Tanggung Jawab Pemerintah dalam Mengupayakan Perluasan Kesempatan Kerja pada Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(1)

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

100200183 EUNIKE LIMBONG

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

100200183 EUNIKE LIMBONG

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Windha, S. H., M. Hum. NIP. 197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum Windha, S.H., M. Hum NIP. 195905111986011001 NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Segala pujian dan hormat dipanjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan kebaikan-Nya sehingga masa perkuliahan sampai tahap pengerjaan skripsi yang penuh dengan tantangan dan rintangan dapat diselesaikan dengan baik.

Penulisan skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Pemerintah dalam Mengupayakan Perluasan Kesempatan Kerja pada Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan” adalah guna memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan, petunjuk, dorongan dan perhatian dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua, yaitu RS Limbong dan Hotmida Situmorang yang luar biasa mendukung dalam doa dan perhatian. Dan kedua abang penulis terkasih, Crosby Melkisedek Limbong, S.sos dan Franz Wesly Limbong, SH. Mereka menjadi sumber semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Budiman, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Sumatera Utara sekaligus selaku Pembimbing I yang telah


(4)

membimbing dan memotivasi untuk melakukan yang terbaik dalam proses pengerjaan skripsi ini;

4. Bapak Syafruddin,SH, M.H, dan Bapak M.Husni, S.H, M.H sebagai Pembantu Dekan II, dan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 5. Ibu Windha, S.H, M. Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Pembimbing II yang senatiasa sabar dan banyak memberi masukan untuk lebih baik kepada penulis. Terima Kasih Ibu cantik, semoga Ibu selalu sehat dan diberkati;

6. Bapak Ramli Siregar, S.H, M. Hum, selaku Sekertaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Dosen dan Seluruh Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Staf dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kemudahan pelayanan administrasi kartu rencana studi selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 9. Sahabat-sahabat terkasih penulis yang sudah seperti keluarga sendiri Iud,

Cika, Rori, Melissa,Cai, Izma, Octo, Mario, Togi, Kak Bora, Kak diah, Kak Cida, yang telah banyak mengajarkan arti persahabatan di saat susah maupun senang.

10.Teman-teman seperjuangan penulis yang selalu menjadi tempat di saat penulis down tetapi slaing bergantian untuk terus saling menyemangati, Triana dan Siti Fitriya, sukses buat kita kedepannya ya.


(5)

11.Spesial buat sepupu-sepupu terkasih penulis Chupongdes Family yang selalu bisa memberi kegilaan di saat penulis merasa putus semangat, terlebih buat kakak sepupu penulis Sabet Solin yang sudah banyak membantu penulis dalam mengerjakan skripsi, i love yall.

12.Teman-teman di FH USU stambuk 2010 juga senior maupun junior yang dalam perkuliahan dan pengerjaan skripsi memberi dukungan dan semangat yang tidak dapat disebutkan satu per satu, sukses buat kita semua ya.

Akhirnya Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua orang yang membaca skripsi ini dan jika ada kekurangan dalam skrisi ini, Penulis dengan senang hati menerima masukan dan koreksi dari para pembaca.

Sekian dan Terima Kasih.

Medan, Juli 2014


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

F. Metode Penulisan ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN ... 16

A. Arah Kebijakan Nasional Pemerintah dalam Bidang Ketenaga kerjaan ... 16

B. Perluasan Kesempatan Kerja menurut Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan ... 19 C. Kebijakan Pemerintah dalam Memberikan


(7)

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan ... 22

BAB III TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF ... 29

A. Perkembangan Sektor Ekonomi Kreatif di Indonesia ... 29

B. Tanggung Jawab Pemerintah untuk Mewujudkan Perluasan Kesempatan Kerja pada Sektor Ekonomi Kreatif ... 43

BAB IV PERAN PELAKU USAHA EKONOMI KREATIF DALAM MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA ... 51

A. Pelaku Usaha Ekonomi Kreatif ... 51

B. Peran Pelaku Usaha Ekonomi Kreatif dalam Mengupayakan Peluasan Kesempatan Kerja ... 54

C. Kendala yang Dihadapi Pelaku Usaha dalam Menjalankan Perannya untuk Mewujudkan Perluasan Kesempatan Kerja ... 69

BAB V PENUTUP ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77


(8)

ABSTRAK

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN

Eunike Limbong* Budiman Ginting**

Windha***

Ekonomi kreatif sebenarnya adalah wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Dengan kata lain, ekonomi kreatif adalah manifestasi dari semangat bertahan hidup yang sangat penting bagi negara‐ negara maju dan juga menawarkan peluang yang sama untuk negara‐negara berkembang. Pesan besar yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, talenta dan kreativitas.

Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kebijakan pemerintah dalam memberikan kesempatan kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bagaimana tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja pada sektor ekonomi kreatif, bagaimana peran pelaku usaha ekonomi kreatif dalam mengupayakan perluasan kesempatan kerja.

Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan

(library reseacrh) dan data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif.

Ekonomi kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari sumber daya manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Ekonomi kreatif adalah sebuah solusi untuk menekan jumlah pengangguran yang merupakan masalah nasional dan merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, sehingga dalam penanggulangannya harus dilakukan oleh semua stakeholders terkait secara bersama dan terintegrasi antar lintas lintas sektor dan masyarakat, dengan cara mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik didalam maupun diluar hubungan kerja. Ekonomi kreatif memiliki 14 sub-sektor yang merupakan industri berbasis kreativitas di Indonesia berdasarkan pemetaan industri kreatif yang telah dilakukan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia.

Kata Kunci : ekonomi, kreatif, kebijakan, pelaku usaha.

*

Mahasiswi **

Dosen Pembimbing I ***


(9)

ABSTRAK

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN

Eunike Limbong* Budiman Ginting**

Windha***

Ekonomi kreatif sebenarnya adalah wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Dengan kata lain, ekonomi kreatif adalah manifestasi dari semangat bertahan hidup yang sangat penting bagi negara‐ negara maju dan juga menawarkan peluang yang sama untuk negara‐negara berkembang. Pesan besar yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, talenta dan kreativitas.

Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kebijakan pemerintah dalam memberikan kesempatan kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bagaimana tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja pada sektor ekonomi kreatif, bagaimana peran pelaku usaha ekonomi kreatif dalam mengupayakan perluasan kesempatan kerja.

Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan

(library reseacrh) dan data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif.

Ekonomi kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari sumber daya manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Ekonomi kreatif adalah sebuah solusi untuk menekan jumlah pengangguran yang merupakan masalah nasional dan merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, sehingga dalam penanggulangannya harus dilakukan oleh semua stakeholders terkait secara bersama dan terintegrasi antar lintas lintas sektor dan masyarakat, dengan cara mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik didalam maupun diluar hubungan kerja. Ekonomi kreatif memiliki 14 sub-sektor yang merupakan industri berbasis kreativitas di Indonesia berdasarkan pemetaan industri kreatif yang telah dilakukan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia.

Kata Kunci : ekonomi, kreatif, kebijakan, pelaku usaha.

*

Mahasiswi **

Dosen Pembimbing I ***


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri kreatif di berbagai negara saat ini diyakini dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian bangsanya. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat perkembangan serta kiprah sektor industri kreatif dalam perekonomian. Tahun 2000, di United Kingdom, sumbangan industri kreatif terhadap PDB-nya adalah 7,9 % dan pertumbuhannya 9%. Di New Zealand, sumbangan industri kreatif terhadap PDB-nya adalah 3,1 %, Australia sumbangan industri kreatif terhadap PDB-nya adalah 3,3%. Indonesia mulai melihat bahwa sektor industri kreatif ini merupakan sektor industri yang potensial untuk dikembangkan. Pada tahun 2002 – 2006, rata-rata kontribusi industri kreatif di Indonesia adalah Rp 104,638 trilyun atau 6,3 % terhadap PDB Indonesia mampu menyerap tenaga kerja 5,4 juta pekerja di Indonesia dengan tingkat partisipasi tenaga kerja mencapai 5,8 % serta produktivitas tenaga kerja mencapai 19,5 juta rupiah per perkerja tiap tahunnya. Produktivitas ini lebih tinggi dari produktivitas nasional yang mencapai kurang dari Rp 18 juta rupiah per pekerja tahunnya1. Sedangkan pertumbuhan dari industri kreatif mencapai 7,3 % per tahun, lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,6 % per tahun.2 Disisi lain, banyak industri kreatif tumbuh dan tahan terhadap krisis ekonomi.

1

Studi Industri Kreatif Indonesia (Jakarta : Departemen Perdagangan RI, 2007), hlm.vi. 2

Diambil dari Lutfi Zainuddin, “Industri Kreatif Makin Prospektif “, http://bisnisindonesia.com (diakses tanggal 26 Juni 2014)


(11)

Melihat kondisi Indonesia yang demikian maka diperlukan kerja keras, ketekunan dan kerja sama semua pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta demi pemulihan ekonomi negara khususnya di bidang kependudukan. Pembangunan ekonomi dengan tujuan utama yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mensejahterakan masyarakat menjadi tolak ukur kemapanan suatu negara. Bagi negara berkembang, pertumbuhan ekonomi yang positif merupakan sasaran yang harus dicapai agar dapat mensejajarkan diri dengan negara – negara maju.

Pemerintah pusat mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Indonesia Kreatif. Pencanangan ini bertujuan untuk mengembangkan ekonomi gelombang ke empat (kreatif) yang mempunyai prospek yang cerah terutama ditengah krisis global. Penggunaan industri kreatif juga dianggap dapat mempercepat pembangunan, membangun kemandirian ekonomi, pemerataan pembangunan dengan cara memberikan kesempatan kepada daerah untuk menggali, mengatur dan mengelola sumber daya yang dimilikinya.3

Pertumbuhan ekonomi yang positif berarti meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja yang optimal dari segi jumlah, produktivitas dan efisiensi memerlukan kebijakan yang memperhitungkan kondisi internal maupun perkembangan eksternal. Kondisi internal dan eksternal meliputi pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja, perkembangan dan efisiensi pemanfaatan investasi, produktivitas, elastisitas dan shift – share location quotient

Misalnya akibat perubahan perekonomian atas pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah.

sebagai input bagi pengambilan keputusan.4

3

Studi Industri Kreatif Indonesia, Op.Cit., hlm. 33. 4


(12)

Kebijakan perluasan kesempatan kerja merupakan suatu kebijakan penting dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena salah satu tolak ukur untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu negara adalah kesempatan kerja yang diciptakan oleh adanya pembangunan ekonomi. Kesempatan kerja merupakan aspek sosial ekonomi yang sulit diwujudkan. Hal tersebut mempengaruhi produktivitas sosial terpuruk. Dengan demikian, kebijakan dan program pembangunan perlu diarahkan untuk perluasan kesempatan kerja.5

Perekonomian yang berkembang dengan pesat bukan jaminan bahwa negara tersebut dikatakan makmur bila tidak diikuti perluasan kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang dimaksud adalah lapangan kerja yang mampu menampung tenaga baru yang setiap tahun memasuki dunia kerja. Dengan demikian hubungan antara pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional berkaitan erat dengan perluasan kesempatan kerja karena faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor yang penting selain modal, teknologi dan alam. Dengan kata lain, pertumbuhan penduduk harus diimbangi dengan perluasan kesempatan kerja agar angkatan kerja yang ada dapat diserap.

Sementara itu, dalam kurun waktu 2007 – 2012 penduduk usia kerja meningkat dari 166,64 juta orang menjadi 177,65 juta orang, dimana jumlah tersebut sudah termasuk dalam kelompok angkatan kerja berkisar antara 65,7% sampai 67,18% dengan angka yang berfluktuasi setiap tahunnya. Seiring dengan peningkatan jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja juga terus meningkat dari 90,78 juta orang menjadi 102,55 juta orang. Pada tahun 2008 ada

Kabupaten Karangasem Tahun 1997 – 2006 (Jakarta : Piramedia, 2009), hlm.31. 5

Priyo, Pengaruh Investasi PMA Dan PMDN, Kesempatan Kerja, Pengeluaran Pemerintah Terhadap PDRB Di Jawa TengahPeriode Tahun 1980-2006 (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.74.


(13)

sekitar 90,5% penduduk bekerja, tetapi pada tahun 2009 dan 2010 menjadi 90,14% dan 88,8%. Pada tahun 2009 - 2010 terjadi peningkatan masing – masing menjadi 89,72%, 90,89 %, dan 91,61% di tahun 2010. Meskipun demikian, jumlah penduduk yang bekerja tidak selalu menggambarkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Hal ini dikarenakan sering terjadinya mismatch dalam pasar kerja.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “ TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DALAM

MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

B. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini adalah: 1. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam memberikan kesempatan kerja

menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan? 2. Bagaimana tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan perluasan

kesempatan kerja pada sektor ekonomi kreatif?

3. Bagaimana peran pelaku usaha ekonomi kreatif dalam mengupayakan perluasan kesempatan kerja ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan ini dilakukan dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai, yaitu: 1. Tujuan Penulisan


(14)

maka tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam memberikan kesempatan kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

b. Untuk mengetahui tanggung jawab pemerintah dalam mengupayakan perluasan kesempatan kerja pada sektor ekonomi kreatif .

c. Untuk mengetahui peran pelaku usaha ekonomi kreatif dalam

mengupayakan perluasan kesempatan kerja. 2. Manfaat Penulisan

Mengenai manfaat akan hasil penelitian skripsi ini terhadap rumusan permasalahan yang sudah diuraikan dapat dibagi menjadi dua jenis manfaat, yaitu:

a. Manfaat teoritis

1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan teoritis bagi penulis dan pembaca untuk menambah pengetahuan beserta pemahaman mengenai hukum ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja pada sektor ekonomi kreatif menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2) Merupakan bahan untuk penelitian lanjutan, baik sebagai bahan dasar maupun bahan perbandingan bagi penelitian yang lebih luas.

b. Manfaat praktis

1) Bagi pemerintah, agar menyadari peran tanggung jawab mengenai perluasan tenaga kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


(15)

2) Bagi pelaku usaha industri kreatif, agar memahami peran sebagai pelaku usaha bersama pemerintah untuk dapat menyerap tenaga kerja demi pertumbuhan ekonomi negara.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai “Tanggung Jawab Pemerintah dalam Mengupayakan Perluasan Kesempatan Kerja pada Sektor Ekonomi Kreatif menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian penulis dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah ide penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

Secara garis besar, penduduk dibedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan oleh batas usia kerja. Batas usia kerja berbeda – beda antara negara yang satu dengan negara lain. Perbedaan tersebut dibuat berdasarkan situasi tenaga kerja di masing – masing negara. Misalnya, di India batas usia kerja adalah 14 – 60 tahun, di Amerika Serikat batas usia kerja 16 tahun ke atas, versi Bank Dunia batas usia kerja adalah 15 – 64 tahun. Negara


(16)

Indonesia sendiri batas usia kerja adalah 10 tahun ke atas (sejak tahun 1971 sampai pada tahun 1999). Pemilihan umur 10 tahun sebagai batas umur minimum didasari oleh kenyataan bahwa dalam batas umur tersebut sudah banyak penduduk Indonesia terutama di pedesaan sudah bekerja atau mencari pekerjaan. Semenjak dilaksanakan Sakernas 2001, batas usia kerja yang semula 10 tahun diubah menjadi 15 tahun atau lebih mengikuti definisi yang dianjurkan oleh International Labour Organization (ILO).

Tujuan dari pemilihan batas umur tersebut adalah supaya definisi yang diberikan sedapat mungkin dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Berdasarkan pemilihan batas umur di atas, dapat dilihat bahwa batas umur maksimum tenaga kerja tidak ada. Artinya hanya sebagian saja penduduk Indonesia yang merasakan tunjangan di hari tua akibat tidak adanya batas umur maksimum bekerja. Penduduk yang merasakan tunjangan adalah pegawai negeri dan hanya sebagian kecil pegawai dari perusahaan swasta. Golongan inipun, kadang kala pendapatan yang mereka terima tidak mencukupi kebutuhan sehari – hari sehingga kebanyakan tenaga kerja yang telah mencapai usia pensiun tetap masih harus bekerja. Sebab itu, di Indonesia tidak menganut sistem batas umur maksimum.

Atas dasar pertimbangan tersebut, Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun. Dengan kata lain, sesuai dengan berlakunya undang – undang ini, mulai tanggal 1 Oktober 1998 tenaga kerja didefenisikan sebagai penduduk umur 15 tahun atau lebih.


(17)

Menurut Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja disebutkan bahwa tenaga kerja adalah tiap – tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Angkatan kerja dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu pekerja dan penganggur. Dimaksud dengan pekerja adalah orang – orang yang mempunyai pekerjaan dan sedang bekerja serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu tidak bekerja (misalnya wanita karir yang sedang hamil).

Penduduk yang termasuk dalam kategori pengangguran adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan, yang sedang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa sudah tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan penduduk yang sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Di negara yang sedang berkembang, masalah pengangguran merupakan masalah yang sulit diatasi hingga saat ini. Hal ini dikarenakan masalah pengangguran menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi yang maksimal. Demikan juga halnya di Indonesia, untuk dapat mengatasi pengangguran pemerintah mengupayakan jalan keluar secara lambat laun baik di desa maupun di kota seperti pengembangan industri kreatif

Penyerapan tenaga kerja dapat diartikan secara luas yakni menyerap tenaga kerja dalam arti menghimpun orang atau tenaga kerja di suatu lapangan usaha. Kesempatan kerja didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan seberapa jumlah dari total angkatan kerja yang dapat diserap atau dapat ikut serta


(18)

secara aktif dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Dengan kata lain, kesempatan kerja merupakan jumlah penduduk yang bekerja atau telah mendapatkan pekerjaan. Ahli ekonomi klasik mendefinisikan kesempatan kerja sebagai suatu keadaan dimana semua pekerja yang ingin bekerja pada suatu tingkat upah tertentu akan dengan mudah mendapat pekerjaan.

Pandangan ilmu ekonomi, salah satu faktor produksi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja. Tenaga kerja yang dimaksud adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dan keterampilan yang sering disebut dengan sumber daya manusia (SDM) yang merupakan modal utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik.

Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.6

Masalah akan timbul jika lapangan usaha yang ada tidak mampu menyerap tenaga kerja dalam kondisi yang tidak siap pakai. Oleh sebab itu, diperlukan peranan pemerintah dalam upaya mengatasi problema tersebut melalui pembinaan dan pengembangan industri kreatif yang nantinya dapat memberikan hasil yang diharapkan. Selain itu, dapat juga melalui peningkatan bantuan lunak untuk meningkatkan motivasi, pengetahuan, keterampilan, wawasan dan pandangan Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Bruto) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah ada perubahan dalam struktur ekonominya.

6

Sukirno Sadono, Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan


(19)

yang luas sehingga lebih mempermudah proses penyerapan tenaga kerja. Apabila semakin luas lapangan usaha berarti semakin luas pula kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang luas dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui dan memahami segala kehidupan, atau lebih jelasnya penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, menguji, serta mengembangkan ilmu pengetahuan.7

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain:

1. Spesifikasi penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.8

7

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Pers, 1986), hlm. 250.

Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penulisan skripsi penulis.

8

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 54.


(20)

Penelitian ini bersifat deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperolah gambaran yang lengkap dan secara jelas tentang permasalahan yang terdapat pada masyarakat yang digunakan dapat dikaitan dengan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Adapun metode pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan yuridis.

2. Sumber data

Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.9

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang kepailitan, antara lain:

a. Kitab Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan b. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan

Kesempatan Kerja

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

9

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hlm. 30.


(21)

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reaseacrh) yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.10

4. Analisis data

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.11

10

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Op. Cit., hlm. 24. 11


(22)

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN

KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Bab ini berisi perluasan arah kebijakan nasional pemerintah dalam

bidang ketenagakerjaan, perluasan kesempatan kerja menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2013 tentang tenaga kerja, dan kebijakan pemerintah dalam memberikan kesempatan kerja menurut undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.


(23)

BAB III TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH UNTUK MEWUJUDKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI KREATIF

Bab ini memberikan penjelasan mengenai perkembangan sektor ekonomi kreatif di Indonesia, pertanggungjawaban pemerintah untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja.

BAB IV PERAN PELAKU USAHA EKONOMI KREATIF DALAM

MENGUPAYAKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA Bab ini berisikan tentang pelaku usaha ekonomi kreatif, peran

pelaku usaha ekonomi kreatif dalam mengupayakan perluasan kesempatan kerja, dan kendala yang dihadapi pelaku usaha dalam menjalankan perannya untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab terakhir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari subtansi penulisan skripsi ini, dan saran-saran penulis berikan dengan masalah yang dibahas.


(24)

BAB II

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN

A.Arah Kebijakan Nasional Pemerintah dalam Bidang Ketenagakerjaan

Suatu kebijakan, terutama kebijakan pembangunan meminta biaya dan pengorbanan yang tidak kecil, baik materi, waktu dan tenaga, termasuk

opportunity cost lainnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya apabila suatu kebijakan diawali dengan berbagai persiapan, perencanaan yang matang, pembahasan yang intens, sebelum akhirnya dituangkan dalam suatu naskah atau sebagai dokumen kebijakan. Bila tahapan ini diikuti secara konsisten dan jujur, maka arah kebijakan yang dihasilkan akan memberi peluang yang besar bagi keberhasilan kebijakan yang dilaksanakan. Sebaliknya, bila tahapan ini tidak dilakukan secara konsisten dan jujur, maka besar kemungkinan arah kebijakan yang dihasilkan akan memberi arah yang salah dan berakibat kebijakan yang diterapkan menemui kegagalan (loss development).12

Berdasarkan pengamatan selama beberapa tahun belakangan ini, kebijakan ketenagakerjaan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum menunjukkan hasil yang signifikan. Beberapa hal yang kemungkinan besar menyebabkan hal itu adalah:13

a. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum secara metodik dan sistematis mempertimbangkan issu-issu di luar ketenagakerjaan sebagai dasar

12

Khristianto Wheny, “Peluang dan Tantangan Industri Kreatif di Indonesia”, Jurnal Bisnis dan Manajemen, Volume 5 No.1, hlm. 33-37.

13

Program Kerja Pengembangan Industri Kreatif Nasional 2009-2015 (Jakarta : DepartemenPerdagangan RI, 2008), hlm.52.


(25)

atau bahan dalam menyusun kebijakan ketenagakerjaan, yang mengakibatkan kurangnya inovasi dan kreasi dalam penyusunan kebijakan.

b. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum melakukan koordinasi yang efektifnya dengan Kementerian/Lembaga terkait lainnya dalam menyusun arah kebijakan ketenagakerjaan.

c. Masih banyak program dalam kebijakan ketenagakerjaan yang tidak dapat mencapai target dan sasaran seperti yang direncanakan.

d. Masih terdapat program ketenagakerjaan yang luput dari kebijakan ketenagakerjaan.

e. Masih terdapat duplikasi program ketenagakerjaan antar satuan kerja dan atau unit kerja.

f. Masih terdapat program ketenagakerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang tanpa perubahan yang signifikan.

Menghadapi masalah itu diperlukan suatu arah kebijakan yang memuat pemikiran dan informasi yang dapat digunakan sebagai tuntunan dalam menyusun kebijakan, strategi, dan program oleh pemerintah. maka berikut ini akan dijelaskan arah kebijakan yang harus dilakukan :14

a. Menurunkan tingkat fertilitas, karena dengan jumlah anak sedikit memungkinkan perempuan memasuki pasar kerja, membantu peningkatan pendapatan.

b. Menahan masuknya penduduk ke dalam angkatan kerja melalui program wajib belajar 12 tahun atau 15 tahun yang konsisten.

14


(26)

c. Meningkatkan kualitas penduduk baik melalui sisi kesehatan maupun pendidikan.

d. Merubah orientasi penduduk dari orientasi pekerja upahan menjadi wirausahawan melalui peningkatan jiwa kewirausahawan di sekolah-sekolah menengah dan perguruan tinggi.

e. Meningkatkan employment creation dan job creation padat karya yang layak, sehingga pendapatan perkapita naik dan bisa menabung yang akan meningkatkan tabungan nasional.

f. Mengarahkan dan memotivasi penduduk agar menginvestasikan tabungan rumah tangga untuk kegiatan produktif.

g. Seiring dengan menurunnya jumlah penduduk usia 0-15 tahun, maka anggaran yang sebelumnya dipakai untuk anak usia 0-15 tahun dialihkan kepada peningkatan sumber daya manusia untuk penduduk usia 15 tahun ke atas seperti untuk traning, pendidikan, dan upaya pemeliharaan kesehatan remaja terutama kesehatan reproduksi dan penanggulangan perilaku tidak sehat seperti alkohol, narkoba, rokok dan seks bebas.15

B.Perluasan Kesempatan Kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Masalah perluasan kesempatan kerja akan tetap merupakan inti masalah pembangunan sosial – ekonomi Indonesia. Keberhasilan pembangunan ekonomi belum sempurna apabila masalah lapangan kerja belum dapat diselesaikan secara tuntas dan mendasar. Prinsipnya pembangunan perluasan

15

Laporan dari Pusat Litbang Ketenagakerjaan Badan Penelitian, Pengembangan Dan Informasi, hlm.10.


(27)

kesempatan kerja dan penempatan tenaga kerja, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 4 Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, salah satunya mempunyai tujuan untuk “memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi“.16

Pengertian perluasan kesempatan kerja diartikan pada Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja yaitu “perluasan kesempatan kerja adalah upaya yang dilakukan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan/atau mengembangkan lapangan pekerjaan yang tersedia”. Mewujudkan rangka mendukung perluasan kesempatan kerja, menteri melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan dapat melibatkan masyarakat. Koordinasi dilakukan untuk memberi masukan, saran, dan pertimbangan kepada pemerintah dan pemerintah daerah sebagai bahan dalam menetapkan kebijakan di bidang perluasan kesempatan kerja dan untuk melakukan mediasi, motivasi dan evaluasi pelaksanaan kebijakan pemerintah di bidang perluasan kesempatan kerja.

Menurut Tjokromidjojo kebijakan perluasan kesempatan kerja merupakan suatu kebijakan penting dalam pelaksanaan pembangunan.17

16

Sukirno Sadono, Makro Ekonomi Modern (Jakarta: Rajawali Press, 2000), hlm.38. Hal ini disebabkan karena salah satu tolak ukur untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu negara adalah kesempatan kerja yang diciptakan oleh adanya pembangunan ekonomi. Kesempatan kerja merupakan aspek sosial ekonomi yang sulit diwujudkan. Hal tersebut mempengaruhi produktivitas sosial terpuruk. Dengan demikian, kebijakan dan program – program pembangunan perlu diarahkan untuk perluasan kesempatan kerja.

17

Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi pembangunan, LP3ES (Jakarta : Alumni, 1984), hlm.11.


(28)

Perspektif perluasan kesempatan kerja menurut Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.” Ketentuan ini menunjukkan bahwa pandangan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah menjadi sebuah landasan tujuan kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan.

Pandangan selanjutnya tertuang pada Pasal 39 ayat 2 yaitu “Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja”, artinya kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah juga turut didukung oleh masyarakat dalam hal ini adalah lembaga masyarakat untuk menciptakan perluasan kesempatan kerja.

Peraturan yang telah dibuat khususnya pada Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk menjaga

keseimbangan/keserasian hubungan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat terjamin. Sendjun menjelaskan bahwa pembinaan hubungan ketenaga-kerjaan perlu diarahkan kepada terciptanya keserasian antara tenaga kerja dan pengusaha yang dijiwai oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana masing-masing pihak saling menghormati dan saling mengerti terhadap peranan serta hak dan kewajibannya masing-masing dalam keseluruhan proses produksi, serta peningkatan partisipasi mereka dalam pembangunan.18

18

Sendjun, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. viii.


(29)

Tujuan lainnya adalah merupakan salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun majikan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perlindungan buruh diatur di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 67-101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan, dan kesejahteraan. Dengan demikian, selain menjadi landasan dalam menciptakan perluasan kesempatan kerja, undang-undang ini sangat berarti dalam mengatur hak dan kewajiban baik para tenaga kerja maupun para pengusaha di dalam melaksanakan suatu mekanisme proses produksi.

Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunya undang-undang ketenagakerjaan yaitu mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia usaha di Indonesia.

C. Kebijakan Pemerintah dalam Memberikan Kesempatan Kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

1. Kebijakan Pemerintah

Pengertian kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atau atas dasar kebijakan yang bersifat luas. Menurut Werf yang dimaksud dengan kebijakan adalah usaha mencapai tujuan tertentu dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu.19

19

Werf H, Ilmu Manajemen Pemerintahan (Jakarta : Alumni, 1997), hlm.73.


(30)

keputusan yang dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang menyangkut kepentingan umum.

Sesuai dengan sistem administrasi Negara Republik Indonesia kebijakan dapat terbagi 2 (dua) yaitu :20

a.Kebijakan internal (manajerial),

Yaitu kebijakan yang mempunyai kekuatan mengikat aparatur dalam organisasi pemerintah sendiri.

b.Kebijakan eksternal (publik),

Yaitu suatu kebijakan yang mengikat masyarakat umum. Sehingga dengan kebijakan demikian kebijakan harus tertulis.

Pengertian kebijakan pemerintah sama dengan kebijaksanaan berbagai bentuk seperti misalnya jika dilakukan oleh Pemerintah Pusat berupa Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Menteri (Kepmen) dan lain-lain. Sedangkan jika kebijakan pemerintah tersebut dibuat oleh Pemerintah Daerah akan melahirkan Surat Keputusan (SK), Peraturan Daerah (Perda) dan lain-lain.

Dalam penyusunan kebijaksanaan/kebijakan mengacu pada hal-hal berikut: 21

a. Berpedoman pada kebijaksanaan yang lebih tinggi.

b. Konsistensi dengan kebijaksanaan yang lain yang berlaku. c. Berorientasi ke masa depan.

d. Berpedoman kepada kepentingan umum. e. Jelas dan tepat serta transparan.

f. Dirumuskan secara tertulis.

20

Diambil dari http://ririsatria40.wordpress.com/2012/04/30/ekonomi-kreatif/ (diakses tanggal 02 Juli 2014)

21


(31)

Sedangkan kebijakan atau kebijaksanaan pemerintah mempunyai beberapa tingkatan yaitu :

a. Kebijakan Nasional

Memberikan artian bahwa kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis untuk mencapai tujuan nasional/negara sesuai dengan amanat UUD 1945. Kewenangan dalam pembuat kebijaksanaan adalah MPR, dan Presiden bersama-sama dengan DPR. Bentuk kebijaksanaan nasional yang dituangkan dalam peraturan perundangundangan dapat berupa :

1) UUD 1945 2) Ketetapan MPR 3) Undang-Undang

4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dibuat oleh Presiden dalam hal kepentingan memaksa setelah mendapat persetujuan DPR.

b. Kebijaksanaan Umum

Kebijaksanaan yang dilakukan oleh Presiden yang bersifat nasional dan menyeluruh berupa penggarisan ketentuan-ketentuan yang bersifat garis besardalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan sebagai pelaksanaan UUD 1945, Ketetapan MPR maupun Undang-Undang guna mencapai tujuan nasional. Penetapan kebijaksanaan umum merupakan sepenuhnya kewenangan presiden, sedangkan bentuk kebijaksanaan umum tersebut adalah tertulis berupa peraturan


(32)

perundang-undangan seperti halnya Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Kepres) serta Instruksi Presiden (Inpres).

Kebijaksanaan pelaksanaan dari kebijakan umum tersebut merupakan penjabaran dari kebijakan umum serta strategi pelaksanaan dalam suatu bidang tugas umum pemerintahan dan pembangunan dibidang tertentu. Penetapan kebijaksanaan pelaksanaan terletak pada para pembantu Presiden yaitu para Menteri atau pejabat lain setingkat dengan Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) sesuai dengan kebijaksanaan pada tingkat atasnya serta perundang-undangan berupa Peraturan, Keputusan atau Instruksi Pejabat tersebut (Menteri/Pejabat LPND).

2. Kebijakan Pemerintah dalam Memberikan Kesempatan Kerja menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pengangguran merupakan masalah nasional dan merupakan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat, sehingga dalam penanggulangannya harus dilakukan oleh semua stakeholders terkait secara bersama dan terintegrasi antar lintas sektor dan masyarakat, dengan cara mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Kebijakan Pemerintah dalam pembangunan ketenagakerjaan secara pokok tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagai pelaksanaan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi


(33)

kemanusiaan”. Berdasarkan hal itu maka pemerintah membuat kebijakan sebagai berikut : 22

a. Kebijakan makro, sektoral dan regional yang mendukung pembangunan ketenagakerjaan.

Kebijakan ini mendorong upaya penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan diperlukan dukungan pertumbuhan ekonomi yang lebih berorentasi pada kepentingan pekerja dan perluasan lapangan kerja dengan didukung penyebaran informasi dan perencanaan tenaga kerja.

b. Penciptaan lapangan kerja langsung yang mewadahi kepentingan masyarakat pekerja.

Dalam era pembangunan saat ini, manusia khususnya sebagai objek tenaga kerja produktif yang semula dipandang objek pembangunan berkiprah lebih luas menjadi pelaksana, pemanfaat dan penentu pembangunan. Pandangan baru yang melihat tenaga kerja sebagai sumber daya manusia yang memiliki integritas dan kemampuan merubah hubungan industrial antara pemilik modal (pengusaha) dengan pekerja kearah kemitraan. Dengan demikian, maka perkembangan suatu kegiatan ekonomi menjadi tanggungjawab bersama antara pemilik modal dan pekerja.

c. Pembangunan sektoral

Krisis ekonomi memberikan dampak negatif bagi perluasan kesempatan kerja pada sektor non pertanian namun keadaan ini tidak berlaku pada sektor pertanian, dimana terdapat kecenderungan yang semula tenaga kerja

22


(34)

di sektor pertanian menurun jumlahnya, mengalami arus balik ketika krisis ekonomi berlangsung.

d. Mempersiapkan tenaga kerja yang berkualitas.

Era persaingan yang semakin ketat, upaya untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas tenaga kerja sangat dibutuhkan. Kebijaksanaan tersebut diupayakan melalui peningkatan efesiensi dan produktifitas disetiap sektor ekonomi melalui penciptaan iklim usaha yang dinamis yang didukung nasional maupun internasional.

e. Pemberian perlindungan dan kesejahteraan pekerja.

Kebijakan perlindungan bagi pekerja perlu diberikan selaras dengan arah pembangunan sistem hubungan industrial yang dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat khususnya masyarakat industri yang langsung terlibat dalam proses produksi, perluasan jangkauan dan kemampuan berunding agar menghasilkan syarat – syarat pekerja yang berkualitas.

Pekerjaan menjadi bagian yang penting dari kehidupan manusia, karena pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pekerjaan sebagai wujud dari aktualisasi diri kepada keluarga, masyarakat, dan lingkungannya. Kenyataannya, hak tersebut tidak bisa dinikmati oleh setiap warga negara Indonesia, karena terbatasnya kesempatan kerja. Lowongan kerja yang tersedia tidak mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang ada, karena ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kesempatan kerja.

Sehubungan hal tersebut, Pemerintah dan Pemda perlu menetapkan kebijakan yang dapat memberikan kesempatan kerja kepada setiap orang, baik di


(35)

dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja. Perlu dukungan semua pihak dalam upaya menciptakan dan memperluas kesempatan kerja. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja mengatur mengenai kebijakan pemerintah dan pemda yang diarahkan kepada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja ditetapkan oleh Presiden RI di Jakarta pada tanggal 8 Mei 2013.

Kebijakan perluasan kesempatan kerja meliputi, kebijakan perluasan kesempatan kerja di dalam hubungan kerja dan kebijakan perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja. Memberikan pengertian untuk menciptakan dan mengembangkan perluasan kesempatan kerja, pemerintah dan pemerintah Daerah dapat memberi kemudahan investasi. Dimaksud dengan “kemudahan investasi” dalam ketentuan ini antara lain kemudahan dalam hal perpajakan, perbankan, penyediaan infrastruktur, pelayanan, dan peraturan perundang-undangan. 23

Kebijakan perluasan kesempatan kerja di dalam hubungan kerja dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta. Melaksanakan kebijakan di atas maka badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta menetapkan program dan kegiatan perluasan kesempatan kerja di dalam hubungan kerja. Kebijakan dilakukan yang harus dapat menyerap tenaga kerja.

Kebijakan perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja diarahkan untuk menciptakan dan mengembangkan kesempatan kerja yang produktif dan berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya

23

Diambil dari http://pustaka.unpad.ac.id_Identifikasi_Sektor_Industri (diakses tanggal 04 Juli 2014)


(36)

manusia, kelembagaan masyarakat, dan teknologi tepat guna. Kebijakan perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, swasta, dan kelembagaan masyarakat. Kebijakan perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan bentuk program kewirausahaan.


(37)

BAB III

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH UNTUK MEWUJUDKAN PERLUASAN KESEMPATAN KERJA PADA SEKTOR EKONOMI

KREATIF

A.Perkembangan Sektor Ekonomi Kreatif di Indonesia

Pergeseran dari Era Pertanian lalu Era Industrialisasi, disusul oleh era informasi yang disertai dengan banyaknya penemuan baru di bidang teknologi infokom serta globalisasi ekonomi, telah menggiring peradaban manusia kedalam suatu arena interaksi sosial baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.24

Industrialisasi telah menciptakan pola kerja, pola produksi dan pola distribusi yang lebih murah dan lebih efisien. Penemuan baru di bidang teknologi infokom seperti internet, email, SMS, Global System for Mobile communications (GSM) telah menciptakan interkoneksi antar manusia yang membuat manusia menjadi semakin produktif. Globalisasi di bidang media dan hiburan juga telah mengubah karakter, gaya hidup dan perilaku masyarakat menjadi lebih kritis dan lebih peka atas rasa serta pasar pun menjadi semakin luas dan semakin global.25

Sisi lain yang muncul dari fenomena tersebut adalah kompetisi yang semakin keras. Kondisi ini mengharuskan perusahaan mencari cara agar bisa menekan biaya semurah mungkin dan se‐efisien mungkin. Konsentrasi industri berpindah dari negara barat ke negara‐negara berkembang di Asia karena tidak bisa lagi menyaingi biaya murah di Republik Rakyat Tiongkok

24

Op.Cit., Departemen Perdagangan Republik Indonesia, hlm. 21. 25


(38)

(RRT) dan efisiensi industri negara Jepang. Negara‐negara maju mulai menyadari bahwa saat ini mereka tidak bisa mengandalkan supremasi dibidang industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif, sehingga kemudian pada tahun 1990 an dimulailah era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas, yang populer disebut ekonomi kreatif yang digerakkan oleh sektor industri yang disebut industri kreatif.

Kita dapat mengetahui bahwa ekonomi kreatif sebenarnya adalah wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Dengan kata lain, ekonomi kreatif adalah manifestasi dari semangat bertahan hidup yang sangat penting bagi negara‐ negara maju dan juga menawarkan peluang yang sama untuk negara‐negara berkembang. Pesan besar yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, talenta dan kreativitas.

Negara‐negara membangun kompetensi ekonomi kreatif dengan caranya masing‐masing sesuai dengan kemampuan yang ada pada negara tersebut. Ada beberapa arah dari pengembangan industri kreatif ini, seperti pengembangan yang lebih menitikberatkan pada industri berbasis:26

a. Lapangan usaha kreatif dan budaya (creative cultural industry); b. Lapangan usaha kreatif (creative industry)

c. Hak Kekayaan Intelektual seperti hak cipta (copyright industry)

26


(39)

1. Industri kreatif

Definisi industri kreatif yang saat ini banyak digunakan oleh pihak yang berkecimpung dalam industri kreatif, adalah definisi berdasarkan UK DCMS Task force 1998 : 27

“Creatives Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content”

“Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut“

Menurut Departemen Perdagangan Republik Indonesia dalam buku Pengembangan Industri Kreatif Menuju Visi Ekonomi Kreatif 2025, ke 14 subsektor industri kreatif Indonesia adalah :

a. Periklanan ( Advertising )

Definisi periklanan menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut :

1) Kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar,

27

Primorac Jaka, The position of cultural workers in creative industries: the south-eastern European perspective. European Cultural Foundation (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.114.


(40)

majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi dan delivery advertising materials atau samples, serta penyewaan kolom untuk iklan.

2) Segala bentuk pesan tentang suatu produk disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.

3) Deskripsi atau presentasi dari produk, ide ataupun organisasi untuk membujuk individu untuk membeli, mendukung atau sepakat atas suatu hal.

b. Arsitektur.

Definisi jasa arsitektur sebagai pelaku usaha ekonomi kreatif menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2005 adalah jasa konsultasi arsitek, yaitu mencakup usaha seperti: desain bangunan, pengawasan konstruksi, perencanaan kota, dan sebagainya. Selain itu sub-sektor arsitektur yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan desain bangunan secara menyeluruh baik dari level makro (town planning, urban design, landscape architecture) sampai level mikro. Misalnya arsitektur taman, perencanaan kota, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi, perencanaan kota, konsultasi kegiatan teknik dan rekayasa seperti bangunan sipil dan rekayasa mekanika dan elektrikal.


(41)

Yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, meliputi barang-barang musik, percetakan, kerajinan, automobile, dan film. Pelaku usaha pada sektor ini adalah pedagang barang-barang antik, pelukis, pencipta barang unik, dll.

d. Kerajinan

Industri Kreatif subsektor kerajinan adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak,tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat, dan kapur.

Berdasarkan bahan baku (raw material), produk kerajinan dikategorikan menjadi:

1) Ceramic (seperti tanah liat, erathen ware, pottery, stoneware, porcelain) 2) Logam (seperti emas, perak, perunggu, besi, tembaga)

3) Natural fiber, serat alam (bambu, akar-akaran, rotan) 4) Batu-batuan (seperti batu mulia, semi precious stone, jade) 5) Tekstil (seperti cotton, sutra, linen)

6) Kayu (termasuk kertas dan lacquer ware)


(42)

Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen. f. Fesyen (fashion)

Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen.dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen. g. Video, Film dan Fotografi

Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film. h. Permainan Interaktif

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Subsektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata‐mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi.

Menurut beberapa sumber, industri permainan interaktif didefinisikan sebagai permainan yang memiliki kriteria sebagai berikut:

1) Berbasis elektronik baik berupa aplikasi software pada komputer (online maupun stand alone), console(Playstation, XBOX, Nitendo dll), mobile handset dan arcade.


(43)

2) Bersifat menyenangkan (fun) dan memiliki unsur kompetisi (competition)

3) Memberikan feedback/interaksi kepada pemain, baik antar pemain atau pemain dengan alat (device)

4) Memiliki tujuan atau dapat membawa satu atau lebih konten atau muatan. Pesan yang disampaikan bervariasi misalnya unsur edukasi, entertainment, promosi produk (advertisement) sampai kepada pesan yang destruktif.

i. Musik

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara. Seiring dengan perkembangan industri musik ini yang tumbuh sedemikian pesatnya, maka Klasifikasi Baku Lapangan Indonesia 2005 (KBLI) perlu dikaji ulang, yaitu terkait dengan pemisahan lapangan usaha distribusi reproduksi media rekaman, manajemen representasi-promosi (agensi) musik, jasa komposer, jasa pencipta lagu dan jasa penyanyi menjadi suatu kelompok lapangan usaha sendiri.

j. Seni pertunjukan

kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan (misal: pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk tur musik etnik), desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan.


(44)

Kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan data, pengembangan

database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya.

l. Penerbitan dan Percetakan

Industri kreatif subsektor penerbitan dan percetakan meliputi kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita.

m. Televisi dan Radio

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio dan televisi. n. Riset dan Pengembangan

K egiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar termasuk yang berkaitan dengan humaniora seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni; serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen.

Industri kreatif subsektor riset dan pengembangan meliputi kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan


(45)

teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Akan tetapi, definisi riset dan pengembangan tersebut menurut masukan dari beberapa sumber dipandang belum cukup merefleksikan aktivitas riset dan pengembangan yang sesungguhnya. Definisi dari komoditi riset dan pengembangan mempunyai landasan regulasi sendiri yaitu Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru. 2. Pilar utama model pengembangan ekonomi kreatif

Model pengembangan ekonomi kreatif terdapat 5 pilar yang perlu terus diperkuat sehingga industri kreatif dapat tumbuh dan berkembang mencapai visi


(46)

dan misi ekonomi kreatif Indonesia. Kelima pilar ekonomi kreatif tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :28

a. Industri

Industri merupakan bagian dari kegiatan masyarakat yang terkait dengan produksi, distribusi, pertukaran serta konsumsi produk atau jasa dari sebuah negara atau area tertentu. Industri yang menjadi perhatian dalam pilar ini khususnya adalah industri kreatif yang akan dianalisis berdasarkan model Porter 5forces. 29

Pilar Industri ini dimasukkan ke dalam model pengembangan ekonomi kreatif, berdasarkan kepada pendekatan dari Howkins (2001) yang mengatakan kreativitas saja tidak bisa dihitung. Yang bisa dihitung adalah produk kreatif. Produk kreatif adalah hasil suatu kreativitas dikalikan dengan transaksi. Ini mengindikasikan adanya faktor kreasi dan originalisasi yang memiliki potensi kapital dan/atau yang diproduksi sedemikian rupa untuk dikomersialisasikan.

Analisis dengan Porter 5‐forces sebagai framework ini dilakukan untuk mengupayakan terbentuknya struktur pasar industri kreatif dengan persaingan sempurna yang mempermudah pelaku industri kreatif untuk melakukan bisnis dalam sektor tersebut.

b. Teknologi.

28

Ibid., hlm. 61 29

Model 5 forces dari Porter (1979) adalah sebuah framework yang digunakan untuk analisis industri dan pengembangan strategi bisnis, mencakup 5 elemen: daya tawar supplier, daya tawar customer, ancaman dari produk substitusi, ancaman dari pemain baru, dan intensitas persaingan di dalam industri tersebut.


(47)

Teknologi dapat didefinisikan sebagai suatu entitas baik material dan non material, yang merupakan aplikasi penciptaan dari proses mental atau fisik untuk mencapai nilai tertentu. Dengan kata lain, teknologi bukan hanya mesin ataupun alat bantu yang sifatnya berwujud, tetapi teknologi ini termasuk kumpulan teknik atau metode‐metode, atau aktivitas yang membentuk dan mengubah budaya.30

Richard Florida mengatakan ada tiga modul utama membangun ekonomi berbasis kreativitas yaitu:

Teknologi ini akan merupakan enabler untuk mewujudkan kreativitas individu dalam karya nyata.

1) Talenta sumber daya insani,

2) Teknologi, dan;

3) Toleransi sosial.

Teknologi dimasukkan kedalam pilar karena fungsinya sebagai kendaraan dan perangkat (tools) bagi pengembangan landasan ilmu pengetahuan. Teknologi bisa dipakai dalam berkreasi, memproduksi, berkolaborasi, mencari informasi, distribusi dan sarana bersosialisasi.

c. Resources.

Sumber daya yang dimaksudkan disini adalah input yang dibutuhkan dalam proses penciptaan nilai tambah, selain ide atau kreativitas yang dimiliki oleh sumber daya insani yang merupakan landasan dari industri

30

Diambil dari http://wikipedia.com/Technology_Definition_and_usage (diakses tanggal 08 Juli 2014)


(48)

kreatif ini. Sumber daya meliputi sumber daya alam maupun ketersediaan lahan yang menjadi input penunjang dalam industri kreatif.

Era ekonomi kreatif juga mendapatkan warisan dampak buruk dari era industrialisasi. Pemanasan global di seluruh dunia membangkitkan kesadaran kolektif dari warga dunia dan menghasilkan konsensus politis mengenai penyelamatan bumi, yang diwujudkan dalam bentuk perdagangan karbon (carbon market). Sehingga, dalam membangun industri kreatif berbasis produk fisikal, harus juga disertai dengan pola pikir ramah lingkungan. Pertumbuhan perdagangan karbon ini sangat pesat dan peranan negara‐negara Asia sebagai produsen sangat strategis. Selayaknya peluang ini dimanfaatkan juga oleh industri‐industri kreatif.

d. Institution.

Institution dalam pilar pengembangan industri kreatif dapat didefinisikan sebagai tatanan sosial dimana termasuk di dalamnya adalah kebiasaan, norma, adat, aturan, serta hukum yang berlaku. Tatanan sosial ini bisa yang bersifat informal –seperti sistem nilai, adat istiadat, atu norma ‐

maupun formal dalam bentuk peraturan perundang‐undangan.

Industri kreatif memajukan ide‐ide yang dapat dieksploitasi menjadi potensi ekonomi. Dengan demikian peranan hukum dalam memproteksi ide‐ide sangat penting. Proteksi ide‐ide dijalankan dengan mekanisme HKI. Namun, harus ditekankan bahwa HKI bukan poin utama dari industri kreatif, yang lebih penting adalah bagaimana insan Indonesia menggunakan proses kreatif di dalam kehidupan sehari‐hari, baik secara


(49)

keilmuan, industri maupun komersial. Oleh karena itu, pendaftaran HKI pada produk ada proporsi‐proporsi tertentu. Regim HKI yang sekarang populer masih bernuansa kebarat‐ baratan yang sangat individualis. Sebisa mungkin industri kreatif di Indonesia juga mampu membangun landasan HKI yang bersifat ketimuran yang kuat, karena HKI didunia timur banyak berupa nilai‐nilai kearifan budaya lokal yang bersifat kebersamaan (togetherness) dan berbagi (sharing).

e. Financial Intermediary.

Lembaga intermediasi keuangan adalah lembaga yang beperan menyalurkan pendanaan kepada pelaku industri yang membutuhkan, baik dalam bentuk modal/ekuitas mapun pinjaman/kredit. Lembaga intermediasi keuangan merupakan salah satu elemen penting untuk untuk menjembatani kebutuhan keuangan bagi pelaku dalam industri kreatif. Industri kreatif memiliki subsektor yang banyak. Ada yang kreasinya berbentuk benda fisik, ada pula yang kreasinya berupa produk non‐fisik (intangible). Persepsi lembaga keuangan saat ini masih tradisional, hanya mau menyalurkan pinjaman pada industri yang memiliki hasil fisikal dan memiliki lahan fisikal sebagai tempat berproduksi. Dengan berkembangnya teknologi ICT, saat ini banyak produk‐produk non‐fisikal yang memanfaatkan dunia maya (cyberspace) sehingga berbentuk digital. Insittusi finansial harus menciptakan perangkat finansial yang mendukung era ini.

Di Indonesia, peran industri kreatif dalam ekonomi Indonesia cukup signifikan dengan besar kontribusi terhadap PDB rata‐rata tahun 2002‐2006


(50)

adalah sebesar 6,3% atau setara dengan 104,6 Triliun rupiah(nilai konstan) dan 152,5 triliun rupiah (nilai nominal). Industri ini telah mampu menyerap tenaga kerja rata‐rata tahun 2002‐2006 adalah sebesar 5,4 juta dengan tingkat partisipasi sebesar 5,8%.31

Ditinjau dari sisi ekspor, maka berdasarkan estimasi klasifikasi subsektor, peran ekonomi kreatif terhadap total ekspor rata‐rata untuk tahun 20022006 adalah sebesar 10,6%. Ada kemungkinan bahwa estimasi ini terlalu tinggi karena untuk fesyen dan alas kaki sulit dibedakan antara ekspor yang produk maklon dengan yang memiliki konten kreatif di dalamnya. Sisi lain, ekspor industri kreatif yang berbasis jasa, nilai ekspornya dinilai masih

underestimed. Kajian yang dilakukan adalah berdasarkan data sekunder yang memang ada ketidaksempurnaan. Hal tersebut akan diperbaiki dan direvisi secara terus‐ menerus dengan survei dan rapid mapping.

B.Tanggung Jawab Pemerintah untuk Mewujudkan Perluasan Kesempatan Kerja pada Sektor Ekonomi Kreatif

Keterlibatan pemerintah dalam pembangunan industri kreatif sangatlah dibutuhkan terutama melalui pengelolaan otonomi daerah yang baik, penegakan demokrasi, dengan prinsipprinsip good governance. Ketiganya bukan merupakan hal yang baru, memang sudah menjadi agenda utama reformasi. Jika berhasil dengan baik, ketiganya merupakan kondisi positif bagi pembangunan industri kreatif.

31

Studi pemetaan Industri Kreatif (Jakarta: Departemen Perdagangan Republik Indonesia,2007), hlm.72


(51)

Peran utama Pemerintah dalam pengembangan industri kreatif adalah :32 a. Katalisator, fasilitator dan advokasi

memberi rangsangan, tantangan, dorongan, agar ide‐ide bisnis bergerak ke tingkat kompetensi yang lebih tinggi. Tidak selamanya dukungan itu haruslah berupa bantuan finansial, insentif ataupun proteksi, tetapi dapat juga berupa komitmen pemerintah untuk menggunakan kekuatan politiknya dengan proporsional dan dengan memberikan pelayanan administrasi publik dengan baik;

b. Regulator.

Menghasilkan kebijakan‐kebijakan yang berkaitan dengan people, industri, insititusi, intermediasi, sumber daya, dan teknologi. Pemerintah dapat mempercepat perkembangan industri kreatif jika pemerintah mampu membuat kebijakan‐kebijakan yang menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi industri kreatif. Pemerintah juga harus mengatur bahwa kebijakan yang telah dikeluarkan yang akan dijalankan.

c. Konsumen, investor bahkan entrepreneur.

Pemerintah sebagai investor harus dapat memberdayakan aset negara untuk menjadi produktif dalam lingkup industri kreatif dan bertanggung jawab terhadap investasi infrastruktur industri. Sebagai konsumen, pemerintah perlu merevitalisasi kebijakan procurement yang dimiliki, dengan prioritas penggunaan produk‐produk kreatif. Sebagai

entrepreneur, pemerintah secara tidak langsung memiliki otoritas terhadap badan usaha milik pemerintah (BUMN).

32


(52)

d. Urban planner.

Kreativitas akan tumbuh dengan subur di kota - kota yang memiliki iklim kreatif. Agar pengembangan ekonomi kreatif ini berjalan dengan baik, maka perlu diciptakan kota‐kota kreatif di Indonesia. Pemerintah memiliki peran sentral dalam penciptaan kota kreatif (creative city), yang mampu mengakumulasi dan mengkonsentrasikan energi dari individu‐individu kreatif menjadi magnet yang menarik minat individu/perusahaan untuk membuka usaha di Indonesia. Ini bisa terjadi karena inidividu/perusahaan tersebut merasa yakin bisa berinvestasi secara serius (jangka panjang) di kota‐kota itu, karena melihat adanya potensi suplai SDM yang berpengetahuan tinggi yang bersirkulasi aktif di dalam daerah itu. Silicon Valley di San Jose Amerika, Mumbai, Bangalore di India, Shanghai di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) adalah kota‐kota yang sudah dijuluki sebagai kota kreatif. Banyak kota‐kota di Indonesia yang memiliki energi yang cukup untuk dijadikan kandidat kota kreatif.

1. Teori pertanggungjawaban

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.


(53)

Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability

menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility

menunjuk pada pertanggungjawaban politik.33

Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu:

a. Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.

b. Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung.34

2. Tanggung jawab pemerintah untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja pada sektor ekonomi kreatif

33

Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 335-337.

34


(54)

Hingga saat ini, beberapa tanggung jawab yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk industri kreatif ini antara lain: 35

a. Undang‐Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, yaitu pada Bab VI Pasal 17 yang menyatakan bahwa Desain produk industri mendapat perlindungan hukum.

b. Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri dalam Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual.

c. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor

20/MPP/Kep/I/2001 tentang pembentukan Dewan Desain

Nasional/Pusat Desain Nasional (PDN).

d. Pusat Desain Nasional (PDN) Sejak tahun 2001 s/d 2006, telah memilih 532 desain produk terbaik Indonesia.

e. Tahun 2006, Departemen Perdagangan Republik Indonesia memprakarsai peluncuran program Indonesia Design Power yang beranggotakan Departemen Perdagangan RI, Departemen Perindustrian RI, Kementerian Koperasi dan UKM serta Kamar Dagang Indonesia (KADIN).

f. Tahun 2007, diselenggarakan Pameran Pekan Budaya Indonesia, berdasarkan arahan Presiden, dan diprakarsai oleh: Kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan Masyarakat, serta melibatkan lintas departemen antara lain: Departemen Perindustrian, Perdagangan, Budaya & Pariwisata, dan Kementrian UKM & Koperasi.

35

ProgramKerjaPengembangan industri Kreatif Nasional 2009-2015 (Jakarta : Departemen Perdagangan RI, 2008), hlm.122


(55)

g. Tahun 2007, Departemen Perdagangan RI meluncurkan hasil studi pemetaan Industri Kreatif Indonesia dan menetapkan 14 subsektor Industri Kreatif Indonesia berdasarkan studi akademik atas Klasifikasi Baku Usaha Industri Indonesia (KBLI) yang diolah dari data Badan Pusat Statistik dan sumber data lainnya (asosiasi, komunitas kreatif, lembaga pendidikan, lembaga penelitian) yang rilis di media cetak, terkait dengan industri kreatif.

Tenaga kerja merupakan faktor pendukung perekonomian suatu Negara. Untuk memajukan perekonomian suatu Negara diperlukan tenaga kerja yang berkualitas. Dalam suatu Negara, tenaga kerja ada yang dipekerjakan di dalam dan di luar Negara itu sendiri. Seperti halnya Indonesia, tenaga kerja Indonesia banyak bekerja di luar negeri. Tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, dapat menghasilkan devisa Negara yang turut mendukung perekonomian Indonesia. Sehingga mereka dikenal dengan istilah pahlawan devisa Negara.

Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berpendidikan rendah dengan keterampilan dan keahlian yang kurang memadai (minim), sehingga belum mempunyai keterampilan dan pengalaman yang baik serta maksimal untuk memasuki dunia kerja. Dengan demikian kualitas tenaga kerja di Indonesia tergolong rendah. Kualitas tenaga kerja yang rendah mengakibatkan kesempatan kerja semakin kecil dan terbatas. Karena mayoritas perusahaan-perusahaan atau lapangan kerja lainnya lebih memilih tenaga kerja yang berkualitas baik. Sehingga jarang tenaga kerja mendapatkan kesempatan untuk bekerja. Keterampilan dan


(56)

pendidikan yang terbatas akan membatasi ragam dan jumlah pekerjaan. Rendahnya tingkat pendidikan akan membuat tenaga kerja Indonesia minim akan penguasaan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pemerintah haruslah memiliki kepekaan dan apresiasi terhadap aspirasi rakyat. Memahami bahwa di dalam membangun insan Indonesia yang cerdas tidak dapat dijalankan hanya dalam jangka pendek, karena pembangunan kecerdasan berarti ada proses permbelajaran, pemuliaan dan pengkayaan. Mengejar hasil akhir dalam jangka pendek tanpa dilandasi pembangunan pilar yang kuat akan membuat struktur ekonomi yang lemah dan tidak berkelanjutan. Untuk itu aktor pemerintah harus dapat menempatkan birokrasi secara proporsional, transparan dengan semangat mencapai interaksi yang sejajar.

Menurut para ahli, kemajuan pembangunan ekonomi kreatif sangat dipengaruhi oleh lokasi/place (identik dengan otonomi daerah), dan toleransi/pola pikir kreatif (identik dengan demokrasi). Sementara prinsip‐prinsip good governance; partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsiveness, equity (keadilan), visi strategis, efektivitas dan efisiensi, profesionalisme, akuntabilitas, dan supervisi (arahan), adalah prinsip‐prinsip pengelolaan dimana industri kreatif bisa tumbuh agresif.

Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja dengan cara bersama-sama dengan masyarakat mengupayakan perluasan


(1)

Masyarakat Indonesia sebenarnya sudah ada kesadaran untuk mengarah ke industri kreatif, tetapi hanya sebatas lomba dan pameran tanpa ada program yang berkelanjutan atau roadmap yang jelas. Akhirnya peserta lomba-lomba yang diadakan oleh berbagai kementerian ini semakin sedikit peminatnya, dan banyak peserta dari kalangan awam tanpa pengetahuan dan pengalaman di bidangnya. Media dalam dan luar negeri yang meliput acaranya hanya melihat kualitas industri kreatif kita yang maaf-pas pasan. Pameran yang diadakan juga terlalu sering, dan karena industri kreatif kita masih belum banyak yang sanggup menyelesaikan produk IP mereka, event-event pameran ini malah seringkali dimanfaatkan perusahaan yang sudah established maupun publisher publisher Indonesia-yang semua produknya impor untuk menjaring lebih banyak user dan melakukan penetrasi pasar.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Dalam konteks kebijakan industri masa kini, negara berkembang tidak bisa mengandalkan daya saingnya di bidang industri manufaktur, dengan memanfaatkan keunggulan komparatif dalam bentuk biaya tenaga kerja yang lebih rendah dan sumber daya alam yang melimpah. Keunggulan komparatif tersebut harus diarahkan dalam bentuk daya saing yang diciptakan berdasarkan nilai keunikan faktor historis, geografis, budaya dan keramahan yang tidak mudah ditiru oleh yang lain. Pengetahuan dan kreativitas adalah kunci bagi penciptaan nilai.

2. Banyaknya instansi pemerintah yang terkait dengan berbagai subsektor industri kreatif, diperlukan koordinasi antar instansi. Koordinasi ini memerlukan sebuah institusi yang mampu berkonsentrasi dengan persoalan dalam industri kreatif, sekaligus memiliki hubungan kerja yang baik dengan


(3)

berbagai instansi tersebut. Selain itu, mengingat besarnya peran berbagai aktor –tidak hanya pemerintah– dalam industri kreatif untuk tercapainya kesuksesan sinergi antara rencana strategis dan implementasi, maka institusi ini harus merupakan sebuah kolaborasi antara Cendekiawan (dunia ilmu pengetahuan dan seni budaya), Bisnis (dunia usaha dan creative entrepreneurs), dan Pemerintah, yang disebut sebagai kolaborasi triple helix.

A. Saran

Berdasarkan pemaparan dan kesimpulan tersebut, dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Hendaknya pemerintah membuat lebih banyak lagi kebijakan secara kompleks di semua bidang yang berorientasi pada pengembangan ekonomi kreatif. Pemerintah juga hendaknya secara aktif melakukan pendataan tentang perkembangan indsutri kreatif serta menciptakan pola pikir yang bisa menciptakan dan berinovasi.

2. Hendaknya pelaku usaha memiliki kreatifitas untuk menemukan cara-cara yang dapat meningkatkan perluasan kesempatan kerja yang akan banyak menyerap angkatan kerja. Pelaku usaha juga berperan untuk menciptakan daya saing yang baik dari waktu ke waktu pada ekonomi kreatif.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anggraini, Nenny. Industri Kreatif. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2002. Darus, Mariam. Perlindungan Konsumen Dilihat dari Perjanjian Baku (standar),

Kertas Kerja Pada Simposium Aspek-aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen. Jakarta : Alumni, 1980.

Dwikarinimade. Analisis Prioritas Sektoral Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Karangasem Tahun 1997 – 2006. Jakarta : Piramedia, 2009. Efendi, Mashyur. Dimensi / Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum

Nasional Dan Internasional. Jakarta, Ghalia Indonesia,1994. H.R, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Raja Grafindo Persada,

2006.

H, Werf. Ilmu Manajemen Pemerintahan. Jakarta : 1997.

Jaka, Primorac. The position of cultural workers in creative industries: the south-eastern European perspective. European Cultural Foundation. Jakarta : Raja Grafindo Persada,2006.

Khristianto, Wheny. Peluang dan Tantangan Industri Kreatif di Indonesia, Jurnal Bisnis dan Manajemen, Volume 5 No.1

M.S, Amir. Strategi memasuki Pasar Ekspor. Jakarta : Prenada Media, 2010 Priyo. Pengaruh Investasi PMA Dan PMDN, Kesempatan Kerja, Pengeluaran

Pemerintah Terhadap PDRB Di Jawa TengahPeriode Tahun 1980-2006. Jakarta : Sinar Grafika, 2009.


(5)

Zainal, Asikin dan Amiruddin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, 2006

Sadono, Sukirno. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan. Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2000.

Sadono, Sukirno. Makro Ekonomi Modern. Jakarta : Rajawali Press, 2000. Sendjun. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta, 2001.

Siregar, Mahmul dan Edy Ikhsan. Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan Ajar. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Pers, 1986

. Studi Industri Kreatif Indonesia 2007. Jakarta. Departemen Perdagangan RI ____________Studi pemetaan Industri Kreatif .Departemen Perdagangan

Republik Indonesia. Jakarta

Sutedi, Adrian. Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Bogor : Ghalia Indonesia, 2008

Tjokroamidjojo, Bintoro. Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES. Jakarta: Alumni,1984.

Todaro, Michael. Pembangunan Ekonomi Kreatif. Jakarta : Bumi Aksara, 2000. Pusat Litbang Ketenagakerjaan Badan Penelitian, Pengembangan Dan Informasi.

B. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja

Republik Indonesia, Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, Jakarta.

Republik Indonesia , Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2008. Program Kerja Pengembangan industri Kreatif Nasional 2009-2015, Jakarta.


(6)

Republik Indonesia, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2009. Studi Industri Kreatif Indonesia 2009, Jakarta.

Republik Indonesia, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2008. Program KerjaPengembangan industri Kreatif Nasional 2009-2015, Jakarta.

Republik Indonesia, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju Visi Ekonomi, Jakarta, 2008, hlm.

C. Website

Lutfi Zainuddin, “Industri Kreatif Makin Prospektif “, http://bisnisindonesia.com (diakses tanggal 26 Juni 2014)

http://ririsatria40.wordpress.com/2012/04/30/ekonomi-kreatif/ (diakses tanggal 02 Juli 2014)

http://pustaka.unpad.ac.id_Identifikasi_Sektor_Industri (diakses tanggal 04 Juli 2014)

____________http://wikipedia.com/Technology_Definition_and_usage (diakses tanggal 08 Juli 2014)

Simarmata ,Elitua H dan Bastian Simarmata, Bagaimana Posisi Strategi Industri Kreatif dalam Perekonomian Nasional ?Diambil dari

http://www.indonesiakreatif.net/bagaimanaposisi-strategis-industri-kreatif-dalam-perekonomian-nasional (diakses, 11 Juli 2014)

http://kem.ami.or.id/2011/09/ekonomi-kreatif-harus-memberikan-dampak-yang-positif/ (diakses tanggal 13 Juli 2014)


Dokumen yang terkait

Perjanjian Kerja Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Menurut Hukum Islam.

0 0 15

KETENTUAN SANKSI PIDANA DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 0 6

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN TERHADAP PEKERJA ANAK YANG MENINGGAL DUNIA AKIBAT KECELAKAAN KERJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 0 2

Penyerahan Pekerjaan dalam sistem Outsourcing Menurut Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

0 0 3

undang undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

0 0 77

TELAAH KRITIS TERHADAP INKONSISTENSI KONSEP HUBUNGAN KERJA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

0 0 28

Peran Serta Masyarakat, Dunia Usaha dan Pemerintah Daerah Dalam Perluasan Kesempatan Kerja Berdasarkan Slogan CIANJUR JAGO dan Visi, Misi Kabupaten Cianjur (Dikaji Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan) Ahmad Hunaeni Zulkarnaen

0 0 22

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN A. Arah Kebijakan Nasional Pemerintah dalam Bidang Ketenagakerjaan - Tanggung Jawab Pemerintah dalam Mengupayakan Perluasan Kes

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tanggung Jawab Pemerintah dalam Mengupayakan Perluasan Kesempatan Kerja pada Sektor Ekonomi Kreatif Menurut Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

0 0 14

ANALISIS TENTANG HAK-HAK TENAGA KERJA SETELAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG RI NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN -

0 0 83