Hubungan Intensitas Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Karyawan Pengguna Komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Hubungan Intensitas Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Karyawan Pengguna Komputer di Satuan Kerja Penataan
Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
No Responden :
Unit Kerja :
Identitas Responden
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : (Laki-laki / Perempuan)* 3. Umur : tahun
4. Masa Kerja : tahun *) coret yang tidak perlu
Petunjuk Pengisian :
1. Berikan tanda checklist ( ) pada salah satu jawaban untuk setiap pertanyaan (penilaian ini bersifat subjektif).
2. Penilaian Keluhan Kelelahan Mata berdasarkan Visual Fatigue Index (VFI) a. Tidak Pernah = Tidak pernah mengalami keluhan
b. Kadang-kadang = Keluhan 1-2 kali/minggu c. Sering = Keluhan 3-4 kali/minggu d. Selalu = Keluhan 5-7 kali/minggu
(2)
No Pertanyaan Jawaban Tidak Pernah Kadang-kadang
Sering Selalu
1 Apakah mata Anda kabur jika melihat atau tidak fokus sewaktu bekerja mengguna- kan komputer
2 Apakah mata Anda terasa lelah jika membaca
3 Apakah mata Anda sering berkedip-kedip saat membaca 4 Apakah jika bekerja pada
komputer membuat kepala Anda sakit (dalam waktu singkat)
5 Apakah Anda terasa lelah jika Anda bekerja pada komputer 6 Apakah Anda kehilangan
konsentrasi ketika membaca di komputer
7 Apakah Anda menutup sebelah mata jika membaca 8 Apakah kata-kata dalam
tulisan bergerak jika Anda membaca
9 Apakah baris yang Anda baca pernah terlewatkan atau terulang lagi ketika Anda sedang membaca
10 Apakah pada saat Anda sedang membaca dan melihat, tiba-tiba benda dalam ruangan yang Anda lihat terasa kabur sesaat
11 Apakah penglihatan Anda lebih buruk pada sore dan malam hari daripada pagi hari 12 Ketika mulai mengeprint dan
membaca tulisannya sebentar apakah mata Anda kabur 13 Apakah sewaktu bekerja
menggunakan komputer mata Anda selalu melihat secara terus menerus tanpa berkedip
(3)
14 Apakah saat bekerja dengan komputer jarak monitor dengan mata < 40 cm
15 Apakah Anda sering lupa mengingat apa yang anda baca
16 Sewaktu menggunakan komputer apakah layar monitor lebih tinggi dari pandangan Anda
17 Apakah Anda merasakan mata penat dan letih saat pulang kerja
18 Apakah penglihatan Anda terasa ganda/berbayang 19 Apakah Anda sering/pernah
mengalami nyeri pada leher, bahu dan pinggang
20 Apakah mata Anda terasa kering ketika melihat layar komputer
21 Apakah Anda lupa untuk mengistirahatkan mata Anda setelah satu jam bekerja 22 Apakah Anda merasa kedua
mata Anda tidak berfungsi dengan baik
Pertanyaan Pendukung
1. Berapa lama anda bekerja menggunakan komputer dalam satu hari kerja? a. ≤ 4 jam
b. > 4 jam
2. Apakah setiap satu jam pemakaian komputer Anda melakukan relaksasi mata? (tidak berada di depan layar komputer/mengalihkan pandangan)
a. Ya b. Tidak
(4)
DENAH RUANG KERJA & PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN LOKAL PINTU RUANG I PINTU LOBBY PINTU Keterangan :
Ruang I : Ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan Ruang II : Ruang Konsultan Individual dan Perpustakaan
: Jendela Ruangan menggunakan tirai vertical blind : Meja Kerja Karyawan dengan Pencahayaan Baik
: Meja Kerja Karyawan dengan Pencahayaan Buruk
RUANG II 16 21 20 17 18 22 19 24 25 R. Rapat
15 4 13 5
6 7 1 2 11 3 9 12 8 10 14 JENDELA J E N D E L A J E N D E L A JENDELA 23
(5)
DENAH PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN UMUM RUANG II
3,5 m
6,5 m
Keterangan :
(6)
(7)
(8)
(9)
LAMPIRAN 4
(10)
LAMPIRAN 5
(11)
LAMPIRAN 6
(12)
LAMPIRAN 7
MASTER DATA
Keterangan :
JK : Jenis kelamin dalam bentuk kategori (1 = Laki-laki ; 2 = Perempuan) Umur : Umur dalam bentuk kategori (1 = < 30 tahun ; 2 = ≥ 30 tahun)
No Nama JK Umur MK LK DIM IP KM
1 K1 1 2 2 2 2 2 1
2 K2 1 2 2 2 2 2 1
3 K3 2 1 1 2 2 2 1
4 K4 1 2 2 1 1 2 1
5 K5 1 2 2 2 2 2 1
6 K6 1 2 2 1 1 2 1
7 K7 1 2 2 2 2 1 2
8 K8 2 1 2 2 1 2 1
9 K9 2 1 1 2 2 2 1
10 K10 1 2 1 2 2 2 2
11 K11 1 2 2 2 2 2 1
12 K12 2 1 1 2 1 2 1
13 K13 1 1 1 2 1 2 1
14 K14 1 2 1 1 2 2 1
15 K15 1 2 2 2 2 2 1
16 K16 2 2 2 2 1 2 1
17 K17 2 1 1 2 1 2 1
18 K18 1 1 1 2 1 2 1
19 K19 1 2 2 2 2 1 2
20 K20 1 1 1 2 1 1 1
21 K21 2 1 1 1 1 2 1
22 K22 2 1 1 2 1 2 1
23 K23 2 1 1 2 2 2 1
24 K24 2 2 2 2 1 2 1
(13)
MK : Masa kerja dalam bentuk kategori (1 = < 5 tahun ; 2 = ≥ 5 tahun)
LK : Lama kerja menggunakan komputer dalam bentuk kategori (1 = ≤ 4 jam ; 2 = > 4 jam)
DIM : Durasi istirahat mata dalam bentuk kategori (1 = < 15 menit ; 2 = ≥ 15 menit)
IP : Intensitas pencahayaan dalam bentuk kategori (1 = baik ≥ 300 lux) ; 2 = buruk < 300 lux)
KM : Kelelahan mata dalam bentuk kategori (1 = ya ; 2 = tidak)
(14)
Jenis Kelamin Karyawan
15 60.0 60.0 60.0
10 40.0 40.0 100.0
25 100.0 100.0
Laki-laki Perempuan Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Umur Karyawan
12 48.0 48.0 48.0
13 52.0 52.0 100.0
25 100.0 100.0
< 30 tahun >= 30 tahun Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Masa Kerja Karyawan
12 48.0 48.0 48.0
13 52.0 52.0 100.0
25 100.0 100.0
< 5 tahun >= 5 tahun Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent OUTPUT HASIL UJI UNIVARIAT DAN BIVARIAT
Statistics
25 25 25 25
0 0 0 0
30.72 5.88 16.60
30.00 5.00 15.00
Valid Missing N Mean Median Jenis Kelamin Karyawan Umur Karyawan Masa Kerja Karyawan Durasi Istirahat Mata Karyawan
(15)
Durasi Istirahat Mata Karyawan
12 48.0 48.0 48.0
13 52.0 52.0 100.0
25 100.0 100.0
< 15 menit >= 15 menit Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Lama Kerja Menggunakan Komputer
4 16.0 16.0 16.0
21 84.0 84.0 100.0
25 100.0 100.0
<= 4 jam > 4 jam Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Statistics
Intesitas Pencahayaan Umum
2 0 174.50 34.500 174.50 48.790 Valid Missing N Mean
Std. Error of Mean Median
Std. Deviation
Intesitas Pencahayaan Umum
2 100.0 100.0 100.0
Buruk (tidak memenuhi standar) Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(16)
Statistics
Intensitas Pencahayaan Setempat
25 0 137.44 28.008 79.00 140.038 Valid Missing N Mean
Std. Error of Mean Median
Std. Deviation
Intensitas Pencahayaan Lokal
3 12.0 12.0 12.0
22 88.0 88.0 100.0
25 100.0 100.0
Baik (memenuhi standar) Buruk (tidak memenuhi standar)
Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Statistics
Keluhan Kelelahan Mata
25 0 .45 .012 .45 .060 Valid Missing N Mean
Std. Error of Mean Median
Std. Deviation
Keluhan Kelelahan Mata
22 88.0 88.0 88.0
3 12.0 12.0 100.0
25 100.0 100.0
Ya Tidak Total Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
(17)
Intensitas Pencahayaan Setempat * Keluhan Kelelahan Mata Crosstabulation
1 2 3
2.6 .4 3.0
33.3% 66.7% 100.0%
4.5% 66.7% 12.0%
4.0% 8.0% 12.0%
21 1 22
19.4 2.6 22.0
95.5% 4.5% 100.0%
95.5% 33.3% 88.0%
84.0% 4.0% 88.0%
22 3 25
22.0 3.0 25.0
88.0% 12.0% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
88.0% 12.0% 100.0%
Count Expected Count % within Intensitas Pencahayaan Setempat % within Keluhan Kelelahan Mata % of Total Count Expected Count % within Intensitas Pencahayaan Setempat % within Keluhan Kelelahan Mata % of Total Count Expected Count % within Intensitas Pencahayaan Setempat % within Keluhan Kelelahan Mata % of Total Baik (memenuhi standar)
Buruk (tidak memenuhi standar) Intensitas Pencahayaan Setempat Total Ya Tidak Keluhan Kelelahan Mata Total
Crosstabs
Case Processing Summary
25 100.0% 0 .0% 25 100.0%
Intensitas Pencahayaan Setempat * Keluhan Kelelahan Mata
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
(18)
Keterangan : Terdapat 3 sel yang memiliki nilai expected (E) kurang dari 5 sehingga syarat uji Chi-square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya untuk tabel 2x2 yaitu uji Exact Fisher.
Chi-Square Tests
9.648b 1 .002
4.662 1 .031
6.391 1 .011
.029 .029
9.262 1 .002
25 Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Computed only for a 2x2 table a.
3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 36.
(19)
Gambar 1. Ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan
(20)
Gambar 3. Pengukuran Intensitas Pencahayaan Lokal
(21)
Gambar 5. Tirai vertical blind di Ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan
(22)
DAFTAR PUSTAKA
Aryanti. 2006. Hubungan antara Intensitas Penerangan dan Suhu Udara
dengan Kelelahan Mata Karyawan pada Bagian Administrasi di PT. Hutama Karya Wilayah IV Semarang. Skripsi. Semarang :
FakultasKesehatan Masyarakat UNES. http://uppm.fk.unes.ac.id. Diakses tanggal 8 Januari 2016.
Cahyono.2005. Informasi Biologi Mata dan
Penglihatan.http://www.medicastore.com//. Diakses tanggal 8 Januari
2016.
Chiuloto, K. 2011. Pengaruh Keadaan Lingkungan Kerja dan Radiasi Non
Peng-Ion terhadap Kelelahan Mata pada Karyawan Biro Perjalanan di Kota Medan. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya (Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan). 1981. Penerangan Alami Siang Hari
dari BangunanEdisi III. Jakarta.
Fayrina, Andri. 2012. Analisis Tingkat Pencahayan dan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pekerja di Area Produksi Pelumas Jakarta PT. Pertamina (Persero) Tahun 2012. Skripsi. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat
UniversitasIndonesia.http://lib.ui.ac.id/file?...Andri%20Fayrina%20Ramad hani.pdf. Diakses tanggal 10 Januari 2016.
Firasati, R.N. 2012.Hubungan Intensitas Penerangan dengan Kelelahan Mata
pada Tenaga Kerja Bagian Recing PT. Iskandar Indah Printing Textile Surakarta. Skripsi. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret. http://dgilib.uns.ac.id..=Hubungan-Intensitas-Penerangan-Dengan-Kelelahan-Mata...-Surakarta. Diakses tanggal 10 Januari 2016.
Firmansyah, Fathoni. 2010. Pengaruh Intensitas Penerangan terhadap
Kelelahan Mata Pada Tenaga Kerja Di Bagian Pengepakan PT.IKAPHARMINDO PUTRAMAS Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret. http://eprints.uns.ac.id/122/1.pdf. Diakses tanggal 15 Januari 2016.
Haeny, Noer. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan
Mata. Skripsi. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/Analisis%20faktor-Literatur.pdf. Diakses tanggal 9 Januari 2016.
(23)
Hanum, Iis. 2008. Efektivitas Penggunaan Screen pada Monitor Komputer
untuk Mengurangi Kelelahan Mata Pekerja Call Centre di PT. Indosat NSR Tahun 2008. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7048/1.pdf. Diakses tanggal 10 Januari 2016.
Ilyas, S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Ilyas, S dan Yulianti S.R. 2014. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Istiawan, S., dan Kencana, I.P., 2006. Ruang Artistik dengan Pencahayaan. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
Kurmasela Grace.P, Saerang.J.SM., Rares Laya. 2013. Hubungan Waktu
Penggunaan Laptop dengan Keluhan Penglihatan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Jurnal e-Biomedik.
Vol. 1, No. 1 : 291-299.
Kurniawidjaja, Meily.L. 2012. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. UI Press. Jakarta.
Lasabon, D. J. 2013. Pengaruh Pencahayaan dan Masa Kerja Berdasarkan
Waktu Kerja Terhadap Kelelahan Mata pada Pengerajin Sulaman Kerawang pada UKM “Naga Mas” di Kecamatan Telaga Jaya Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. Skripsi. Jurusan Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo.http://siat.ung.ac.id. Diakses tanggal 10 Januari 2016. Maryamah, S. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Grha Telkom BSD (Bumi Serpong Damai) Tahun 2011. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/SITI%20MARYAMAH.pdf. Diakses tanggal 9 Januari 2016.
Muhaimin, M.T. 2001. Teknologi Pencahayaan. Penerbit Refika Aditama. Bandung.
Murtopo dan Sarimurni. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer terhadap
Kemampuan Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di Universitas Muhamadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains &
(24)
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/.../6.%20.pdf. Diakses tanggal 8 Januari 2016.
Neufert, Ernst. 1996. Data Arsitek Jilid I. Penterjemah Sunarto Tjahjadi. Penerbit Erlangga
Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Nourmayanti, Dian. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Coorporate Costumer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/pdf. Diakses tanggal 10 Januari 2016.
Nugroho, Hengki. D. E. 2009. Pengaruh Intensitas Penerangan Terhadap
Kelelahan Mata Pada Tenaga Kerja Di Laboratorium PT. Polypet Karyapersada Cilegon. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta.http://eprints.undip.ac.id/6968/1/3522.pdf. Diakses tanggal 10 Januari 2016.
Padmanaba, C.Gd.R. 2006. Pengaruh Penerangan Dalam Ruang Terhadap
Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior, Program Studi Desain Interior FSRD. Institut Seni Indonesia Denpasar.
Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Penterjemah Sri Yuliani Handoyo. Penerbit PT.Gramedia. Jakarta
Roestijawati, Nendyah. 2007. Sindrom Dry Eye Pada Pengguna Visual Display
Terminal (VDT). Cermin Dunia Kedokteran Kesehatan Kerja Vol.34
No.1/154.
Sakdiah, S. 2008. Gambaran Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Subjektif
Kelelahan Mata pada Karyawan di Rumah Sakit Ananda Bekasi.
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.http://ib.ui.ac.id/file?file=digital/122867-S-5564.pdf. Diakses tanggal 8 Januari 2016.
Santosa, Adi. 2006. Pencahayaan pada Interior Rumah Sakit: Studi Kasus
Ruang Rawat Inap Utama Gedung Lukas, Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Majalah Dimensi Interior, Vol.4, No.2, Desember 2006:
49-56. http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.phpDepartmentID=INT. Diakses tanggal 15 Januari 2016.
Standar Nasional Indonesia. 2001. Tata Cara Perancangan Sistem
(25)
Standar Nasional Indonesia.2004. Pengukuran Intensitas Penerangan di
Tempat Kerja. SNI 16-7062-2004.
Suhardi, B. 2008.Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri Jilid 2. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.
Suma’mur, PK. 2009. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Penerbit CV.Sagung Seto. Jakarta.
Sunandar, A. 2011.Pengendalian Intensitas Penerangan dengan Penambahan
Daya Lampu untuk Mengurangi Kelelahan Mata Pegawai Kantor di Kecamatan JJ, Karanganyar. Skripsi. Surakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. https://dglib.uns.ac.id/dokumen/download/pdf. Diakses tanggal 9 Januari 2016.
Suptandar, J.Pamudji. 1999. Disain Interior Pengantar Merencana Interior
Untuk Mahasiswa Disain Dan Arsitektur. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Suptandar, J.P.; Rubiharto,A.K.; Astuti, S.P.; Rahayuningsih, H. 2006. Sistem
Pencahayaan Pada Desain Interior. Penerbit Universitas Trisakti. Jakarta.
Tarwaka; Bakri, S.H.A; Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press, Universitas Islam
Batik. Surakarta.
Tarwoto; Aryani, R; Wartonah. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa
Keperawatan. Penerbit Trans Info Media. Jakarta.
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Himpunan Perundang-Undangan K3.
Wibiyanti, P.I. 2008. Kajian Pencahayaan pada Industri Kecil Pakaian Jadi
dan Pembuatan Tas di Perkampungan Industri Kecil Penggilingan Tahun 2008. Skripsi. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/1241285265Kajian%20pencaha yaan.pdf. Diakses tanggal 9 Januari 2016.
(26)
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan metode penelitian survei analitik. Survei analitik adalah penelitian yang diarahkan untuk menganalisis dinamika korelasi antara fenomena atau antara faktor risiko dengan faktor efek, dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian dimana observasi, pengukuran dan pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilakukan pada karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara dengan alasan :
1. Belum pernah dilakukannya penelitian tentang hubungan intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara. 2. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak Satuan Kerja Penataan
Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara untuk melakukan penelitian pada karyawan pengguna komputer.
(27)
3.2.2 Waktu Penelitian
Adapun penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret-April 2016.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara sebanyak 25 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh populasi karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara sebanyak 25 orang.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti. Data diperoleh dengan melakukan pengukuran intensitas pencahayaan oleh petugas Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Medan dengan menggunakan Luxmeter pada ruangan kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara. Penilaian keluhan kelelahan mata berdasarkan kuesioner Visual Fatigue Index (VFI) yang dimodifikasi oleh Chiuloto (2011).
(28)
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder yaitu data dalam bentuk jadi yang dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain. Data diperoleh dari perusahaan berupa gambaran umum perusahaan, struktur organisasi dan data pendukung lainnya.
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1 Variabel
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel independen yang berupa intensitas pencahayaan serta variabel dependen berupa keluhan kelelahan mata.
3.5.2 Defenisi Operasional
1. Intensitas Pencahayaan
Intensitas pencahayaan merupakan tingkat pencahayaan yang memungkinkan pekerja dapat melihat objek dengan jelas.
2. Keluhan Kelelahan Mata
Keluhan kelelahan mata merupakan tingkat kelelahan mata yang dirasakan oleh karyawan setelah bekerja dengan menggunakan komputer berdasarkan kuesioner Visual Fatigue Index (VFI).
3.6 Metode Pengukuran
Aspek pengukuran adalah mengukur intensitas pencahayaan dan keluhan kelelahan mata pada karyawan pengguna komputer. Untuk dapat mengetahuinya dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat serta wawancara dengan menggunakan kuesioner Visual Fatigue Index (VFI).
(29)
1. Intensitas Pencahayaan
Pengukuran besarnya intensitas pencahayaan dilakukan dengan menggunakan alat Luxmeter. Pengukuran pencahayaan dilakukan secara umum dan lokal (pada meja kerja karyawan). Pencahayaan umum dan lokal diukur pada titik yang telah ditentukan sesuai ukuran ruangan kerja (SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja). Setiap responden akan mendapat hasil pengukuran intensitas pencahayaan kemudian dicatat hasilnya.
Alat Ukur : Luxmeter
Metode Analisis : SNI 16-7062-2004
Spesifikasi Alat : Digital Luxmeter Merk HAGNER ECI SN 55 225 (UJI 6) Kalibrasi alat dilakukan dengan tingkat akurasi ± 3 % di laboratorium B.Hagner AB di Solna, Swedia pada 02 September 2015 (Mtk5P02900-K03).
Gambar 3.1 Luxmeter Digital HAGNER ECI SN 55 255
(30)
Hasil Pengukuran :
a. Pencahayaan baik (memenuhi standar ) = ≥ 300 lux
b. Pencahayaan buruk (tidak memenuhi standar ) = < 300 lux.
Prosedur Pengukuran : 1. Tahap Persiapan
Dalam penelitian pengukuran dilakukan oleh petugas Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Medan. Alat dihidupkan dengan cara membuka bagian penutup Luxmeter.
2. Penentuan Titik Pengukuran
a. Penerangan setempat: objek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan. Bila merupakan meja kerja, pengukuran dapat dilakukan di atas meja yang ada.
b. Penerangan lokal: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai berikut:
1) Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1 meter. 2) Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 meter.
3) Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 meter.
(31)
3. Persyaratan pengukuran
a. Pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondisi tempat pekerjaan dilakukan.
b. Lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan.
4. Tata cara
a. Hidupkan Luxmeter yang telah dikalibrasi dengan membuka penutup sensor.
b. Petugas menentukan titik pengukuran pencahayaan umum menggunakan Laser Distance Meter (FLUKE 424D) dengan hasil :
Gambar 3.2 Laser Distance Meter (FLUKE 424D)
Sumber : Dokumentasi Pribadi
1. Ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan
Luas ruangan : 11,5 m x 6,5 m = 75 m2 Titik pengukuran umum : 11 titik
(32)
2. Ruang Konsultan Individual dan Perpustakaan
Luas ruangan : 6,5 m x 3,5 m = 23 m2 Titik pengukuran umum : 7 titik
Titik pengukuran lokal : 10 titik
c. Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik untuk pengukuran intensitas penerangan umum atau lokal.
d. Baca hasil pengukuran pada layar luxmeter setelah menunggu beberapa saat sehingga didapat nilai angka yang stabil. Setelah melakukan pengukuran pada satu titik, tutup sensor menggunakan telapak tangan untuk mengembalikan ke angka nol. Setelah angka dilayar telah menunjukan angka nol, lakukan pengukuran pada titik lainnya.
e. Catat hasil pengukuran pada lembar hasil (kemudian dilakukan pengolahan hasil pengukuran oleh petugas dengan mempertimbangkan faktor koreksi alat).
f. Matikan luxmeter setelah selesai dilakukan pengukuran.
2. Keluhan Kelelahan Mata
Pengukuran variabel kelelahan mata dengan menggunakan kuesioner
Visual Fatigue Index (VFI) yang terdiri dari 22 pertanyaan dengan alternatif
jawaban Tidak Pernah (skor 1), Kadang-kadang (skor 2), Sering (skor 3) dan Selalu (skor 4).
(33)
Kemudian dilakukan perhitungan VFI yaitu:
VFI = Total of answer for each perator
Total of higher coeficient of occurence for each ailment
Keterangan:
Total of answer for each operator : Jumlah skor total yang diperoleh setiap responden.
Total of higher coeficient of occurence for each ailment : Jumlah skor maksimal dari 22 pertanyaan (22 x 4 = 88).
Hasil Pengukuran:
a. Ya (mengalami kelelahan mata) = VFI ≥ 0,4
b. Tidak (tidak mengalami kelelahan mata) = VFI < 0,4
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian
No Variabel Cara Ukur
dan Alat Ukur
Hasil Ukur Skala Ukur 1. 2. Intensitas Pencahayaan Keluhan Kelelahan Mata Pengukuran (Luxmeter) Wawancara (kuesioner)
1. Pencahayaan baik (memenuhi standar) 2. Pencahayaan buruk
(tidak memenuhi standar) 1. Ya 2. Tidak Nominal Nominal
(34)
3.7 Metode Analisis Data
Data yang telah diperoleh, dianalisis melalui proses pengolahan data yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Editing, penyuntingan data dilakukan untuk menghindari kesalahan atau
kemungkinan adanya kuesioner yang belum terisi.
2. Coding, pemberian kode atau scoring pada tiap jawaban untuk memudahkan
entry data.
3. Entry data, data yang telah diberi kode tersebut kemudian dimasukkan dalam
program komputer untuk selanjutnya akan diolah.
4. Analysis, data-data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan analisis
univariat dan analisis bivariat.
3.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian yang disajikan dalam bentuk distribusi dan persentase dari tiap variabel.
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Variabel independen dan dependen pada penelitian ini merupakan data numerik yang diubah menjadi data kategorik. Berdasarkan hal tersebut maka uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji alternatif
(35)
Uji bivariat dilakukan dengan interval kepercayaan (IK) 95%. Analisa data dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan α (0,05). Ho diterima jika p>α berarti tidak ada hubungan dan Ho ditolak jika p<α berarti ada hubungan.
(36)
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum dan Lokasi Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara
Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara merupakan struktural di bawah Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan perencanaan teknis, penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan, gedung, pengelolaan rumah negara, penataan bangunan dan lingkungan khusus, serta penyusunan standarisasi dan penguatan kelembagaan.
Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara berkantor di gedung Pusat Informasi Pengembangan Permukiman Bangunan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jl. Williem Iskandar No. 9 Kenangan Baru, Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
4.1.2 Struktur dan Fungsi Direktorat Jenderal Cipta Karya
Direktorat Jenderal Cipta Karya merupakan bagian stuktural di Kementerian Pekerjan Umum dan Perumahan Rakyat terdiri dari beberapa bagian, antara lain :
(37)
Gambar 4.1 Struktur Direktorat Jenderal Cipta Karya
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 536, Direktorat Jenderal Cipta Karya menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan kebijakan, program dan anggaran serta evaluasi kinerja pembangunan bidang Cipta Karya.
b. Pembinaan teknis dan penyusunan NSPM untuk air minum, air limbah, persampahan, drainase, teriminal, apsar dan fasos-fasum lainnya.
c. Fasilitas pembangunan dan pengelolaan infrastruktur permukiman perkotaan dan pedesaan.
(38)
d. Pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi air minum dan sanitasi melalui kerjasama pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Serta standarisasi bidang permukiman, air minum, penyehatan lingkungan permukiman dan tata bangunan.
e. Penyediaan infrastruktur PU bagi pengembangan kawasan perumahan rakyat. f. Fasilitasi pembangunan rumah susun dalam rangka peremajaan kawasan. g. Penyediaan infrastruktur permukiman untuk kawasan kumuh/nelayan,
pedesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil dan pulau-pulau kecil. h. Penyediaan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin dan rawan air. i. Pembinaan teknis dan pengawasan pembangunan bangunan gedung dan
pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara.
j. Penanggulangan darurat dan perbaikan kerusakan infrastrukturpermukiman akibat bencana alam dan kerusuhan sosial.
k. Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal dan permberdayaan kapasitas kelembagaan dan SDM bidang Cipta Karya.
4.1.3 Visi dan Misi Pembangunan Bidang Cipta Karya
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Direktorat Jenderal Cipta Karya melalui Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara memiliki visi dan misi Pembangunan Bidang Cipta Karya, yaitu :
a. Visi
Terwujudnya permukiman perkotaan dan pedesaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan melalui penyediaan infrastruktur yang handal dalam pengembangan permukiman, pengembangan sistem penyediaan air minum,
(39)
pengembangan penyehatan lingkungan permukiman dan penataan bangunan dan lingkungan.
b. Misi
1. Meningkatkan pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur) permukiman di perkotaan dan perdesaan dalam rangka mengembangkan permukiman yang layak huni, berkeadilan sosial, sejahtera, berbudaya, produktif, aman, tentram dan berkelanjutan untuk memperkuat pengembangan wilayah.
2. Mewujudkan kemandirian daerah melalui peningkatan kapasitas pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur permukiman, termasuk pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasinya.
3. Melaksanakan pembinaan penataan kawasan perkotaan dan perdesaan serta pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan bangunan.
4. Menyediakan infrastruktur permukiman bagi kawasan kumuh/nelayan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, pulau-pulau kecil terluar dan daerah tertinggal, serta air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin dan rawan air.
5. Memperbaiki kerusakan infrastruktur permukiman dan penanggulangan darurat akibat bencana alam dan kerusuhan sosial.
(40)
6. Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan SDM yang profesional, serta pengembangan NSPM dengan menerapkan prinsip
Good Governance.
4.1.4 Struktur Organisasi Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara
Kuasa Pengguna Anggaran Barang (KPA/B)
Rizky Ahmad Iskandar, ST
Perencanaan & Penganggaran Bidang Pengembangan Kawasan Permukiman Syafruddin AS, ST Perencanaan & Penganggaran Bidang Penataan Bangunan Mariaty Pane, SE Asisten Pelaksanaan Nurasyiah YS, ST R Asisten Administrasi Keuangan Murni Santio H, SE Bendahara Pengeluaran Berlita br Pinem, SE R PPK PEMBINAAN PBL
Ir. Indra M. Sutan, MM
PPK PELAKSANAAN
PBL
Siti Etty Maulida, ST
PPK PIP2B
Budi Alfiyanto, ST
Asisten Administrasi
/Keuangan
(41)
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1 Jenis Kelamin Karyawan Pengguna Komputer
Distribusi karyawan pengguna komputer berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Jenis Kelamin di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Jenis Kelamin Jumlah %
Laki-laki Perempuan
15 10
60,0 40,0
Jumlah 25 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa karyawan pengguna komputer paling banyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (60,0%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 10 orang (40,0%).
4.2.2 Umur Karyawan Pengguna Komputer
Distribusi karyawan pengguna komputer berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Umur di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Umur (tahun) Jumlah %
< 30
≥ 30
12 13
48,0 52,0
(42)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa karyawan pengguna komputer paling banyak berumur ≥ 30 tahun sebanyak 13 orang (52,0%) dan berumur < 30 tahun sebanyak 12 orang (48,0%).
4.2.3 Masa Kerja Karyawan Pengguna Komputer
Distribusi karyawan pengguna komputer berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Masa Kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Masa Kerja (tahun) Jumlah %
< 5
≥ 5
12 13
48,0 52,0
Jumlah 25 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa masa kerja karyawan pengguna komputer paling banyak selama ≥ 5 tahun sebanyak 13 orang (52,0%) dan masa
kerja < 5 tahun sebanyak 12 orang (48,0%).
4.2.4 Lama Kerja Karyawan Pengguna Komputer
Distribusi karyawan pengguna komputer berdasarkan lama kerja menggunakan komputer dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.4 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Lama Kerja Menggunakan Komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Sumatera Utara Tahun 2016
Lama Kerja (jam) Jumlah %
≤4 >4 4 21 16,0 84,0
(43)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa karyawan pengguna komputer mayoritas bekerja dengan menggunakan komputer selama > 4 jam sebanyak 21 orang (84,0%) dan sisanya bekerja di depan komputer selama ≤ 4 jam sebanyak 4 orang (16,0%).
4.2.5 Durasi Istirahat Mata Karyawan Pengguna Komputer
Distribusi karyawan pengguna komputer berdasarkan lama durasi istirahat mata dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Durasi Istirahat Mata di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Durasi Istirahat (menit) Jumlah %
< 15
≥ 15
12 13
48,0 52,0
Jumlah 25 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas durasi istirahat mata karyawan pengguna komputer yaitu selama ≥ 15 menit sebanyak 13 orang
(52,0%) dan durasi istirahat mata < 15 menit sebanyak 12 orang (48,0%).
4.2.6 Intensitas Pencahayaan Ruang Kerja a. Intensitas Pencahayaan Umum
Tabel 4.6 Distribusi Intensitas Pencahayaan Umum Ruang Kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Intensitas Pencahayaan (lux) Jumlah Ruangan (unit) % < 300
≥ 300
2 0
100 -
(44)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa intensitas pencahayaan umum pada 2 unit ruang kerja menunjukkan intensitas pencahayaan di kedua ruangan tersebut (100%) bernilai < 300 lux dikategorikan pencahayaan buruk (tidak memenuhi standar).
b. Intensitas Pencahayaan Lokal
Tabel 4.7 Distribusi Intensitas Pencahayaan Lokal Ruang Kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Intensitas Pencahayaan (lux) Jumlah %
< 300
≥ 300
22 3
88,0 12,0
Jumlah 25 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa intensitas pencahayaan lokal mayoritas bernilai < 300 lux sebanyak 22 titik (88,0%) dan intensitas pencahayaan ≥ 300 lux sebanyak 3 titik (12,0%).
4.2.7 Keluhan Kelelahan Mata Karyawan Pengguna Komputer
Distribusi karyawan pengguna komputer berdasarkan keluhan kelelahan mata dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.8 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Keluhan Kelelahan Mata di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Keluhan Kelelahan Mata Jumlah %
Ya Tidak 22 3 88,0 12,0
(45)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa karyawan pengguna komputer yang mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 22 orang (88,0%) dan yang tidak mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 3 orang (12,0%).
4.3 Hasil Uji Bivariat
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan umum dan lokal pada ruang kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara serta hasil kuesioner, dilakukan uji alternatif Exact Fisher untuk melihat apakah ada hubungan intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016.
Hubungan intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9 Hasil Uji Exact Fisher Intensitas Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Karyawan Pengguna Komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016
Intensitas Pencahayaan Setempat
Keluhan Kelelahan Mata Jumlah Sig. (p)
Ya Tidak
N % N % N %
Baik (≥ 300 lux) Buruk (< 300 lux)
1 21 4,0 84,0 2 1 8,0 4,0 3 22 12,0 88,0 0,029
(46)
Berdasarkan tabel hasil pengukuran diatas dapat dilihat bahwa karyawan pengguna komputer yang bekerja dengan intensitas pencahayaan baik (≥300 lux) sebanyak 3 orang (12,0%) terdiri dari 1 orang (4,0%) mengalami kelelahan mata dan 2 orang (8,0%) tidak mengalami kelelahan. Sedangkan karyawan yang bekerja pada intensitas pencahayaan buruk (<300 lux) sebanyak 22 orang (88,0%) terdiri dari 21 orang (84,0%) mengalami kelelahan dan 1 orang (4,0%) tidak mengalami kelelahan.
Pada hasil uji Exact Fisher antara intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata didapatkan nilai p = 0,029 dimana p < 0,05 artinya ada hubungan bermakna antara intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016.
(47)
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan umum pada 2 unit ruang kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara didapatkan hasil bahwa pencahayaan di kedua ruangan tersebut dikategorikan buruk (tidak memenuhi standar) dengan intensitas < 300 lux.
Ruang kerja Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan memiliki intensitas 140 lux serta Ruang Konsultan Individual dan Perpustakaan memiliki intensitas 209 lux. Nilai tersebut berada jauh dari standar pencahayaan sesuai Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002 yaitu sebesar 300 lux. Hal ini dikarenakan pada ruang kerja tersebut hanya memanfaatkan sumber cahaya alami yang masuk melalui jendela di sekeliling ruangan. Ruangan menggunakan tirai vertical blind berwarna coklat muda (bilah-bilah vertical bisa dibuka secara horizontal menjadikan fungsi pengaturan cahaya ruangan bekerja secara baik dan bisa diatur sesuai kebutuhan).
Sumber pencahayaan buatan yang bersumber dari lampu hanya digunakan ketika cuaca mendung atau pada saat menjelang sore hari. Lampu yang digunakan merupakan lampu berjenis TL (Tube Lamp) dengan cahaya lampu berwarna putih. Cahaya putih (cool light) memberikan efek dingin dan sejuk. Namun, warna putih membuat benda-benda tampak pucat. Selain itu suasana yang terbentuk pun menjadi kurang hangat, formal dan monoton.Warna ini juga dapat membuat
(48)
konsentrasi tetap stabil sehingga sering dipakai pada ruang kerja (Istiawan dan Kencana, 2006).
Pencahayaan buatan pada ruangan ini berasal dari lampu yang dipasang dengan posisi armatur menjorok ke dalam plafon sehingga cahaya yang jatuh ke objek kerja terhalang oleh armatur (tidak maksimal). Armatur berfungsi sebagai penopang alat penerangan, selain itu juga berfungsi untuk menyebarkan dan membiaskan cahaya yang berasal dari alat penerangan.
Pencahayaan menggunakan sistem pencahayaan semi langsung, 60% sampai 90% cahaya diarahkan ke bidang kerja (tidak ada tunneling effect di atas lampu) dengan arah pencahayaan down light (pencahayaan ke bawah) berfungsi memberikan pencahayaan secara merata. Arah pencahayaan ini berasal dari atas dengan tujuan untuk memberikan cahaya pada objek di bawahnya. Lampu yang digunakan biasanya berasal dari lampu yang dipasang di langit-langit rumah dengan posisi rumah lampu masuk ke dalam (Istiawan dan Kencana, 2006). Dinding ruangan ini dicat berwarna putih sehingga memberikan kesan lapang dan bersih serta mendukung pantulan cahaya menyebar ke seluruh ruangan.
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan lokal di kedua ruangan dengan total 25 titik pengukuran objek kerja (komputer dan meja kerja) didapatkan hasil sebanyak 22 titik (88,0%) dengan pencahayaan buruk (tidak memenuhi standar) dan hanya 3 titik (12,0%) yang memiliki pencahayaan baik (memenuhi standar). Ketiga titik tersebut memiliki pencahayaan lokal yang baik dikarenakan posisi meja kerja yang berada dekat dengan jendela (tirai vertical
(49)
daripada objek kerja yang letaknya jauh dari jendela. Pada salah satu titik pengukuran (meja nomor 7) intensitas pencahayaan mencapai 665 lux. Meskipun pencahayaan sudah memenuhi standar, namun kondisi pencahayaan tersebut dapat berisiko menyebabkan kelelahan mata karena menyebabkan kesilauan, sehingga diperlukan pengaturan cahaya yang masuk dengan mengatur tirai vertical blind.
Pada hasil penelitian didapatkan hasil dari total 25 karyawan pengguna komputer, sebanyak 22 orang (88,0%) mengalami keluhan kelelahan mata. Hal ini disebabkan penggunaan komputer secara terus menerus dalam waktu yang lama dan diperparah oleh kondisi pencahayaan yang tidak sesuai kebutuhan sehingga mata mengalami kelelahan. Karyawan yang bekerja dengan pencahayaan baik sebanyak 3 orang (12,0%), terdiri dari 1 orang (4,0%) mengalami keluhan kelelahan mata dan 2 orang (8,0%) tidak mengalami kelelahan. Meskipun kondisi pencahayaan sudah baik, masih terdapat karyawan yang mengalami kelelahan mata. Karyawan tersebut memiliki riwayat kelainan refraksi mata berupa rabun jauh (miopia). Saat bekerja karyawan tersebut menggunakan kacamata sehingga kondisi mata dianggap normal karena telah melakukan penyesuaian. Namun, berdasarkan skor Visual Fatigue Index (VFI) karyawan tersebut mengeluhkan kelelahan mata yang bisa saja disebabkan faktor lain (bias) bukan karena faktor pencahayaan.
Karyawan yang bekerja dengan kondisi pencahayaan buruk sebanyak 22 orang (88,0%) terdiri dari 21 orang (84,%) yang mengalami kelelahan mata dan 1 orang (4,0%) tidak mengalami kelelahan mata. Meskipun pencahayaan buruk, terdapat karyawan yang tidak mengalami kelelahan mata dikarenakan karyawan
(50)
tersebut baru bekerja secara menetap di depan komputer selama satu tahun terakhir sehingga tingkat paparan masih rendah. Selain itu, karyawan tersebut bekerja di depan komputer < 4 jam dalam sehari dikarenakan terkadang beraktivitas di luar ruangan sehingga risiko mengalami kelelahan mata lebih rendah. Menurut Padmanaba (2006), kuntitas, kualitas dan distribusi cahaya dapat mempengaruhi kelelahan mata. Distribusi cahaya yang kurang baik di lingkungan kerja dapat menyebabkan kelelahan mata
Hasil uji statistik bivariat menunjukkan P value sebesar 0,029 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016. Secara keseluruhan terdapat 22 orang karyawan (88,0%) yang mengalami keluhan kelelahan mata. Menurut Sakdiah (2008) pencahayaan yang tidak memadai pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian akan menimbulkan dampak yang sangat terasa pada mata, yaitu terjadinya kelelahan otot mata (kelelahan visual) dan kelelahan saraf mata.
(51)
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 dapat disimpulkan :
1. Hasil pengukuran intensitas pencahayaan umum pada 2 unit ruang kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara, yaitu ruang Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan (140 lux) serta ruang Konsultan Individual dan Perpustakaan (209 lux) menunjukkan bahwa kedua ruangan tersebut memiliki pencahayaan buruk (< 300 lux).
2. Hasil pengukuran intensitas pencahayaan lokal pada 25 titik objek kerja karyawan menunjukkan hasil sebanyak 22 titik (88,0%) memiliki pencahayaan buruk (<300 lux).
3. Hasil penelitian pada 25 orang karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara sebanyak 22 orang (88,0%) mengalami kelelahan mata.
4. Hasil statistik (p value = 0,029 < 0,05) ada hubungan yang bermakna antara intensitas pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata karyawan pengguna komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara.
(52)
6.2 Saran
1. Bagi perusahaan seharusnya memberikan penerangan di ruangan kerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk meningkatkan kualitas pencahayaan di ruang kerja dapat dilakukan dengan cara :
a. Gunakan armatur lampu berbentuk raster (sejajar) sehingga jumlah cahaya lampu yang jatuh ke objek kerja maksimal.
b. Nyalakan lampu ruangan pada saat siang hari. c. Gunakan tirai vertical blind berwarna putih.
2. Bagi karyawan, lakukan relaksasi mata minimal 5-10 menit setiap satu jam penggunaan komputer untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan saat bekerja.
(53)
2.1 Pencahayaan
2.1.1 Pengertian Pencahayaan
Cahaya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang terbang ke angkasa dimana gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spektrum elektromagnetisnya (Suhardi, 2008).
Menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan memiliki satuan lux (lm/m²), dimana lm adalah lumens dan m² adalah satuan dari luas permukaan.
Penerangan merupakan salah satu faktor fisik yang sangat penting untuk mendapatkan lingkungan kerja yang aman dan nyaman, juga mempunyai kaitan erat dengan produktivitas. Dengan penerangan yang cukup pada objek penglihatan akan membantu tenaga kerja untuk melaksanakan pekerjaannya dengan mudah dan cepat. Cukup tidaknya intensitas penerangan secara objektif disesuaikan dengan macam pekerjaan, tergantung pula ketajaman penglihatan pekerja yang berbeda antara orang tua dan muda (Suma’mur, 2009).
(54)
2.1.2 Sumber Pencahayaan
Secara umum sumber pencahayaan dibedakan menjadi dua, yaitu pencahayaan alamiah dan pencahayaan buatan.
1) Pencahayaan Alamiah
Pencahayaan alamiah adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya alami berupa cahaya matahari dengan intensitas bervariasi menurut waktu, musim dan tempat. Menurut Tarwaka (2010) yang dikutip Sunandar (2011) banyaknya sinar matahari yang dapat mencapai ruangan tempat kerja tergantung pada jumlah dan arah sinar matahari, keadaan mendung yang dapat menutup sinar matahari, letak lokasi gedung terhadap gedung lainnya, lingkungan sekitarnya dan musim itu sendiri. Selain hal tersebut, kondisi pencahayaan alami juga dipengaruhi oleh ukuran, orientasi dan kebersihan jendela. Untuk mendapatkan cahaya matahari harus memperhatikan letak dan lebar jendela. Luas jendela untuk penerangan alami sekitar 20% luas lantai ruangan (Aryanti, 2006).
2) Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya lain selain cahaya alami. Menurut Tarwaka (2010) yang dikutip Sunandar (2011) menyebutkan bahwa sumber pencahayaan buatan yang utama adalah bersumber dari energi listrik. Jumlah cahaya, warna cahaya itu sendiri dan warna objek kerja berbeda-beda tergantung dari jenis sumber cahaya listrik yang digunakan.
(55)
Menurut Wibiyanti (2008) fungsi pokok pencahayaan buatan di lingkungan kerja baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut :
a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksannya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat.
b. Memungkinkan penghuni untuk berjalan dan bergerak secara mudah dan aman.
c. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja.
d. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak menimbulkan bayangan. e. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.
Dalam penggunaan penerangan listrik harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni sebagai berikut :
a. Penerangan listrik harus cukup intensitasnya sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan.
b. Penerangan listrik tidak boleh menimbulkan pertambahan suhu udara di tempat kerja yang berlebihan. Jika hal itu terjadi, maka diusahakan suhu dapat turun, misalnya dengan ventilasi, kipas angin dan lain-lain.
c. Sumber cahaya listrik harus memberikan penerangan dengan intensitas yang tepat, menyebar, merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, serta tidak menimbulkan bayangan yang mengganggu.
(56)
Jenis-jenis lampu yang digunakan dalam pencahayaan buatan, antara lain : a. Golongan Lampu Pijar (incandescence/bulb/bohlam)
Lampu pijar tergolong lampu listrik generasi awal yang masih digunakan hingga saat ini. Jenis lampu pijar terdiri dari lampu filamen karbon, lampu
wolfram dan lampu halogen. Bola lampu pijar dibuat hampa udara atau berisi gas
mulia (Muhaimin, 2001). Pada umumnya lampu pijar memiliki cahaya berwarna kekuningan yang menimbulkan suasana hangat, romantis dan akrab. Intensitas cahaya pada lampu pijar lebih kecil dibandingkan lampu neon. Artinya, pada daya (watt) yang sama, lampu neon menghasilkan cahaya lebih terang daripada lampu pijar (Istiawan dan Kencana, 2006).
b. Golongan Lampu Berpendar (fluorescence/neon/TL)
Lampu ini umumnya disebut lampu neon. Pada dunia industri lampu ini lebih dikenal dengan sebutan lampu TL. Cahaya lampu neon biasa berwarna putih. Cahaya putih (cool light) memberikan efek dingin dan sejuk. Cahaya yang dipancarkan lampu neon lebih terang dibanding lampu pijar dan halogen karena lampu ini punya efficacy lebih tinggi dari lampu pijar (Istiawan dan Kencana, 2006).
2.1.3 Tipe Pencahayaan
Berdasarkan standar penerangan buatan di dalam gedung yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (1981) tipe pencahayaan dibedakan atas tiga jenis, antara lain :
(57)
1) Pencahayaan Umum
Pencahayaan umum adalah pencahayaan secara umum dengan memperhatikan karakteristik dan bentuk fisik ruangan, tingkat pencahayaan yang diinginkan dan instalasi yang dipergunakan. Pencahayaan umum harus menghasilkan iluminasi yang merata pada bidang kerja dan pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan tugas visual khusus.
2) Pencahayaan Terarah
Pencahayaan terarah berfungsi menyinari suatu tempat atau aktivitas tertentu atau objek seni atau koleksi berharga lainnya. Sistem ini cocok untuk pameran atau penonjolan suatu objek karena akan tampak lebih jelas.
3) Pencahayaan Setempat
Pencahayaan setempat lebih mengkonsentrasikan cahaya pada tempat tertentu, misalnya tempat kerja memerlukan tugas visual dan tipe ini sangat bermanfaat bagi pekerja dengan aktivitas pekerjaan sebagai berikut :
a. Pekerja yang melakukan pekerjaan teliti.
b. Pekerjaan yang mengamati bentuk dan benda yang memerlukan cahaya dari arah tertentu.
c. Menunjang tugas visual yang pada mulanya tidak direncanakan untuk ruang tersebut.
Berdasarkan SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung, sistem pencahayaan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :
(58)
1) Sistem Pencahayaan Merata
Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan digunakan jika tugas visual yang dilakukan diseluruh tempat dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang merata diperoleh dengan memasang armatur secara merata langsung maupun tidak langsung di seluruh langit-langit.
2) Sistem Pencahayaan Setempat
Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di atas tempat tersebut.
3) Sistem Pencahayaan Gabungan Merata dan Setempat
Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah sistem pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata, dengan armatur yang dipasang di dekat tugas visual. Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan digunakan untuk :
a. Tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi.
b. Memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya datang dari arah tertentu.
(59)
c. Pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada tempat yang terhalang tersebut.
d. Tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau yang kemampuan penglihatannya sudah berkurang.
Gambar 2.1 Tipe Pencahayaan Gambar 2.2 Tipe Pencahayaan Gambar 2.3 Tipe Pencahayaan Merata Setempat Gabungan
Sumber: Artikel tentang Pencahayaan (repository.usu.ac.id)
2.1.4 Sistem Pencahayaan Tempat Kerja
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakannnya secara jelas, tepat dan tanpa upaya yang tidak perlu (Suma’mur, 2009). Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan perencanaan sistem pencahayaan di tempat kerja agar aktivitas kerja optimal serta meningkatkan produktivitas.
Klasifikasi sistem pencahayaan dari sumber cahaya menurut Illuminating Engineering Society (IES), antara lain:
1) Pencahayaan Tidak Langsung (Indirect Lighting)
Pada pencahayaan tidak langsung langit-langit merupakan sumber cahaya semu dan cahaya yang dipantulkan menyebar serta tidak menyebabkan
(60)
bayangan. Pada sistem ini 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke langit-langit ruangan sehingga yang dimanfaatkan pada bidang kerja adalah cahaya pantulan. Pancaran cahaya pada penerangan tidak langsung dapat pula dipantulkan pada dinding sehingga cahaya yang sampai pada permukaan bidang kerja adalah pantulan dari cahaya dinding. Sistem ini menjadi tidak efektif jika cahaya yang sampai ke langit-langit merupakan cahaya pantulan dari bidang lain. Pencahayaan tipe ini diperlukan pada ruang gambar, perkantoran, rumah sakit dan perhotelan.
Gambar 2.4 Pencahayaan Tidak Langsung
Sumber: Muhaimin (2001)
2) Pencahayaan Semi Tidak Langsung (Semi Indirect Lighting)
Distribusi cahaya pada pencahayaan ini mirip dengan distribusi pencahayaan tidak langsung tetapi lebih efisisen dan kuat penerangannya lebih tinggi. Pada sistem ini 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, selebihnya dipantulkan ke bagian bawah. Pada sistem ini masalah bayangan tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi. Pencahayaan jenis ini diperlukan pada ruangan yang memerlukan modeling shadow, seperti toko buku, ruang baca dan ruang tamu.
(61)
Gambar 2.5 Pencahayaan Semi Tidak Langsung
Sumber: Muhaimin (2001)
3) Pencahayaan Menyebar / Difus (General Diffus Lighting)
Pada pencahayaan difus distribusi cahaya ke atas dan kebawah relatif merata sehingga termasuk sistem direct-indirect lighting. Pada sistem ini 40% hingga 60% cahaya diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui. Pencahayaan difus menghasilkan cahaya teduh dengan bayangan lebih jelas dibandingkan dengan bayangan yang dihasilkan pencahayaan tidak langsung dan pencahayaan semi tidak langsung. Penggunaan pencahayaan difus umumnya diperlukan pada tempat ibadah.
Gambar 2.6 Pencahayaan Difus
(62)
4) Pencahayaan Semi Langsung (Semi Direct Lighting)
Pencahayaan semi langsung termasuk jenis pencahayaan yang efisien. Pada sistem ini 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke bidang kerja selebihnya diarahkan ke langit-langit. Penggunaan pencahayaan jenis ini biasa digunakan pada kantor, ruang kelas dan tempat lainnya.
Gambar 2.7 Pencahayaan Semi Langsung
Sumber: Muhaimin (2001)
5) Pencahayaan Langsung (Direct Lighting)
Pada sistem ini 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke bidang kerja sehingga terjadi efek terowongan (tunneling effect), yaitu timbulnya bagian yang gelap di langit-langit tepat di atas lampu. Pencahayaan langsung dapat diatur menyebar atau terpusat, tergantung reflektor yang digunakan. Sistem pencahayaan langsung memiliki kelebihan, yaitu efisiensi penerangan tinggi, memerlukan sedikit lampu untuk bidang kerja yang luas. Disisi lain kelemahan dari sistem ini yaitu bayang-bayang gelap karena jumlah lampu sedikit maka jika terjadi gangguan atau kerusakan akan sangat berpengaruh terhadap kondisi pencahayaan di dalam ruangan.
(63)
Gambar 2.8 Pencahayaan Langsung
Sumber: Muhaimin (2001)
2.1.5 Standar Pencahayaan Tempat Kerja
Penerangan merupakan suatu aspek lingkungan fisik penting bagi keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penerangan yang tepat dan disesuaikan dengan pekerjaan berakibat produksi yang maksimal dan ketidakefisienan yang minimal sehingga mengurangi terjadinya kecelakaan (Suma’mur, 2009).
Standar intensitas pencahayaan yang ditetapkan oleh Illuminating Engineering Society (IES), sebuah area kerja dapat dikatakan memiliki pencahayaan yang baik apabila memiliki iluminasi sebesar 300 lux yang merata pada bidang kerja. Apabila iluminasinya kurang atau lebih dari 300 lux, maka dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja dan pada akhirnya menurunkan kinerja pekerja (Fayrina, 2012). Sedangkan standar penerangan menurut Kepmenkes RI No. 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, tercantum dalam tabel berikut ini :
(64)
Tabel 2.1 Standar Tingkat Pencahayaan Menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002
Jenis Kegiatan Tingkat Pencahayaan Minimal (lux)
Keterangan
Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus
100 Ruang penyimpanan dan
ruang peralatan / instalasi yang memerlukan
pekerjaan yang kontinyu. Pekerjaan kasar dan
terus menerus
200 Pekerjaan dengan mesin
dan perakitan kasar.
Pekerjaan rutin 300 R.administrasi, ruang
kontrol, pekerjaan mesin & perakitan / penyusun.
Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau
bekerja dengan mesin kantor, pekerja pemeriksaan atau pekerjan dengan mesin.
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna,
pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus.
Pekerjaan amat halus 1500
Tidak menimbulkan bayangan
Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus.
Pekerjaan terinci 3000
Tidak menimbulkan bayangan
Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus.
2.1.6 Pengukuran Intensitas Pencahayaan
Intensitas dalam penerangan dinyatakan dalam satuan “lux”. Dalam pengukuran intensitas pencahayaan alat yang digunakan adalah Luxmeter. Prinsip kerja alat ini berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi tenaga listrik oleh
(65)
photoelectric cell. Berdasarkan SNI 16-7062-2004 intensitas penerangan diukur
dengan 2 cara yaitu : 1) Pencahayaan Umum
Pada pencahayaan umum pengukuran dilakukan pada setiap meter persegi luas lantai. Penentuan titik pengukuran umum meliputi titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai.
2) Pencahayaan Lokal
Pada pencahayaan lokal pengukuran dilakukan di tempat kerja atau meja kerja pada objek yang dilihat oleh tenaga kerja. Pengukuran titik pengukuran lokal meliputi objek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan kerja.
2.2 Kelelahan Mata
2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
Mata merupakan organ untuk penglihatan dan sangat sensitif terhadap cahaya karena terdapat photoreceptor. Impuls saraf dari stimulasi photoreceptor dibawa ke otak bagian lobus oksipital di serebrum dimana sensasi penglihatan diubah menjadi persepsi (Tarwoto dkk, 2009).
Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan (Pearce, 2008).
Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam guncangan. Diameter bola mata manusia ± 2,5 cm. Mata dapat bekerja secara efektif menerima cahaya dengan rentang intensitas yang sangat lebar sekitar 10 miliar
(66)
cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan otomatis yang mempertahankan tekanan internalnya untuk mempertahankan bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg).
Gambar 2.9 Anatomi Mata
Bagian-bagian yang terdapat dalam mata manusia (Tarwoto dkk, 2009), yaitu : a. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat bewarna putih, buram dan tidak tembus cahaya, kecuali di bagian depan yang disebut kornea. Sklera memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat melekatnya otot ekstrinsik.
b. Kornea
Kornea merupakan jendela mata bentuknya transparan, terletak pada bagian depan mata berhubungan dengan sklera. Bagian ini merupakan tempat masuknya cahaya dan memfokuskan berkas cahaya.
(67)
c. Lapisan Koroid
Memiliki pigmen berwarna coklat kehitaman dan merupakan lapisan berpigmen. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi atau pemantulan sinar.
d. Iris
Iris merupakan perpanjangan dari korpus siliaris ke anterior, bersambungan dengan permukaan lensa anterior.Iris tidak tembus pandang dan berpigmen. Fungsi iris adalah mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata dengan cara merubah ukuran pupil. Ukuran pupil dapat berubah karena mengandung serat otot sirkuler yang mampu menciutkan pupil dan serat-serat radikal yang menyebabkan pelebaran pupil.
e. Pupil
Pupil merupakan bintik tengah yang berwarna hitam, merupakan celah di dalam iris. Pupil merupakan jalan masuknya cahaya untuk mencapai retina (Pearce, 2008).
f. Lensa
Lensa mempunyai struktur bikonveks, tidak mempunyai pembuluh darah, transparan dan tidak bewarna. Lensa berada dibelakang iris. Ruangan bagian depan lensa berisi cairan yang disebut aqueous humor dan ruangan pada bagian belakang lensa berisi cairan vitreous humor. Lensa berfungsi untuk memfokuskan cahaya yang masuk ke depan retina melalui mekanisme akomodasi, yaitu proses penyesuaian secara otomatis pada lensa untuk
(68)
memfokuskan objek secara jelas pada jarak yang beragam (Tarwoto dkk, 2009).
g. Retina
Retina merupakan lapisan terdalam pada mata, melapisi 2/3 bola mata pada bagian belakang. Retina merupakan bagian mata yang sangat peka terhadap cahaya. Ada dua sel photoreceptor pada retina yaitu sel kerucut dan sel batang. Pigmen pada sel kerucut berfungsi pada suasana terang atau pada tingkat intensitas cahaya yang tinggi dan berperan dalam penglihatan di siang hari. Sedangkan pigmen dalam sel batang berfungsi pada situasi yang kurang terang atau pada malam hari. Pada sel kerucut terdapat tiga macam sel yang peka terhadap warna merah, hijau dan biru. Kerusakan pada salah satu sel kerucut akan menyebabkan buta warna (Tarwoto dkk, 2009). Selain itu, terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea) dan bintik buta (blind
spot). Bintik kuning (fovea) berperan dalam penglihatan untuk melihat objek
yang lebih kecil seperti kegiatan membaca huruf kecil.
2.2.2 Pengertian Kelelahan Mata
Menurut Tarwaka (2004) kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan mata adalah gangguan yang dialami mata karena otot-ototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka waktu lama (Padmanaba, 2006).
Kelelahan mata dapat dipengaruhi dari kuantitas iluminasi, kualitas iluminasi dan distribusi cahaya. Kualitas iluminasi adalah tingkat pencahayaan
(69)
yang dapat berpengaruh pada kelelahan mata, penerangan yang tidak memadai akan menyebabkan otot iris mengatur pupil sesuai dengan intensitas penerangan yang ada. Kualitas iluminasi meliputi jenis penerangan, sifat fluktuasi serta warna penerangan yang digunakan. Distribusi cahaya yang kurang baik di lingkungan kerja dapat menyebabkan kelelahan mata. Distribusi cahaya yang tidak merata sehingga menurunkan efisiensi tajam penglihatan dan kemampuan membedakan kontras (Padmanaba, 2006).
2.2.3 Gejala Keluhan Kelelahan Mata
Kelelahan mata akibat dari pencahayaan yang kurang baik akan menunjukkan gejala kelelahan mata. Kelelahan mata dapat dikurangi dengan memberikan pencahayaan yang baik di tempat kerja.
Menurut Pusat Hyperkes dan Keselamatan Kerja (1995) yang dikutip Nugroho (2009) gejala kelelahan mata yang sering muncul antara lain, kelopak mata terasa berat, terasa ada tekanan dalam mata, mata sulit dibiarkan terbuka, merasa enak kalau kelopak mata sedikit ditekan, bagian mata paling dalam terasa sakit, perasaan mata berkedip, penglihatan kabur tidak bisa difokuskan, penglihatan terasa silau, penglihatan seperti berkabut walau mata difokuskan, mata mudah berair, mata pedih dan berdenyut, mata merah, jika mata ditutup terlihat kilatan cahaya, kotoran mata bertambah, tidak dapat membedakan warna sebagaimana biasanya, ada sisa bayangan dalam mata, penglihatan tampak ganda, mata terasa panas dan mata terasa kering.
(70)
Menurut Sheedy (2004) yang dikutip Hanum (2008), sering dan lamanya seseorang bekerja dengan komputer dapat mengakibatkan keluhan serius pada mata. Keluhan yang sering diungkapkan oleh pekerja komputer adalah :
a. kelelahan mata yang merupakan gejala awal b. mata terasa kering
c. mata terasa terbakar d. pandangan menjadi kabur e. penglihatan ganda
f. sakit kepala
g. nyeri pada leher, bahu dan otot punggung.
2.2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pengguna Komputer
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada pengguna komputer, antara lain :
a. Usia
Menurut National Aging Safety Database (NASD) usia yang semakin lanjut mengalami kemunduran dalam kemampuan mata untuk mendeteksi lingkungan. Hal ini akan meningkatkan risiko kecelakaan. Dengan bertambahnya usia menyebabkan lensa mata berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya dan agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh. Presbiopia atau kelainan akomodasi yang terjadi akibat dari penuaan lensa biasanya timbul setelah usia 40 tahun (Cahyono, 2005).
(71)
Daya akomodasi merupakan kemampuan lensa mata untuk menebal atau menipis sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat di retina (Maryamah, 2011). Pada usia 20 tahun manusia pada umumnya dapat melihat objek dengan jelas. Sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan terhadap cahaya empat kali lebih besar.
Semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Begitu pula sebaliknya, semakin muda seseorang kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit (Haeny, 2009).
Menurut Ilyas (2008) usia juga berpengaruh terhadap daya akomodasi. Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Jarak terdekat dari suatu benda agar dapat dilihat dengan jelas dikatakan “titik dekat” atau punktum proksimum. Pada saat ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi maksimum. Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas dapat dikatakan bahwa benda terletak pada “titik jauh” atau
punktum remotum dan pada saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas
akomodasi.
b. Kelainan Refraksi Mata 1) Hipermetropia
Hipermetropia sering juga disebut sebagai rabun dekat. Pasien hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau
(72)
memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya terutama pada usia telah lanjut akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca (Ilyas dan Yulianti, 2014).
2) Miopia
Pasien dengan miopia akan menyatakan lebih jelas bila melihat dengan jarak dekat, sedangkan melihat jauh penglihatan kabur atau rabun jauh (Ilyas dan Yulianti, 2014).
3) Astigmatisme
Astigmatisme merupakan suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik (Ilyas dan Yulianti, 2014). 4) Presbiopi
Dengan bertambahnya usia maka akan terjadi gangguan akomodasi pada usia lanjut yang disebabkan oleh kelemahan otot akomodasi serta lensa mata elastisitasnya berkurang akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia 40 tahun atau lebih akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas (Ilyas dan Yulianti, 2014).
(73)
c. Durasi Penggunaan Komputer
Menurut Lasabon (2013) waktu kerja seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan, efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek penting dalam hal waktu kerja meliputi :
1. Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik. 2. Hubungan antara waktu kerja dan istirahat.
3. Waktu bekerja sehari menurut periode waktu yang meliputi siang hari (pagi, siang, sore) dan malam hari.
The University of North Carolina at Asheville yang dikutip Hanum (2008) mengelompokkan beban kerja pekerja komputer atas dasar lama waktu kerja sebagai berikut :
1. Pekerja komputer dengan beban kerja berat adalah pekerja dengan lama waktu kerja 4 jam sehari secara terus–menerus.
2. Pekerja komputer dengan beban kerja sedang adalah pekerja dengan lama waktu kerja antara 2–4 jam sehari secara terus–menerus.
3. Pekerja komputer dengan beban kerja ringan adalah pekerja dengan lama waktu kerja kurang dari 2 jam sehari secara terus–menerus.
Computer Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah pemakaian
komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam. Berbagai gejala yang timbul pada pekerja komputer yang bekerja dalam waktu lama selain diakibatkan oleh cahaya yang masuk ke mata, juga diakibatkan karena mata seorang pekerja komputer berkedip lebih sedikit dibandingkan pekerja mata normal pekerja biasa sehingga menyebabkan mata menjadi kering dan terasa panas (Wasisto, 2005).
(74)
d. Istirahat Mata
Setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata secara periodik (Santoso, 2009). Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) yang dikutip Murtopo dan Sarimurni (2005) perlu dilakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer setelah 2 jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer. Selain itu, pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata.
Menurut Anshel (1996) yang dikutip Nourmayanti (2009) ada tiga jenis istirahat bagi pengguna komputer, diantaranya:
1. Micro break, yaitu mengistirahatkan mata selama 10 detik setiap 10 menit bekerja, dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti dengan mengedipkan mata secara relaks.
2. Mini break, yaitu mengistirahatkan mata selama 5 menit setiap setengah jam dengan cara berdiri dan melakukan peregangan tubuh. Selain itu, lakukan juga melihat jauh dengan objek yang berbeda-beda.
3. Maxi break, yaitu mengistirahatkan mata dengan melakukan kegiatan seperti jalan-jalan, bangun dari tempat kerja, minum kopi atau teh dan makan siang.
e. Jarak Layar Monitor
Jarak layar monitor yang terlalu dekat dapat mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah dan potensi ganggguan penglihatan (Hanum, 2008). Apabila
(75)
seseorang bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada jarak dekat secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu mengakibatkan mata harus berakomodasi dalam jangka waktu yang lama sehingga terjadi penurunan daya akomodasi mata (Roestijawati, 2007).
Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA) pada saat menggunakan komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch atau sekitar 50-100 cm (Maryamah, 2011). Sedangkan menurut Hanum (2008), jarak ergonomis antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm.
2.3 Pengaruh Pencahayaan terhadap Kesehatan
Tingkat pencahayaan yang baik memungkinkan seseorang untuk bekerja dengan efisiensi kerja yang maksimal. Kemudahan untuk melihat suatu objek serta kejelasan dalam melihat objek kerja dipengaruhi oleh kekontrasan. Kontras yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kesilauan.
Akibat dari kurangnya pencahayaan di lingkungan kerja menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para pekerjanya. Kurangnya pencahayaan akan memaksa seseorang untuk mendekatkan matanya ke arah objek yang bertujuan memperbesar ukuran objek. Sebaliknya, pencahayaan yang berlebihan juga akan menyebabkan kesilauan bagi para pekerja. Kedua hal ini menyebabkan akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap (Fayrina, 2012). Menurut NIOSH beberapa gejala kelelahan mata antara lain : mata tegang, penglihatan kabur, penglihatan rangkap/ganda, mata merah, mata perih, mata berair, mata gatal atau kering dan sakit (Haeny, 2009).
(76)
Menurut Suma’mur (2009) tingkat pencahayaan yang buruk di tempat kerja dapat mengakibatkan dampak yang buruk terhadap kesehatan pekerja, antara lain:
a. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja; b. Kelelahan mental/psikis;
c. Keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata; d. Kerusakan mata; dan
e. Meningkatnya peristiwa kecelakaan
2.4 Kerangka Konsep
Gambar 2.10 Kerangka Konsep Penelitian
(1)
BAB V PEMBAHASAN ... 53
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
6.1 Kesimpulan ... 57
6.2 Saran ... 58
(2)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Standar Tingkat Pencahayaan Menurut Kepmenkes No.1405 Tahun 2002 ………... 19
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ………. 39
Tabel 4.1 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Jenis Kelamin di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 ……… 47
Tabel 4.2 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Umur di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 ……….…. 47
Tabel 4.3 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Masa Kerja
di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 ……….. 48
Tabel 4.4 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Lama Kerja
Menggunakan Komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 ………... 48
Tabel 4.5 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Durasi Istirahat Mata di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 ……… 49
Tabel 4.6 Distribusi Intensitas Pencahayaan Umum Ruang Kerja di Satuan
Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 ……… 49
(3)
Tabel 4.7 Distribusi Intensitas Pencahayaan Lokal Ruang Kerja di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Sumatera Utara Tahun 2016 ………... 50
Tabel 4.8 Distribusi Karyawan Pengguna Komputer Berdasarkan Keluhan Kelelahan Mata di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 ……… 50
Tabel 4.9 Hasil Uji Exact Fisher Intensitas Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Karyawan Pengguna Komputer di Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 ……… 51
(4)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tipe Pencahayaan Merata ... 14
Gambar 2.2 Tipe Pencahayaan Setempat ... 14
Gambar 2.3 Tipe Pencahayaan Gabungan ... 14
Gambar 2.4 Pencahayaan Tidak Langsung ... 15
Gambar 2.5 Pencahayaan Semi Tidak Langsung ... 16
Gambar 2.6 Pencahayaan Difus ... 16
Gambar 2.7 Pencahayaan Semi Langsung ... 17
Gambar 2.8 Pencahayaan Langsung ... 18
Gambar 2.9 Anatomi Mata ... 21
Gambar 2.10 Kerangka Konsep Penelitian ... 31
Gambar 3.1 Luxmeter Digital HAGNER ECI SN 55 255 31 ... 35
Gambar 3.2 Laser Distance Meter (FLUKE 424D) ... 37
Gambar 4.1 Struktur Direktorat Jenderal Cipta Karya ... 43
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Sumatera Utara ... 46
(5)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Kuesioner Penelitian
Lampiran 2. Denah Ruang Kerja dan Pengukuran Intensitas Pencahayaan
Lampiran 3. Hasil Analisis Laboratorium
Lampiran 4. Surat Peminjaman Alat
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian
Lampiran 6. Surat Selesai Melakukan Penelitian
Lampiran 7. Master Data
Lampiran 8. Output Hasil Uji Univariat dan Bivariat
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Dessi Kartika
Tempat Lahir : Medan
Tanggal Lahir : 17 Desember 1994 Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Nama Ayah : H.Suyatno
Suku Bangsa Ayah : Jawa
Nama Ibu : Hj.Nurleli
Suku Bangsa Ibu : Batak
Pendidikan Formal
1. SD/Tamat tahun : SD Swasta IKAL Medan/2006 2. SLTP/Tamat tahun : SMP Negeri 18 Medan/2009 3. SLTA/Tamat tahun : SMA Negeri 3 Medan/2012 4. Lama studi di FKM USU : 2012-2016