Karakteristik Neuropati Pada Diabetes Melitus Tipe 2 Di Divisi Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Faisal Adam

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 04 November 1992

Alamat : Jl. Sei Bahorok No. 34 Medan

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak-Kanak Perwanis Medan (1997-1998) 2. Sekolah Dasar Kemala Bhayangkari 1 Medan (1998-2004) 3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan (2004-2007) 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan (2007-2010)

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Program Studi Pendidikan Dokter (2010-sekarang)


(2)

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Divisi Dana dan Usaha PHBI FK USU (2010-2011)

2. Anggota Departemen Pengabdian Masyarakat Pema FK USU (2010-2011) 3. Anggota Divisi HBI PM PHBI FK USU (2011-2012)

4. Anggota Divisi Mahasiswa Internasional Pema FK USU (2011-2012) 5. Anggota Divisi Jurnal Score Pema FK USU 2011-2012

6. Sekretaris Umum Kumpulan Aspirasi Mahasiswa (KAM) Rabbani (2011-2012)


(3)

HEALTH RESEARCH ETHICAL COMMITTEE

Of North Sumatera

c/o MEDICAL SCHOOL, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. Mansyur No. 5 Medan, 20155 – INDONESIA Tel: +62-61-8211045; 8210555 Fax: +62-61-8216264, E-mail:

komet_fkusu@yahoo.com

FORMULIR ISIAN OLEH PENELITI

Nama lengkap anda : Faisal Adam

Alamat (harap ditulis dengan lengkap) : Jalan Sei Bahorok No. 34 Medan Telp/Fax/HP/E-mail/lain-lain :

087867023651

Alamat lain yang dapat dihubungi : Jalan Sei Bahorok No. 34 Medan Telp/Fax/HP/E-mail/lain-lain :

087867023651

Nama Institusi Anda (tulis beserta alamatnya) : Jl. Dr. Mansyur No. 5 Medan 20155 Judul Penelitian :

Karakteristik neuropati pada penderita diabetes melitus tipe 2 di

poliklinik rawat jalan dan ruang rawat inap Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012


(4)

DAFTAR PERTANYAAN :

1. Subyek yang digunakan pada penelitian Anda :

penderita Non Penderita Hewan

2. Jumlah Subyek yang digunakan dalam penelitian Anda :__200___(orang/ekor/lain-lain)*

3. Keterangan: Data pasien diambil dari rekam medik divisi Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUP H. Adam Malik Medan.

4. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini (pekiraan) untuk setiap subjek : 5-10 (detik/menit/jam/hari/bulan/tahun)*

5. Rangkaian usulan penelitian mencakup objektif penelitian manfaat/relevansi dari hasil penelitian disertai alasan/motivasi dilakukannya penelitian dan resiko yang mungkin timbul disertai cara penyelesaian masalahnya (ditulis dengan bahasa yang dapat dimengerti secara umum).

Angka kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2 disertai komplikasi neuropati diabetik cukup tinggi, yakni mencapai 60%. Karena itu, penulis tertarik untuk meneliti karakteristik neuropati pada diabetes melitus tipe 2 sebagai bahan informasi bagi masyarakat agar terhindar dari neuropati sebagai komplikasi diabetes melitus yang progresif.

6. Apakah masalah etik menurut Anda dapat terjadi pada penelitian Anda ini : Tidak ada

7. Jika subjeknya manusia, apakah percobaan terhadap hewan sudah pernah dilakukan?. Jika tidak , sebutkan alasan mengapa langsung dilakukan terhadapa manusia ( berikan argumentasi anda secara jelas dan mudah dimengerti).

Tidak ada intervensi terhadap subjek penelitian sehingga tidak perlu dilakukan terlebih dahulu pada hewan coba.


(5)

8. Prosedur pelaksanaan penelitian atau percobaan(frekwensi, interval, dan jumlah total segala tindakan invasif yang dilakukan, dosis dan cara penggunaan obat, isotop, radiasi atau tindakan lainnya)sebutkan! Dilakukan pencatatan data yang terdapat pada rekam medik

9. Bahaya potensial yang langsung atau tidak langsung, segera atau kemudian dan cara yang digunakan guna pencegahannya (disebutkan jenis bahayanya). Tidak ada

10. Pengalaman terdahulu sebelum atau sesudah penelitian dari tindakan yang akan dilakukan (baik sendiri ataupun perorangan)

Tidak ada

11. Jika penelitian dilaksanakan pada orang sakit, sebutkan apa kegunaan bagi si sakit, dan bagaimana pula kompensasi yang diberikan jika terjadi kerugian pada jiwanya.

Tidak ada karena penelitian hanya menggunakan rekam medik 12. Bagaimana cara memilih penderita dan sukarelawan yang sehat?

Pasien dipilih melalui rekam medik dengan metode total sampling

13. Apa hak dan kewajiban yang bisa Anda berikan sebagai jaminan dan imbalan bagi objek tersebut?. Jiak terdapat ganti rugi, sebutkan pula berapa jumlah yang diberikan!

Tidak ada karena penelitian hanya menggunakan rekam medik

14. Sejauh mana hubungan antara subjek manusia yang diteliti dengan peneliti? (ceklist yang benar) :

a. hubungan dokter – pasien b. Hubungan guru – murid

c. Hubungan majikan - anak buah d. Mitra

e. Keluarga f. Lain-lain


(6)

15. Jelaskan cara pencatatan selama penelitian termasuk efek samping dan komplikasinya bila ada!

Pencatatan berdasarkan nomor urut rekam medik

16. Jelaskan cara memberitahu dan mengajak subjek (lampiran contoh surat persetujuan penderita)! Bila memberitahukan dan kesediannya secara lisan, tulisan atau karena sesuatu hal penderita tidak dapat diminta pernyataan ataupun persetujuannya, beri pula alasan untuk itu.

Penelitian dilakukan menggunakan data dari rekam medik dan tidak ada kontak langsung dengan pasien.

17. Apakah subjek diansuransikan? (pilih salah satu) a. Ya

b. tidak

Medan, 31 Agustus 2013

Mengetahui, Menyatakan :

Dosen Pembimbing, Peneliti Utama

(__________________________) (_____________________) (dr. Melati Silvanni Nst, Sp.P.D.) (Faisal Adam)


(7)

Kode Sampel Jenis Kelamin (L/P) Usia

(Tahun) Status Pekerjaan Gejala Neuropati Lokasi

1 L 50 Pegawai Negri Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

2 L 47 Pekerja Lepas

3 L 50 Nelayan

4 P 43

Ibu Rumah Tangga

Penurunan Respon

Cahaya Mata

5 P 47 Petani

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

6 L 38 Pegawai Swasta

7 L 45 Petani Rasa Terbakar Telapak Kaki

8 P 52

Ibu Rumah Tangga

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

9 P 64

Ibu Rumah

Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

10 L 67 Petani

11 L 68 Tidak Bekerja

12 L 25 Pekerja Lepas

Penurunan Respon

Cahaya Mata

13 L 72 Pensiunan

14 L 56 Wiraswasta

15 P 54

Ibu Rumah

Tangga Rasa Terbakar Telapak Tangan

16 P 63

Ibu Rumah

Tangga Paralisis Wajah Wajah

17 L 57 Pegawai Negri Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

18 L 54 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

19 P 35 Pegawai Swasta Hilang Refleks Patella Patella

20 L 45 Pegawai Swasta

21 L 47 Petani

22 P 37

Ibu Rumah Tangga

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Tangan

23 P 53

Ibu Rumah

Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

24 L 59 Wiraswasta


(8)

Cahaya

26 P 68

Ibu Rumah

Tangga Rasa Terbakar Telapak Kaki

27 L 34 Pegawai Swasta Disfungsi ereksi Penis

28 L 63 Pensiunan

29 P 55 Petani

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Tangan

30 P 68

Ibu Rumah Tangga

31 L 56 Tidak Bekerja

32 L 47 Pekerja Lepas

33 P 71 Pensiunan

34 L 48 Pegawai Swasta

35 L 53 Petani

36 L 56 Nelayan

37 L 54 Nelayan

38 L 59 Pensiunan

39 P 62 Tidak Bekerja

40 L 43 Petani Disfungsi ereksi Penis

41 L 54 Pegawai Negri Rasa Terbakar Telapak Tangan

42 P 67 Tidak Bekerja

43 L 64 Tidak Bekerja

44 L 57 Petani Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

45 P 62 Pensiunan

46 P 77 Tidak Bekerja Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

47 L 69 Pensiunan

48 P 67

Ibu Rumah

Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

49 P 65

Ibu Rumah

Tangga Hilang Refleks Patella Patella

50 L 53 Petani Rasa Terbakar Telapak Tangan

51 L 38 Pegawai Swasta

52 L 42 Pekerja Lepas

53 P 53

Ibu Rumah

Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

54 L 57 Wiraswasta

55 L 38 Pekerja Lepas Disfungsi ereksi Penis


(9)

57 L 35 Pegawai Negri Disfungsi ereksi Penis

58 L 54 Wiraswasta

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

59 P 62 Petani

60 L 68 Tidak Bekerja

61 P 65

Ibu Rumah Tangga

62 P 78 Pensiunan Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

63 L 40 Wiraswasta Disfungsi ereksi Penis

64 P 64 Pensiunan Hiperestesi Telapak Tangan

65 P 27 Petani Rasa Terbakar Telapak Kaki

66 P 29 Pegawai Swasta

67 L 48 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

68 P 34

Ibu Rumah Tangga

69 P 72

Ibu Rumah

Tangga Rasa Terbakar Telapak Tangan

70 P 77 Pensiunan

71 L 46 Petani Hilang Refleks Patella Patella

72 L 50 Wiraswasta Rasa Terbakar Telapak Kaki

73 P 48

Ibu Rumah

Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

74 L 65 Pensiunan

75 L 56 Wiraswasta Hilang Refleks Patella Patella

76 P 58 Wiraswasta

77 P 45 Petani Paralisis Wajah Wajah

78 P 45

Ibu Rumah Tangga

Penurunan Respon

Cahaya Mata

79 P 43 Pegawai Negri

80 P 47

Ibu Rumah

Tangga Paralisis Wajah Wajah

81 P 54

Ibu Rumah Tangga

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

82 P 69

Ibu Rumah

Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

83 L 56 Petani Hilang Refleks Patella Patella


(10)

85 P 62

Ibu Rumah Tangga

86 L 46 Pegawai Negri

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Tangan

87 P 73 Tidak Bekerja

88 P 46 Petani Hiperestesi Telapak Tangan

89 P 61 Wiraswasta

90 L 75 Pensiunan

91 L 56 Nelayan

Penurunan Respon

Cahaya Mata

92 L 50 Petani Rasa Terbakar Telapak Kaki

93 P 47

Ibu Rumah

Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

94 L 70 Wiraswasta

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

95 P 59

Ibu Rumah Tangga

96 P 73

Ibu Rumah Tangga

Penurunan Respon

Cahaya Mata

97 L 60 Wiraswasta Hiperestesi Telapak Tangan

98 P 54

Ibu Rumah Tangga

99 L 51 Pegawai Negri

100 P 54

Ibu Rumah Tangga

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

101 P 51

Ibu Rumah Tangga

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

102 L 56 Nelayan

103 L 58 Pekerja Lepas

104 L 54 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

105 L 45 Pegawai Negri Hiperestesi Telapak Kaki

106 P 47 Pegawai Negri

107 P 52

Ibu Rumah Tangga

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Tangan

108 L 42 Pegawai Negri

Penurunan Respon

Cahaya Mata

109 P 72 Tidak Bekerja


(11)

111 P 56

Ibu Rumah

Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

112 P 66

Ibu Rumah

Tangga Hilang Refleks Patella Patella

113 L 67 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

114 P 54 Petani

115 L 46

Ibu Rumah Tangga

116 L 55

Ibu Rumah Tangga

117 L 53 Wiraswasta

Penurunan Respon

Cahaya Mata

118 L 58 Tidak Bekerja

119 P 49 Pekerja Lepas

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Tangan

120 L 57 Wiraswasta Hiperestesi Telapak Kaki

121 P 45 Pegawai Negri

122 P 46 Petani

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

123 P 43 Petani Hiperestesi Telapak Kaki

124 L 65 Pensiunan

125 L 41 Pegawai Negri Hilang Refleks Patella Patella

126 L 63 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

127 P 50

Ibu Rumah

Tangga Hiperestesi Telapak Tangan

128 L 70 Wiraswasta

Penurunan Respon

Cahaya Mata

129 P 39

Ibu Rumah Tangga

130 L 61 Wiraswasta Paralisis Wajah Wajah

131 P 44 Wiraswasta

132 L 58 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

133 L 53 Wiraswasta Paralisis Wajah Wajah

134 P 65 Petani

135 P 47

Ibu Rumah


(12)

136 L 67 Wiraswasta Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

137 L 45 Nelayan

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

138 P 57 Pensiunan

139 L 65 Wiraswasta

Penurunan Respon

Cahaya Mata

140 P 54 Wiraswasta

141 P 50 Wiraswasta

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

142 P 43 Pegawai Negri Hilang Refleks Patella Patella

143 L 44 Pegawai Negri Paralisis Wajah Wajah

144 P 52

Ibu Rumah Tangga

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

145 P 58

Ibu Rumah

Tangga Paralisis Wajah Wajah

146 P 47 Wiraswasta Hiperestesi Telapak Kaki

147 L 59 Wiraswasta Paralisis Wajah Wajah

148 L 76 Tidak Bekerja Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

149 L 63 Tidak Bekerja

150 L 57 Wiraswasta Hiperestesi Telapak Kaki

151 L 72 Wiraswasta

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

152 P 68

Ibu Rumah Tangga

153 L 56 Petani

154 L 52 Wiraswasta Hilang Refleks Patella Patella

155 L 76 Wiraswasta

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

156 P 75 Pensiunan

157 L 72 Tidak Bekerja

158 P 57

Ibu Rumah

Tangga Paralisis Wajah Wajah

159 P 54 Tidak Bekerja

160 L 67 Tidak Bekerja

161 P 64 Wiraswasta

162 P 48

Ibu Rumah


(13)

163 L 54 Wiraswasta

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

164 P 57

Ibu Rumah

Tangga Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

165 P 46 Wiraswasta Hiperestesi Telapak Kaki

166 L 48 Pekerja Lepas

167 P 55

Ibu Rumah Tangga

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki

168 L 77 Pensiunan Lemah Ekstremitas Lengan dan Tungkai

169 L 56 Pegawai Negri

Hilang Sensasi Nyeri

dan Suhu Telapak Kaki


(14)

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association.2005. Diabetic Neuropathies: A statement by the American Diabetes Association

Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of Neurology. 8th. Ed. McGraw-Hill. New York.

American Academy of Family Physician. Evaluation and Prevention of Diabetic Neuropathy. 2005. Available from:

http://www.aafp.org/afp/2005/0601/p2123.html [Accessed 4 Juni 2013]

Bastaki,Salim.2005. Diabetes mellitus and its treatment. Al Ain: Faculty of Medicine & Health Sciences, United Arab Emirates University

Boulton, A.J.M., Vinik, A.I., Arezo, J.C., Bril, V., Feldman, E.L., Freeman, R., Malik, R.A., Maser, R.E., Sosenko, J.M., Ziegler, D. 2005. Diabetic Neuropathies. A Statemen by the American diabetes association. Diabetes Care.28-956-962.

Depkes R.I.,2008. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta.

Depkes R.I., 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta.

Foster D.W, Diabetes Mellitus, In Harrison’s Principles of Internal Medicine, Eds Fauci, Braunwald, Isselbacher, et al, 14th Edition, McGraw-Hill Companies, USA, 1998:623-75.


(15)

Purnamasari, Dyah. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3, Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

International Diabetes Federation. 2010. Diabetes and Impaired Glucose Tolerance. http://www.idf.org/sites/default/files/The_Globalburden.pdf

Mushari, Minar. 2011. Hubungan Kadar Gamma Glutamyltransferase dan Kecepatan Hantaran Saraf pada Penderita Neuropati Diabetik. Medan: Universitas Sumatera Utara

NATIONAL INSTITUTE OF DIABETES AND DIGESTIVE AND KIDNEY DISESASE.2009. Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of Diabetes.United States:U.S. Department of Health and Human Services

Putra, Risa Nanda. 2012. Hubungan Gangguan Muskuloskeletal pada Pasien Diabetes Melitus di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro

Riaz, Samreen. 2009. Diabetes Mellitus.Lahore: Department of Microbiology and Molecular Genetics, Punjab University

Setyoko, Bambang Adi.2003. Nilai Diagnostik Monofilamen 10-g dan skor Clinical Neurological Examination (CNE) Pada Polineuropati Diabetik.Semarang: Universitas Diponegoro

Sjahrir, H. 2006. Diabetic Neuropathy:The Pathoneurobiology & Treatment Update. USU Press. Medan.


(16)

Tanenberg, Robert J. 2009. Diabetic Peripheral Neuropathy: Painful or Painless. Wayne, PA: Turner White Communications Inc.

Vinik AI, Pittenger GL, McNitt P, Stansberry KB.2000. Diabetic Neuropathy. A Fundamental and Clinical Test. 2th ed. Philadelphia; Lippincott Williams and Wilkins: 910-30

WHO.1999. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications

WHO. Global Burden Disease Report. 2004. Available from: http://www.who.int/healthinfo/globalburdenisease/GBDreport2004updat e_full.pdf [Accessed 4 Juni 2013]

WHO. Global Status Report on NCDs. 2010. Available from: http://whqlibdoc.who.int/public- ations/2011/9789240686458_eng.pdf [Accessed 4 Juni 2013]

WHO. Diabetes Fact Sheet 2011. http://www.who.int/mediacentre/factsheets- /fs312-/en/index.html [Accessed 4 Juni 2013]


(17)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, kerangka konsep penelitian ini adalah:

Gambar 8. Kerangka Konsep Penelitian

Diabetes melitus tipe 2 Neuropati diabetik

Usia

Jenis Kelamin

Status Pekerjaan

Lokasi Neuropati

Gejala yang Sering Dikeluhkan


(18)

3.2 Defenisi Operasional

Sesuai dengan masalah, tujuan, dan model penelitian, yang menjadi variabel dalam penelitian beserta dengan definisi operasionalnya masing-masing sesuai dengan yang dicatat oleh petugas rumah sakit sebagai berikut:

1. Diabetes melitus tipe 2 2. Neuropati diabetik 3. Usia

4. Jenis Kelamin 5. Status Pekerjaan 6. Lokasi neuropati

7. Gejala yang sering dikeluhkan 8. Komplikasi


(19)

Tabel 3. Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Metode Sumber Hasil Skala

Diabetes Penyakit diabetes melitus Observasi Rekam Ya/tidak - Melitus tipe 2 yang diderita subjek Medik menderita

tipe 2 penelitian sebelum diabetes

mengalami neuropati melitus tipe 2 diabetik. Tercatat dalam

rekam medis dan didiagnosis oleh dokter

Neuropati Penyakit neuropati diabetik Observasi Rekam Ya/tidak - Diabetik yang diderita subjek Medik menderita

penelitian. neuropati

Tercatat dalam rekam diabetik

rekam medis dan didiagnosis oleh dokter

Usia Usia penderita neuropati Observasi Rekam Data yang Interval diabetik yang tercatat di Medik tertera di

rekam medis rekam medik

Jenis Jenis Kelamin penderita Observasi Rekam Data lengkap Ordinal Kelamin neuropati diabetik yang Medik dalam rekam

tercatat dalam rekam medic Medik

Status Status pekerjaan penderita Observasi Rekam Data lengkap Ordinal Pekerjaan neuropati diabetik yang Medik dalam rekam

dalam rekam medic Medik

Lokasi Lokasi neuropati penderita Observasi Rekam Data lengkap - Neuropati Neuropati diabetik Medik dalam rekam

dan tercatat di rekam medic Medik

Gejala Gejala tersering dikeluhkan Observasi Rekam Data lengkap - yang sering penderita neuropati Medik dalam rekam

Dikeluhkan diabetik dan tercatat di Medik rekam medic

Komplikasi Komplikasi penderita Observasi Rekam Data lengkap neuropati diabetik dan Medik dalam rekam


(20)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif observasional, yaitu untuk mengetahui jumlah kejadian neuropati diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan bulan Agustus sampai Oktober 2013. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit tipe A dan sentral rujukan untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

4.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 yang tercatat dalam rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan bulan Desember 2011-Desember 2012.

4.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan metode total sampling di mana seluruh sampel diambil berdasarkan kriteria yang telah ditentukan peneliti, yaitu kriteria inklusi dan ekslusi:

1. Kriteria Inklusi:

1.) Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan gejala neuropati diabetik yang sudah diterapi.


(21)

2.) Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan gejala neuropati diabetik yang belum diterapi.

2. Kriteria Ekslusi

1.) Pasien diabetes melitus tipe 2 dengan data rekam medik yang tidak lengkap.

4.3.3 Besar Sampel

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel menggunakan metode total sampling dengan jumlah sampel sesuai dengan jumlah populasi yang memenuhi kriteria inklusi.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bagian instalasi rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Pengumpulan data akan dilakukan dengan metode observasi dengan menggunakan rekam medik.

4.5 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan diproses dan dianalisis dengan komputerisasi untuk mengetahui besarnya angka kejadian komp0likasi neuropati diabetik pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Desember 2011-Desember 2012.


(22)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dari bulan Agustus sampai Oktober 2013. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan menjadi sentral rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya.

Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan terletak di Jalan Bunga Lau Nomor 17 Medan, Kelurahan Kemenangan, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara.

5.1.2 Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini, karakteristik sampel yang ada dapat dibedakan berdasarkan umur, jenis kelamin, status pekerjaan, lokasi neuropati, gejala yang sering dikeluhkan, dan komplikasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Dari 170 penderita diabetes melitus tipe 2 bulan Desember 2011- Desember 2012 di RSUP HAM, diperoleh 100 pasien mengalami neuropati diabetik.


(23)

Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Penderita Neuropati Diabetik Berdasarkan Usia

Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

0-10 0 0

11-20 0 0

21-30 2 2

31-40 6 6

41-50 31 31

51-60 36 36

61-70 15 15

71-80 10 10

81-90 0 0

Total 100 100

Dari Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa mayoritas sampel berumur 51-60 tahun, yakni sejumlah 36 orang (36%), sedangkan sampel paling sedikit berusia antara 21-30 tahun (2%).


(24)

Tabel 5.2. Karakteristik Sampel Penderita Neuropati Diabetik Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

Laki-laki 51 51

Perempuan 49 49

Total 100 100

Dari Tabel 5.2. dapat dilihat bahwa 51 orang (51%) sampel berjenis kelamin laki-laki dan 49 orang (4%) berjenis kelamin perempuan.


(25)

Tabel 5.3. Karakteristik Sampel Penderita Neuropati Diabetik Berdasarkan Status Pekerjaan

Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Pegawai Negri 11 11

Ibu Rumah Tangga 33 33

Nelayan 2 2

Wiraswasta 28 28

Petani 15 15

Tidak Bekerja 3 3

Pegawai Swasta 2 2

Pensiunan 3 3

Pekerja Lepas 3 3

Total 100 100

Dari Tabel 5.3. dapat dilihat bahwa 33 orang (33%) pasien berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Sementara jenis pekerjaan pasien yang paling sedikit adalah nelayan dan pegawai swasta, yaitu masing-masing 2 orang (2%).


(26)

Tabel 5.4. Karakteristik Sampel Penderita Neuropati Diabetik Berdasarkan Lokasi Neuropati

Lokasi Neuropati Jumlah (Orang) Persentase (%)

Telapak Tangan 13 13

Telapak Kaki 27 27

Penis 5 5

Mata 10 10

Tungkai 18 18

Lengan 7 7

Wajah 10 10

Patella 10 10

Total 100 100

Dari tabel 5.4. diperoleh data bahwa lokasi neuropati tersering berada di telapak kaki (27%) dan lokasi terjarang berada pada penis (5%).


(27)

Tabel 5.5. Karakteristik Sampel Penderita Neuropati Diabetik Berdasarkan Gejala yang Sering Dikeluhkan

Gejala Jumlah (Orang) Persentase (%)

Disfungsi Ereksi 5 5

Penurunan Respon Cahaya 10 10

Kehilangan Sensasi Nyeri dan Suhu 20 20

Hiperestesi 10 10

Rasa Terbakar 10 10

Lemah Ekstremitas 25 25

Kehilangan Refleks Patella 10 10

Paralisis Wajah 10 10

Total 100 100

Dari tabel 5.5. Diperoleh informasi bahwa sebahagian besar penderita neuropati diabetik mengeluhkan lemah pada ekstremitas (25%) dan paling sedikit mengalami keluhan disfungsi ereksi (5%).


(28)

Tabel 5.6. Karakteristik Sampel Penderita Neuropati Diabetik Berdasarkan Komplikasi Komplikasi Jumlah (Orang) Persentase (%)

Ulkus Diabetik 27 27

Retinopati 13 13

Nefropati 20 20

Stroke Iskemik 14 14

Stroke Hemorraghik 17 17

TB Paru 9 9

Total 100 100

Dari tabel 5.6. diperoleh informasi bahwa komplikasi terbesar dari neuropati diabetik adalah ulkus diabetik, yakni dialami oleh 27 orang sampel (27%) dan komplikasi yang paling sedikit dialami penderita neuropati diabetik adalah TB paru, yakni 9 orang (9%).

5.2 Pembahasan

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit metabolik yang angka frekuensi kejadiannya terus meningkat di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini di dunia semakin meningkat dari tahun 2000 hingga 2010. Bahkan, pada 2030 diperkirakan 7,7% penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita diabetes melitus. Diabetes melitus juga merupakan penyakit yang identik dengan komplikasi. Salah satu komplikasi diabetes melitus yang progresif adalah neuropati. Kira-kira lima belas persen dari penderita diabetes di seluruh dunia mengalami gejala neuropati. Di Indonesia, tercatat 60% penderita diabetes melitus menderita neuropati (Tjokroprawiro, 2006 dalam Mushari, 2011). Pada penelitian ini Peneliti mencoba mencari angka kejadian dan karakteristik neuropati khususnya pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUP HAM tahun 2011-2012.


(29)

Pada penelitian ini, dari 170 penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUP HAM tahun 2011-2012 Peneliti menemukan 100 pasien menderita neuropati. Dari 100 sampel tersebut, Peneliti menemukan 51 orang (51%) penderita neuropati berjenis kelamin laki-laki, selebihnya berjenis kelamin perempuan. Menurut WHO (2011), secara global penderita diabetes melitus lebih tinggi pada laki-laki. Pada tahun 2008 penderita diabetes melitus pada laki-laki berjumlah 9,8% dan wanita berjumlah 9,2%.

Menurut Adams dan Victor (2005), neuropati paling sering dijumpai pada penderita diabetes yang berumur lebih dari 50 tahun, jarang dijumpai pada usia dibawah 30 tahun, dan sangat jarang pada anak-anak. Peneliti menemukan hal yang sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan tersebut. Dari penelitian ini, diperoleh 61% penderita neuropati diabetik berusia di atas 50 tahun, hanya 2% di antara usia 21-30 tahun dan tidak ada penderita yang berada di bawah 20 tahun.

Berdasarkan status pekerjaan, Peneliti menemukan status pekerjaan yang paling banyak menderita neuropati diabetik adalah ibu rumah tangga (33%) dan kelompok pekerjaan yang paling sedikit menderita neuropati diabetik adalah nelayan (2%).

Menurut NIDDK (2009), neuropati diabetik diklasifikasikan menjadi peripheral neuropathy, autonomic neuropathy, proximal neuropathy, dan focal neuropathy. Peripheral neuropathy adalah bentuk yang paling umum terjadi pada neuropati diabetik. Pada penelitian ini, Peneliti menemukan gejala yang sering dikeluhkan oleh penderita neuropati diabetik adalah disfungsi ereksi (5%, autonomic neuropathy), penurunan respon cahaya (10%, autonomic neuropathy), kehilangan sensasi nyeri dan suhu (20%, peripheral neuropathy), hipersetesi (10%, peripheral neuropathy), rasa terbakar (10%, peripheral neuropathy), lemah ekstremitas (25%, proximal neuropathy), kehilangan reflex patella (10%, proximal neuropathy), dan paralisis wajah (10%, focal neuropathy). Secara keseluruhan, jenis neuropati yang paling sering dikeluhkan adalah peripheral neuropathy, yakni berjumlah 40%, sedangkan jenis neuropati yang paling jarang


(30)

dikeluhkan adalah focal neuropathy (15%). Berdasarkan lokasi neuropati, Peneliti menemukan lokasi tubuh yang paling sering mengalami neuropati adalah telapak kaki, yaitu berjumlah 27 orang (27%), sedangkan lokasi yang paling jarang mengalami neuropati adalah penis, yakni lima orang (5%).

Diabetes melitus adalah penyakit degeneratif yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi saat terjadi kondisi yang progresif. Di Indonesia, di antara komplikasi dari diabetes melitus adalah neuropati, PJK, ulkus diabetik, retinopati, dan nefropati (Tjokroprawiro (2006) dalam Mushari (2011)). Pada penelitian ini Peneliti menemukan komplikasi yang paling banyak diderita sampel adalah ulkus diabetik, yakni berjumlah 27 orang (27%), sedangkan komplikasi yang paling jarang diderita adalah TB paru, yakni 9 orang (9%). Hal ini disebabkan hiperglikemi yang persisten memicu tiga patofisiologi yang mendasari kejadian mikroangiopati diabetik, yaitu penebalan membran basalis pembuluh darah kapiler, perubahan hemodinamik, dan perubahan viskositas darah serta fungsi trombosit (Djokomoeljanto, 2001).


(31)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pada bulan Desember 2011 – Desember 2012 penderita diabetes melitus tipe 2 di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP HAM Medan berjumlah 170 orang.

2. Dari 170 penderita diabetes melitus tipe 2 bulan Desember 2011 – Desember 2012 di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP HAM Medan 100 penderita mengalami komplikasi neuropati diabetik.

3. Komplikasi neuropati diabetik yang diderita memiliki karakteristik: - Berdasarkan usia, penderita neuropati diabetik terbanyak berada pada

kelompok usia 51-60 tahun, yakni 36 orang (36%).

- Berdasarkan jenis kelamin, penderita neuropati terbanyak berjenis kelamin laki-laki, yakni 51 orang (51%).

- Berdasarkan status pekerjaan, penderita neuropati diabetik paling banyak berprofesi sebagai ibu rumah tangga, yakni 33 orang (33%). - Berdasarkan lokasi neuropati, lokasi yang paling sering mengalami

gejala neuropati adalah telapak kaki, yakni 27 orang (27%).

- Berdasarkan keluhan tersering, gejala yang paling sering dikeluhkan adalah lemah pada ekstremitas, yakni 25 orang (25%).

- Berdasarkan komplikasi tersering, sebahagian besar mengalami komplikasi ulkus diabetik, yakni 27 orang (27%).

6.2 Saran

1. Bagi Rumah Sakit dan Sarana Kesehatan Lain

Pada penelitian ini, kejadian neuropati sebagai komplikasi diabeties melitus tipe 2 masih banyak ditemui. Karena itu diperlukan tindakan kuratif yang adekuat untuk mencegah neuropati diabetik berkembang menuju fase yang lebih berbahaya, yakni menimbulkan


(32)

komplikasi lainnya. Selain itu, hal utama yang harus dilakukan adalah tindakan preventif dan promotif kesehatan khususnya mengenai diabetes melitus kepada masyarakat luas demi menekan angka kejadian diabetes melitus yang memungkinkan terjadinya komplikasi seperti neuropati. 2. Bagi Pasien / Masyarakat Luas

Masyarakat luas harus lebih meningkatkan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit degeneratif ini. Masyarakat luas harus tetap waspada, hati-hati, serta menghindarkan diri dari hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya penyakit diabetes melitus. Selain itu, bagi pasien yang telah terdiagnosis diabetes melitus tipe 2 diharapkan segera melakukan pengobatan yang adekuat untuk mencegah komplikasi yang progresif.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Pada penelitian ini, digunakan beberapa variabel sebagai poin yang memperjelas karakteristik neuropati. Pada penelitian selanjutnya yang menggunakan pola yang sama dengan penelitian ini diharapkan peneliti selanjutnya menambah atau melengkapi variabel lainnya agar memperjelas karakteristik dan gambaran dari subjek penelitian.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2..1 Diabetes Melitus Tipe 2

2..1.1 Defenisi

Diabetes melitus tipe 2 dikenal dengan NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan merupakan 90% dari kasus diabaetes melitus. Pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi penurunan kemampuan kerja insulin di jaringan perifer dan disfungsi sel beta sehingga pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk kompensasi (Sack, 2001 dalam Putra, 2012 ; WHO, 1999). Kadar insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin. Kondisi ini umumnya terjadi pada usia >40 tahun (Sacks, 2001 dalam Putra, 2012).

2.1.2 Etiologi

Insulin diperlukan untuk memindahkan glukosa ke dalam sel yang kemudian diubah menjadi energi. Tubuh penderita Diabetes tipe 2 tidak dapat merespon insulin dengan baik (resistensi innsulin). Seseorang dengan kelebihan berat badan cenderung mengalami resistensi insulin karena lemak mengganggu kemampuan tubuh untuk menggunakan insulin (Foster, 1998).

Masih menurut Foster, pada resistensi insulin glukosa darah tidak bisa masuk ke dalam sel-sel otot untuk disimpan menjadi energi. Karena tidak bisa memasuki sel, maka glukosa di peredaran darah menjadi tinggi yang dikenal dengan hiperglikemia. Tingginya kadar glukosa darah sering memicu pankreas untuk memproduksi insulin lebih banyak tetapi pankreas tidak mampu menyanggupinya.

Diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi secara bertahap. Sebahagian besar penderita mengalami kelebihan berat badan. Namun, diabetes tipe 2 juga bisa berkembang pada orang-orang yang kurus, terutama orang tua. Riwayat keluarga dan genetik berperan besar dalam diabetes tipe 2. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik, diet tinggi lemak dan


(34)

rendah serat, serta berat badan yang berlebihan juga dapat memici terjadinya diabetes melitus tipe 2 (Foster, 1998).

2.1.3 Faktor Risiko

Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya diabetes mellitus tipe 2 adalah riwayat keluarga dengan diabetes melitus, obesitas

(berat badan ≥ 20 % dari berat badan ideal atau IMT ≥ 25 kg/m2), aktivitas

fisik yang kurang, gangguan toleransi glukosa atau gangguan glukosa

darah puasa sebelumnya, hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg),

dislipidemia (HDL-kolesterol ≤ 35 mg/dL dan atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dL). Di samping itu, juga perlu diperhatikan riwayat diabetes melitus gestasional atau melahirkan bayi dengan berat badan bayi lahir > 9 pound dan mempunyai riwayat penyakit vaskular.

2.1.4 Gejala Klinis

Menurut Perkeni, gejala diabetes melitus dapat dibagi menjadi gejala khas dan gejala tidak khas. Gejala khas terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Sedangkan gejala tidak khas di antaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria), dan pruritus vulva (wanita). 2.1.5 Patogenesis

Pada diabetes mellitus tipe 2 terdapat dua masalah utama, yaitu berhubungan dengan insulin (resistensi insulin) dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Akibat berikatannya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan demikian, insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada penderita


(35)

toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe 2 (Brownlee, 2005).

2.1.6 Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis diabetes mellitus, patokan yang dijadikan acuan tentu saja adalah pemeriksaan glukosa darah. Dalam hal ini dikenal adanya istilah pemeriksaan penyaring dan uji diagnostik diabetes mellitus. 1. Pemeriksaan Penyaring

Menurut Purnamasari (2009), pemeriksaan penyaring ditujukan untuk mengidentifikasi kelompok yang tidak menunjukkan gejala diabetes melitus tetapi memiliki risiko. Pemeriksaan penyaring dilakukan pada semua individu dewasa dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) ≥ 25 kg/m2 dengan faktor risiko lain sebagai berikut:

a. Aktivitas Fisik Kurang

b. Riwayat keluarga menderita diabetes melitus pada turunan pertama c. Masuk kelompok etnis risiko tinggi (African American, Latino, Native

American, Asian American, Pacific Islander)

d. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi dengan berat ≥ 4000 gram atau

riwayat diabetes melitus gestasional.

e. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat

antihipertensi.

f. Kolestrol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl


(36)

h. Riwayat Toleransi Glukosa terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)

i. Keadaan lain yang berhubungan dengan resistensi insulin (obesitas, akantois nigrikans)

j. Riwayat penyakit kardiovaskular

Pemeriksaan penyaring dilakukan dengan memeriksa kadar Gula Darah Sewaktu (GDS) atau Gula Darah Puasa (GDP). Selanjutnya dapat dilanjutkan dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Dari pemeriksaan GDS, dapat dikatakan diabetes melitus jika terdapat kadar

GDS ≥ 200 mg/dl dari sampel plasma vena ataupun darah kapiler. Pada pemeriksaan GDP, dikatakan diabetes melitus jika diperoleh kadar GDP ≥ 126 mg/dl dari sampel plasma vena atau ≥ 110 mg/dl dari sampel darah

kapiler (Purnamasari, 2009). 2. Uji Diagnostik

Uji diagnostik dikerjakan pada kelompok yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes mellitus. Bagi yang mengalami gejala khas diabetes

mellitus, kadar GDS ≥ 200 mg/dl atau GDP ≥ 126 mg/dl sudah cukup

untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Sedangkan pada pasien yang tidak memperlihatkan gejala khas diabetes mellitus, apabila ditemukan kadar GDS atau GDP yang abnormal maka harus dilakukan pemeriksaan ulang GDS/GDP atau bila perlu dikonfirmasi pula dengan TTGO untuk mendapatkan sekali lagi angka abnormal yang merupakan

kriteria diagnosis diabetes mellitus (GDP ≥ 126 mg/dl, GDS ≥ 200 mg/dl

pada hari yang lain, atau TTGO ≥ 200 mg/dl). (Perhimpunan Dokter


(37)

Gambar 1. Langkah- langkah diagnosis diabetes melitus dan toleransi glukosa terganggu. Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

2.1.7 Penatalaksanaan

Pendekatan pengobatan diabetes tipe 2 harus memperbaiki resistensi insulin dan fungsi sel ß pankreas. Hal yang mendasar dalam pengelolaan diabetes melitus tipe 2 adalah perubahan pola hidup, yaitu pola makan yang baik dan olah raga teratur.

Dengan atau tanpa terapi farmakologik, pola makan yang seimbang dan olah raga teratur (bila tidak ada kontraindikasi) tetap harus dijalankan (American Diabetes Association, 2008).

a. Edukasi

Berupa pendidikan dan latihan tentang pengetahuan pengelolaan penyakit diabetes mellitus bagi pasien dan keluarganya.


(38)

b. Diet

Bertujuan untuk mempertahankan kadar normal glukosa darah dan lipid, nutrisi yang optimal, serta mencapai/mempertahankan berat badan ideal. Adapun komposisi makanan yang dianjurkan bagi pasien adalah sebagai berikut: karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%, dan protein 10-15%.

c. Latihan Jasmani

Berupa kegiatan jasmani sehari-hari (berjalan kaki ke pasar, berkebun, dan lain-lain) dan latihan jasmani teratur (3-4x/minggu selama ± 30 menit). d. Intervensi Farmakologis

Diberikan jika target kadar glukosa darah belum bisa dicapai dengan perencanaan makan dan latihan jasmani. Intervensi farmakologis dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral/ OHO (insulin sensitizing, insulin secretagogue, penghambat alfa glukosidase) dan Insulin. Intervensi farmakologis dengan insulin dapat diberikan pada kondisi penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat,stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, AMI, stroke), diabetes melitus gestasional yang tak terkendali dengan perencanaan makanan, dan gangguan fungsi ginjal/hati yang berat (Gustaviani, 2006).

2.2 Neuropati Diabetik

2.2.1 Defenisi

Neuropati diabetik adalah gejala dan atau tanda disfungsi saraf penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes melitus (setelah dilakukan eksklusi penyebab lainnya). (American Diabetic Association, 2005; Boulton,2004; Syahrir, 2006).


(39)

2.2.2 Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien dewasa dengan diabetes melitus tipe 2 mengalami distal peripheral neuropathy. Distal peripheral neuropathy telah dihubungkan dengan berbgai faktor risiko, seperti derajat hiperglikemi, indeks lipid, tekanan darah, lama, dan beratnya menderita diabetes melitus. Durasi diabetes melitus juga akan meningkat sesuai umur dan durasi diabetes. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa tidak terkontrolnya kadar gula akan mengakibatkan risiko yang lebih besar untuk terjadinya neuropati, seperti borok kaki dan amputasi. Kenaikan kadar HbA1c 2% mempunyai resiko komplikasi neuropati sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu empat tahun. (Sjahrir, 2006)

2.2.3 Klasifikasi

Menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease pada jurnal Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of Diabetes (2009), neuropati diabetik dapat diklasifikasi menjadi proksimal, autonomik, perifer, dan fokal.

1. Neuropati Perifer

Neuropati perifer (disebut juga neuropati distal simetris atau neuropati sensorimotor) merupakan bentuk paling umum dari neuropati diabetik. Neuropati perifer dapat menyebabkan nyeri dan kehilangan sensasi pada jari kaki, tungkai kaki, kaki, lengan, dan tangan.


(40)

Gambar 2. Lokasi Terjadinya Peripheral Neuropathy. Sumber: NIDDK (2009)

2. Neuropati Autonom

Neuropati autonom memengaruhi persarafan jantung, regulasi tekanan darah, dan kadar glukosa darah. Selain itu, neuropati autonom juga memengaruhi pencernaan, kandung kemih, respon seksual, mata, dan kelenjar keringat.


(41)

Gambar 3. Lokasi terjadinya Autonomic Neuropathy. Sumber: NIDDK (2009) 3. Neuropati Proksimal

Neuropati proksimal menyebabkan nyeri pada paha, pangkal paha, bokong, dan menyebabkan kelemahan pada kaki.

4. Neuropati Fokal

Neuropati fokal muncul secara tiba- tiba dan memengaruhi saraf yang spesifik, terutama pada kepala, badan, dan kaki.


(42)

Tabel 1. Klasifikasi Neuropati Diabetik. Sumber: NIDDK (2009)

Perifer Autonom Proksimal Fokal

Jempol Kaki Jantung Paha Mata

Kaki Pembuluh Darah Pinggul Otot Wajah

Tungkai Kaki Sistem Pencernaan Pantat Telinga

Tangan Saluran Kemih Tungkai Pelvis

Lengan Organ Seksual Punggung Bawah

Kelenjar Keringat Dada

Mata Perut Paha

Paru Tungkai


(43)

2.2.4 Manifestasi Klinis

Menurut Vinik (2000) dalam Setyoko (2003), pada umumnya gejala klinis neuropati diabetik tergantung jenis serabut saraf yang terkena.

1. Sistem Sensorik

Sistem sensorik lebih sering mengenai segmen distal anggota gerak dan lebih sering pada tungkai daripada lengan. Disfungsi saraf sensorik dapat menimbulkan simtom positif, simtom negatif, atau kombinasi keduanya.

Kelainan sensorik simtom positif adalah parestesis, rasa seperti terbakar, nyeri seperti ditusuk, dan gatal. Sedangkan kelainan sensorik simtom negatif adalah mati rasa, rasa tebal (hipestesi), seperti mengenakan kaos kaki, seperti berjalan tanpa menginjak tanah. Simtom positif biasanya memburuk pada malam hari (Asbury, 1995 dalam Setyoko, 2003).

Sebagian besar polineuropati mengalami gangguan modalitas sensorik (raba, tekan, nyeri, suhu, getar, dan posisi sendi), meskipun terkadang satu atau dua modalitas terganggu lebih berat daripada yang lain.

Pada pemeriksaan sensorik yang mengenai serabut saraf besar sering didapati gangguan menilai sentuhan ringan dengan pola distribusi

“kaus kaki”, berkurang atau hilangnya sensasi getar pada kaki, sedangkan

sensasi suhu masih baik. Pada kasus berat dapat ditemukan gangguan proprioseptif.

Jika mengenai serabut saraf kecil, tanda yang menonjol adalah gangguan sensasi nyeri kulit, nyeri dalam, serta sensasi suhu pada kaki. Hampir selalu didapatkan penurunan atau hilangnya refleks tendon, terutama patella dan achilles (Dejgaard, 1998 dalam Setyoko, 2003).


(44)

2. Sistem Motorik

Keluhan sistem motorik terjadi karena kelemahan otot yang berfungsi sebagai alat gerak aktif di bagian tubuh tertentu. Kelemahan tersebut disebabkan keterlibatan serabut saraf motorik pada neuropati diabetik.

Distribusi kelemahan atau paralisis otot pada neuropati diabetik bersifat khas. Biasanya otot kaki dan tungkai bawah yang pertama kali terkena dan terlihat lebih berat, sedangkan kelemahan pada otot-otot tangan dan lengan bawah lebih ringan dan lebih akhir terkena (Adam, 1993 dalam setyoko, 2003).

Pendekatan praktis untuk pemeriksaan motorik pada neuropati diabetik adalah dengan penilaian skor secara klinis. Kekuatan otot dinilai dengan gradasi 0-5 (Asbury, 1995 dalam Setyoko, 2003).

1. Tidak ada kontraksi otot

2. Pergerakan aktif dengan gaya berat terbatas 3. Pergerakan aktif melawan gaya berat

4. Pergerakan aktif dengan melawan gaya berat dan tahanan ringan 5. Pergerakan aktif dengan melawan tahanan kuat dan tahanan ringan

3. Sistem saraf otonom

Terlibatnya serabut saraf otonom pada neuropati diabetik menimbulkan berbagai keluhan. Sistem saraf simpatis dan parasimpatis dapat terkena sehingga keluhan yang disampaikan sangat bervariasi. Keluhan yang berkaitan dengan susunan saraf otonom meliputi sistem kardiovaskular, gastrointestinal, sudomotor, seksual, pupil, dan sebagainya (Adam, 1993 dalam Setyoko, 2003)


(45)

2.2.5 Patogenesis

Komplikasi kronik diabetes melitus dipengaruhi oleh beberapa mekanisme. Pertama perubahan akut metabolisme sel. Biasanya reversibel ketika kadar gula darah turun kembali. Kedua karena akumulasi makromolekul yang bertahan lama dan menetap meskipun menjadi euglikemi. Hiperglikemi terbukti berperan pada terjadinya dan progresivitas komplikasi mikrovaskular: retina, glomeruli, jaringan saraf.

Menurut Darmono (1999) dalam Setyoko (2003), patofisiologi mikroangiopati diabetik pada dasarnya meliputi tiga keadaan, yaitu penebalan membran basalis pembuluh darah kapiler, perubahan hemodinamik, dan perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit. Tiga kejadian yang mendasari patofisiologi mikroangiopati diabetik tersebut berlangsung di semua kapiler pembuluh darah (Djokomoeljanto, 2001). Efek buruk faktor metabolik dan hemodinamik tersebut bekerja melalui jaringan endotel. Hal ini dapat dipahami mengingat sel-sel endotel melapisi seluruh permukaan pembuluh darah besar dan kecil sehingga selalu terpajan dengan perubahan metabolik dan hemodinamik. Sel endotel juga merupakan jaringan terdepan yang berhadapan dengan perubahan tekanan, aliran, dan turbulensi darah.

Melalui mekanisme yang rumit, sel endotel memroduksi berbagai zat kimia yang mengatur tegangan dan permeabilitas dinding pembuluh darah. Sel endotel juga memroduksi matriks protein ekstraselular dan produksinya meningkat pada diabetes melitus (penebalan membran basal kapiler). Angiogenesis yang terjadi pada diabetes melitus juga dimulai dari sel endotel. Selain itu, sel endotel juga berperan pada sistem imun, proses regenerasi, serta menjaga homeostasis cairan ekstraselular. Pada pasien diabetes melitus semua fungsi endotel tersebut terganggu sehingga terjadi disfungsi endotel (Djokomoeljanto, 2001).


(46)

Banyak hipotesis dikemukakan untuk menjelaskan patogenesis neuropati diabetik, seperti teori metabolik, mikrovaskular dan hipoksia, autoimun, dan lain-lain. Hiperglikemi persisten merupakan faktor utama teori metabolik. Peranan mekanisme imun didukung dengan ditemukannya antibodi antineuronal dan meningkatnya prevalensi antibodi antifosfolipid pada neuropati diabetik. Selain itu, beberapa peneliti menyebutkan insufisiensi mikrovaskular sebagai salah satu penyebab neuropati diabetik (Greene, 1997 dalam Setyoko, 2003).

1. Hipotesis metabolik

Teori yang sudah berlaku umum pada patogenesis polineuropati diabetik adalah hiperglikemi persisten. Pengendalian kadar glukosa sedini dan sebaik mungkin merupakan dasar pengelolaan diabetes melitus untuk mencegah komplikasi vaskular, khususnya mikroangiopati.

Hiperglikemi persisten dan berkepanjangan menyebabkan beberapa keadaan (Djokomoeljanto, 2001):

a. Meningkatnya aktivitas poliol pathway:

Aktivasi poliol pathway mengakibatkan akumulasi sorbitol dan fruktosa di jaringan saraf. Hiperglikemi yang terus menerus mengakibatkan reduksi glukosa oleh enzim aldose reduktase yang akan menghasilkan sorbitol. Sorbitol diubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase, kemudian akan mengaktifkan diacyl glycerol pathway yang membentuk diacylglycerol yang mengaktifkan PKC (Protein kinase C).

b. Menurunnya kadar mioinositol plasma

Keadaan ini disebabkan peningkatan ekskresi mioinositol dan penghambatan sintesis fosfatidil inositol pada diabetes melitus. Selain itu, kadar glukosa darah yang tinggi menghambat transport mioinositol ke jaringan saraf. Karena mioinositol merupakan komponen fosfolipid


(47)

membran yang berfungsi dalam transmisi impuls saraf, akibatnya terjadi gangguan penghantaran saraf sensorik maupun motorik.

c. Glikosilasi non enzimatik

Jika kadar glukosa darah meningkat, molekul-molekul glukosa akan melekat pada protein tubuh (lensa mata, membran basal glomerulus, mielin, protein saraf tepi, dan sebagainya) sesuai tingginya peningkatan kadar glukosa. Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Ikatan dimulai dengan terbentuknya amadori product yang mengatur keseimbangan dengan glukosa bebas (selama beberapa jam-hari). Pada akhirnya akan terbentuk produk metabolit yang dinamakan Advanced Glycosilation End product (AGE) yang bersifat ireversibel.

d. Berkurangnya Na-K-ATPase pada jaringan saraf

Penghambatan Na-K-ATPase mengakibatkan retensi Na+, edema, pembengkakan mielin, dan degenerasi sel saraf. Hiperglikemi juga memicu peningkatan kadar diasilgliserol yang dapat mengaktivasi perubahan PKC. Aktivasi PKC akan memodulasi Na-K-ATPase pada sel neuron dan sel schwann. Berubahnya aktivitas PKC dan Na-K-ATPase juga berpengaruh pada ekspresi gen dan sitokin.

2. Hipotesis mikrovaskular dan hipoksia

Hipotesis insufisiensi mikrovaskular diajukan oleh beberapa ahli sebagai salah satu kemungkinan penyebab neuropati diabetik. Hipotesis ini didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan terjadinya iskemik relatif maupun absolut pada sel saraf penderita diabetes melitus akibat perubahan fungsi endoneuron dan epineuron pembuluh darah. Hal ini juga didukung bukti penelitian histopatologik yang menunjukkan berbagai tingkat penebalan membran basal vaskular maupun oklusi pembuluh darah. Pada penderita diabetes melitus juga terbukti terjadi penurunan


(48)

aliran darah ke sel saraf, peningkatan resistensi vaskular, penurunan PO2, dan perubahan permeabilitas vaskular.

Aliran darah endoneural saraf perifer lebih rendah 33%. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan oksigen endoneural juga lebih rendah. Penyebab potensial penurunan aliran darah penderita diabetes melitus meliputi: mikroangiopati, hiperviskositas, berkurangnya deformabilitas eritrosit, meningkatnya perlekatan eritrosit pada endotel kapiler, sumbatan gumpalan trombosit dan fibrin (Vinik,2000 dalam Setyoko, 2003).

3. Hipotesis Autoimun

Mekanisme imun mungkin bertanggung jawab pada populasi pasien neuropati diabetik, khususnya kasus neuropati proksimal dengan keluhan motorik yang dominan. Hipotesis ini didukung dengan ditemukannya antibodi antineuron pada pasien neuropati diabetik. Autoantibodi ini berefek langsung pada struktur saraf motorik maupun sensorik. Vinik Al dan kawan- kawan juga mendapatkan antibodi anti-fosfoloipid pada 88% kasus neuropati diabetik dibanding 32% pasien dengan diabetes melitus tanpa neuropati diabetik (vinik, 2000 dalam Setyoko, 2003).


(49)

Gambar 4. Mekanisme Terjadinya Neuropati Diabetik. Sumber: Tanenberg (2009)

Gambar 5. Patogenesis Neuropati Diabetik. Sumber: (Greene, 1997 dalam Setyoko, 2003)

2.2.6 Diagnosis

Pada tahun 1988, The American Diabetes Association mengeluarkan konsensus yang dikenal dengan The San Antonio Consensus Statement yang menyatakan bahwa untuk menilai klasifikasi neuropati diabetik secara menyeluruh dianjurkan memakai minimal salah satu cara diagnosis sebagai


(50)

berikut: Gejala klinis, pemeriksaan klinis, evaluasi elektrodiagnostik, tes kuantitatif sensoris, dan tes fungsi otonom (Vinik, 2000).

Diagnosis neuropati diabetik ditegakkan jika pada penderita diabetes melitus didapat gejala atau tanda neuropati ditambah pemeriksaan objektif yang menunjukkan gangguan saraf perifer dan tidak ada penyebab lain (Vinik, 2000). Rosenberg dkk (2001) melakukan investigasi diagnostik pada pasien- pasien polineuropati kronik. Dilakukan evaluasi pemeriksaan secara bertahap untuk menegakkan diagnosis.

Akhir- akhir ini telah dikembangkan berbagai variasi pemeriksaan neurologi klinis dengan sistem skor untuk polineuropati diabetik. Pemeriksaan yang sering digunakan dan dapat diterima adalah Neuropathy Disability Score (NDS), Michigan Diabetic Neuropathy Score (MDNS), beberapa modifikasi NDS, dan Clinical Examination of Valk (CE-V) (Amanda, 1997 dalam Setyoko, 2003).

Menurut Feldman (1999) dalam Setyo (2003), NDS dirancang untuk neuropati secara umum. Meskipun memiliki skor-skor yang baik dan lengkap, dalam pemakaian klinis praktis sulit diaplikasikan. Akhirnya dirancang beberapa modifikasi NDS dengan tujuan mendapat pemeriksaan neurologi klinis yang valid, mudah dilakukan, dan akurat untuk polineuropati diabetik. Salah satunya adalah Clinical Neurological Examination (CNE) atau dikenal dengan Clinical Examination of Valk (CE-V).

1. Clinical Neurological Examination

Akhir-akhir ini CNE digunakan untuk deteksi maupun diagnosis neuropati diabetik dalam praktik klinis sehari-hari. CNE merupakan salah satu modifikasi NDS karena NDS dianggap lebih rumit dan sulit diaplikasikan dalam pemakaian klinis praktis. CNE meliputi kajian fungsi sensoris, kekuatan otot kaki, refleks pergelangan kaki, dan pemberian skor tertentu untuk masing-masing pemeriksaan.


(51)

Tabel 2. Skor Clinical Neurological Examination (CNE). Sumber: Valk GD et al (1998) dalam Setyo (2003)

Skor Clinical Neurological Examination (CNE) 1. Sensoris

Kanan Normal Menurun Negatif

Pin prick dorsum pedis 0 1 2

Sentuhan ringan (kapas) 0 1 2

Posisi ibu jari kaki 0 1 2

Vibrasi (ibu jari kaki) 0 1 2

Vibrasi (maleolus medialis) 0 1 2

Kiri

Pin prick dorsum pedis 0 1 2

Sentuhan ringan (kapas) 0 1 2

Posisi ibu jari kaki 0 1 2

Vibrasi (ibu jari kaki) 0 1 2

Vibrasi (maleolus medialis) 0 1 2

2. Motorik Kanan

Hallucis longus 0 1 2

Gastrocnemius 0 1 2

Kiri

Hallucis longus 0 1 2

Gastrocnemius 0 1 2

3. Refleks Kanan

Tendon Achilles 0 1 2

Kiri

Tendon Achilles 0 1 2

4. Sentuhan ringan (kapas) berkaitan lokasi anatomi

0: Kelainan (-), 1: Jari kaki, 2: Pertengahan jari-Pergelangan kaki, 3: Pergelangan kaki, 4: Pertengahan betis, 5: Lutut

Skor total: .../ 37 poin

Keterangan skor CNE:

a. Semua pemeriksaan dilakukan pada kedua tungkai kanan dan kiri

b. Pemeriksaan fungsi sensoris dilakukan dengan kedua mata pasien tertutup.

c. Jika pasien mengatakan dapat merasakan pemeriksaan sensoris yang dilakukan, bandingkan dengan pemeriksaan lebih proksimal untuk menilai apakah sensibilitas normal atau berkurang. Untuk sensasi posisi ibu jari kaki, bandingkan dengan ibu jari tangan.


(52)

d. Skor untuk pemeriksaan vibrasi garpu tala, tes pin prick, sentuhan ringan dengan kapas, dan sensasi posisi ibu jari kaki berturut-turut adalah: 0= normal, 1= menurun dibandingkan bahagian proksimal, 2= negatif (tidak merasa).

e. Skor untuk sentuhan ringan dengan kapas yang dilakukan berdasarkan posisi anatomi kaki adalah: 0= tidak ada abnormalitas, 1= jari-jari kaki, 2= mid foot (pertengahan jari kaki- pergelangan kaki), 3= pergelangan kaki, 4= pertengahan betis, 5= lutut. Skor maksimal untuk penilaian ini adalah 5. Jika kedua tungkai memiliki nilai yang sama, hanya diambil salah satu nilai dari kedua tungkai. Jika ada perbedaan nilai antara tungkai kanan dan kiri, diambil nilai tertinggi untuk penghitungan skor akhir.

f. Skor untuk kekuatan otot ekstensor hallucis longus dan gastrocnemius adalah: 0= normal, 1= menurun, 2= negatif.

g. Skor refleks tendon achilles adalah: 0= normal, 1= menurun, 2= negati, dibandingkan refleks lain.

h. Nilai keseluruhan untuk pemeriksaan CNE bervariasi antara 0-37 poin.

2. Pemeriksaan Monofilamen

Berbagai jenis dan ukuran monofilamen telah beredar di pasaran. Salah satu alat yang sering dipakai adalah Semmes-Weinstein monofilamen dengan variasi ukuran 1g, 10g, dan 75g. Menurut Levin ME dkk (1991) dalam Setyoko (2003), ukuran standar monofilamen yang biasa dipakai adalah 10 g. Tes ini memeriksa fungsi reseptor merkel dan meisner serta hubungannya dengan serabut saraf diameter besar (Perkins, 2001). Monofilamen 10 g dinilai sebagai sarana yang murah, praktis, dan mudah digunakan untuk deteksi hilangnya sensasi protektif. Alat ini terdiri dari sebuah gagang plastik yang dihubungkan dengan sebuah nilon monofilamen sehingga akan mendeteksi kelainan sensoris pada serabut saraf besar. Menurut Booth dan Young, monofilamen 10g sebaiknya digunakan untuk maksimal sepuluh pasien per hari dan visko-elastisnya dapat pulih kembali setelah diistirahatkan 24 jam (Booth, 2000 dalam Setyoko, 2003).

Faktor intrinsik dan ekstrinsik memengaruhi reliabilitas monofilamen. Faktor ekstrinsik meliputi prosedur pemeriksaan (frekuensi dan lokasi pemeriksaan, belum ada standar baru) dan subjektivitas respon


(53)

pasien terhadap pemeriksaan monofilamen. Sedangkan faktor-faktor intrinsik meliputi perbedaan radius, panjang filamen, dan elastisitas bahan monofilamen (Booth, 2000 dalam Setyoko, 2003).

Menurut Valk (1998) dalam Setyoko (2003), teknik pemeriksaan monofilamen adalah:

a. Menggunakan monofilamen ukuran 10 g

b. Sebelum dilakukan pemeriksaan pada kaki penderita, monofilamen diujicobakan pada sternum atau tangan dengan tujuan penderita dapat mengenal sensasi rasa dari sentuhan monofilamen.

c. Pemeriksaan dilakukan pada kedua tungkai dengan kedua mata penderita tertutup.

d. Dipilih tiga lokasi pemeriksaan, yaitu permukaan plantar ibu jari kaki, sisi medial kaki (antara jari kaki dan pergelangan kaki), dan permukaan dorsal pada basis tulang metatarsal ketiga.

e. Monofilamen diletakkan tegak lurus pada kulit yang diperiksa. Penekanan dilakukan selama dua detik, kemudian segera ditarik. Pada masing-masing lokasi dilakukan tiga kali pemeriksaan.

f. Penilaian hasil pemeriksaan:

Positif: Dapat merasakan tekanan monofilamen dan menunjukkan lokasi dengan tepat setelah monofilamen diangkat pada dua sampai tiga kali pemeriksaan. Bila sentuhan monofilamen dapat dirasakan dan dapat menunjuk lokasi dengan benar, dilanjutkan dengan membandingkan dengan anggota gerak atas untuk menentukan apakah sensasi rasa menurun atau normal.

Negatif: Tidak dapat merasakan tekanan atau menunjukkan lokasi dengan tepat pada dua dari tiga kali pemeriksaan.

g. Hasil positif dan normal skor = 2, hasil positif dan skor menurun = 1, hasil negatif skor = 0 sehingga skor total untuk tiga lokasi pemeriksaan pada kedua tungkai bervariasi antara 0-12.


(54)

Gambar 6. Iliustrasi Cara Pemakaian Monofilamen. Sumber: American Family

Physician. Evaluation and Prevention of Diabetic Neuropathy. 2005

3. Tes vibrasi dengan garpu tala

Menurut Boulton (1998) dalam Setyoko (2003), tes vibrasi dengan garpu tala dipakai sebagai alternatif jika biotesiometer untuk menilai Vibration Perception Threshold (VPT) tidak tersedia. Garpu tala yang lazim digunakan biasanya berfrekuensi 128 Hz. Lokasi pemeriksaan pada tunika glabrosa (kulit yang tidak berambut) dari ibu jari kaki atau lokasi lain.

Cara pemeriksaan:

Garpu tala digetarkan, lalu ditempel ke masing-masing ibu jari kaki secara bergantian atau pada area lain, seperti maleolus. Pada setiap tes yang dikerjakan, pemeriksa dapat membandingkan rasa getar pada lokasi pemeriksaan dengan area lain dengan cara yang sama. Pada penderita tanpa neuropati diabetik, getaran garpu tala dapat dirasakan tidak kurang dari lima belas detik (biasanya 20-25 detik). Pada neuropati diabetik getaran garpu tala dirasakan kurang dari lima belas detik atau tidak dapat dirasakan sama sekali (Meijer, 2000 dalam Setyoko,2003).


(55)

Pada penelitian ini, tes vibrasi garpu tala dilakukan pada kedua sisi tungkai dan dipilih dua lokasi pemeriksaan, yaitu bahagian plantar ibu jari kaki dan maleolus radialis.

Penilaian:

0 = normal, dapat merasakan sensasi getar

1 = menurun, dapat merasakan sensasi getar. Lebih lemah daripada bagian proksimal.

2 = tidak merasakan sensasi getar

Gambar 7. Ilustrasi Cara Pemeriksaan Rasa Getar dengan Garpu Tala. Sumber: myfootshop.com.Peripheral Neuropathy.

4. Pemeriksaan elektromiografi (EMG)

Elektromiografi adalah pemeriksaan elektrodiagnosis untuk memeriksa saraf perifer dan otot. Prinsip kerjanya merekam gelombang potensial yang ditimbulkan baik saraf maupun otot. Melalui stimulasi listrik dan teknik perekaman dapat dipelajari transmisi dan eksitabilitas saraf 7,8. Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi kelaianan saraf perifer pada


(56)

penderita diabetes melitus yang meliputi pemeriksaan sensorik, motorik, dan otonom (Setyoko, 2003).


(57)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (American Diabetes Association, 2010; WHO, 1999). Di sepanjang perjalanannya, angka frekuensi kejadian penyakit ini terus meningkat di masyarakat. Pada tahun 2000 WHO menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus pada semua kelompok umur di seluruh dunia adalah 2,8% dan diperkirakan menjadi 4,4% pada 2030. Pada tahun 2003 WHO juga memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia berusia 20-79 tahun menderita diabetes melitus dan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa. Pada tahun 2004 terdapat 1,1 juta (1,9%) dari kematian global disebabkan oleh diabetes melitus dan jumlah penderita sebanyak 220,5 juta. Selanjutnya, pada tahun 2011 terjadi peningkatan penderita diabetes melitus menjadi 346 juta dan lebih dari 80% terdapat di negara berkembang. Selaras dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2007 terdapat 246 juta penduduk dunia menderita diabetes melitus dan diperkirakan akan meningkat mencapai 380 juta pada tahun 2025. Selanjutnya pada tahun 2010 terdapat 285 juta atau 6,4% pada penduduk usia 20-79 tahun menderita diabetes melitus. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 438 juta atau 7,7% pada penduduk usia 20-79 tahun pada tahun 2030. Di Indonesia sendiri, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, Diabetes Melitus menjadi penyebab kematian nomor enam di Indonesia dengan proporsi kematian 5,7% setelah Stroke, TB Paru, Hipertensi, Cedera, dan Perinatal.

Diabetes melitus dapat diklasifikasikan berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi


(58)

glukosa (American Diabetes Association dalam Standards of Medical Care in Diabetes, 2009; Bastaki, 2005). Klasifikasi ini telah disahkan oleh WHO dan telah dipakai di seluruh dunia. Klasifikasi tersebut adalah: diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus gestasional (diabetes kehamilan), dan diabetes melitus tipe khusus lain. Secara umum, dikenal dua jenis utama diabetes melitus, yaitu diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2.

Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes melitus yang paling sering terjadi, mencakup sekitar 90-95% pasien diabetes melitus. Keadaan ini ditandai dengan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. Pasien yang mengidap diabetes melitus tipe 2 tetap menghasilkan insulin, tetapi sering terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan jumlah total insulin yang dilepaskan. Hal ini cenderung semakin parah seiring pertambahan usia pasien (Riaz, 2009).

Diabetes melitus adalah penyakit yang berhubungan erat dengan komplikasi. Komplikasi diabetes melitus secara garis besar dapat dibedakan menjadi fase akut dan kronik. Fase akut dapat ditandai dengan hipoglikemia dan hiperglikemia (ketoasidosis diabetik dan status hiperglikemi hiperosmolar). Fase kronis diklasifikasikan menjadi makrovaskular dan mikrovaskular. Pada makrovaskular, terjadi kerusakan lapisan sel endotel arteri yang disebabkan tingginya kadar glukosa dalam darah, metabolit glukosa, atau kadar asam lemak. Risiko penyakit serebrovaskular meningkat dua kali lipat, jantung koroner meningkat tiga sampai lima kali lipat, dan pembuluh darah perifer meningkat empat puluh kali. Risiko relatif penyakit kardiovaskular dua sampai empat kali lipat lebih tinggi pada pria dan tiga sampai empat kali lebih tinggi pada wanita diabetes melitus daripada kelompok kontrol berusia sama. Makrovaskular merupakan penyebab utama kematian pada pasien diabetes melitus tipe 2, mancakup 50% kematian pada kelompok ini.


(59)

Komplikasi mikrovaskular dapat dikelompokkan menjadi retinopati diabetik, nefropati diabetik, dan neuropati diabetik. Pada retinopati diabetik terjadi kerusakan retina karena tidak mendapat oksigen. Retinopati diabetik dinilai bertanggung jawab atas 4,8% dari 37 juta kasus kebutaan di seluruh dunia (WHO, 2002). Di Indonesia, retinopati dialami oleh sekitar 10% penderita diabetes melitus. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada DM. Di Indonesia tercatat 7,1% penderita diabetes mellitus mengalami nefropati.

Di dunia kira-kira lima belas persen pasien dengan diabetes melitus mempunyai tanda dan gejala neuropati. Hampir 50% juga mempunyai gejala nyeri neuropati dan gangguan hantaran saraf. Neuropati paling sering dijumpai pada penderita diabetes yang berumur lebih dari 50 tahun, jarang dijumpai pada usia dibawah 30 tahun dan sangat jarang pada anak-anak (Adams dan Victor, 2005). Di Indonesia neuropati diabetik menjadi komplikasi diabetes melitus mikrovaskular terbesar. Tercatat 60% penderita diabetes melitus di Indonesia mengalami neuropati (Tjokroprawiro, 2006 dalam mushari, 2011).

Berdasarkan tingginya angka prevalensi diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi neuropati diabetik inilah Penulis tertarik untuk meneliti karakteristik neuropati pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di poliklinik rawat jalan dan ruang rawat inap Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui karakteristik neuropati diabetik pada penderita diabetes melitus tipe 2, khususnya di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah,


(60)

di poliklinik rawat jalan dan ruang rawat inap Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik neuropati pada penderita diabetes melitus tipe 2 di rawat jalan dan inap Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui besarnya jumlah kejadian diabetes melitus tipe 2 di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2011-2012. 2. Mengetahui kejadian neuropati diabetik sebagai komplikasi

diabetes melitus tipe 2 berdasarkan usia, jenis kelamin, status pekerjaan, lokasi neuropati, gejala yang sering dikeluhkan, dan komplikasi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi RSUP Haji Adam Malik Medan

1. Penelitian ini berguna sebagai informasi besarnya prevalensi kejadian neuropati diabetik sebagai komplikasi diabetes melitus tipe 2 berdasarkan usia, jenis kelamin, status pekerjaan, lokasi neuropati, gejala yang sering dikeluhkan, dan komplikasi sehingga dapat digunakan sebagai dasar pencegahan terjadinya komplikasi neuropati pada diabetes melitus tipe 2 yang progresif.


(61)

2. Sebagai dasar ilmiah dalam memusatkan perhatian secara khusus pada pasien diabetes melitus tipe 2 sehingga dapat dilakukan penanganan adekuat agar terhindar dari komplikasi neuropati diabetik.

1.4.2 Bagi Masyarakat

1. Sebagai dasar informasi kesehatan untuk memotivasi masyarakat melakukan pencegahan terhadap diabetes melitus tipe 2 dari segala faktor pencetusnya.

2. Sebagai bahan informasi kepada pasien yang telah terdiagnosis diabetes melitus tipe 2 untuk melakukan pengobatan yang adekuat demi mencegah komplikasi neuropati diabetik.

1.4.3 Bagi Peneliti

1. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah dalam bentuk penelitian ilmiah secara mandiri.

2. Memenuhi tugas mata kuliah Community Research Program sebagai prasyarat menyelesaikan program pendidikan sarjana kedokteran


(62)

ABSTRAK

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan prevalensi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Data dari WHO memperkirakan bahwa hampir 3,8 juta penduduk dunia menderita diabetes melitus. Penyakit ini ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah sehingga sering menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering dialami oleh pasien DM, terutama DM tipe 2 adalah neuropati.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian DM tipe 2, angka kejadian neuropati diabetik, dan karakteristik neuropati pada DM tipe 2.

Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan teknik pengambilan data total sampling dan menggunakan catatan rekam medis sebagai sampel penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Pada penelitian ini diperoleh jumlah pasien DM tipe 2 sebanyak 170 orang dengan 100 di antaranya mengalami neuropati diabetik. Jumlah pasien berjenis kelamin pria sebanyak 51 %. Keluhan yang paling sering dirasakan adalah neuropati pada telapak kaki, yaitu 27%. Dan sebanyak 27% sudah mengalami ulkus diabetik.


(63)

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is a syndrome that is marked by eleveted blood sugar level, which the prevalence globally increased yearly. Data from WHO, estimated that 3,8 million people around the world suffering from diabetes mellitus. The disease is characterized by high blood glucose levels that often lead to complications. The most frequent complications experienced by patients with diabetes, especially type 2 diabetes is neuropathy.

The objective of this research is to know the number of cases of diabetes mellitus (DM) type 2, of diabetic neuropathy, and neuropatic chraracteristics in DM type 2.

The research is made on an observasional descriptive design with cross sectional approach, using medical record files as samples. The population in this research were all patient DM type 2 whom meet inclusion and exclusion criteria.

In this study obtained the number of cases of DM type 2 patients as many as 170 people with 100 of whom suffered from diabetic neuropathy. The number of the male patients is 51%. The most frequent complaints are perceived neuropathy in feet, which is 27%. And as many as 27% had experienced a diabetic ulcer.


(64)

KARAKTERISTIK NEUROPATI PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI DIVISI ENDOKRINOLOGI DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011-2012

Oleh: FAISAL ADAM

100100113

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(65)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Neuropati pada Diabetes Melitus Tipe 2 di Divisi Endokrinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik Medan Tahun 2011-2012

Nama : FAISAL ADAM NIM : 100100113

Pembimbing Penguji I

(dr. Melati Silvanni Nasution, M. Ked. (P. D.) Sp. P.D.) (dr. Hj. Tiangsa . Sembiring,Sp. A (K))

Penguji II

(dr. Winra Pratita, M. Ked (Ped). Sp. A)

Dekan Fakultas Kedokteran USU

Prof.dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD.KGEH (NIP. 19540220 198011 1001)


(66)

ABSTRAK

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan prevalensi yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Data dari WHO memperkirakan bahwa hampir 3,8 juta penduduk dunia menderita diabetes melitus. Penyakit ini ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah sehingga sering menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering dialami oleh pasien DM, terutama DM tipe 2 adalah neuropati.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian DM tipe 2, angka kejadian neuropati diabetik, dan karakteristik neuropati pada DM tipe 2.

Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dengan teknik pengambilan data total sampling dan menggunakan catatan rekam medis sebagai sampel penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien DM tipe 2 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Pada penelitian ini diperoleh jumlah pasien DM tipe 2 sebanyak 170 orang dengan 100 di antaranya mengalami neuropati diabetik. Jumlah pasien berjenis kelamin pria sebanyak 51 %. Keluhan yang paling sering dirasakan adalah neuropati pada telapak kaki, yaitu 27%. Dan sebanyak 27% sudah mengalami ulkus diabetik.


(1)

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is a syndrome that is marked by eleveted blood sugar level, which the prevalence globally increased yearly. Data from WHO, estimated that 3,8 million people around the world suffering from diabetes mellitus. The disease is characterized by high blood glucose levels that often lead to complications. The most frequent complications experienced by patients with diabetes, especially type 2 diabetes is neuropathy.

The objective of this research is to know the number of cases of diabetes mellitus (DM) type 2, of diabetic neuropathy, and neuropatic chraracteristics in DM type 2.

The research is made on an observasional descriptive design with cross sectional approach, using medical record files as samples. The population in this research were all patient DM type 2 whom meet inclusion and exclusion criteria.

In this study obtained the number of cases of DM type 2 patients as many as 170 people with 100 of whom suffered from diabetic neuropathy. The number of the male patients is 51%. The most frequent complaints are perceived neuropathy in feet, which is 27%. And as many as 27% had experienced a diabetic ulcer.


(2)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah ‘azza wa jalla atas pentujuk ilmu yang dikaruniakan-Nya, karya tulis ilmiah ini yang berjudul Karakteristik Neuropati pada Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 20011-2012 ini dapat diselesaikan. Besar harapan penulis penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran.

Penelitian ini bisa diselesaikan akhirnya atas dukungan dari banyak pihak, kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, di antaranya :

1. Dr. Melati Silvanni, Sp. P.D. selaku Dosen Pembimbing dalam tugas Karya Tulis Ilmiah ini atas segala kesabaran dalam proses bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.

2. Dr. Hj. Tiangsa Sembiring, Sp. A (K) dan dr. Winra Pratita, Sp. A selaku Dosen Penguji Karya Tulis Ilmiah ini, atas kritik dan saran yang membangun.

3. Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan atas izin penelitian yang diberikan. 4. Ayah dan Ibu penulis, Drs. Azhary Tambusai, M.A. dan Dr. Khairina

Nasution, M.S. atas segenap cinta dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Ayah dan Ibu adalah sumber semangat dan inspirasi tiada henti. 5. Rekan Seperjuangan, Azima Ayoub dan Nindi Lizen, serta semua pihak

yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung. Meskipun berbagai upaya dan kerja keras telah dilakukan dalam penelitian ini, penulis yakin bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna proses penyempurnaannya. Semoga penelitian ini bermanfaat.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan

Abstrak... i

Ucapan Terima Kasih... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Diabetes Melitus tipe 2 ... 6

2.1.1 Definisi ... 6

2.1.2 Etiologi ... 6

2.1.3 Faktor Risiko ... 7

2.1.4 Gejala Klinis ... 7

2.1.5 Patogenesis ... 7

2.1.6 Diagnosis ... 8

2.1.7 Penatalaksanaan ... 10

2.2. Neuropati Diabetik ... 11

2.2.1 Defenisi ... 11

2.2.2 Epidemiologi ... 12

2.2.3 Klasifikasi ... 12

2.2.4 Manifestasi Klinis ... 16

2.2.5 Patogenesis ... 18

2.2.6 Diagnosis... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 30 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 30

3.2. Defenisi Operasional ... 31

BAB 4 METODEPENELITIAN ... 33

4.1. Jenis Penelitian ... 33

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4.3. Populasi , Sampel, dan Besar Sampel ... 33

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 34


(4)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 35

5.1. Hasil Penelitian... 35

5.2. Pembahasan... 41

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 44

6.1. Kesimpulan... 44

6.2. Saran... 44

DAFTAR PUSTAKA... 46


(5)

Daftar Tabel

Tabel 1. Klasifikasi Neuropati Diabetika ... 15

Tabel 2. Skor Clinical Neurological Examination (CNE) ... 24

Tabel 3. Defenisi Operasional Penelitian ... 32

Tabel 5.1 Karakteristik Neuropati Diabetik Berdasarkan Usia... ... 36

Tabel 5.2 Karakteristik Neuropati Diabetik Berdasarkan Jenis Kelamin... 37

Tabel 5.3 Karakteristik Neuropati Diabetik Berdasarkan Pekerjaan... 38

Tabel 5.4 Karakteristik Neuropati Diabetik Berdasarkan Lokasi Neuropati. 39 Tabel 5.5 Karakteristik Neuropati Diabetik Berdasarkan Gejala Tersering... 40


(6)

Daftar Gambar Gambar 1. Langkah- langkah Diagnosis Diabetes

Melitus dan Toleransi Glukosa Terganggu ... 10

Gambar 2. Lokasi Terjadinya Peripheral Neuropathy ... 13

Gambar 3. Lokasi terjadinya Autonomic Neuropathy ... 14

Gambar 4. Mekanisme Terjadinya Neuropati Diabetik ... 22

Gambar 5. Patogenesis Neuropati Diabetik ... 22

Gambar 6. Iliustrasi Cara Pemakaian Monofilamen ... 27

Gambar 7. Ilustrasi Cara Pemeriksaan Rasa Getar dengan Garpu Tala ... 28