Penentuan Waktu Siklus Work Center Precedence Diagramdan Zoning Constraint

Elemen Kerja Waktu Terpilih detik Rating Factor Waktu Normal detik Allowance Waktu Baku detik Jumlah Operasi Waktu Baku dibulatkan detik 1 148.8 1 148.8 16 177.14 1 355 2 40.5 1 40.5 20 50.63 1 102 3 163.3 1 163.3 16 194.4 1 389 4 61 1 61 18 74.39 1 149 5 26.1 1 26.1 18 31.83 1 64 6 41.6 1 41.6 18 50.73 1 102 7 71.4 1 71.4 15 84 1 168 8 55.5 1 55.5 15 65.29 1 131 9 63.5 1 63.5 15 74.71 1 150 10 306.7 1 306.7 12 348.52 2 349 11 102.9 1 102.9 16 122.5 2 123 12 64 1 64 19 79.01 1 159 13 56.5 1 56.5 15 66.47 1 133 14 232.7 1 232.7 18 283.78 2 284 15 104.4 1 104.4 12 118.64 1 238 16 25 1 25 16 29.76 1 60 17 62.2 1 62.2 19 76.79 1 154 18 73.7 1 73.7 19 90.99 1 182 19 230.7 1 230.7 19 284.81 2 285 20 140.2 1 140.2 19 173.09 2 174 21 89.6 1 89.6 19 110.62 2 111 22 72.2 1 72.2 19 89.14 2 90 23 69 1 69 19 85.19 2 86 24 29.8 1 29.8 14 34.65 2 35 25 48.6 1 48.6 19 60 1 120 26 31.5 1 31.5 14 36.63 1 74 27 56.7 1 56.7 19 70 1 140 28 37.2 1 37.2 14 43.26 1 87 29 427.6 1 427.6 20 534.5 2 535 30 47.4 1 47.4 16 56.43 1 113 31 32.5 1 32.5 14 37.79 1 76 32 30.4 1 30.4 14 35.35 1 71 33 64.7 1 64.7 16 77.02 1 155

5.2.2. Penentuan Waktu Siklus Work Center

Universitas Sumatera Utara Syarat waktu siklus adalah waktu elemen kerja terbesar ≤ waktu siklus ≤ waktu total Dalam penelitian ini, digunakan waktu siklus sebesar 535 detik, yang merupakan waktu elemen kerja terbesar yaitu pada elemen kerja 29 perakitan komponen dengan menggunakan dowel dan lem. Elemen kerja 29 akan diletakkan pada satu work center agar tidak menambah pekerjaan operator pada elemen kerja tersebut.

5.2.3. Precedence Diagramdan Zoning Constraint

Dalam pengalokasian elemen kerja ke dalam work center, perlu diperhatikan faktor precedence diagram dan zoning constraint.

5.2.3.1. Precedence Diagram

Precedence Diagram menunjukkan urutan dan keterkaitan antar elemen kerja dari pembuatan daun pintu colonial 8p secara keseluruhan. Dari diagram precedence tampak bahwa elemen kerja pembuatan daun pintu sebanyak 33 elemen kerja, dengan waktu elemen kerja terbesar ada pada elemen kerja 29, perakitan komponen. Diagram precedence dapat dilihat pada Gambar 5.2. Universitas Sumatera Utara 1 2 3 10 11 6 12 14 9 15 4 7 13 17 20 16 27 8 18 19 21 22 23 24 25 26 31 28 29 30 5 32 33 Gambar 5.2. Precedence DiagramProses Produksi Daun Pintu

5.2.3.2. Zoning Constraint

Zoning Constraint merupakan kondisi yang menghalangi atau mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun kerja tertentu. Dengan menggunakan zoning constraint, masing-masing elemen kerja yang telah ada dapat dikelompokkan ataupun dipisahkan. Hal ini terjadi akibat adanya pengaruh positif dan negatif dari penggabungan ataupun pemisahan elemen-elemen kerja tersebut. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan keseimbangan yang diperoleh dengan kondisi aktual dilapangan seperti, penggunaan mesin dan juga gabungan elemen kerja. Dalam penelitian ini, beberapa elemen kerja akan dialokasikan bersamaan pada satu work center karena menggunakan mesin yang sama ataupun karena urutan elemen kerja. Elemen kerja terebut adalah Tabel 5.10. Zoning Constraint pada Proses Produksi Daun Pintu Elemen Kerja Keterangan Total Waktu s Universitas Sumatera Utara 4,5,6 Menggunakan mesin yang sama,radial arm saw 315 7,8,9 Menggunakan mesin yang sama, mesinmoulder 449 15,16 Urutan elemen kerja, setelah dihaluskan, panel dibawa ke bagian perakitan 298 17,18 Menggunakan mesin yang sama, mesin double end 336 19,20 Menggunakan mesin yang samasingle head borer 459 21,22,23,24 Menggunakan mesin yang samasingle sharper 322 25,26 Gabungan elemen kerja, setelah diberi lubang luar, style dibawa ke perakitan 194 27,28 Gabungan elemen kerja, setelah diberi lubang luar, rail dibawa ke perakitan 227 5.2.4. Keseimbangan Lintasan Aktual dan Penyeimbangan dengan Metode Helgeson Birnie dan Moodie Young 5.2.4.1.Keseimbangan Lintasan Aktual Pada lintasan aktual pada PT. Suryamas Lestari Prima, semua elemen kerja dialokasikan dalam 16 work center. 1. Lintasan Aktual Elemen kerja pada work center awal serta waktu setiap work center dapat dilihat pada Tabel 5.11. Tabel 5.11. Lintasan Aktual Universitas Sumatera Utara Work Center Elemen Kerja Waktu Elemen Kerja detik Waktu Work Center detik I 1 355 355 II 2 102 491 3 389 III 4 149 315 5 64 6 102 IV 7 168 449 8 131 9 150 V 10 349 472 11 123 VI 12 159 292 13 133 VII 14 284 248 VIII 15 238 298 16 60 IX 17 154 336 18 182 X 19 285 459 20 174 XI 21 111 322 22 90 23 86 24 35 XII 25 120 194 26 74 XIII 27 140 227 28 87 XIV 29 535 535 XV 30 113 113 XVI 31 76 302 32 71 33 155 Universitas Sumatera Utara 2. Perhitungan Balance Delay, Line Efficiency dan Smoothness Index a. Perhitungan Balance Delay Perhitungan balance delay suatu lintasan, menggunakan rumus: � = �. � − ∑ ��� �. � × 100 Pada lintasan aktual, diketahui n = 16 C = 535 detik ∑Sti = 5444 detik Maka, balance delay : � = 16.535 − 355 + 491 + ⋯ + 302 16.535 × 100 =36,4 b. Line Efficiency Perhitungan Line Efficiency menggunakan rumus � = ∑ ��� �. �� × 100 Pada lintasan aktual, diketahui: n = 16 ∑Sti = 5444 CT = 535detik Maka, Line Efficiency � = 355 + 491 + ⋯ + 302 16.535 × 100 = 63,6 Universitas Sumatera Utara c. Smoothness Index Perhitungan Smoothness Index menggunakan rumus: �� = �∑��� ��� − ��� 2 SI = Smoothness Index St i max = Waktu stasiun terbesar St i = Waktu stasiun kerja ke i Pada lintasan aktual diketahui, St i max = 535 Maka, smoothness index: �� = �535 − 355 2 + 535 − 491 2 + ⋯ 535 − 302 2 = 898,1 5.2.4.2.Penyeimbangan Lintasan dengan Metode Helgeson Birnie 1. Pembentukan Lintasan dengan Metode Helgeson Birnie Pembentukan lintasan dengan metode Helgeson Birnie dilakukan sesuai dengan langkah-langkah berikut ini. a. Penentuan ranking untuk setiap elemen kerja. Berdasarkan precedence diagram, bobot dari setiap elemen kerja dapat diperoleh dari jumlah waktu operasi tersebut dan operasi-operasi yang mengikutinya Contoh: Universitas Sumatera Utara Pada elemen kerja 1 355 detik, elemen kerja yang mengikuti adalah elemen kerja 2,3,10,11,12,13,14,15,16,29,30,31,32,33. Bobot elemen kerja 1 adalah penjumlahan waktu elemen kerja 1 dengan elemen kerja yang mengikutinya. Maka, bobot elemen kerja 1 = 355+102+389+349+123+159+133+284+238+60+535+113+76+71+155 = 3142 Tabel 5.12. Bobot Setiap Elemen Kerja Elemen Kerja Waktu detik Bobot Ranking 1 355 3142 1 2 102 2787 2 3 389 2685 3 4 149 1912 10 5 64 1735 6 6 102 1505 15 7 168 1763 9 8 131 1671 8 9 150 1403 17 10 349 2296 4 11 123 1947 5 12 159 1824 7 13 133 1665 11 14 284 1532 14 15 238 1248 21 16 60 1010 28 17 154 1595 13 18 182 1253 18 19 285 1540 12 20 174 1386 16 21 111 1255 19 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.12. Bobot Setiap Elemen Kerja lanjutan Elemen Kerja Waktu detik Bobot Ranking 22 90 1267 20 23 86 1071 22 24 35 985 27 25 120 1144 24 26 74 1024 26 27 140 1177 23 28 87 1037 25 29 535 950 29 30 113 415 30 31 76 302 31 32 71 226 32 33 155 155 33 b. Pengurutan elemen-elemen kerja mulai dari bobot posisi terbesar sampai bobot posisi terkecil. Tabel 5.13. Pengurutan Elemen Kerja berdasarkan Bobot Rangking Bobot Elemen Waktu detik 1 3142 1 355 2 2787 2 102 3 2685 3 389 4 2296 10 349 5 1947 11 123 6 1912 4 149 7 1824 12 159 8 1763 7 168 9 1735 5 64 10 1671 8 131 11 1665 13 133 12 1595 17 154 13 1540 19 285 14 1532 14 284 15 1505 6 102 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.13. Pengurutan Elemen Kerja berdasarkan Bobot lanjutan Rangking Bobot Elemen Waktu detik 16 1403 9 150 17 1386 20 174 18 1267 22 90 19 1255 21 111 20 1253 18 182 21 1248 15 238 22 1177 27 140 23 1144 25 120 24 1071 23 86 25 1037 28 87 26 1024 26 74 27 1010 16 60 28 985 24 35 29 950 29 535 30 415 30 113 31 302 31 76 32 226 32 71 33 155 33 155 c. Melakukan pembebanan elemen kerja pada work centerdengan aturan bahwa elemen kerja yang memiliki bobot posisi terbesar adalah yang pertama didistribusikan. Langkah ini dilakukan sampai semua elemen kerja terdistribusi. Sebagai acuan dalam melakukan pengalokasian, digunakan • Waktu siklus sebesar 535 detik. • Precedence diagram • Zoning Contraint yang telah ditetapkan Contoh: Universitas Sumatera Utara Elemen kerja 1 memiliki bobot terbesar diletakkan pada WC I. Kemudian dihitung sisa waktu yang tersedia pada WC I, 535-355=180 detik, berarti elemen kerja selanjutnya masih dapat dialokasikan. Masukkan elemen kerja dengan bobot terbesar kedua pada WC I, hitung sisa waktu yang ada pada WC I tersebut 180-102=78 detik. Masukkan elemen kerja selanjutnya elemen kerja 3 dan dihitung sisa waktunya 78- 389=-311 detik, artinya elemen kerja 3 tidak dapat lagi mengisi WC I, maka elemen kerja 3 dialokasikan ke WC II. Tabel 5.14. Pembentukan Stasiun Kerja dengan Metode Helgeson Birnie Work Center Elemen Waktu T C-T Pengecekan I 1 355 180 Masuk 2 102 78 Masuk 3 389 -311 Keluar II 3 389 146 Masuk 10 349 -203 Keluar III 10 349 186 Masuk 11 123 63 Masuk 4 149 -86 Keluar IV 4 149 386 Masuk 5 64 322 Masuk 6 102 220 Masuk 7 168 52 Keluar 8 131 -79 Keluar V 7 168 367 Masuk 8 131 236 Masuk 9 150 86 Masuk 12 159 -73 Keluar Universitas Sumatera Utara Tabel 5.14. Pembentukan Stasiun Kerja dengan Metode Helgeson Birnie Work Center Elemen Waktu T C-T Pengecekan VI 12 159 376 Masuk 13 133 243 Masuk 17 154 89 Keluar 18 182 -93 Keluar VII 17 154 381 Masuk 18 182 199 Masuk 19 285 -86 Keluar VIII 19 285 250 Masuk 20 174 76 Masuk 14 284 -208 Keluar IX 14 284 251 Masuk 22 90 161 Keluar 21 111 50 Keluar 23 86 -36 Keluar X 22 90 445 Masuk 21 111 334 Masuk 23 86 248 Masuk 24 35 213 Masuk 15 238 -25 Keluar XI 15 238 297 Masuk 16 60 237 Masuk 27 140 97 Masuk 28 87 10 Masuk 25 120 -110 Keluar XII 25 120 415 Masuk 26 74 341 Masuk 29 535 -194 Keluar XIII 29 535 0 Masuk 30 113 -113 Keluar XIV 30 113 422 Masuk 31 76 346 Masuk 32 71 275 Masuk 33 155 120 Masuk Universitas Sumatera Utara Dari hasil proses pembentukan lintasan stasiun kerja, diperoleh hasil keseimbangan dengan metode Helgeson Birnie. Elemen kerja pada tiap work center, dapat dilihat pada Tabel 5.15. Tabel 5.15. Hasil Penyeimbangan dengan Metode Helgeson Birnie Work Center Elemen Jumlah Operator Waktu detik Waktu Work Center detik I 1 2 355 457 2 102 II 3 1 389 389 III 10 1 349 472 11 123 IV 4 2 149 315 5 64 6 102 V 7 1 168 449 8 131 9 150 VI 12 1 159 292 13 133 VII 17 1 154 336 18 182 VIII 19 1 285 459 20 174 IX 14 1 284 284 X 22 2 90 322 21 111 23 86 24 35 XI 15 1 238 525 16 60 27 140 28 87 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.15. Hasil Penyeimbangan dengan Metode Helgeson Birnie Work Center Elemen Jumlah Operator Waktu detik Waktu Work Center detik XII 25 1 120 194 26 74 XIII 29 1 535 535 XIV 30 1 113 415 31 76 32 71 33 155 Hasil penyeimbangan lintasan dengan metode Helgeson Birnie, terdapat 14 work center yang diisi oleh 17 operator. 2. Perhitungan Balance Delay, Line Efficiency dan Smoothness Index a. Perhitungan Balance Delay Perhitungan balance delay suatu lintasan, menggunakan rumus: � = �. � − ∑ ��� �. � × 100 D = Balance Delay n = Jumlah stasiun kerja C = Waktu maksimum stasiun kerja ∑ ��� = Jumlah waktu stasiun kerja ke i Hasil penyeimbangan dengan metode Helgeson Birnie, diketahui n = 14 C = 535 detik ∑Sti = 5444 detik Maka, balance delay : Universitas Sumatera Utara � = 14.535 − 5444 14.535 × 100 =27,3 b. Line Efficiency Perhitungan Line Efficiency menggunakan rumus � = ∑ ��� �. �� × 100 E = Line Efficiency n = Jumlah stasiun kerja ∑Sti = Jumlah waktu stasiun kerja ke i CT = Waktu Siklus Hasil penyeimbangan dengan metode Helgeson Birnie, diketahui n = 14 ∑Sti = 5444 CT = 535detik Maka, Line Efficiency � = 5444 14.535 × 100 = 72,7 c. Smoothness Index Universitas Sumatera Utara Perhitungan Smoothness Index menggunakan rumus: �� = �∑��� ��� − ��� 2 SI = Smoothness Index St i max = Waktu stasiun terbesar St i = Waktu stasiun kerja ke i Hasil penyeimbangan dengan metode Helgeson Birnie, diketahui St i max = 535 Maka, smoothness index: �� = �535 − 457 2 + 535 − 389 2 + ⋯ 535 − 415 2 = 656,31 5.2.4.3.Penyeimbangan Lintasan dengan Metode Moodie Young 1. Pembentukan Lintasan dengan Metode Moodie Young Metode Moodie Young memiliki dua fase. Pembentukan lintasan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah berikut ini. a. Membuat matriks P dan F, yang menggambarkan elemen kerja pendahulu P dan elemen kerja yang mengikuti F Pada matriks P ditunjukkan elemen-elemen kerja yang mendahului suatu elemen kerja tertentu, sedangkan pada matriks F ditunjukkan elemen-elemen kerja yang mengikuti suatu elemen kerja tertentu. Tabel 5.16. Matriks P Elemen Waktu Matriks pendahulu P Universitas Sumatera Utara Kerja detik 1 355 2 102 1 3 389 2 4 149 1 5 64 1 6 102 1 7 168 4 8 131 5 9 150 6 10 349 3 11 123 10 12 159 11 13 133 12 14 284 13 15 238 14 16 60 15 17 154 7 18 182 9 19 285 8 20 174 17 21 111 19 22 90 20 23 86 18 24 35 23 25 120 21 26 74 25 27 140 22 28 87 27 29 535 16 28 26 24 30 113 29 31 76 30 32 71 31 33 155 32 Tabel 5.17. Matriks F Elemen Waktu Matriks Mengikuti F Universitas Sumatera Utara Kerja detik 1 355 2 4 5 6 2 102 3 3 389 10 4 149 7 5 64 8 6 102 9 7 168 17 8 131 19 9 150 18 10 349 11 11 123 12 12 159 13 13 133 14 14 284 15 15 238 16 16 60 29 17 154 20 18 182 23 19 285 21 20 174 22 21 111 25 22 90 27 23 86 24 24 35 29 25 120 26 26 74 29 27 140 28 28 87 29 29 535 30 30 113 31 31 76 32 32 71 33 33 155 b. Melakukan pembebanan elemen kerja pada work center, sebagai acuan digunakan Universitas Sumatera Utara • Waktu siklus sebesar 535 detik. • Precedence diagram • Zoning Contraint yang telah ditetapkan Fase I 1. Ditandai elemen kerja pada matriks P yang semua nilainya 0. Ditempatkan elemen kerja tersebut pada suatu stasiun kerja work center I. Jika ada 2 elemen yang mempunyai semua nilai 0 pada matriks P, maka pilih waktu yang terbesar. Jika elemen kerja yang mungkin memiliki waktu yang sama, maka dipilih salah satu tanpa aturan. Hanya elemen kerja 1 yang mempunyai semua nilai 0 pada matriks P, maka elemen kerja 1 ditempatkan pada work center I. 2. Ditandai elemen kerja yang ada pada matriks F yang sesuai dengan elemen kerja yang telah ditempatkan pada stasiun kerja sebagai hasil langkah 1. Elemen kerja yang berhubungan dengan elemen kerja 1 adalah 2,4,5,6. Dan yang mungkin masuk adalah elemen kerja yang mempunyai semua nilai 0 pada matriks P setelah elemen kerja yang terpakai bernilai 0. Dari 4 elemen kerja yang mungkin, elemen kerja yang dipilih adalah elemen kerja dengan waktu terbesar. Maka, dipilih elemen kerja 2 102 detik. Dilakukan langkah kedua tersebut berulang-ulang untuk mengisi Work Center hingga mencukupi acuan Waktu Siklus work center = 535 detik. Pembentukan stasiun kerja dengan metode Moodie Young dapat dilihat pada Tabel 5.18 Tabel 5.18. Pembentukan Stasiun Kerja dengan Metode Moodie Young Work Center Elemen Kerja Waktu detik Total Waktu detik Universitas Sumatera Utara I 1 355 457 2 102 II 3 389 389 III 10 349 472 11 123 IV 4 149 474 5 64 6 102 12 159 V 7 168 449 8 131 9 150 VI 13 133 417 14 284 VII 15 238 298 16 60 VIII 17 154 336 18 182 IX 19 285 459 20 174 X 21 111 516 22 90 23 86 24 35 25 120 26 74 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.18. Pembentukan Stasiun Kerja dengan Metode Moodie Young Work Center Elemen Kerja Waktu detik Total Waktu detik XI 27 140 227 28 87 XII 29 535 535 XIII 30 113 415 31 76 32 71 33 155 Fase II 1. Identifikasi waktu stasiun kerja terbesar dan waktu stasiun kerja terkecil. 2. Tentukan GOAL, dengan rumus : ���� = ������� max − � ������ ��� 2 3. Identifikasi sebuah elemen kerja yang terdapat dalam stasiun kerja dengan waktu paling maksimum, yang mempunyai waktu yang lebih kecil daripada GOAL, yang elemen kerja tersebut bila dipindah ke stasiun kerja yang paling minimum tidak melanggar precedence diagram. 4. Pindahkan elemen kerja tersebut. 5. Ulangi evaluasi sampai tidak ada lagi elemen kerja yang dapat dipindah. Wstasiun terbesar adalah WC XII sebesar 535 detik Wstasiun terkecil adalah WC XI sebesar 227 detik Maka, ���� = 535 −227 2 = 154 detik Universitas Sumatera Utara Berdasarkan langkah 3 dan 4, elemen kerja 25 120 detik dan 26 74 detik dipindahkan ke Work CenterXI, maka work center yang terbentuk dapat dilihat pada Tabel 5.19. Tabel 5.19. Hasil Penyeimbangan Lintasan dengan Metode Moodie Young Work Center Elemen Kerja Jumlah Operator Waktu detik Total Waktu detik I 1 2 355 457 2 102 II 3 1 389 389 III 10 1 349 472 11 123 IV 4 2 149 474 5 64 6 102 12 159 V 7 1 168 449 8 131 9 150 VI 13 1 133 417 14 284 VII 15 1 238 298 16 60 VIII 17 1 154 336 18 182 IX 19 1 285 459 20 174 X 21 2 111 322 22 90 23 86 24 35 Universitas Sumatera Utara Tabel 5.19. Hasil Penyeimbangan Lintasan dengan Metode Moodie Young Work Center Elemen Kerja Jumlah Operator Waktu detik Total Waktu detik XI 25 1 120 421 26 74 27 140 28 87 XII 29 1 535 535 XIII 30 1 113 415 31 76 32 71 33 155 Hasil penyeimbangan lintasan dengan metode Moodie Young, diperoleh 13 work center yang diisi 16 operator. 2. Perhitungan Balance Delay, Line Efficiency dan Smoothness Index a. Perhitungan Balance Delay Perhitungan balance delay suatu lintasan, menggunakan rumus: � = �. � − ∑ ��� �. � × 100 D = Balance Delay n = Jumlah stasiun kerja C = Waktu maksimum stasiun kerja ∑ ��� = Jumlah waktu stasiun kerja ke i Hasil penyeimbangan dengan metode Moodie Young, diketahui n = 13 C = 535 detik ∑Sti = 5444 detik Universitas Sumatera Utara Maka, balance delay : � = 13.535 − 5444 13.535 × 100 =21,7 b. Line Efficiency Perhitungan Line Efficiency menggunakan rumus � = ∑ ��� �. �� × 100 E = Line Efficiency n = Jumlah stasiun kerja ∑Sti = Jumlah waktu stasiun kerja ke i CT = Waktu Siklus Hasil penyeimbangan dengan metode Moodie Young, diketahui n = 13 ∑Sti = 5444 CT = 535detik Maka, Line Efficiency � = 5444 13.535 × 100 = 78,3 c. Smoothness Index Perhitungan Smoothness Index menggunakan rumus: �� = �∑��� ��� − ��� 2 SI = Smoothness Index St i max = Waktu stasiun terbesar Universitas Sumatera Utara St i = Waktu stasiun kerja ke i Hasil penyeimbangan dengan metode Moodie Young, diketahui St i max = 535 Maka, smoothness index: �� = �535 − 457 2 + 535 − 389 2 + ⋯ 535 − 415 2 = 480,3 Universitas Sumatera Utara

BAB VI PEMBAHASAN

6.1. Waktu Elemen Kerja dan Waktu Siklus

Dalam penelitian ini, waktu elemen kerja yang digunakan adalah waktu dalam membuat 2 unit produk. Hal ini diakibatkan terdapat beberapa elemen kerja yang memiliki 2 stasiun operasi, yang menghasilkan 2 unit produk dalam satu siklus produksi. Hasil pengukuran waktu dan penyesuaian dengan menggunakan rating factor dan allowance diperoleh waktu baku elemen kerja terbesar 535 detik pada elemen kerja 29 yaitu perakitan komponen. Waktu siklus yang digunakan sebagai patokan pengalokasian elemen kerja pada work centersebesar 535 detik, yang merupakan waktu elemen kerja terbesar di mana, elemen kerja tersebut di letakkan pada satu work center agar tidak menambah pekerjaan operator pada elemen tersebut.

6.2. Zoning Constarint

Zoning Constraintmerupakan kondisi yang menghalangi atau mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun tertentu. Dalam penelitian ini, beberapa elemen kerja dialokasikan bersamaan pada satu work center karena menggunakan mesin yang sama ataupun karena urutan elemen kerja. Terdapat 8 zoning constraint yang memuat 20 elemen kerja yang digunakan dalam penyeimbangan lintasan pada penelitian ini. Hasil penyeimbangan menggunakan Helgeson Birnie diperoleh 14 work center sedangkan menggunakan Moodie Young diperoleh 13 work center. Kedua hasil penyeimbangan menghasilkan jumlah work Universitas Sumatera Utara centeryang lebih banyak dari zoning constraint. Hal ini disebabkan terdapat 13 elemen kerja yang tidak mempunyai zoning constraint yang pengalokasiannya hanya dibatasi precedence diagram.

6.3. Perbandingan Hasil Penyeimbangan Lintasan

Hasil penyeimbangan lintasan dengan metode Helgeson Birnie diperoleh 14 work centeryang diisi 17 operator. Work centerXIII merupakan work center dengan waktu terbesar yaitu 535 detik sedangkan waktu work center terkecil ialah pada work center XII dengan waktu 194 detik. Dengan penyeimbangan ini, diperoleh nilai balance delay 27,3, line efficiency 72,7 dan smoothness index 656,31. Hasil penyeimbangan lintasan dengan metode Moodie Young diperoleh 13 work centeryang diisi 16 operator. Work centerXII merupakan work center dengan waktu terbesar yaitu 535 detik sedangkan waktu work center terkecil ialah pada work center VII dengan waktu 298 detik. Dengan penyeimbangan ini, diperoleh nilai balance delay 21,7, line efficiency 78,3 dan smoothness index 480,3. Tujuan penyeimbangan lintasan adalah untuk memaksimalkan line efficiency dan meminimalkan balance delay dan smoothness index, maka dari hasil perbandingan kedua metode dengan ketiga kriteria tersebut, maka metode keseimbangan lintasan yang dipilih menjadi metode usulan adalah metode Moodie Young. Universitas Sumatera Utara 1 2 3 10 11 6 12 14 9 15 4 7 13 17 20 16 27 8 18 19 21 22 23 24 25 26 31 28 29 30 5 32 33 WC IX WC X WC III WC XI WC XIII WC I WC II WC IV WC IV WC V WC VI WC VII WC VIII WC XII Gambar 6.1. Work Center pada Lintasan Usulan Moodie Young

6.4. Perbandingan Keseimbangan Lintasan Awal dan Usulan

Lintasan awal pada produksi daun pintu colonial 8p di PT Suryamas Lestari Prima terdiri dari 16 work centeryang diisi 19 operator. Waktu work center XIV 535 detik merupakan work center dengan waktu terbesar sedangkan work center XV 57 detik merupakan work center dengan waktu terkecil. Dari hasil perhitungan pada pengolahan data untuk lintasan awal diperoleh balance delay 56, line efficiency 44 dan smoothness index 1330,1. 1 2 3 10 11 6 12 14 9 15 4 7 13 17 20 16 27 8 18 19 21 22 23 24 25 26 31 28 29 30 5 32 33 WC II WC III WC IV WC V WC VI WC VII WC VIII WC IX WC X WC XI WC XII WC XIII WC XIV WC XV WC XVI Gambar 6.3. Work Center Lintasan Awal Universitas Sumatera Utara Dengan melihat ketiga kriteria balance delay, line efficiency, dan smoothness index, maka hasil metode Moodie Youngdapat dijadikan usulan untuk memperbaiki lintasan kerja awal.

6.5. Kemungkinan PenerapanMetode Usulan

6.5.1. Perubahan Letak Mesin dan Peralatan