Elemen Kerja
Waktu Terpilih
detik Rating
Factor
Waktu Normal
detik Allowance
Waktu Baku
detik Jumlah
Operasi Waktu Baku
dibulatkan detik
1 148.8
1 148.8
16 177.14
1 355
2 40.5
1 40.5
20 50.63
1 102
3 163.3
1 163.3
16 194.4
1 389
4 61
1 61
18 74.39
1 149
5 26.1
1 26.1
18 31.83
1 64
6 41.6
1 41.6
18 50.73
1 102
7 71.4
1 71.4
15 84
1 168
8 55.5
1 55.5
15 65.29
1 131
9 63.5
1 63.5
15 74.71
1 150
10 306.7
1 306.7
12 348.52
2 349
11 102.9
1 102.9
16 122.5
2 123
12 64
1 64
19 79.01
1 159
13 56.5
1 56.5
15 66.47
1 133
14 232.7
1 232.7
18 283.78
2 284
15 104.4
1 104.4
12 118.64
1 238
16 25
1 25
16 29.76
1 60
17 62.2
1 62.2
19 76.79
1 154
18 73.7
1 73.7
19 90.99
1 182
19 230.7
1 230.7
19 284.81
2 285
20 140.2
1 140.2
19 173.09
2 174
21 89.6
1 89.6
19 110.62
2 111
22 72.2
1 72.2
19 89.14
2 90
23 69
1 69
19 85.19
2 86
24 29.8
1 29.8
14 34.65
2 35
25 48.6
1 48.6
19 60
1 120
26 31.5
1 31.5
14 36.63
1 74
27 56.7
1 56.7
19 70
1 140
28 37.2
1 37.2
14 43.26
1 87
29 427.6
1 427.6
20 534.5
2 535
30 47.4
1 47.4
16 56.43
1 113
31 32.5
1 32.5
14 37.79
1 76
32 30.4
1 30.4
14 35.35
1 71
33 64.7
1 64.7
16 77.02
1 155
5.2.2. Penentuan Waktu Siklus Work Center
Universitas Sumatera Utara
Syarat waktu siklus adalah waktu elemen kerja terbesar
≤ waktu siklus ≤ waktu total Dalam penelitian ini, digunakan waktu siklus sebesar 535 detik, yang merupakan
waktu elemen kerja terbesar yaitu pada elemen kerja 29 perakitan komponen dengan menggunakan dowel dan lem. Elemen kerja 29 akan diletakkan pada satu work center
agar tidak menambah pekerjaan operator pada elemen kerja tersebut.
5.2.3. Precedence Diagramdan Zoning Constraint
Dalam pengalokasian elemen kerja ke dalam work center, perlu diperhatikan faktor precedence diagram dan zoning constraint.
5.2.3.1. Precedence Diagram
Precedence Diagram menunjukkan urutan dan keterkaitan antar elemen kerja dari pembuatan daun pintu colonial 8p secara keseluruhan. Dari diagram precedence tampak
bahwa elemen kerja pembuatan daun pintu sebanyak 33 elemen kerja, dengan waktu elemen kerja terbesar ada pada elemen kerja 29, perakitan komponen. Diagram
precedence dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Universitas Sumatera Utara
1 2
3 10
11
6 12
14
9 15
4 7
13
17 20
16
27
8
18 19
21 22
23 24
25 26
31 28
29 30
5 32
33
Gambar 5.2. Precedence DiagramProses Produksi Daun Pintu
5.2.3.2. Zoning Constraint
Zoning Constraint merupakan kondisi yang menghalangi atau mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun kerja tertentu. Dengan menggunakan
zoning constraint, masing-masing elemen kerja yang telah ada dapat dikelompokkan ataupun dipisahkan. Hal ini terjadi akibat adanya pengaruh positif dan negatif dari
penggabungan ataupun pemisahan elemen-elemen kerja tersebut. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan keseimbangan yang diperoleh dengan kondisi aktual dilapangan seperti,
penggunaan mesin dan juga gabungan elemen kerja. Dalam penelitian ini, beberapa elemen kerja akan dialokasikan bersamaan pada
satu work center karena menggunakan mesin yang sama ataupun karena urutan elemen kerja. Elemen kerja terebut adalah
Tabel 5.10. Zoning Constraint pada Proses Produksi Daun Pintu
Elemen Kerja Keterangan
Total Waktu s
Universitas Sumatera Utara
4,5,6 Menggunakan mesin yang sama,radial
arm saw 315
7,8,9 Menggunakan mesin yang sama,
mesinmoulder 449
15,16 Urutan elemen kerja, setelah dihaluskan,
panel dibawa ke bagian perakitan 298
17,18 Menggunakan mesin yang sama, mesin
double end 336
19,20 Menggunakan mesin yang samasingle
head borer 459
21,22,23,24 Menggunakan mesin yang samasingle
sharper 322
25,26 Gabungan elemen kerja, setelah diberi
lubang luar, style dibawa ke perakitan 194
27,28 Gabungan elemen kerja, setelah diberi
lubang luar, rail dibawa ke perakitan 227
5.2.4. Keseimbangan Lintasan Aktual dan Penyeimbangan dengan Metode Helgeson Birnie dan Moodie Young
5.2.4.1.Keseimbangan Lintasan Aktual
Pada lintasan aktual pada PT. Suryamas Lestari Prima, semua elemen kerja dialokasikan dalam 16 work center.
1. Lintasan Aktual
Elemen kerja pada work center awal serta waktu setiap work center dapat dilihat pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Lintasan Aktual
Universitas Sumatera Utara
Work Center
Elemen Kerja
Waktu Elemen Kerja detik
Waktu Work
Center detik
I 1
355 355
II 2
102 491
3 389
III 4
149 315
5 64
6 102
IV 7
168 449
8 131
9 150
V 10
349 472
11 123
VI 12
159 292
13 133
VII 14
284 248
VIII 15
238 298
16 60
IX 17
154 336
18 182
X 19
285 459
20 174
XI 21
111
322 22
90 23
86 24
35 XII
25 120
194 26
74 XIII
27 140
227 28
87 XIV
29 535
535 XV
30 113
113
XVI 31
76 302
32 71
33 155
Universitas Sumatera Utara
2. Perhitungan Balance Delay, Line Efficiency dan Smoothness Index
a. Perhitungan Balance Delay Perhitungan balance delay suatu lintasan, menggunakan rumus:
� = �. � − ∑ ���
�. � × 100
Pada lintasan aktual, diketahui n
= 16 C
= 535 detik ∑Sti = 5444 detik
Maka, balance delay : � =
16.535 − 355 + 491 + ⋯ + 302
16.535 × 100
=36,4 b. Line Efficiency
Perhitungan Line Efficiency menggunakan rumus � =
∑ ��� �. ��
× 100 Pada lintasan aktual, diketahui:
n = 16
∑Sti = 5444 CT
= 535detik Maka, Line Efficiency
� = 355 + 491 +
⋯ + 302 16.535
× 100
= 63,6
Universitas Sumatera Utara
c. Smoothness Index Perhitungan Smoothness Index menggunakan rumus:
�� = �∑��� ��� − ���
2
SI = Smoothness Index
St
i
max = Waktu stasiun terbesar
St
i
= Waktu stasiun kerja ke i Pada lintasan aktual diketahui,
St
i
max = 535
Maka, smoothness index: �� = �535 − 355
2
+ 535 − 491
2
+ ⋯ 535 − 302
2
= 898,1
5.2.4.2.Penyeimbangan Lintasan dengan Metode Helgeson Birnie
1. Pembentukan Lintasan dengan Metode Helgeson Birnie
Pembentukan lintasan dengan metode Helgeson Birnie dilakukan sesuai dengan langkah-langkah berikut ini.
a. Penentuan ranking untuk setiap elemen kerja. Berdasarkan precedence diagram, bobot dari setiap elemen kerja dapat diperoleh
dari jumlah waktu operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya
Contoh:
Universitas Sumatera Utara
Pada elemen kerja 1 355 detik, elemen kerja yang mengikuti adalah elemen kerja 2,3,10,11,12,13,14,15,16,29,30,31,32,33. Bobot elemen kerja 1 adalah penjumlahan
waktu elemen kerja 1 dengan elemen kerja yang mengikutinya. Maka, bobot elemen kerja 1
= 355+102+389+349+123+159+133+284+238+60+535+113+76+71+155 = 3142
Tabel 5.12. Bobot Setiap Elemen Kerja Elemen
Kerja Waktu
detik
Bobot Ranking
1 355
3142 1
2 102
2787 2
3 389
2685 3
4 149
1912 10
5 64
1735 6
6 102
1505 15
7 168
1763 9
8 131
1671 8
9 150
1403 17
10 349
2296 4
11 123
1947 5
12 159
1824 7
13 133
1665 11
14 284
1532 14
15 238
1248 21
16 60
1010 28
17 154
1595 13
18 182
1253 18
19 285
1540 12
20 174
1386 16
21 111
1255 19
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.12. Bobot Setiap Elemen Kerja lanjutan Elemen
Kerja Waktu
detik
Bobot Ranking
22 90
1267 20
23 86
1071 22
24 35
985 27
25 120
1144 24
26 74
1024 26
27 140
1177 23
28 87
1037 25
29 535
950 29
30 113
415 30
31 76
302 31
32 71
226 32
33 155
155 33
b. Pengurutan elemen-elemen kerja mulai dari bobot posisi terbesar sampai bobot posisi terkecil.
Tabel 5.13. Pengurutan Elemen Kerja berdasarkan Bobot Rangking Bobot Elemen Waktu detik
1 3142
1 355
2 2787
2 102
3 2685
3 389
4 2296
10 349
5 1947
11 123
6 1912
4 149
7 1824
12 159
8 1763
7 168
9 1735
5 64
10 1671
8 131
11 1665
13 133
12 1595
17 154
13 1540
19 285
14 1532
14 284
15 1505
6 102
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.13. Pengurutan Elemen Kerja berdasarkan Bobot lanjutan Rangking Bobot Elemen Waktu detik
16 1403
9 150
17 1386
20 174
18 1267
22 90
19 1255
21 111
20 1253
18 182
21 1248
15 238
22 1177
27 140
23 1144
25 120
24 1071
23 86
25 1037
28 87
26 1024
26 74
27 1010
16 60
28 985
24 35
29 950
29 535
30 415
30 113
31 302
31 76
32 226
32 71
33 155
33 155
c. Melakukan pembebanan elemen kerja pada work centerdengan aturan bahwa elemen kerja yang memiliki bobot posisi terbesar adalah yang pertama
didistribusikan. Langkah ini dilakukan sampai semua elemen kerja terdistribusi. Sebagai acuan dalam melakukan pengalokasian, digunakan
• Waktu siklus sebesar 535 detik. • Precedence diagram
• Zoning Contraint yang telah ditetapkan
Contoh:
Universitas Sumatera Utara
Elemen kerja 1 memiliki bobot terbesar diletakkan pada WC I. Kemudian dihitung sisa waktu yang tersedia pada WC I, 535-355=180 detik, berarti elemen kerja
selanjutnya masih dapat dialokasikan. Masukkan elemen kerja dengan bobot terbesar kedua pada WC I, hitung sisa waktu yang ada pada WC I tersebut 180-102=78 detik.
Masukkan elemen kerja selanjutnya elemen kerja 3 dan dihitung sisa waktunya 78- 389=-311 detik, artinya elemen kerja 3 tidak dapat lagi mengisi WC I, maka elemen
kerja 3 dialokasikan ke WC II.
Tabel 5.14. Pembentukan Stasiun Kerja dengan Metode Helgeson Birnie Work
Center
Elemen Waktu T C-T
Pengecekan
I 1
355 180 Masuk
2 102
78 Masuk 3
389 -311 Keluar
II 3
389 146 Masuk
10 349
-203 Keluar
III 10
349 186 Masuk
11 123
63 Masuk 4
149 -86 Keluar
IV 4
149 386 Masuk
5 64
322 Masuk 6
102 220 Masuk
7 168
52 Keluar 8
131 -79 Keluar
V 7
168 367 Masuk
8 131
236 Masuk 9
150 86 Masuk
12 159
-73 Keluar
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.14. Pembentukan Stasiun Kerja dengan Metode Helgeson Birnie Work
Center
Elemen Waktu T C-T
Pengecekan
VI 12
159 376 Masuk
13 133
243 Masuk 17
154 89 Keluar
18 182
-93 Keluar
VII 17
154 381 Masuk
18 182
199 Masuk 19
285 -86 Keluar
VIII 19
285 250 Masuk
20 174
76 Masuk 14
284 -208 Keluar
IX 14
284 251 Masuk
22 90
161 Keluar 21
111 50 Keluar
23 86
-36 Keluar
X 22
90 445 Masuk
21 111
334 Masuk 23
86 248 Masuk
24 35
213 Masuk 15
238 -25 Keluar
XI 15
238 297 Masuk
16 60
237 Masuk 27
140 97 Masuk
28 87
10 Masuk 25
120 -110 Keluar
XII 25
120 415 Masuk
26 74
341 Masuk 29
535 -194 Keluar
XIII 29
535 0 Masuk
30 113
-113 Keluar
XIV 30
113 422 Masuk
31 76
346 Masuk 32
71 275 Masuk
33 155
120 Masuk
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil proses pembentukan lintasan stasiun kerja, diperoleh hasil keseimbangan dengan metode Helgeson Birnie. Elemen kerja pada tiap work center,
dapat dilihat pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15. Hasil Penyeimbangan dengan Metode Helgeson Birnie Work
Center Elemen
Jumlah Operator
Waktu detik
Waktu Work Center
detik
I 1
2 355
457 2
102 II
3 1
389 389
III 10
1 349
472 11
123 IV
4 2
149 315
5 64
6 102
V 7
1 168
449 8
131 9
150 VI
12 1
159 292
13 133
VII 17
1 154
336 18
182 VIII
19 1
285 459
20 174
IX 14
1 284
284
X 22
2 90
322 21
111 23
86 24
35
XI 15
1 238
525 16
60 27
140 28
87
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.15. Hasil Penyeimbangan dengan Metode Helgeson Birnie Work
Center Elemen
Jumlah Operator
Waktu detik
Waktu Work Center
detik
XII 25
1 120
194 26
74 XIII
29 1
535 535
XIV 30
1 113
415 31
76 32
71 33
155 Hasil penyeimbangan lintasan dengan metode Helgeson Birnie, terdapat 14 work center
yang diisi oleh 17 operator. 2.
Perhitungan Balance Delay, Line Efficiency dan Smoothness Index a. Perhitungan Balance Delay
Perhitungan balance delay suatu lintasan, menggunakan rumus: � =
�. � − ∑ ��� �. �
× 100 D
= Balance Delay n
= Jumlah stasiun kerja C
= Waktu maksimum stasiun kerja ∑ ��� = Jumlah waktu stasiun kerja ke i
Hasil penyeimbangan dengan metode Helgeson Birnie, diketahui n
= 14 C
= 535 detik ∑Sti = 5444 detik
Maka, balance delay :
Universitas Sumatera Utara
� = 14.535
− 5444 14.535
× 100 =27,3
b. Line Efficiency Perhitungan Line Efficiency menggunakan rumus
� = ∑ ���
�. �� × 100
E = Line Efficiency
n = Jumlah stasiun kerja
∑Sti = Jumlah waktu stasiun kerja ke i CT
= Waktu Siklus Hasil penyeimbangan dengan metode Helgeson Birnie, diketahui
n = 14
∑Sti = 5444 CT
= 535detik Maka, Line Efficiency
� = 5444
14.535 × 100
= 72,7
c. Smoothness Index
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan Smoothness Index menggunakan rumus: �� = �∑��� ��� − ���
2
SI = Smoothness Index
St
i
max = Waktu stasiun terbesar
St
i
= Waktu stasiun kerja ke i Hasil penyeimbangan dengan metode Helgeson Birnie, diketahui
St
i
max = 535
Maka, smoothness index: �� = �535 − 457
2
+ 535 − 389
2
+ ⋯ 535 − 415
2
= 656,31
5.2.4.3.Penyeimbangan Lintasan dengan Metode Moodie Young
1. Pembentukan Lintasan dengan Metode Moodie Young
Metode Moodie Young memiliki dua fase. Pembentukan lintasan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah berikut ini.
a. Membuat matriks P dan F, yang menggambarkan elemen kerja pendahulu P dan elemen kerja yang mengikuti F
Pada matriks P ditunjukkan elemen-elemen kerja yang mendahului suatu elemen kerja tertentu, sedangkan pada matriks F ditunjukkan elemen-elemen kerja yang
mengikuti suatu elemen kerja tertentu.
Tabel 5.16. Matriks P Elemen
Waktu Matriks pendahulu P
Universitas Sumatera Utara
Kerja detik
1 355
2 102
1 3
389 2
4 149
1 5
64 1
6 102
1 7
168 4
8 131
5 9
150 6
10 349
3 11
123 10
12 159
11 13
133 12
14 284
13 15
238 14
16 60
15 17
154 7
18 182
9 19
285 8
20 174
17 21
111 19
22 90
20 23
86 18
24 35
23 25
120 21
26 74
25 27
140 22
28 87
27 29
535 16
28 26
24 30
113 29
31 76
30 32
71 31
33 155
32
Tabel 5.17. Matriks F Elemen
Waktu Matriks Mengikuti F
Universitas Sumatera Utara
Kerja detik
1 355
2 4
5 6
2 102
3 3
389 10
4 149
7 5
64 8
6 102
9 7
168 17
8 131
19 9
150 18
10 349
11 11
123 12
12 159
13 13
133 14
14 284
15 15
238 16
16 60
29 17
154 20
18 182
23 19
285 21
20 174
22 21
111 25
22 90
27 23
86 24
24 35
29 25
120 26
26 74
29 27
140 28
28 87
29 29
535 30
30 113
31 31
76 32
32 71
33 33
155 b. Melakukan pembebanan elemen kerja pada work center, sebagai acuan digunakan
Universitas Sumatera Utara
• Waktu siklus sebesar 535 detik. • Precedence diagram
• Zoning Contraint yang telah ditetapkan Fase I
1. Ditandai elemen kerja pada matriks P yang semua nilainya 0. Ditempatkan elemen kerja tersebut pada suatu stasiun kerja work center I. Jika ada 2 elemen
yang mempunyai semua nilai 0 pada matriks P, maka pilih waktu yang terbesar. Jika elemen kerja yang mungkin memiliki waktu yang sama, maka dipilih salah
satu tanpa aturan. Hanya elemen kerja 1 yang mempunyai semua nilai 0 pada matriks P, maka elemen kerja 1 ditempatkan pada work center I.
2. Ditandai elemen kerja yang ada pada matriks F yang sesuai dengan elemen kerja yang telah ditempatkan pada stasiun kerja sebagai hasil langkah 1. Elemen kerja
yang berhubungan dengan elemen kerja 1 adalah 2,4,5,6. Dan yang mungkin masuk adalah elemen kerja yang mempunyai semua nilai 0 pada matriks P
setelah elemen kerja yang terpakai bernilai 0. Dari 4 elemen kerja yang mungkin, elemen kerja yang dipilih adalah elemen kerja dengan waktu terbesar.
Maka, dipilih elemen kerja 2 102 detik. Dilakukan langkah kedua tersebut berulang-ulang untuk mengisi Work Center hingga mencukupi acuan Waktu
Siklus work center = 535 detik. Pembentukan stasiun kerja dengan metode Moodie Young dapat dilihat pada
Tabel 5.18
Tabel 5.18. Pembentukan Stasiun Kerja dengan Metode Moodie Young Work
Center Elemen
Kerja Waktu
detik Total Waktu
detik
Universitas Sumatera Utara
I 1
355 457
2 102
II 3
389 389
III 10
349 472
11 123
IV 4
149 474
5 64
6 102
12 159
V 7
168 449
8 131
9 150
VI 13
133 417
14 284
VII 15
238 298
16 60
VIII 17
154 336
18 182
IX 19
285 459
20 174
X 21
111 516
22 90
23 86
24 35
25 120
26 74
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.18. Pembentukan Stasiun Kerja dengan Metode Moodie Young Work
Center Elemen
Kerja Waktu
detik Total Waktu
detik
XI 27
140 227
28 87
XII 29
535 535
XIII 30
113 415
31 76
32 71
33 155
Fase II
1.
Identifikasi waktu stasiun kerja terbesar dan waktu stasiun kerja terkecil.
2.
Tentukan GOAL, dengan rumus : ���� =
������� max − � ������ ��� 2
3.
Identifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun kerja dengan waktu paling maksimum, yang mempunyai waktu yang lebih kecil daripada GOAL,
yang elemen kerja tersebut bila dipindah ke stasiun kerja yang paling minimum tidak melanggar precedence diagram.
4.
Pindahkan elemen kerja tersebut.
5.
Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat dipindah.
Wstasiun terbesar adalah WC XII sebesar 535 detik Wstasiun terkecil adalah WC XI sebesar 227 detik
Maka,
���� =
535 −227
2
=
154 detik
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan langkah 3 dan 4, elemen kerja 25 120 detik dan 26 74 detik dipindahkan ke Work CenterXI, maka work center yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 5.19.
Tabel 5.19. Hasil Penyeimbangan Lintasan dengan Metode Moodie Young Work
Center Elemen
Kerja Jumlah
Operator Waktu
detik Total Waktu
detik I
1 2
355 457
2 102
II 3
1 389
389 III
10 1
349 472
11 123
IV 4
2 149
474 5
64 6
102 12
159 V
7 1
168 449
8 131
9 150
VI 13
1 133
417 14
284 VII
15 1
238 298
16 60
VIII 17
1 154
336 18
182 IX
19 1
285 459
20 174
X 21
2 111
322 22
90 23
86 24
35
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.19. Hasil Penyeimbangan Lintasan dengan Metode Moodie Young Work
Center Elemen
Kerja Jumlah
Operator Waktu
detik Total Waktu
detik
XI 25
1 120
421 26
74 27
140 28
87 XII
29 1
535 535
XIII 30
1 113
415 31
76 32
71 33
155 Hasil penyeimbangan lintasan dengan metode Moodie Young, diperoleh 13 work center
yang diisi 16 operator.
2. Perhitungan Balance Delay, Line Efficiency dan Smoothness Index
a. Perhitungan Balance Delay Perhitungan balance delay suatu lintasan, menggunakan rumus:
� = �. � − ∑ ���
�. � × 100
D = Balance Delay
n = Jumlah stasiun kerja
C = Waktu maksimum stasiun kerja
∑ ��� = Jumlah waktu stasiun kerja ke i Hasil penyeimbangan dengan metode Moodie Young, diketahui
n = 13
C = 535 detik
∑Sti = 5444 detik
Universitas Sumatera Utara
Maka, balance delay : � =
13.535 − 5444
13.535 × 100
=21,7 b. Line Efficiency
Perhitungan Line Efficiency menggunakan rumus � =
∑ ��� �. ��
× 100 E
= Line Efficiency n
= Jumlah stasiun kerja ∑Sti = Jumlah waktu stasiun kerja ke i
CT = Waktu Siklus
Hasil penyeimbangan dengan metode Moodie Young, diketahui n
= 13 ∑Sti = 5444
CT = 535detik
Maka, Line Efficiency � =
5444 13.535
× 100
= 78,3
c. Smoothness Index Perhitungan Smoothness Index menggunakan rumus:
�� = �∑��� ��� − ���
2
SI = Smoothness Index
St
i
max = Waktu stasiun terbesar
Universitas Sumatera Utara
St
i
= Waktu stasiun kerja ke i Hasil penyeimbangan dengan metode Moodie Young, diketahui
St
i
max = 535
Maka, smoothness index: �� = �535 − 457
2
+ 535 − 389
2
+ ⋯ 535 − 415
2
= 480,3
Universitas Sumatera Utara
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Waktu Elemen Kerja dan Waktu Siklus
Dalam penelitian ini, waktu elemen kerja yang digunakan adalah waktu dalam membuat 2 unit produk. Hal ini diakibatkan terdapat beberapa elemen kerja yang
memiliki 2 stasiun operasi, yang menghasilkan 2 unit produk dalam satu siklus produksi. Hasil pengukuran waktu dan penyesuaian dengan menggunakan rating factor dan
allowance diperoleh waktu baku elemen kerja terbesar 535 detik pada elemen kerja 29 yaitu perakitan komponen.
Waktu siklus yang digunakan sebagai patokan pengalokasian elemen kerja pada work centersebesar 535 detik, yang merupakan waktu elemen kerja terbesar di mana,
elemen kerja tersebut di letakkan pada satu work center agar tidak menambah pekerjaan operator pada elemen tersebut.
6.2. Zoning Constarint
Zoning Constraintmerupakan kondisi yang menghalangi atau mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun tertentu. Dalam penelitian ini,
beberapa elemen kerja dialokasikan bersamaan pada satu work center karena menggunakan mesin yang sama ataupun karena urutan elemen kerja.
Terdapat 8 zoning constraint yang memuat 20 elemen kerja yang digunakan dalam penyeimbangan lintasan pada penelitian ini. Hasil penyeimbangan menggunakan
Helgeson Birnie diperoleh 14 work center sedangkan menggunakan Moodie Young diperoleh 13 work center. Kedua hasil penyeimbangan menghasilkan jumlah work
Universitas Sumatera Utara
centeryang lebih banyak dari zoning constraint. Hal ini disebabkan terdapat 13 elemen kerja yang tidak mempunyai zoning constraint yang pengalokasiannya hanya dibatasi
precedence diagram.
6.3. Perbandingan Hasil Penyeimbangan Lintasan
Hasil penyeimbangan lintasan dengan metode Helgeson Birnie diperoleh 14 work centeryang diisi 17 operator. Work centerXIII merupakan work center dengan waktu
terbesar yaitu 535 detik sedangkan waktu work center terkecil ialah pada work center XII dengan waktu 194 detik. Dengan penyeimbangan ini, diperoleh nilai balance delay
27,3, line efficiency 72,7 dan smoothness index 656,31.
Hasil penyeimbangan lintasan dengan metode Moodie Young diperoleh 13 work centeryang diisi 16 operator. Work centerXII merupakan work center dengan waktu
terbesar yaitu 535 detik sedangkan waktu work center terkecil ialah pada work center VII dengan waktu 298 detik. Dengan penyeimbangan ini, diperoleh nilai balance delay
21,7, line efficiency 78,3 dan smoothness index 480,3.
Tujuan penyeimbangan lintasan adalah untuk memaksimalkan line efficiency dan meminimalkan balance delay dan smoothness index, maka dari hasil perbandingan kedua
metode dengan ketiga kriteria tersebut, maka metode keseimbangan lintasan yang dipilih menjadi metode usulan adalah metode Moodie Young.
Universitas Sumatera Utara
1 2
3 10
11
6 12
14
9 15
4 7
13 17
20 16
27
8 18
19 21
22
23 24
25 26
31 28
29 30
5 32
33
WC IX WC X
WC III
WC XI WC XIII
WC I WC II
WC IV WC IV
WC V WC VI
WC VII
WC VIII WC XII
Gambar 6.1. Work Center pada Lintasan Usulan Moodie Young
6.4. Perbandingan Keseimbangan Lintasan Awal dan Usulan
Lintasan awal pada produksi daun pintu colonial 8p di PT Suryamas Lestari Prima terdiri dari 16 work centeryang diisi 19 operator. Waktu work center XIV 535
detik merupakan work center dengan waktu terbesar sedangkan work center XV 57 detik merupakan work center dengan waktu terkecil.
Dari hasil perhitungan pada pengolahan data untuk lintasan awal diperoleh balance delay 56, line efficiency 44 dan smoothness index 1330,1.
1 2
3 10
11
6 12
14
9 15
4 7
13 17
20 16
27
8 18
19 21
22
23 24
25 26
31 28
29 30
5 32
33
WC II
WC III WC IV
WC V WC VI
WC VII WC VIII
WC IX WC X
WC XI WC XII
WC XIII WC XIV
WC XV WC XVI
Gambar 6.3. Work Center Lintasan Awal
Universitas Sumatera Utara
Dengan melihat ketiga kriteria balance delay, line efficiency, dan smoothness index, maka hasil metode Moodie Youngdapat dijadikan usulan untuk memperbaiki
lintasan kerja awal.
6.5. Kemungkinan PenerapanMetode Usulan
6.5.1. Perubahan Letak Mesin dan Peralatan