam jenis yaitu verbal reinforcement, gesture reinforcement, activity reinforcement, proximity reinforcement, contact reinforcement, dan token reinforcement. Verbal reinforcement berhubungan erat dengan kata-kata yang diucapkan guru sebagai penguat perilaku siswa seperti good, excellent, dan that’s right. Gesture reinforcement berhubungan dengan mimik wajah dan gerak tubuh guru selama kegiatan pembelajaran. Activity reinforcement berhubungan dengan penyediaan berbagai aktifitas yang menyenangkan bagi siswa dalam kegiatan pembelajaran, seperti bernyanyi, mendengarkan musik, dan bermain. Proximity reinforcement, berhubungan dengan gerakan guru dalam mendekati siswa seperti berjalan menghampiri siswa dan duduk dengan siswa. Adapun contact reinforcement, berhubungan dengan sentuhan guru terhadap siswa. Sentuhan tersebut dapat berupa usapan kepala atau bahu siswa, dan berjabat tangan dengan siswa. Sedangkan token reinforcement berhubungan dengan benda yang diberikan guru kepada siswa, seperti mainan, alat tulis, stiker, dan komentar tertulis pada buku siswa. Lemann 1998 dalam Flora 2004, hlm. 4-5 mengungkapkan bahwa pada tahun 1975 di daerah Houston Texas terdapat sekolah bernama Wesley Elementary yang dipimpin oleh Thaddeus Lott sebagai kepala sekolah. Wesley Elementary memiliki populasi siswa minoritas sebesar 99, dan hanya 18 dari anak kelas tiga yang mampu membaca. Namun berselang beberapa tahun kemudian pada tahun 1998, Wesley Elementary menempati peringkat 13 dari 182 sekolah yang terdapat di Houston dalam hal keterampilan membaca siswa. Kesuksesan Lott tersebut terletak pada penggunaan reinforcement dalam program sekolah sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Guru di sekolah tersebut ketika proses belajar mengajar menggunakan metode direct instruction. Dalam metode direct instraction, siswa secara sistematis dan berkelanjutan diberikan latihan membaca oleh guru. Selain itu, siswa juga mendapatkan konsekuensi dari setiap perilaku yang diperbuatnya, misalnya jika siswa menjawab pertanyaan dengan benar maka diberikan reinforcement, namun jika siswa melakukan kesalahan maka dengan segera dikoreksi oleh guru. Hal inilah yang membuat siswa di sekolah tersebut sukses dalam keterampilan membacanya. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui secara lebih mendalam dan menyeluruh tentang jenis-jenis reinforcement yang diberikan guru kepada siswa yang dianalisis berdasarkan teori Skinner 1938 dan Turney 1983. Selain itu, peneliti juga hendak mengetahui tentang frekuensi pemberian reinforcement guru berdasarkan jadwal reinforcement dalam pembelajaran membaca nyaring bahasa Inggris di kelas V Sekolah Dasar. Dengan demikian peneliti mengangkat judul “Reinforcement dalam Pembelajaran Membaca Nyaring Bahasa Inggris di Kelas V Sekolah Dasar Negeri Citapen Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian