Penyeimbangan Lintasan Pada Proses Pembuatan Pintu Dengan Metode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester Dan Moodie Young Pada Production Training Centre

(1)

PENYEIMBANGAN LINTASAN PADA PROSES PEMBUATAN P

I N T U D E N G A N M E T O D E H E L G E S O N

BIRNIE, KILBRIDGE WESTER DAN MOODIE

YOUNG PADA PRODUCTION TRAINING

CENTRE

TUGAS SARJANA

D i a j u k a n u n t u k M e m e n u h i S e b a g i a n d a r i Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

JUNI YANTI NAPITUPULU

0 5 0 4 0 3 0 4 7

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

(4)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK... xv

I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Rumusan Permasalahan ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.3.1. Tujuan Umum ... I-3 1.3.2. Tujuan Khusus ... I-4 1.4. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-4 1.5. Sistematika Penulisan Laporan ... I-5


(5)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-3 2.3.1. Struktur Organisasi Production Training Centre... II-3 2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-4 2.3.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perushaan ... II-4 2.3.3.1. Tenaga Kerja... II-4 2.3.3.2. Jam Kerja... II-5 2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas Lainnya... II-6 2.3.4.1. Tunjangan ... II-7 2.3.4.2. Fasilitas... II-8 2.4. Proses Produksi... II-8 2.4.1. Bahan ... II-8 2.4.1.1. Bahan Baku ... II-8 2.4.1.2. Bahan Tambahan ... II-10 2.4.1.3. Bahan Penolong ... II-11 2.4.2. Uraian Proses Produksi... II-11 2.4.2.1. Gudang Bahan Baku ... II-12 2.4.2.2. Blanking... II-13


(6)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

2.5. Mesin dan Peralatan ... II-19 2.5.1. Mesin ... II-19 2.5.2. Peralatan ... II-20 2.6. Utilitas ... II-20 2.7. Safety and FireProtection... II-21 2.8. Waste and Water Treatment... II-22 2.9. Maintenance... II-22

III LANDASAN TEORI... III-1 3.1. Definisi Keseimbangan Lintasan ... III-1 3.2. Permasalahan Keseimbangan Lintasan ... III-4 3.3. Pendefinisian Masalah Keseimbangan Lintasan... III-5 3.4. Istilah-istilah dalam Keseimbangan Lintasan... III-6 3.5. Pengukuran Waktu Jam Henti ... III-8 3.5.1. Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran . III-8 3.5.2. Melakukan Pengukuran Waktu ... III-10 3.6. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan ... III-11 3.7. Kelonggaran... III-12 3.8. Uji Keseragaman Data... III-13


(7)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

3.9. Uji Kecukupan Data ... III-15 3.10. Penentuan Waktu Baku ... III-16 3.11. Beberapa Teknik Line Balancing... III-16 3. 11.1. Metode Helgeson Birnie... III-18 3. 11.2. Metode Kilbridge dan Wester... III-19 3. 11.3. Metode Moodie Young... III-20 3. 11.4. Perbandingan Algoritma Region Approach,

Positional Weight, dan Moodie Young... III-21

IV METODOLOGI PENELITIAN... IV-1 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Objek Penelitian ... IV-1 4.3. Instrumen Penelitian... IV-1 4.4. Studi Pendahuluan... IV-1 4.5. Metode Pengumpulan Data ... IV-2 4.6. Metode Pengujian, Pengolahan dan Analisis Pemecahan


(8)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

4.7. Blok Diagram Prosedur Penelitian... IV-3 4.8. Metode Pengukuran Waktu, Pengolahan Data dan Analisis

Pemecahan Masalah ... IV-5 4.8.1. Metode Pengukuran Waktu... IV-5 4.8.2. Metode Pengolahan Data ... IV-7 4.8.3. Analisis Pemecahan Masalah... IV-11 4.8.4. Kesimpulan dan Saran ... IV-11 4.9. Blok Diagram Prosedur Penelitian... IV-7

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... V-1 5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Work Center Awal di Production Training Centre.... V-1 5.1.2. Data Waktu Pengerjaan Setiap Elemen Kerja... V-4 5.1.3. Job Qualification... V-4 5.1.4. Gambar Produk Pintu Engineer Petak 8... V-6

5.2. Pengolahan Data ... V-7 5.2.1. Pengujian Keseragaman dan Kecukupan Data... V-7

5.2.1.1. Uji Keseragaman Data... V-8 5.2.1.2. Uji Kecukupan Data ... V-12


(9)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

5.2.2. Menghitung Waktu Baku Setiap Elemen Kerja ... V-17 5.2.2.1. Menghitung Waktu Proses Terpilih ... V-17 5.2.2.2. Menghitung Rating Factor dan Allowance ... V-19 5.2.2.3. Perhitungan Waktu Baku ... V-19 5.2.3. Menghitung Waktu Siklus Work Centre... V-23 5.2.4. Elemen Kerja Pembentuk Precedence Diagram dan

Pembentukan Precedence Diagram... V-24 5.2.4.1. Elemen Kerja Pembentuk Diagram

Precedence... V-24 5.2.4.2. DiagramPrecedence... V-28 5.2.4.3. Pengelompokan Elemen Kerja Aktual... V-29 5.2.4.4. Perhitungan Balance Delay, Line

Efficiency dan Smoothness Index... V-32 5.2.5. Membagi Elemen Kerja ke Dalam Work Centre ... V-34 5.2.5.1. Metode Helgeson Birnie... V-34 5.2.5.2. Metode Kilbridge Wester... V-55 5.2.5.3. Metode Moodie Young... V-69


(10)

DAFTAR ISI (Lanjutan)

BAB HALAMAN

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH... VI-1 6.1. Analisis Perbandingan Keseimbangan Lintasan Hasil

Ketiga Metode ... VI-1 6.2. Analisis Perbandingan Keseimbangan Lintasan Aktual

dan Usulan... VI-2 6.3. Analisis Stasiun Kerja Hasil Ketiga Metode... VI-2 6.4. Analisis Stasiun Kerja Aktual dan Usulan ... VI-3 6.5. Analisis Precedence Diagram... VI-4 6.6. Analisis Penerapan Hasil... VI-4

VII KESIMPULAN DAN SARAN... VII-1 7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Tenaga Kerja Production Training Centre... II – 5 2.2. Kelas Berat Kayu ... III-9 2.3. Jenis-jenis Grade Kayu ... III-14 2.4. Mesin-mesin yang Digunakan di PTC... III-19 2.5. Peralatan yang Digunakan di PTC... III-20 5.1. Work Center Awal di Production Training Centre... V - 1 5.2. Waktu Elemen Kerja 1 (Blanking Awal Panel)... . V - 8 5.3. Rekapitulasi Hasil Uji Keseragaman Data ... V - 10 5.4. Pengukuran Waktu Elemen Kerja 1 Pembuatan Pintu

Engineer Petak 8... V - 13 5.5. Uji Kecukupan Data Pembuatan Pintu Engineer Petak 8 ... V -14 5.6. Waktu Proses Terpilih... V - 18 5.7. Perhitungan Waktu Baku ... V - 20 5.8. Elemen Kerja Pembentuk Precedence... V - 24 5.9. Penentuan Ranking untuk Setiap Elemen Kerja ... V - 29 5.10. Pengurutan Berdasarkan Ranking ... V – 32 5.11. Pembentukan Stasiun Kerja... V - 36 5.12. Jumlah Waktu ... V - 39 5.13 Stasiun Kerja Hasil Modifikasi ... V - 45


(12)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.14. Pengelompokan Elemen Kerja Tiap-tiap Region... V - 50 5.15. Penentuan Stasiun Kerja ... V - 54 5.16. Stasiun Kerja Hasil Modifikasi ... V - 59 5.17. Matriks P dan F... V - 64 5.18. Pengelompokan Elemen Kerja ... V - 68 5.19. Penyusunan Elemen Kerja ke Dalam Stasiun Kerja... V - 73 5.20. Stasiun Kerja Hasil Modifikasi ... V – 78 6.1. Perbandingan Keseimbangan Lintasan Hasil Ketiga Metode ... VI - 1 6.2. Perbandingan Keseimbangan Lintasan Aktual dan Usulan ... V I- 2 6.3. Perbandingan Stasiun Kerja Hasil Ketiga Metode ... V I- 3 6.4. Perbandingan Stasiun Kerja Aktual dan Usulan ... V I- 3


(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi Production Training Centre (PTC) ... II-4 2.2. Daun Pintu Petak 8 ... II-12 2.3. Sisi Ujung Kayu Setelah Dishaper ... II-16 2.4. Stile Setelah Diprofil... II-18 3.1. Precedence Diagram... III-6 3.2. Precedence Diagram yang Sesuai untuk Metode Moodie Young... III-25 3.3. Precedence Diagram yang Sesuai untuk Metode Rank Positional

Weight... III-6 4.1. Flowchart Pengolahan Data ... IV-2 5.1. Daun Pintu Engineer Petak 8 ... V-6 5.2. Precedence Diagram Perakitan Daun Pintu Engineer Petak 8 ... V-28 5.3. Precedence Diagram... V-37


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

1. Tugas dan Tanggung Jawab Organisasi di Production Training Centre 2. Spesifikasi Mesin-mesin di Production Training Centre

3. Besar Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh 4. Uji Keseragaman Data Tahap I

5. Uji Keseragaman Data Tahap II 6. Perhitungan Allowance


(15)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat melakukan penelitian dan menyelesaikan Tugas Sarjana dengan baik. Tugas Sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi untuk dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Sarjana ini berjudul “Penyeimbangan Lintasan pada Proses Pembuatan Pintu dengan metode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester dan Moodie Young pada Production Training Centre”. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan model penyeimbangan lintasan yang efektif serta mampu mendistribusikan elemen-elemen kerja secara seimbang sehingga waktu menganggur dapat ditekan seminimal mungkin. Model penyeimbangan lintasan yang tepat diterapkan di pabrik sebagai hasil akhir penelitian ini adalah metode Moodie Young.

Hambatan yang dialami oleh penulis dalam penelitian ini adalah kurangnya data pada kegiatan pengumpulan data sehingga dilakukan pengumpulan data tambahan.

Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna sehingga diharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA, MEDAN PENULIS. Desember 2010


(16)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Danci Sukatendel selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan, arahan dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini. 2. Ibu Ir. Dini Wahyuni, M.T., selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan,

arahan dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini. 3. Bapak Darmin Tan selaku manager Production Training Centre yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

4. Bapak Syawaluddin Siregar, selaku kepala produksi di Production Training Centre yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.

5. Bapak Paeran selaku karyawan lantai produksi di Production Training Centre yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.

6. Siti Maretia dan Abdul Hafis mahasiswa Teknik Industri angkatan 2005 yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.


(17)

ABSTRAK

Membuat sistem produksi yang efisien masih menjadi masalah penting bagi kebanyakan industri manufaktur di Indonesia. Cukup banyak industri yang terpaksa harus menutup usahanya karena tidak mampu mengendalikan beban kerja perusahaan. Production Training Centre merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi mebel. Production Training Centre mempunyai proses produksi yang masih belum terstruktur secara rapi dan efisien sehingga terjadi pemborosan (waste).

Dari hasil pengamatan awal ke Production Training Centre, maka dapat dilihat permasalahan yang ada yaitu pembagian elemen kerja masih belum seimbang sehingga menyebabkan bobot waktu setiap work center berbeda-beda, terdapat penumpukan bahan di beberapa work center karena adanya satu work center yang telah selesai tetapi di work center lain belum selesai dan terdapat keterlambatan order delivery.

Atas dasar permasalahan tersebut, maka dapat diberikan solusi yang mungkin yaitu dilakukan penyeimbangan lintasan perakitan pintu engineer petak 8. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan model penyeimbangan lintasan yang efektif dilaksanakan dalam mengatasi masalah-masalah keterlambatan di Production Training Centre. Data yang diambil dan diperlukan yaitu data proses produksi dan pengukuran waktu proses untuk pembuatan pintu engineer petak 8, data catatan proses dan waktu kerja yang diperoleh, serta data Job kualifikasi.

Berdasarkan hasil pengolahan data, dikaji kemungkinan penerapannya sehingga direkomendasi metode Moodie Young dengan Efisiensi yang baik dan Smoothness Index yang terkecil.


(18)

ABSTRAK

Membuat sistem produksi yang efisien masih menjadi masalah penting bagi kebanyakan industri manufaktur di Indonesia. Cukup banyak industri yang terpaksa harus menutup usahanya karena tidak mampu mengendalikan beban kerja perusahaan. Production Training Centre merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi mebel. Production Training Centre mempunyai proses produksi yang masih belum terstruktur secara rapi dan efisien sehingga terjadi pemborosan (waste).

Dari hasil pengamatan awal ke Production Training Centre, maka dapat dilihat permasalahan yang ada yaitu pembagian elemen kerja masih belum seimbang sehingga menyebabkan bobot waktu setiap work center berbeda-beda, terdapat penumpukan bahan di beberapa work center karena adanya satu work center yang telah selesai tetapi di work center lain belum selesai dan terdapat keterlambatan order delivery.

Atas dasar permasalahan tersebut, maka dapat diberikan solusi yang mungkin yaitu dilakukan penyeimbangan lintasan perakitan pintu engineer petak 8. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan model penyeimbangan lintasan yang efektif dilaksanakan dalam mengatasi masalah-masalah keterlambatan di Production Training Centre. Data yang diambil dan diperlukan yaitu data proses produksi dan pengukuran waktu proses untuk pembuatan pintu engineer petak 8, data catatan proses dan waktu kerja yang diperoleh, serta data Job kualifikasi.

Berdasarkan hasil pengolahan data, dikaji kemungkinan penerapannya sehingga direkomendasi metode Moodie Young dengan Efisiensi yang baik dan Smoothness Index yang terkecil.


(19)

ABSTRAK

Membuat sistem produksi yang efisien masih menjadi masalah penting bagi kebanyakan industri manufaktur di Indonesia. Cukup banyak industri yang terpaksa harus menutup usahanya karena tidak mampu mengendalikan beban kerja perusahaan. Production Training Centre merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi mebel. Production Training Centre mempunyai proses produksi yang masih belum terstruktur secara rapi dan efisien sehingga terjadi pemborosan (waste).

Dari hasil pengamatan awal ke Production Training Centre, maka dapat dilihat permasalahan yang ada yaitu pembagian elemen kerja masih belum seimbang sehingga menyebabkan bobot waktu setiap work center berbeda-beda, terdapat penumpukan bahan di beberapa work center karena adanya satu work center yang telah selesai tetapi di work center lain belum selesai dan terdapat keterlambatan order delivery.

Atas dasar permasalahan tersebut, maka dapat diberikan solusi yang mungkin yaitu dilakukan penyeimbangan lintasan perakitan pintu engineer petak 8. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan model penyeimbangan lintasan yang efektif dilaksanakan dalam mengatasi masalah-masalah keterlambatan di Production Training Centre. Data yang diambil dan diperlukan yaitu data proses produksi dan pengukuran waktu proses untuk pembuatan pintu engineer petak 8, data catatan proses dan waktu kerja yang diperoleh, serta data Job kualifikasi.

Berdasarkan hasil pengolahan data, dikaji kemungkinan penerapannya sehingga direkomendasi metode Moodie Young dengan Efisiensi yang baik dan Smoothness Index yang terkecil.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Keseimbangan lintas perakitan berhubungan erat dengan produksi massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan ke dalam beberapa pusat-pusat kerja. Waktu yang diijinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan lintas perakitan. Semua stasiun kerja sedapat mungkin harus memiliki waktu siklus yang sama. Bila suatu stasiun kerja memiliki waktu di bawah waktu siklus idealnya, maka stasiun tersebut akan memiliki waktu menganggur. Tujuan akhir dari keseimbangan lintas adalah meminimasi waktu menggangur di tiap stasiun kerja, sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi pada setiap stasiun kerja.

Tujuan perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga pemanfaatan peralatan dan operator semaksimal mungkin. Pembuatan suatu produk pada umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses produksi pada beberapa departemen yang berupa aliran proses produksi. Apabila terjadi hambatan atau ketidakefisienan dalam suatu departemen akan mengakibatkana terjadinya waktu menunggu dan penumpukan material.

Production Training Centre (PTC) adalah salah satu unit Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Medan yang memproduksi daun pintu. Produksi


(21)

dilaksanakan berdasarkan make to order sehingga perusahaan memproduksi sejumlah daun pintu dengan model yang bervariasi sesuai dengan pesanan konsumen.

Production Training Centre sering mengalami keterlambatan order delivery yang disebabkan penyelesaian produk yang tidak tepat waktu. Data yang diperoleh dari catatan perusahaaan menunjukkan bahwa produk yang tidak memenuhi due date mencapai 15% dari keseluruhan order. Pada bulan Mei 2010 perusahaan menerima order sebanyak 3.000 buah pintu. Sebanyak 435 buah pintu mengalami keterlambatan waktu penyelesaian. Akibat dari keterlambatan penyelesaian produk ini maka order delivery juga mengalami keterlambatan. Setiap keterlambatan order delivery akan mengakibatkan perusahaan dikenakan biaya ganti rugi.

Proses produksi yang ada di lantai produksi belum terlaksana secara optimal dimana terdapat penumpukan bahan di beberapa work center. Penumpukan bahan yang terjadi jelas terlihat pada bagian clamping, pengepressan, perakitan daun pintu dan bagian penghalusan daun pintu. Penumpukan bahan ini dapat menyebabkan bertambahnya waktu penyelesaian produk.

Atas dasar permasalahan tersebut diatas, maka dalam penelitian ini akan dilakukan penyeimbangan lintasan perakitan pintu sehingga diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang ada.

Penelitian sebelumnya oleh Dyah Saptanti Perwitasari dengan judul “Perbandingan Metode Ranked Positional Weight dan Kilbridge Wester Pada Permasalahan Keseimbangan Lini Lintasan Produksi Berbasis Single Model”. Penelitian lain nya adalah “Simulasi Perbandingan Algoritma Region Approach,


(22)

Positional Weight dan Moodie Young dalam Efisiensi dan Keseimbangan Lini Produksi” oleh Teguh Baroto.

1.2. Rumusan Masalah

Pada penelitian ini yang menjadi rumusan masalahan pada Production Training Centre adalah:

1. Bagaimana mengatasi pembagian elemen kerja yang masih belum seimbang?

2. Bagaimana mengatasi penumpukan bahan di beberapa work center yang mengalami bottleneck?

Untuk permasalahan di atas, Production Training Centre perlu mencari solusi optimal dalam penentuan keseimbangan lintasan sehingga waktu produksi menjadi lebih efisien.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah melakukan penyeimbangan lintasan pada proses pembuatan pintu engineer petak 8 dengan metode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester dan Moodie Young pada Production Training Centre.


(23)

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan model penyeimbangan lintasan yang paling efektif sebagai usulan kepada Production Training Centre.

2. Membandingkan ketiga metode pengolahan data dengan kriteria perbandingan balance delay dan smoothness index yang kecil, dan efisiensi yang paling besar.

1.4. Batasan Masalah dan Asumsi

Batasan yang digunakan pada penelitian ini antara lain:

1. Penelitian dilakukan pada lantai produksi Production Training Centre. 2. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2010 hingga November 2010.

3. Penentuan keseimbangan lintasan dilakukan untuk jenis produk yang paling banyak diorder dan diproduksi oleh perusahaan yaitu jenis pintu engineer petak 8. 4. Data yang akan digunakan dalam penelitian adalah data urutan elemen kerja dan

waktu elemen kerja untuk perancangan keseimbangan lintasan.

5. Metode penyeimbangan lintasan yang digunakan adalah metode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester dan Moodie Young.

Asumsi dalam penelitian ini antara lain:

1. Tidak ada perubahan urutan proses produksi pintu engineer petak 8. 2. Kondisi perusahaan Production Training Centre dianggap stabil.

3. Semua fasilitas maupun mesin yang digunakan dalam proses produksi berada dalam kondisi tidak rusak dan bekerja dengan baik.


(24)

4. Operator yang diamati berada dalam kondisi sehat.

5. Proses produksi berlangsung dengan jam kerja normal yaitu 7 jam kerja efektif.

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Penulisan tugas sarjana ini dibagi ke dalam tujuh bab. Bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup, asumsi penelitian serta sistematika penulisan tugas sarjana.

Bab II merupakan gambaran umum perusahaan yang memuat isi sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, organisasi dan manajemen serta proses produksi pembuatan pintu engineer petak 8.

Bab III adalah bab yang berisi tentang landasan teori. Pada bab ini diuraikan definisi keseimbangan lintasan, permasalahan keseimbangan lintasan, istilah-istilah dalam keseimbangan lintasan, teori pengukuran waktu jam henti, tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan, teori penyesuaian dengan cara Westinghouse, teori kelonggaran, teori mengenai uji keseragaman data dan kecukupan data, penentuan waktu baku serta teori mengenai metode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester dan Moodie Young .

Bab IV merupakan metodologi penelitian yang berisi lokasi dan waktu penelitian, objek penelitian, instrumen penelitian, studi pendahuluan, metode pengumpulan data, metode pengujian, pengolahan dan analisis pemecahan masalah serta kesimpulan dan saran.


(25)

Bab V adalah pengumpulan dan pengolahan data. Pada bab ini diuraikan pengumpulan data yaitu work centre awal di Production Training Centre, data waktu pengerjaan setiap elemen kerja, job qualification, dan gambar produk pintu engineer petak 8. Sedangkan pengolahan data berisi tentang uji keseragaman dan kecukupan data, perhitungan waktu proses terpilih, perhitungan rating factor dan allowance, perhitungan waktu siklus work centre, menyusun precedence diagram, dan membagi elemen kerja ke dalam work centre dengan metode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester dan Moodie Young.

Bab VI merupakan analisis pemecahan masalah yang berisi perbandingan metode Helgeson Birnie, Kilbridge Wester dan Moodie Young dilihat dari balance delay, efisiensi lini dan smoothness index. Bab ini juga berisi perbandingan hasil ketiga metode dengan penelitian sebelumnya, serta analisis penerapan hasil metode terpilih.

Bab VII adalah kesimpulan dan saran. Pada bab ini diuraikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penyeimbangan lintasan di Production Training Centre serta saran yang disampaikan terkait penelitian.


(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Production Training Centre (PTC) adalah sebuah perusahaan mebel yang dibentuk oleh Departemen Tenaga Kerja (Depnaker). PTC didirikan pada tahun 1994 dengan bantuan pemerintah Denmark sebagai tempat untuk memperkerjakan tenaga siap pakai yang telah dicetak oleh Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Medan. Atas kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Denmark didirikan suatu badan usaha patungan yang dikenal dengan nama Danida yang pada awal pendiriannya bertugas untuk mengelola Production Training Centre.

Pada awal pendirian Production Training Centre, ada beberapa PTC yang dialokasikan di beberapa daerah Indonesia seperti PTC Jabotabek, PTC Medan, PTC Surabaya dan PTC Banjar Baru. Beberapa di antaranya tidak bertahan lama karena adanya kesalahan manajemen dalam pengelolaannya. Hal ini menyebabkan pada tahun 1996 Production Training Centre dialihkan kepada pihak swasta dan hingga saat ini hanya ada dua PTC yang bertahan yaitu PTC Surabaya dan PTC Medan.

Production Training Centre didirikan dengan tujuan untuk membantu pemerintah dalam hal pengadaan lapangan kerja dan tenaga kerja terampil yang siap pakai. Sistem produksi Production Training Centre Medan adalah suatu sistem penyelenggaraan siswa yang dituntut untuk mencapai tujuan instruksional dari program yang diikuti sekaligus memberikan jasa atau memproduksi barang yang


(27)

bermutu melalui kerja praktek selama mengikuti latihan. Production Training Centre telah menyerap dan memperkerjakan tenaga kerja terampil yang diambil dari para siswa yang telah mengikuti latihan. Production Training Centre bergerak dalam bidang perkayuan dan kerajinan rotan. Pemasaran rotan yang sulit menyebabkan PTC Medan tidak lagi bergerak dalam bidang industri rotan dan fokus pada industri kayu.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Production Training Centre (PTC) saat ini hanya fokusmengolah bahan baku utamanya yaitu kayu yang akan diolah menjadi daun pintu. Daun pintu yang dihasilkan terdiri dari dua tipe, yaitu daun pintu yang terbuat dari komponen solid dan daun pintu veneer (gabungan dari potongan-potongan kayu). Beberapa sampel model daun pintu yang diproduksi adalah :

1. Daun pintu petak 10 2. Daun pintu petak 8 3. Daun pintu petak 6 4. Daun pintu petak 4

PTC menerapkan sistem produksi make to order, produksi dapat berjalan setelah ada pesanan dari pelanggan. PTC memiliki pelanggan tetap untuk jenis pintu petak 4, petak 6, petak 8 dan petak 10. Produksi daun pintu dibuat dan dipasarkan domestik, lokal maupun internasional. Untuk pemasaran domestik, PTC menerima pesanan pembuatan daun pintu dari pabrik-pabrik yang letaknya di sekitar wilayah Medan. Distribusi juga dilakukan kebeberapa daerah di Indonesia yaitu daerah Jawa, Riau, Aceh, Pekan baru, dan Palembang. Distribusi pemasaran internasional yaitu ke


(28)

negara-negara Asia seperti Malaysia, Singapura, dan Jepang, negara-negara Timur Tengah, Eropa dan Afrika.

2.3. Organisasi dan Manajemen

2.3.1. Struktur Organisasi Production Training Centre (PTC)

Organisasi merupakan sekumpulan manusia yang memiliki peran, jabatan atau fungsi masing-masing dan bersepakat melaksanakan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai tujuan yang telah direncanakan, sedangkan struktur organisasi adalah kerangka antar hubungan dari orang-orang atau unit-unit organisasi yang masing-masing memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang tertentu. Suatu struktur organisasi harus menunjukkan satuan-satuan organisasi dan garis wewenang sehingga terlihat jelas batasan-batasan tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap personil dalam organisasi. Metode pembagian tugas memunculkan empat jenis hubungan kerja dalam organisasi yaitu hubungan garis (hubungan lini atau komando), hubungan fungsional, multidivisional, strategic business unit structure, dan campuran dari beberapa struktur yang ada. Dengan demikian diharapkan adanya suatu kejelasan arah dan kordinasi untuk mencapai tujuan perusahaan.

Struktur organisasi yang digunakan Production Training Centre adalah struktur fungsional. Struktur organisasi fungsional dapat dilihat dari pengelompokan aktivitas dan tugas untuk membentuk unit-unit kerja yang memiliki fungsi yang terspesialisasi setiap bidang seperti administrasi, kepala bengkel, koordinator dan supervisor. Struktur organisasi Production Training dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(29)

Gambar 2.1. Struktur Organisasi Production Training Centre (PTC)

2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Uraian tugas dan tanggung jawab pada masing-masing bagian Production Training Centre dapat dilihat pada lampiran 1.

2.3.3. Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan 2.3.3.1. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam menjalankan seluruh aktifitas kerja baik office maupun factory Production Training Centre adalah warga negara Indonesia


(30)

yang diangkat untuk menduduki jabatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan mematuhi peraturan yang berlaku di perusahaan.

Pelaksanaan kegiatan pada PTC sampai dengan tahun 2010 memiliki 88 tenaga kerja secara keseluruhan. Tenaga kerja yang bekerja pada PTC terdiri dari 46 orang karyawan tetap dan 13 orang siswa dan 15 orang pekerja harian. Perincian jumlah tenaga kerja pada PTC Medan untuk tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja Production Training Centre (PTC)

No Bagian Jumlah

(Orang)

1 Manajer 1

2 Administrasi 1 3 Kepala Bengkel 1

4 Koordinator 2

5 Supervisor 2

6 Produksi 74

7 Kebersihan 2

8 Maintenance 3

9 Bahan Baku 2

Total 88

Sumber : Production Training Centre (PTC)

2.3.3.2. Jam Kerja

Jam kerja yang berlaku di PTC sama untuk semua bagian baik kantor maupun produksi. Berdasarkan syarat kerja umum setiap pekerja mempunyai 7-8 jam kerja per hari dan bekerja 6 hari dalam seminggu yaitu hari Senin sampai dengan Sabtu. Perbedaan jam kerja terjadi pada hari Jumat dan Sabtu. Jam kerja yang diterapkan pada PTC adalah sebagai berikut :


(31)

Senin sampai dengan Kamis :

1. Pukul 08.00 WIB – Pukul 12.00 WIB : jam kerja 2. Pukul 12.00 WIB – Pukul 12.45 WIB : jam istirahat 3. Pukul 12.45 WIB – Pukul 16.00 WIB : jam kerja Jumat :

1. Pukul 08.00 WIB – Pukul 12.00 WIB : jam kerja 2. Pukul 12.00 WIB – Pukul 13.30 WIB : jam istirahat 3. Pukul 13.30 WIB – Pukul 16.30 WIB : jam kerja Sabtu :

1. Pukul 08.00 WIB – Pukul 12.00 WIB : jam kerja

Tidak ada pergantian jam kerja atau shift pada PTC, seluruh tenaga kerjanya bekerja sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

2.3.4. Sistem Pengupahan dan Fasilitas yang Digunakan

Bagian yang menangani pengupahan dan penggajian di Production Training Centre yaitu bagian administrasi. Sistem penggajian pada PTC bervariasi untuk masing-masing jabatan. Pihak manajemen PTC selalu melakukan peninjauan berkala terhadap para pekerjanya. Pemberian gaji ini disesuaikan dengan peraturan pemerintah dan peraturan perusahaan. Besarnya kenaikan gaji ini didasarkan atas: a. Prestasi kerja

b. Tanggung jawab terhadap pekerjaan


(32)

Pemberian gaji atau upah didasarkan atas beberapa hal yaitu sebagai berikut : 1. Gaji bulanan

Gaji ini diberikan kepada tenaga kerja pada hari kerja pertama setiap bulan. Besarnya gaji yang diberikan di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan sesuai dengan jabatan dan jenis pekerjaannya masing-masing, kemudian ditambah dengan uang makan, uang kerajinan dan jaminan sosial tenaga kerja.

2. Upah harian

Upah harian hanya diberikan kepada tenaga kerja harian yaitu sebesar Rp. 30.000/hari kerja. Siswa menerima uang transport sebesar Rp 20.000/hari kerja. 3. Upah lembur

Upah lembur diberikan kepada pekerja jika waktu kerjanya lebih dari 40 jam per minggu.

2.3.4.1. Tunjangan

Selain gaji pokok dan upah lembur di atas, perusahaan juga memberikan beberapa jenis tunjangan, yaitu:

1. Tunjangan Hari Raya (THR)

Besarnya adalah tambahan satu bulan gaji bagi karyawan yang mempunyai masa kerja lebih dari satu tahun.

2. Tunjangan Selama Sakit

Diberikan kepada karyawan yang sedang dalam perawatan karena sakit dan tidak dapat bekerja yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter.


(33)

2.3.4.2. Fasilitas

Adapun fasilitas yang disediakan oleh Production Training Centre untuk para karyawannya adalah sebagai berikut:

1.Rumah ibadah yaitu masjid yang dibangun di lokasi lingkungan pabrik. 2.Ruang teori untuk mengajar para siswanya.

3.Cuti yang diberikan kepada karyawan tetap Production Training Centre.

2.4. Proses Produksi

Rangkaian proses produksi pintu akan diuraikan sebagai berikut.

2.4.1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan produk daun pintu pada Production Training Centre adalah sebagai berikut.

2.4.1.1. Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan utama yang memiliki komposisi terbesar dalam proses produksi, yang mana sifat dan bentuknya akan mengalami perubahan fisik maupun kimia hingga menjadi produk.

Bahan baku yang digunakan dalam memproduksi daun pintu adalah kayu. Persyaratan teknis kayu untuk keperluan mebel adalah sebagai berikut.

1. Berat kayu

Berdasarkan berat jenisnya, kayu digolongkan ke dalam kelas-kelas seperti ditampilkan pada Tabel 2.2.


(34)

Tabel 2.2. Kelas Berat Kayu

No Kelas Berat Kayu Berat Jenis 1 Sangat Berat > 0,90

2 Berat 0,75 – 0,90

3 Sedang 0,60 – 0,75

4 Ringan < 0,60

Sumber : Production Training Centre

Kayu untuk keperluan mebel adalah kayu dengan kelas sedang, misalnya kayu mahoni dan meranti.

2. Awet

Keawetan kayu adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu dari luar, seperti jamur, rayap, cacing dan makhluk lain, yang diukur dalam jangka waktu tahunan.

3. Tekstur halus

Tekstur ialah ukuran relatif serat-serat kayu. Berdasarkan teksturnya, jenis kayu digolongkan atas :

a. Kayu bertekstur halus, contohnya: giam. b. Kayu bertekstur sedang, contoh: jati. c. Kayu bertekstur kasar, contohnya : meranti

4. Mudah dikerjakan, dibubut, dipaku, diskrup serta dilem atau direkatkan. Jenis kayu yang lazim digunakan adalah:


(35)

b. Ebony c. Mahoni d. Meranti e. Rengas f. Sono Keling h. Agathis i. Tusam (Pinus)

2.4.1.2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam proses produksi sehingga dapat meningkatkan mutu produksi. Bahan tambahan ditambahkan pada produk sehingga menghasilkan suatu produk akhir yang siap dipasarkan dapat berupa aksesoris atau kemasan. Bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan daun pintu adalah:

1. Plastik

Daun pintu yang telah distempel kemudian dipacking dengan menggunakan plastik.

2. Lem Kayu

Lem kayu digunakan untuk melekatkan potongan kayu untuk komponen pintu. 3. Tepung Dempul

Tepung dempul digunakan untuk menutupi celah pada pintu pada saat finishing. 4. Lem Cair


(36)

Lem cair digunakan untuk melekatkan serat kayu yang kasar pada saat penghalusan.

2.4.1.3. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang digunakan untuk menolong kelancaran proses produksi dan bahan tersebut tidak ikut menjadi produk. Bahan penolong yang digunakan dalam proses pembuatan pintu adalah oli. Oli digunakan sebagai pelumas mesin yang berfungsi untuk memudahkan pengerjaan.

2.4.2. Uraian Proses Produksi

Daun pintu terdiri dari beberapa komponen baik yang berasal dari kayu veener ataupun komponen solid. Masing-masing komponen dikerjakan berdasarkan perintah kerja. Komponen daun pintu untuk jenis petak 8 dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(37)

Gambar 2.2. Daun Pintu Petak 8 Keterangan komponen :

ST : Stile P : Panel

M : Middle (tengah)

BR : Bottom Rail (rel bawah) MR : Middle Rail (rel tengah) TR : Top Rail (rel atas)

2.4.2.1. Gudang Bahan Baku

Bahan baku yang masuk ke PTC telah disortir sesuai ukuran di tempat suplier. Spesifikasi kayu yang diterima di gudang PTC adalah sebagai berikut:


(38)

A. Untuk panel :

a. 2,54 cm x 7,62 cm x 210 cm b. 2,54 cm x 10,16 cm x 210 cm c. 2,54 cm x 12,7 cm x 210 cm d. 2,54 cm x 15,24 cm x 210 cm B. Untuk komponen :

a. 2,54 cm x 7,62 inchi x 210 cm b. 2,54 cm x 10,16 cm x 210 cm c. 2,54 cm x 12,7 cm x 210 cm d. 2,54 cm x 15,24 cm x 210 cm e. 2,54 cm x 20,32 cm x 210 cm

Kayu-kayu tersebut digunakan pada proses pembuatan panel, top rail, middle rail, middle, dan bottom rail. Pemilihan kayu dilakukan setelah kayu melalui proses blanking.

2.4.2.2. Blanking

Kayu yang berasal dari gudang bahan baku kemudian melalui proses blanking. Dalam mesin ini, kayu akan dihaluskan bagian atas dan bawahnya. Proses ini bertujuan untuk mengetahui grade kayu yang dapat dilihat dari serat kayu dan warna dasar kayu. Grade kayu yang sesuai dengan kriteria PTC dapat dilihat pada Tabel 2.3.


(39)

Tabel 2.3. Jenis-Jenis Grade kayu

NO Grade Keterangan

1 A Warna kayu halus 2 B Warna kayu sedang 3 C Warna kayu dibawah B 4 Lokal Warna kayu kurang bagus Sumber : Production Training Centre

Setelah melalui proses blanking, masing-masing komponen akan melewati tahapan yang berbeda. Tahapan pembuatan pintu selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Panel

Kayu yang telah melalui proses blanking, kemudian masuk ke stasiun pembuatan panel. Tahapan pembuatan panel adalah sebagai berikut:

A. Pemotongan

Kayu berukuran panjang yang berasal dari mesin blanking, kemudian dipotong menggunakan mesin Under Cutter sesuai dengan ukuran panel yang tertera pada Surat Perintah Kerja (SPK) dan ditambah allowance 20 mm. Potongan kayu dikatakan sebagai hasil reject apabila pada potongan kayu tersebut busuk atau patah. Potongan kayu yang memenuhi syarat dikumpulkan ke dalam keranjang, kemudian dipisahkan sesuai warna dan grade kayu. Kayu yang memiliki warna dan grade yang hampir mendekati satu sama lain, kemudian dirapatkan sesuai dengan ukuran panel dan diberi tanda.


(40)

B. Pengetaman

Kayu yang telah dipotong kemudian diketam sisi sampingnya menggunakan mesin jointer. Mengetam kedua sisi samping adalah untuk memperoleh kesikuan kayu. Kesikuan kayu sangat penting agar kayu dapat menempel satu sama lain pada tahapan selanjutnya. Tahapan selanjutnya adalah clamping.

C. Clamping

Potongan kayu yang telah melalui proses pengetaman, kemudian disatukan dengan lem kayu pada masing-masing sisi samping. Setelah masing-masing sisi diberi lem kayu, potongan kayu tersebut dipress. Proses ini bertujuan agar potongan kayu melekat kuat dan tidak mudah lepas.

D. Pembelahan Panel dan Penyesuaian Tebal

Panel yang telah selesai dari tahap clamping, kemudian dibentuk sesuai ukuran panel pada Surat Perintah Kerja. Pada tahap ini, panel dibelah sesuai ukuran panjang dan lebar serta diketam untuk memperoleh tebal yang standar. Mesin yang digunakan adalah radial arm saw untuk membelah panel sesuai lebar panel, mesin thickness planner untuk memperoleh tebal panel yang standar dan mesin panel saw untuk membelah panel sesuai panjang panel. Panel kemudian masuk ke proses wide belt sander. Sisa pembelahan panel dimasukkan ke dalam keranjang untuk dapat digunakan pada proses pembuatan dowel.

E. Wide Belt Sander

Panel kemudian masuk ke tahapan proses ini, tujuan dari proses ini yaitu untuk menghaluskan permukaan dua sisi kayu. Yaitu sisi atas dan sisi bawah kayu.


(41)

Penghalusan dua sisi kayu ini menggunakan mesin wide belt sander (WBS). Proses selanjutnya paneldi profil.

F. Profil Shaper

Shaper digunakan untuk membuat profil panel. Panel yang telah diprofil dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Sisi Ujung Kayu Setelah dishaper G. Penghalusan Permukaan

Permukaan panel yang telah diprofil kemudian dihaluskan. Proses ini berguna untuk membersihkan serat-serat halus pada panel.

2. Stile

Kayu untuk bagian stile yang telah diblanking kemudian masuk ke stasiun pembuatan Stile.

A. Pemotongan

Kayu yang masih berukuran panjang kemudian dipotong menggunakan mesin under cutter. Pemotongan disesuaikan dengan lurus atau tidaknya kayu yang akan diproses. Kayu dipotong sedikit tanpa terputus dari bagian kayu. Hal ini berguna agar kayu mudah untuk diluruskan. Untuk jenis kayu yang tidak lurus, maka kayu akan


(42)

dipotong hingga menjadi beberapa bagian lalu disatukan dengan menggunakan lem kayu.

B. Pemasangan Lipping

Lipping adalah kayu yang digunakan untuk menyangga stile agar lurus. Lipping juga sangat berguna untuk menyatukan stile yang terdiri dari beberapa potongan kayu Bagian sisi samping stile diberi lem lalu dilekatkan pada lipping. C. Pemasangan Kulit Kayu

Setelah proses pemasangan lipping, stile diberi lem pada sisi atas dan bawah. Kemudian kulit kayu ditempel pada sisi yang telah diberi lem. Kulit kayu ini disebut veener.

D. Ketam/Jointer

Stile dimasukkan ke dalam mesin jointer dengan pisau R dan diketam sisi kanan dan kiri. Proses ini untuk memperoleh kayu yang siku.

E. Pemotongan

Pemotongan stile dilakukan di mesin cross cut. Stile dipotong sesuai ukuran standar daun pintu.

F. Bor

Stile dibor dengan kedalaman 70 milimeter pada salah satu sisi sampingnya untuk penempatan dowel. Pengoboran stile yaitu berguna untuk mengaitkan atara stile dan middle rail dengan bantuan dowel.


(43)

G. Profil Shaper

Profil shaper ini dilakukan setelah stile dibor. Alat yang digunakan yaitu mesin shaper fungsinya untuk mem-profil samping stile agar komponen lain dengan stile dapat terkait. Hasil komponen stile yang telah di profile dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Stile Setelah di Profil

3. Top Rail (TR), Middle (M), Middle Rail (MR) dan Bottom Rail (BR) A. Pemotongan

Komponen TR, M, MR dan BR dipotong sesuai ukuran yang tertera di SPK. Pemotongan TR, M, MR dan BR menggunakan mesin radial arm saw.

B. Pemotongan Profil

Kayu yang telah dipotong sesuai ukuran SPK, kemudian diprofil sisi ujung kayu menggunakan mesin single end. Pemotongan sisi kayu bertujuan menyatukan masing-masing komponen pintu.

C. Profil Shaper

Alat yang digunakan adalah mesin shaper. Profil shaper dilakukan pada komponen agar komponen BR, TR, M dan MR dapat terkait dengan panel dan komponen-komponen lainnya.


(44)

D. Bor

Sama seperti stile, komponen-komponen dibor dengan kedalaman 60 mm agar dapat dipasang dowel sehingga antar komponen dapat terkait.

2.5. Mesin dan Peralatan 2.5.1. Mesin

Dalam proses produksinya perusahaan menggunakan mesin-mesin yang ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Mesin-Mesin yang Digunakan di PTC

No Nama Mesin Jumlah

(Unit) Fungsi

1 Kompresor 2 Untuk kompresor dan menghisap debu kayu 2 Potong Binding 1 Untuk memotong binding

3 Radial arm saw 5 Untuk pemotongan dan pembelahan

4 Cross cut 1 Untuk memotong

5 Long bed 1 Untuk membor komponen

6 Shaper 1 Untuk profil tenon, profil shaper, dan untuk memotong

7 Band saw 1 Untuk profil bentuk

8 Table saw 1 Untuk memotong

9 Thicknesser 2 Untuk pengetaman

10 Six bore 1 Untuk pengeboran pada stile

11 One bore 1 Untuk pengeboran pada komponen lainnya

12 Two bore 2 Untuk pengeboran

13 Single end 2 Untuk profil tenon

14 Wide belt sender 1 Untuk menghaluskan permukaan kayu

15 Chisel 1 Untuk proses blanking

16 Finger jointer 1 Untuk proses jointer

18 Moulder 2 Untuk perataan sisi-sisi kayu

19 Jointer /Roll 4 Untuk membuat kesikuan kayu

20 Under Cut 3 Untuk pemotongan kayu

21 Pres angin 2 Untuk merekatkan veneer dengan inti veneer

22 Glue spider 1 Untuk memberikan lem pada veneer


(45)

Spesifikasi masing-masing mesin dapat dilihat pada lampiran-2.

2.5.2. Peralatan

Pada proses pengerjaannya, peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Peralatan yang Digunakan di PTC

No Nama Peralatan Ketarangan

1 Hand saw Gergaji potong

2 Sliding rule Untuk mengukur kayu

3 Sieghmat (Vernier caliper gauge) Untuk mengukur kayu

4 Marking gauge Untuk menandakan kayu

5 Jack plane Untuk memperhalus siku, kontu dan profil

6 Iron try square Penggaris siku besi

7 wood try square Penggaris siku kayu

Sumber : Production Training Centre

2.6. Utilitas

Unit utilitas merupakan penunjang bagi unit lain dalam pabrik atau merupakan sarana penunjang untuk menjalankan suatu pabrik dari tahap awal sampai produk akhir.


(46)

1. Energi Listrik yang diperoleh dari PLN untuk mengoperasikan mesin-mesin dan peralatan produksi. Generator digunakan sebagai cadangan listrik apabila terjadi pemadaman listrik PLN. Spesifikasi generator yang digunakan yaitu:

Merek : Mitsubishi / Mercedes-Benz / Chumming Daya : 97 KVA / 125 KVA / 250 KVA

Tegangan : 380 Volt Frekwensi : 50-60 Hz

Cos : 0,85

Buatan : Jepang / Jerman / Inggris Jumlah : 1 unit / 1 unit / 1 unit

2. Penyediaan air diperoleh dari PDAM Tirtanadi. Air digunakan untuk perebusan kayu, membersihkan peralatan dan untuk keperluan karyawan.

2.7. Safety and Fire Protection

Safety and Fire Protectioan merupakan tindakan pengamanan dan perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan kebakaran yang merupakan resiko pabrik pada umumnya. Faktor safety yaitu tindakan pengamanan dan pencegahan terhadap resiko kecelakaan kerja yang mungkin timbul. Tindakan safety yang dilakukan perusahaan adalah mewajibkan tenaga kerjanya untuk menggunakan pelindung diri seperti :

1. Sarung Tangan 2. Masker


(47)

4. Alat pelindung dari polusi suara.

Fire protection adalah tindakan perlindungan terhadap sumber yang dapat mengakibatkan api. Tindakan fire protection yang dilakukan adalah dengan memberikan penutup pada panel listrik, menyediakan racun api berupa alat pemadam api ringan, pada jarak tertentu di lantai pabrik atau pada daerah yang mudah terjadi kebakaran.

2.8. Waste and Water Treatment

Setiap perusahaan perlu memperhatikan masalah limbah. Limbah yang dihasilkan sepanjang proses produksi berlangsung terdiri dari potongan kayu, air sisa perebusan dan debu. Masing-masing dikelola dengan cara yang berbeda.

Sisa potongan kayu dapat digunakan sebagai bahan bakar perebusan kayu. Air sisa perebusan tidak berbahaya bagi lingkungan sehingga dapat langsung dialirkan ke saluran pembuangan air. Limbah berupa debu telah dihisap oleh mesin penghisap debu yang berada pada tiap-tiap mesin. Debu tersebut kemudian dialirkan melalui pipa ke luar pabrik untuk dibuang.

2.9. Maintenance

Maintenance merupakan proses perawatan terhadap mesin dan alat kerja untuk mencegah terjadinya kerusakan dan kesalahaan pada saat proses produksi berlangsung. Perawatan ini ditujukan agar proses seluruh produksi dapat berjalan dengan baik, sehingga tidak ada hambatan yang disebabkan oleh mesin atau peralatan


(48)

yang dapat mengakibatkan cacat pada produk dan keterlambatan waktu penyelesaian produk yang berakibat pada keterlambatan waktu pengiriman.

Proses maintenance terbagi atas 2 jenis, maintenance yang dilakukan secara berkala sesuai periode waktu tertentu, dan maintenance yang dilakukan sebagai penanggulangan kerusakan. Pada perusahaan ini proses maintenance dilakukan secara berkala hanya saja frekuensinya masih sangat jarang yaitu sebulan sekali.


(49)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Definisi Keseimbangan Lintasan

Konsep keseimbangan lini produksi sangat cocok diterapkan untuk perusahaan bertipe produksi massal. Pada produksi massal, penurunan sedikit waktu siklus produksi akan memberikan penghematan besar dalam biaya produksi. Lini produksi yang seimbang berarti tidak ada operasi-operasi yang menganggur (idle) dan akan memberikan efisiensi yang bermuara pada optimalitas biaya produksi.

Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi diatur secara berurutan dan material bergerak secara kontinu melalui operasi yang terangkai seimbang. Menurut karakteristik proses produksinya, lini produksi dibagi menjadi dua1.

1. Lini pabrikasi, yaitu lintasan produksi yang terdiri dari sejumlah operasi yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda kerja.

2. Lini perakitan, yaitu lintasan produksi yang terdiri dari sejumlah operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini produksi yang baik adalah sebagai berikut.

1


(50)

1. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur susunan dan tempat kerja.

2. Aliran benda kerja (material), mencakup gerakan dari benda kerja yang kontinu. Alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan bukan oleh jumlah spesifik. 3. Pembagian tugas terbagi secara seimbang yang disesuaikan dengan keahlian

masing-masing pekerja sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih efisien.

4. Pengerjaan operasi yang serentak (simultan) yaitu setiap operasi dikerjakan pada saat yang sama di seluruh lintasan produksi.

5. Operasi unit. Lintasan dimaksudkan sebagai penghasil unit tunggal, satu seri operasi atau grup pekerja ditugaskan untuk suatu produk. Seluruh lintasan merupakan satu unit produksi.

6. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dari lintasan dan bersifat tetap. 7. Proses memerlukan waktu yang minimum.

Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan produksi antara lain sebagai berikut.

1. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja yang terdapat di dalam suatu lintasan produksi pabrikasi atau suatu lintasan perakitan yang bersifat manual.

2. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinu pada kecepatan yang seragam. Alirannya tergantung pada waktu operasi.

3. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah penyebaran dan mengurangi waktu menunggu karena keterlambatan benda kerja.


(51)

4. Produksi yang kontinu guna menghindari adanya penumpukan benda kerja di lain tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada lintasan produksi secara kontinu.

Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang digunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (lintasan perakitan) biasanya terdiri dari sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani seorang atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan bermacam – macam alat.2

Kriteria umum keseimbangan lintasan produksi adalah memaksimumkan efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari penggunaan metode ini adalah untuk meminimumkan waktu menganggur (idle time) pada lintasan yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat.

Tujuan perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan unit-unit kerja atau elemen-elemen kerja pada setiap stasiun kerja agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lintasan produksi dapat ditekan seminimal mungkin sehingga pemanfaatan peralatan maupun operator semaksimal mungkin.

Pembuatan suatu produk pada umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan proses produksi pada beberapa departemen berupa aliran proses produksi. Aliran proses produksi di sini adalah yang diperlukan untuk memindahkan elemen-elemen produksi, seperti bahan atau material, part, dan orang mulai dari awal proses sampai produk yang dikehendaki bisa melalui lintasan produksi.

Aliran proses produksi dari suatu departemen ke departemen lain merupakan bagian dari waktu proses (waktu siklus) produk tersebut. Apabila terjadi hambatan


(52)

atau ketidakefisienan dalam suatu departemen akan mengakibatkan tidak lancarnya aliran material ke departemen berikutnya, sehingga terjadi waktu menunggu (delay time) dan penumpukan material (material in process storage). Lini perakitan (assembly line) adalah sebuah lini produksi yang mana material atau bahan bergerak secara kontinu dalam tingkat rata-rata seragam pada seluruh urutan stasiun kerja di mana pekerjaan perakitan dilakukan. Pengaturan kerja sepanjang lini perakitan akan bervariasi sesuai ukuran produk yang akan dirakit, kebutuhan proses pendahuluan, ketersediaan ruang, elemen pengerjaan dan kondisi pengerjaan yang akan dikenakan pada job. Adapun dua permasalahan penting dalam penyeimbangan lini adalah penyeimbangan antara stasiun kerja dan menjaga kelangsungan produksi di dalam lini perakitan.

3.2. Permasalahan Keseimbangan Lintasan3

Permasalahan pada lintasan produksi banyak terjadi pada proses perakitan dibandingkan dengan proses pabrikasi. Dalam pabrikasi, part-part biasanya membutuhkan mesin-mesin berat dengan waktu siklus yang panjang. Bila beberapa operasi dengan peralatan yang berbeda dibutuhkan secara proses seri, maka akan sulit untuk menyeimbangkan panjangnya waktu siklus mesin yang pada akhirnya akan menghasilkan rendahnya penggunaan kapasitas. Gerakan kontinu lebih dapat dicapai dengan operasi yang dilakukan secara manual jika operasi tersebut dapat dibagi-bagi menjadi pekerjaan-pekerjaan kecil dengan waktu yang sangat pendek. Semakin besar

3

Arman Hakim Nasution. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. (Surabaya: Guna Widya, 1999) h. 328.


(53)

fleksibilitas dalam mengkombinasikan tugas-tugas tersebut, semakin tinggi pula derajat keseimbangan yang dapat dicapai.

Pengelompokan tugas-tugas yang akan dihasilkan pada lintasan produksi yang seimbang membutuhkan informasi tentang waktu pelaksanaan tugas, kebutuhan precedence (tingkat ketergantungan) yang menentukan urutan yang feasible, tingkat output dan waktu siklus yang diinginkan.

3.3. Pendefinisian Masalah Keseimbangan Lintasan

Dalam lintasan perakitan satu unit produk, biasanya ada sejumlah k elemen kerja. Untuk masing-masing elemen kerja dibutuhkan waktu proses selama tk (k = 1, 2, 3, … k) dan total waktu yang dibutuhkan untuk merakit satu unit produk adalah :

= n

i

Pi 1

=

= k

k k

t 1

k elemen juga dibatasi oleh hubungan precedence yang biasa diberikan oleh diagram precedence, seperti yang dicantumkan pada Gambar 3.1. Simbol di dalam lingkaran menyatakan elemen kerja dan nomor di luar lingkaran menyatakan waktu pengerjaan elemen. Elemen kerja i merupakan predecessor dari elemen kerja j jika proses perakitan menghendaki elemen kerja i lebih dulu sebelum elemen j.

3.4. Istilah-istilah dalam Keseimbangan Lintasan a. Precedence Diagram

Adalah diagram yang menggambarkan urutan dan keterkaitan antar elemen kerja perakitan sebuah produk. Pendistribusian elemen kerja yang dilakukan untuk setiap stasiun kerja harus memperhatikan precedence


(54)

U1

U3 U2

U4

U5

U6

U7

U8 U10

U9 U11

Gambar 3.1. Precedence Diagram b. Elemen Kerja

Adalah pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu kegiatan perakitan. c. Stasiun Kerja

Adalah lokasi-lokasi tempat elemen kerja dikerjakan. d. Waktu Siklus /Cycle Time

Adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk pada satu stasiun kerja.

e. Waktu Stasiun Kerja (WSK)

Adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah stasiun kerja untuk mengerjakan semua elemen kerja yang didistribusikan pada stasiun kerja tersebut.

f. Waktu Operasi

Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi. g. Balance Delay


(55)

Adalah rasio antara waktu idle dalam lini perakitan dengan waktu yang tersedia.

Untuk mengukur performansi sebelum dan sesudah dilakukan proses keseimbangan lintasan dilakukan perhitungan kriteria-kriteria berikut ini :

1. Efisiensi Lini

Adalah rasio antara waktu yang digunakan dengan waktu yang tersedia. Berkaitan dengan waktu yang tersedia, lini akan mencapai keseimbangan apabila setiap daerah pada lini mempunyai waktu yang sama.

2. Indeks Penghalusan (Smoothness Index / SI)

Adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari penyeimbang lini perakitan tertentu. Formula yang digunakan untuk menentukan besarnya SI adalah sebagai berikut :

SI =

=

N

i

WSKi WSK

1

2 ) max

(

WSK max = Waktu terbesar dari stasiun kerja terbentuk

WSKi = Waktu stasiun kerja i yang terbentuk N = Jumlah stasiun kerja yang terbentuk


(56)

3.5. Pengukuran Waktu Jam Henti4

Pengukuran waktu jam henti menggunakan stop watch sebagai alat utamanya. Cara ini merupakan cara yang paling banyak dikenal dan dipakai. Salah satu faktor penyebabnya adalah kesederhanaan aturan-aturan pengajaran yang dipakai.

Ada beberapa aturan pengukuran yang perlu dijalankan untuk mendapatkan hasil yang baik. Aturan-aturan tersebut dijelaskan dalam langkah-langkah berikut.

3.5.1. Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran

Untuk mendapatkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan maka tidak cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang behubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran data dan lain-lain. Langkah-langkah yang perlu diikuti agar maksud tersebut dapat tercapai adalah:

1. Penetapan Tujuan Pengukuran

Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, beberapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.

2. Melakukan Penelitian Pendahuluan

4

Iftikar Z. Sutalaksana. Teknik Tata Cara Kerja. (Bandung: Institut Teknologi Bandung, 1979) h. 119-132.


(57)

Hal yang dicari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Suatu perusahaan biasanya menginginkan waktu kerja yang sesingkat-singkatnya agar dapat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika kondisi kerja dari pekerjaan-pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut tidak menunjang tercapainya hal tadi. Pengukuran waktu sebaiknya dilakukan bila kondisi kerja dari pekerjaan yang diukur sudah baik.

3. Memilih operator

Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil dari pabrik. Orang ini harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat-syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.

4. Melatih Operator

Apabila pada saat pengukuran pendahuluan terjadi perubahan kondisi kerja atau cara kerja, maka operator harus dilatih terlebih dahulu karena sebelum diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan.

5. Menguraikan Pekerjaan atas Elemen Pekerjaan

Pada langkah ini, pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur waktunya. Waktu siklus diperoleh dari jumlah waktu setiap elemen yang ada. Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produksi sejak bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan.


(58)

Alat-alat yang dibutuhkan untuk pengukuran adalah: - Jam henti

- Lembaran-lembaran pengamatan - Pena atau pensil

- Papan pengamatan

3.5.2. Melakukan Pengukuran Waktu

Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja setiap elemen maupun waktu siklus dengan menggunakan alat-alat yang diperlukan. Apabila operator telah siap di depan mesin atau di tempat kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur, maka peneliti melakukan pengukuran di dekat operator dengan posisi berdiri. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa sehingga operator tidak terganggu gerakan-gerakannya atau canggung karena merasa diamati.

Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Tingkat ketelitian dan keyakinan ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran. Untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan, diperlukan beberapa tahap pengukuran pendahuluan.

Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan dengan melakukan beberapa kali pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Biasanya sepuluh kali atau lebih. Setelah pengukuran tahap pertama ini dijalankan maka tiga hal yang kemudian dilakukan adalah pengujian keseragaman data, penghitungan jumlah jumlah


(59)

pengukuran yang diperlukan dan jika jumlah belum mencukupi dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan kedua. Jika tahap kedua selesai maka dilakukan lagi ketiga hal yang sama seperti sebelumnya. Begitu seterusnya sampai jumlah keseluruhan penggukuran mencukupi untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang dikehendaki. Istilah pengukuran pendahuluan terus digunakan selama jumlah pengukuran yang dilakukan pada tahap pengukuran belum mencukupi.

3.6. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan

Pengukuran waktu penyelesaian suatu pekerjaan idealnya dilakukan dengan jumlah yang sangat banyak misalnya sampai tidak terhingga kali, karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Hasil yang diperoleh akan sangat kasar jika dilakukan hanya beberapa kali pengukuran saja. Jadi walaupun jumlah pengukuran tidak berjuta kali, tetapi jelas tidak hanya beberapa kali saja. Dengan tidak dilakukannya pengukuran yang banyak sekali maka pengukur akan kehilangan sebagian kepastian dari waktu penyelesaian yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak.

Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya yang seharusnya dicari). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian. Tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95%


(60)

memberi arti bahwa rata-rata hasil pengukuran menyimpang sejauh 5% dari rata-rata sebenarnya dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini adalah 95%.

3.7. Kelonggaran5

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Oleh sebab itu kelonggaran perlu ditambahkan kepada waktu normal. Kelonggaran terdiri dari tiga jenis, yaitu:

1. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi

Yang termasuk ke dalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja, sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam kerja.

2. Kelonggaran untuk Menghilangkan Rasa Fatique

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat kapan hasil produksi menurun disebabkan

oleh timbulnya rasa fatique.

3. Kelonggaran untuk Hambatan-Hambatan Tak Terhindarkan

Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tak terhindarkan adalah: - Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.

5


(61)

- Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.

- Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.

- Mengasah peralatan potong.

- Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.

Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh dapat dilihat pada lampiran 3.

3.8. Uji Keseragaman Data

Tugas mengukur adalah mendapatkan data yang seragam. Ketidakseragaman dapat saja terjadi dalam suatu pengukuran. Batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data. Data yang dikatakan seragam berasal dari sebab yang sama dan berada di antara kedua batas kontrol. Data yang tidak seragam berasal dari sebab yang berbeda dan berada di luar batas kontrol. Apabila terdapat sub grup yang di luar batas kontrol, maka sub grup ini harus dibuang dan untuk perhitungan-perhitungan selanjutnya sub grup ini tidak turut diperhitungkan. Beberapa langkah untuk uji keseragaman data adalah sebagai berikut.

1. Menghitung standar deviasi

(

)

1 2

− − =

N X Xi

σ

Dimana: σ = standar deviasi Xi = nilai pada gugus data


(62)

N = jumlah data

σ

= standar deviasi dari distribusi harga rata-rata

2. Menentukan Batas Kendali Atas (BKA) dan Batas Kendali Bawah (BKB) BKA = X + z

BKB = X - z

Dimana: X = rata-rata nilai pada gugus data

z = angka deviasi standar untuk Xi yang besarnya tergantung pada tingkat keyakinan (confidence level) yang diambil, dimana:

- 90% confidence level : z = 1,65

- 95% confidence level : z = 2,00

- 99,7% confidence level : z = 3,00

3.9. Uji Kecukupan Data

Dengan menggunakan teori statistik tentang sampling data, diperoleh formulasi untuk mengetahui kecukupan jumlah pengamatan atau pengukuran. Formulasi untuk uji kecukupan data pengamatan adalah sebagai berikut6.

(

)

2 2

2

'

− =

i i i

X X X

N s z N

6


(63)

Dimana: Xi = waktu pengamatan dari setiap elemen kerja untuk masing-masing siklus yang diukur

z = angka deviasi standar untuk Xi yang besarnya tergantung pada tingkat keyakinan (confidence level) yang diambil.

s = derajat dari data Xi yang dikehendaki, yang menunjukkan maksimum prosentasi penyimpangan yang bisa diterima dan nilai Xi yang sebenarnya. Nilai z/s dikenal sebagai confidence-precision ratio dari time study yang dilaksanakan.

N = jumlah pengamatan atau pengukuran awal yang telah dilakukan untuk elemen kegiatan tertentu yang dipilih.

'

N = Jumlah siklus pengamatan/pengukuran yang seharusnya dilaksanakan agar dapat diperoleh persentase kesalahan (error) minimum dalam mengestimasi Xi yaitu sebesar s.

3.10. Penentuan Waktu Baku

Untuk mendapatkan waktu baku dari data hasil studi waktu, perlu dilakukan terlebih dahulu penilaian performance pekerja, (rating factor) dan kelonggaran (allowance).

Rumus matematis untuk menghitung waktu terpilih, waktu normal dan waktu baku adalah sebagai berikut.

1. Menghitung Waktu Terpilih (bila data telah seragam dan cukup).

Wt = N X

1


(64)

2. Menghitung Waktu Normal (Wn)

Wn = Waktu terpilih x Rating Factor 3. Menghitung Waktu Baku

Waktu Baku = Wn x

Allowance

100 100

3.11. Beberapa Teknik Line Balancing

Untuk penyeimbangan lintasan perakitan ada beberapa teori yang dikemukakan para ahli yang meneliti bidang ini. Metode ini secara garis besar dibagi dalam dua bagian, yaitu :

1. Pendekatan analitis 2. Pendekatan heuristik

Pada awalnya teori-teori line balancing dikembangkan dengan pendekatan matematis/analitis yang akan memberikan solusi optimal, tapi lambat laun akhirnya para peneliti menyadari bahwa pendekatan secara matematis tidak ekonomis. Memang semua problem dapat dipecahkan secara matematis, tetapi usaha yang dilakukan untuk perhitungan terlalu besar. Sudah banyak alternatif baru, tetapi tidak ada yang dapat mengurangi jumlah perhitungan pada tingkat yang dapat diterima.

Hal tersebut membuat para ahli mengembangkan metode heuristik. Metode ini didasarkan atas pendekatan matematis dan akal sehat. Batasan heuristik menyatakan pendekatan trial dan eror dan teknik ini memberikan hasil yang secara matematis belum optimal tetapi cukup mudah memakainya7. Usaha yang dikeluarkan untuk perhitungan agar mendapatkan solusi yang optimal seringkali sangat besar dan sangat

7


(65)

riskan apabila data yang dimasukkan tidak akurat. Pendekatan heuristik merupakan suatu cara yang praktis, mudah dimengerti dan mudah diterapkan. Yang termasuk dalam metode analitis adalah Metode 0-1 (zero one). Sedangkan yang termasuk dalam metode heuristik adalah :

a. Metode Helgeson dan Birnie

b. Metode Kilbridge dan Wester (Region Approach) c. Metode Integer

d. Metode Moodie Young

3.11.1.Metode Helgeson dan Birnie8

Metode Helgeson Birnie merupakan metode heuristik yang paling awal dikembangkan. Metode ini dikembangkan oleh W.B.Helgeson dan D.P.Birnie. Metode ini biasanya lebih dikenal dengan metode bobot posisi atau ranked positional weight system.

Langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode bobot posisi ini adalah sebagai berikut.

1) Buat precedence diagram untuk tiap proses.

2) Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang dari mulai operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya.

3) Buat ranking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi di langkah 2. Pengerjaan yang mempunyai bobot terbesar diletakkan pada ranking pertama.


(66)

4) Tentukan waktu siklus (CT)

5) Pilih elemen operasi dengan bobot tertinggi, alokasikan ke suatu sistem kerja. Jika masih layak (waktu stasiun < CT), alokasikan operasi dengan bobot tertinggi berikutnya, namun alokasi ini tidak boleh membuat waktu stasiun > CT.

6) Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > CT, maka sisa waktu ini (CT-ST) dipenuhi dengan alokasi elemen operasi dengan bobot paling besar dan penambahannya tidak membuat ST>CT.

7) Jika elemen operasi yang dialokasikan untuk membuat ST < CT sudah tidak ada, kembali ke langkah 5.

3.11.2.Metode Kilbridge dan Wester (Region Approach)9

Metode ini dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi kekurangan metode bobot posisi. Metode ini juga belum mampu menghasilkan solusi optimal, tetapi sudah cukup baik dan mendekati optimal. Pada prinsipnya metode ini berusaha membebankan terlebih dahulu operasi yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang besar. Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan metode bobot posisi adalah mendahulukan operasi dengan waktu operasi terbesar daripada operasi dengan waktu yang tidak terlalu besar, tetapi diikuti oleh banyak operasi lainnya. Langkah dasar metode ini adalah sebagai berikut:

1) Hitung kecepatan lintasan yang diinginkan. Kecepatan lintasan adalah kecepatan produksi yang diinginkan atau kecepatan operasi paling lambat jika

9


(1)

8. Dowell

Pengukuran

Pembelahan kayu sisa

MR

Polish dowell sisa MR

Pembelahan kayu sisa

BR

Polish dowell sisa

BR

Pembelahan kayu sisa M

Polish dowell sisa M

Pembelahan kayu sisa

TR

Polish dowell sisa TR

1 6,43 5,40 6,22 6,93 6,17 5,28 6,43 5,8

2 4,89 6,39 6,24 5,77 5,86 6,10 4,89 4,9

3 4,90 7,28 6,89 5,38 4,7 6,13 4,90 5,3

4 6,41 5,51 5,42 5,07 6,17 5,85 6,07 5,5

5 4,65 7,02 6,08 6,85 5,15 5,52 4,65 5,1

6 5,52 7,05 5,89 5,02 4,7 6,42 4,65 4,7

7 6,32 5,87 6,60 6,07 5,28 5,30 6,32 4,9

8 6,02 5,91 7,17 4,99 4,53 5,98 6,02 6,4

9 5,60 6,44 5,80 5,04 5,43 6,38 5,60 5,0

10 6,01 5,78 5,68 6,82 4,7 5,65 6,01 6,1

11 4,83 6,03 6,54 5,38 5,12 5,21 4,83 4,3

12 5,98 5,75 5,75 6,02 4,99 5,13 5,98 6,3

13 4,37 5,57 5,52 6,55 4,64 5,85 4,37 4,6

14 4,80 6,58 5,42 6,11 5,57 5,70 4,80 6,1

15 5,35 6,35 7,15 6,10 6,17 5,72 5,35 6,2

16 5,61 7,28 6,13 6,31 5,58 5,17 5,61 4,9

17 6,13 5,38 5,71 5,38 5,36 5,12 6,13 6,0

18 5,26 6,14 6,77 6,34 4,79 6,25 5,26 4,2

19 5,83 5,43 6,75 6,19 5,39 5,40 5,83 6,2

20 4,87 7,23 6,81 5,23 5,90 6,00 4,87 5,4

21 5,38 7,00 6,72 5,27 6,08 6,29 5,38 6,4

22 4,90 5,82 7,18 6,66 4,70 6,22 6,41 5,2

23 6,06 6,60 5,52 5,64 5,57 5,35 6,06 6,1

24 6,07 5,90 5,63 5,77 5,94 5,13 4,90 5,1

25 4,65 5,28 5,42 5,70 4,61 5,73 5,52 4,4

Jumlah 136,84 155,00 155,00 146,58 133,10 142,88 136,84 136,1

Rata-rata 5,47 6,20 6,20 5,86 5,32 5,72 5,47 5,4

Standar Deviasi 0,63 0,66 0,61 0,62 0,56 0,44 0,63 0,7

Xmax 6,43 7,28 7,18 6,93 6,17 6,42 6,43 6,4

Xmin 4,37 5,28 5,42 4,99 4,53 5,12 4,37 4,2

BKA 6,73 7,51 7,42 7,10 6,45 6,59 6,73 6,8

BKB 4,21 4,89 4,98 4,63 4,20 4,84 4,21 4,0


(2)

9. Lipping

Pengukuran

Pembelahan kayu (untuk lipping Stile)

Pembelahan kayu (untuk lipping MR)

Pembelahan kayu (untuk lipping BR)

Pembelahan kayu (untuk lipping M)

Pembelahan kayu (untuk lipping TR)

1 12,85 11,82 13,84 12,70 11,82

2 15,15 10,51 11,11 14,36 10,51

3 12,32 12,06 11,39 14,80 12,06

4 14,30 13,14 11,26 14,03 13,14

5 13,84 12,16 12,21 13,74 12,16

6 15,64 10,99 11,54 13,29 10,99

7 15,52 10,97 12,14 14,11 10,97

8 13,29 12,78 12,33 12,92 12,78

9 15,53 12,79 14,24 14,91 12,79

10 14,05 12,94 12,44 13,88 12,94

11 13,58 11,59 11,05 13,06 11,59

12 14,94 11,99 13,36 14,97 11,99

13 12,38 12,32 13,94 14,38 12,32

14 13,34 10,69 12,32 14,44 10,69

15 13,54 12,66 12,67 12,42 12,66

16 12,32 10,62 13,08 13,32 10,62

17 15,05 13,30 11,25 13,15 13,30

18 14,99 13,42 13,26 12,72 13,42

19 15,38 11,06 11,28 14,93 11,06

20 13,92 12,31 12,08 12,69 12,31

21 13,88 13,15 14,12 14,64 13,15

22 14,44 11,25 13,32 13,76 11,25

23 13,48 12,92 11,07 12,92 12,92

24 13,45 13,06 12,66 12,98 13,06

25 15,07 10,97 13,80 14,70 10,97

Jumlah 352,23 301,50 311,77 343,81 301,50

Rata-rata 14,09 12,06 12,47 13,75 12,06

Standar Deviasi 1,05 0,95 1,06 0,83 0,95

Xmax 15,64 13,42 14,24 14,97 13,42

Xmin 12,32 10,51 11,05 12,42 10,51

BKA 16,18 13,96 14,59 15,42 13,96

BKB 12,00 10,16 10,35 12,08 10,16


(3)

Uji Kecukupan Data Tahap II

1. Panel

No

xi

2

xi

(

xi

)

2 N' N Keterangan

1 175,89 1239,67 30935,58 2,91 25 Cukup 2 594,93 14319,20 353946,98 18,23 25 Cukup 3 1037,10 43639,36 1075583,05 22,91 25 Cukup 4 630,92 15993,50 398060,05 7,14 25 Cukup 5 413,17 6856,92 170710,45 6,68 25 Cukup 6 191,74 1475,88 36765,65 5,71 25 Cukup

7 64,01 165,05 4097,24 11,35 25 Cukup

8 79,29 253,74 6286,79 14,46 25 Cukup

9 362,19 5259,32 131184,25 3,64 25 Cukup 10 326,47 4317,29 106585,72 20,21 25 Cukup 11 843,54 28486,00 711562,25 1,32 25 Cukup 12 221,70 1995,99 49149,51 24,42 25 Cukup

2. Stile

No

xi

2

xi

(

xi

)

2 N' N Keterangan

1 256,16 2632,90 65618,84 4,97 25 Cukup 2 2170,92 189841,14 4712879,53 11,25 25 Cukup 3 170,50 1165,48 29071,19 3,62 25 Cukup 4 3613,07 522816,35 13054242,32 1,98 25 Cukup 5 4445,69 791062,66 19764162,77 1,00 25 Cukup 6 3811,00 581543,20 14523685,97 1,64 25 Cukup 7 211,10 1793,11 44564,95 9,43 25 Cukup 8 128,04 661,84 16393,34545 14,89 25 Cukup

9 128,27 662,20 16454,31 9,80 25 Cukup

10 875,92 30885,73 767237,72 10,23 25 Cukup 11 17229,09 11934621,24 296841486,82 8,21 25 Cukup 12 292,85 3461,92 85758,42 14,73 25 Cukup 13 642,52 16762,49 412833,09 24,14 25 Cukup 14 302,73 3700,95 91648,36 15,28 25 Cukup 15 317,91 4090,66 101063,65 19,04 25 Cukup


(4)

3. Middle Rail

No

xi

2

xi

(

xi

)

2 N' N Keterangan

1 208,66 1749,47 43540,54 7,21 25 Cukup 2 576,35 13311,16 332180,92 2,88 25 Cukup 3 362,27 5269,24 131238,52 6,00 25 Cukup 4 1741,67 122612,36 3033431,06 16,81 25 Cukup 5 818,56 26857,66 670047,05 3,33 25 Cukup 6 549,16 12096,58 301581,47 4,42 25 Cukup 7 170,68 1167,38 29131,64 2,90 25 Cukup 8 104,10 437,35 10837,33 14,23 25 Cukup 9 609,79 14939,77 371840,76 7,11 25 Cukup 10 16121,58 10426230,79 259905437,64 4,62 25 Cukup 11 179,60 1296,77 32257,87 8,01 25 Cukup 12 257,93 2676,44 66527,52 9,22 25 Cukup 13 339,59 4664,07 115324,28 17,73 25 Cukup 14 619,17 15373,42 383373,00 4,02 25 Cukup 15 624,38 15636,02 389851,77 4,30 25 Cukup 16 320,85 4122,93 102946,61 1,97 25 Cukup

4. Bottom Rail

No

xi

2

xi

(

xi

)

2 N' N Keterangan

1 206,85 1788,21 42787,94 4,83 24 Cukup 2 568,18 12927,39 322832,97 1,74 25 Cukup 3 386,39 5990,21 149294,26 4,94 25 Cukup 4 1802,45 130609,49 3248831,66 8,08 25 Cukup 5 841,97 28423,25 708908,33 3,78 25 Cukup 6 575,68 13326,74 331408,20 8,50 25 Cukup 7 177,57 1264,28 31529,60787 3,93 25 Cukup 8 103,05 430,76 10619,92 22,47 25 Cukup 9 617,15 15294,13 380873,51 6,22 25 Cukup 10 16417,27 10807208,38 269526663,91 3,88 25 Cukup 11 178,04 1274,88 31699,97 8,68 25 Cukup 12 257,27 2664,91 66188,83 10,49 25 Cukup 13 156,01 980,76 24340,68 11,72 25 Cukup


(5)

5. Middle

No

xi

2

xi

(

xi

)

2 N' N Keterangan

1 177,02 1256,47 31336,52 3,84 25 Cukup 2 593,48 14107,98 352212,71 2,21 25 Cukup 3 384,40 5938,11 147760,29 7,50 25 Cukup 4 1704,47 116874,39 2905227,04 9,16 25 Cukup 5 815,89 26673,69 665675,06 2,81 25 Cukup 6 575,63 13296,59 331351,26 5,14 25 Cukup 7 211,97 1808,75 44929,44 10,30 25 Cukup 8 104,71 443,74 10964,54 18,83 25 Cukup 9 618,18 15342,13 382143,16 5,90 25 Cukup 10 16361,26 10736871,62 267690798,90 4,37 25 Cukup 11 178,19 1276,79 31751,37 8,48 25 Cukup 12 263,07 2782,09 69205,73 8,01 25 Cukup 13 313,52 3987,20 98293,71 22,57 25 Cukup 14 404,95 6591,10 163986,31 7,72 25 Cukup 15 397,39 6384,72 157915,35 17,25 25 Cukup

6. Top Rail

No

xi

2

xi

(

xi

)

2 N' N Keterangan

1 208,66 1749,47 43540,54 7,21 25 Cukup 2 576,35 13311,16 332180,92 2,88 25 Cukup 3 362,27 5269,24 131238,52 6,00 25 Cukup 4 1741,67 122612,36 3033431,06 16,81 25 Cukup 5 818,56 26857,66 670047,05 3,33 25 Cukup 6 549,16 12096,58 301581,47 4,42 25 Cukup 7 170,68 1167,38 29131,64 2,90 25 Cukup 8 104,10 437,35 10837,33 14,23 25 Cukup 9 609,79 14939,77 371840,76 7,11 25 Cukup 10 16121,58 10426230,79 259905437,64 4,62 25 Cukup 11 179,60 1296,77 32257,87 8,01 25 Cukup 12 257,93 2676,44 66527,52 9,22 25 Cukup 13 339,59 4664,07 115324,28 17,73 25 Cukup 14 619,17 15373,42 383373,00 4,02 25 Cukup 15 624,38 15636,02 389851,77 4,30 25 Cukup 16 320,85 4122,93 102946,61 1,97 25 Cukup


(6)

7. Finishing

No

xi

2

xi

(

xi

)

2 N' N Keterangan

1 1914,86 148019,61 3666689,58 14,75 25 Cukup 2 1095,62 48544,00 1200391,52 17,61 25 Cukup 3 372,98 5593,98 139113,81 8,46 25 Cukup 4 6003,75 1442913,79 36045043,98 1,23 25 Cukup 5 5389,04 1163238,17 29041779,06 2,16 25 Cukup 6 3252,52 426331,10 10578891,29 12,01 25 Cukup

8. Dowell

No

xi

2

xi

(

xi

)

2 N' N Keterangan

1 136,84 758,51 18724,54 20,35 25 Cukup 2 155,00 971,37 24026,50 17,16 25 Cukup 3 155,00 969,94 24025,97 14,82 25 Cukup 4 146,58 868,60 21485,59 17,09 25 Cukup 5 133,10 716,14 17714,86 17,04 25 Cukup 6 142,88 821,09 20413,37 8,93 25 Cukup 7 136,84 758,51 18724,54 20,35 25 Cukup 8 155,00 971,37 24026,50 17,16 25 Cukup

9. Lipping

No

xi

2

xi

(

xi

)

2 N' N Keterangan

1 352,23 4989,06 124068,93 8,481102 25 Cukup 2 301,50 3657,76 90902,59 9,529543 25 Cukup 3 311,77 3914,79 97198,08 11,056539 25 Cukup 4 343,81 4744,86 118203,51 5,6569171 25 Cukup 5 301,50 3657,76 90902,59 9,529543 25 Cukup