Benign Prostatic Hyperplasia BPH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Benign Prostatic Hyperplasia BPH

2.1.1. Definisi BPH adalah gangguan yang makroskopiknya ditandai dengan pembesaran dari kelenjar prostat dan histologisnya disebabkan oleh hiperplasia stroma yang progresif dan hiperplasia kelenjar prostat. Jaringan prostat yang terus berkembang ini pada akhirnya dapat mengakibatkan penyempitan dari pembukaan uretra. Akibatnya, klinis BPH sering dikaitkan dengan lower urinary tract symptoms LUTS. Bahkan, BPH merupakan penyebab utama LUTS pada pria tua Speakman , 2008. 2.1.2. Epidemiologi Prevalensi histologis BPH dalam studi otopsi meningkat dari sekitar 20 pada pria berusia 41-50 tahun, 50 pada pria berusia 51-60 tahun, dan 90 pada pria yang berusia lebih dari 80 tahun. Gejala obstruksi prostat juga terkait dengan usia meskipun bukti klinisnya lebih jarang terjadi. Pada usia 55 tahun, sekitar 25 pria dilaporkan mengalami obstruktif gejala voiding. Pada usia 75 tahun, 50 dari pria mengeluhkan terjadinya penurunan dalam kekuatan dan kaliber pancaran urin Presti , et al., 2008. 2.1.3. Etiologi Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron DHT dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah : a. Teori dihidrotestosteron DHT DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah Universitas Sumatera Utara terbentuk berikatan dengan reseptor androgen RA membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growht factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat Purnomo, 2011. NADPH NADP 5 α-reduktase Testosteron Dihidrotestosteron Gambar 2.1. Perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron oleh enzim 5 α-reduktase Sumber : Dasar-dasar Urologi Purnomo, 2011 b. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron Pada pria dengan usia yang semakin tua, kadar estrogen dalam serum relatif meningkat dibandingkan kadar testosteron. Pasien dengan BPH cenderung memiliki kadar estradiol yang lebih tinggi dalam sirkulasi perifer. Dalam the Olmsted County cohort, tingkat estradiol serum berkorelasi positif dengan volum prostat. Estrogen di dalam prostat berperan pada proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat apoptosis Roehborn et al., 2007. c. Interaksi stroma-epitel Interaksi stroma-epitel berperan penting dalam regulasi hormonal, seluler, dan molekuler pada perkembangan prostat normal dan neoplastik. Proses peningkatan usia menyebabkan akumulasi bertahap dari massa prostat. Sebuah studi yang dilakukan oleh Cunha et al. menunjukkan bahwa sel stroma memiliki kemampuan untuk memodulasi diferensiasi sel epitel prostat normal. Penelitian lain juga telah menunjukkan bahwa faktor pertumbuhan yang dihasilkan oleh sel epitel dan stroma dapat meregulasi Universitas Sumatera Utara sel-sel prostat baru. Penyimpangan dari faktor pertumbuhan peptida atau reseptornya dapat langsung memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan prostat yang tidak terkendali yang menyebabkan BPH Jie, et al., 2009. d. Berkurangnya kematian sel prostat Gambar 2.2. Keseimbangan Proliferasi sel dan Apoptosis pada Prostat Agonis antagonis EGF KGF TGF- β IGFs Seimbang Sumber : Campbell-Walsh Urology 9th Edition Roehborn et al., 2007 Homeostasis pada kelenjar yang normal terjadi karena adanya keseimbangan antara inhibitor pertumbuhan dan mitogens, yang masing- masing menghambat atau menginduksi proliferasi sel tetapi juga mencegah atau memodulasi kematian sel apoptosis. Pada pasien BPH, terjadi pertumbuhan abnormal hiperplasia pada prostat yang mungkin disebabkan oleh faktor pertumbuhan lokal atau reseptor faktor pertumbuhan yang abnormal, yang menyebabkan meningkatnya proliferasi atau menurunnya kematian sel apoptosis Roehborn et al., 2007. e. Teori sel stem Ukuran prostat dapat menggambarkan adanya jumlah absolut sel stem pada kelenjar prostat. Lonjakan hormon androgen postnatal akan membentuk jaringan prostat sehingga menginduksi pertumbuhan prostat berikutnya. Sama seperti regulasi hormon jaringan prostat pada dewasa, hormon seks steroid dapat memberikan efek pembentukan jaringan prostat secara langsung atau tidak langsung melalui serangkaian jalur yang kompleks Roehborn et al., 2007. Androgen DHT Proliferasi sel Kematian sel apoptosis prostat Universitas Sumatera Utara 2.1.4. Faktor Risiko Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah : 1. Kadar Hormon Menurut Guess 1995 dalam Amelia 2007 kadar testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu DHT oleh enzim 5 α-reduktase, yang berperan penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat. 2. Usia Proses penuaan akan menginduksi penghambatan proses maturasi sel sehingga perkembangan sel-sel yang berdiferensiasi berkurang dan mengurangi tingkat kematian sel Roehborn et al., 2007. 3. Ras Menurut Roehborn 2002 dalam Amelia 2007 orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar menderita BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah. 4. Genetik Salah satu analisis kasus-kontrol, di mana subjek penelitiannya adalah pria berusia dibawah 64 tahun yang menjalani operasi BPH, diperkirakan lebih dari 50 pria menderita penyakit BPH secara genetik. Penelitian lain telah menyebutkan bahwa penyakit ini diwariskan secara autosomal dominan Parsons, 2010. 5. Obesitas Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat Bain, 2006. 6. Penyakit Diabetes Mellitus Dalam beberapa studi kohort yang berbeda yang dilakukan secara kumulatif yang menggabungkan puluhan ribu orang menunjukkan bahwa peningkatan kadar glukosa puasa plasma berhubungan dengan peningkatan ukuran prostat dan peningkatan risiko pembesaran prostat, Universitas Sumatera Utara klinis BPH, operasi BPH, dan LUTS Parsons, 2010. 2.1.5 . Patofisiologi Pembesaran prostat tergantung pada potensi androgen dihidrotestosteron DHT. Dalam kelenjar prostat, 5-alfa-reduktase tipe II merubah testosteron menjadi DHT, yang bekerja secara lokal, namun tidak secara sistemik. DHT mengikat reseptor androgen pada inti sel, yang berpotensi menyebabkan BPH Deters, 2013. BPH akan meningkatkan resistensi uretra, sehingga sebagai kompensasinya menyebabkan perubahan pada fungsi kandung kemih. Selain itu juga terjadi peningkatan tekanan detrusor untuk mempertahankan aliran urin. Obstruksi yang disebabkan oleh perubahan fungsi detrusor, diperberat oleh peningkatan usia yang menyebabkan perubahan pada fungsi kandung kemih dan fungsi sistem saraf, yang menyebabkan frekuensi yang sering untuk mengeluarkan urin, urgensi, dan nokturia Roehborn et al., 2007. 2.1.6. Manifestasi Klinis Tabel 2.1. LUTS pada BPH Storage urin Voiding Setelah Miksi Urgency Frekuensi sering Urgency incontinence Nokturia Hesistensi Aliran melemah Intermitten miksi terputus Distensi abdomen Postvoid dribble Rasa tidak lampias Sumber : The Canadian Journal of Urology Kapoor, 2012 Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih bagian sebelah bawah, beberapa ahliorganisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh World Health Organization WHO adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau IPSS International Prostatic Symptom Score AUA, 2006. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2. International Prostatic Symptom Score IPSS Gejala Tidak Perna h 20 50 =50 50 Hampir Selalu 1. Berkemih tidak lampias Dalam sebulan ini berapa sering anda merasakan sensasi tidak lampias saat berkemih terasa belum habis 1 2 3 4 5 2. Sering berkemih Dalam sebulan ini berapa sering anda ingin berkemih lagi dalam 2 jam setelah anda berkemih 1 2 3 4 5 3. Berkemih terputus- putus Dalam sebulan ini berapa sering anda pada saat berkemih terhenti sejenak, lalu mulai lagi terputus- putus 1 2 3 4 5 4. Tidak dapat menunda untuk berkemih Dalam sebulan ini berapa sering anda 1 2 3 4 5 Universitas Sumatera Utara merasa kesulitan untuk menunda berkemih 5. Pancaran berkemih yang lemah Dalam sebulan ini berapa sering anda mengalami pancaran berkemih yang lemah 1 2 3 4 5 6. Mengedan saat berkemih Dalam sebulan ini berapa sering anda mengedan sebelum mulai berkemih 1 2 3 4 5 7. Berkemih di malam hari Dalam bulan ini berapa sering anda harus bangun tidur di malam hari untuk berkemih Tidak perna h= 0 1 kali = 1 2 kali = 2 3 kali = 3 4 kali = 4 5 kali = 5 Sumber: Smith’s General Urology 17th Edition Presti et al, 2008 Catatan : 0-7 : Gejala ringan 8-19 : Gejala sedang 20-35 : Gejala berat Presti et al, 2008 2.1.7. Diagnosis a. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa di daerah simfisis akibat retensi urin. Pada DRE diperhatikan : • Tonus sfingter anirefleks bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan Universitas Sumatera Utara adanya kelainan buli-buli neurogenik • Mukosa rektum • Keadaan prostat, antara lain : kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat. DRE pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul Purnomo, 2011. b. Laboratorium Urinalisis dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau hematuria dan kreatinin serum diperiksa untuk menilai faal ginjal. Penanda tumor prostate specific antigen PSA bisa diperiksa apabila dicurigai adanya kanker prostat Presti et al, 2008. c. Pencitraan Pemeriksaan USG dapat dilakukan melalui trans abdominal ultrasonography TAUS dan trans urethral ultrasonography TRUS. Dari TAUS diharapkan mendapatkan informasi mengenai perkiraan volum besar prostat; menghitung sisa residu urin paska miksi; panjang protusi prostat ke buli-buli. Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya keganasan prostat berupa area hipoekoik dan sebagai penunjuk dalam melakukan biopsi prostat Purnomo, 2011. d. Sistoskopi Sistoskopi tidak dianjurkan untuk menentukan pengobatan tetapi dapat membantu dalam memilih tindakan bedah pada pasien yang memilih terapi invasif Presti et al, 2008. e. Residual volum urin postvoid RVP adalah volume urin yang tersisa di kandung kemih setelah berkemih. RVP umumya berkisar 20-30 cc Berges et al, 2011. Pengukuran RVP dapat dilakukan secara invasif yaitu kateterisasi maupun non-invasif yaitu USG. Teknik invasif akurat jika dilakukan dengan benar namun menimbulkan risiko seperti cedera uretra, ISK, dan bakteremia yang bersifat sementara Roehborn et al., 2007. f. Uroflometri merupakan rekaman elektronik dari pancaran aliran urin Universitas Sumatera Utara selama berkemih. Apabila hasil uroflometri menunjukkan pancaran aliran urin lemah, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya obstruksi misalnya: hiperplasia prostat Roehborn et al., 2007. 2.1.8. Komplikasi Hiperplasia prostat Penyempitan lumen uretra posterior Peningkatan tekanan intravesikal Buli-buli Ginjal dan Ureter a. Hipertrofi otot detrusor a. Refluks vesiko-ureter b. Trabekulasi b Hidroureter c. Selula c. Hidronefrosis d. Divertikel buli-buli d. Pionefrosis e. Gagal ginjal Gambar 2.3. Bagan pengaruh hiperplasia prostat pada saluran kemih Sumber : Dasar-dasar Urologi Purnomo, 2011

2.2. Infeksi Saluran Kemih ISK

Dokumen yang terkait

Karakteristik Pasien Benign Prostate Hyperlasia (BPH) yang Menjalani Transurethral Resection of Prostate (TURP) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada Periode Januari 2012-Desember 2013

9 79 79

Profil Pasien Benign Prostate Hyperplasia yang Dilakukan Ultrasonografi di Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi Periode Bulan Juli 2012 Hingga Desember 2012

4 48 49

Gambaran Histopatologi Penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dan Kanker Prostat di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum pusat Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, periode 2008-2009

2 33 78

Hubungan Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Kejadian Benign Prostatic Hyperplasia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2015

13 72 60

Hubungan Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Kejadian Benign Prostatic Hyperplasia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2015

0 0 13

Hubungan Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Kejadian Benign Prostatic Hyperplasia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2015

0 0 2

Hubungan Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Kejadian Benign Prostatic Hyperplasia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2015

0 0 3

Hubungan Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Kejadian Benign Prostatic Hyperplasia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2015

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) - Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012

0 0 16

Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012

0 0 15