Nata de Coco Selulosa Bakteri Sediaan Tablet .1 Uraian Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nata de Coco

Istilah nata berasal dari bahasa Spanyol yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin sebagai natare, yang berarti terapung-apung. Nata dapat dibuat dari air kelapa, santan kelapa, tetes tebu molases, limbah cair tahu, atau sari buah nanas, melon, markisa, pisang, jeruk, jambu biji, stroberi, dan lain-lain Anonim, 2009. Nata adalah produk hasil fermentasi menggunakan mikroba Acetobacter xylinum. Nata de coco adalah nata yang dibuat menggunakan bahan baku air kelapa. Selain dikenal sebagai produk makanan, nata yang sebenarnya merupakan bacterial cellulose telah dikembangkan untuk berbagai kebutuhan Effendi, 2009; Santoso, dkk., 2000.

2.2 Selulosa Bakteri

Saat ini, telah ada sumber baru selulosa yaitu selulosa bakteri. Selulosa bakteri adalah nama yang diberikan kepada selulosa yang dihasilkan bakteri melalui proses seperti biosintesis yang berasal dari berbagai mikroorganisme, proses enzimatik dalam sintesis in vitro atau kemosintesis derivat glukosa Chen et al., 2010. Nata de coco merupakan selulosa bakterial yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum pada proses fermentasi air kelapa. Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan mediacair yang asam dan mengandung gula. Nata decoco dibuat dari bahan baku air kelapa Afrizal, 2008. Universitas Sumatera Utara Yanuar, dkk., 2003 telah melakukan penelitian yaitu preparasi dan karakterisasi selulosa mikrokristal dari nata de coco untuk bahan pembantu pembuatan tablet yang menggunakan nata de coco yang diperoleh dari pasaran. Berdasarkan interpretasi data spektrum inframerah dan spektrum difraksi sinar-x terlihat bahwa selulosa mikrokristal mempunyai kemiripan dengan Avicel PH-102 dengan rumus empirik C 6 H 10 O 5 n sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan pembantu pembuatan tablet Yanuar, dkk., 2003. 2.3 Uraian Bahan 2.3.1 Klorfeniramin Maleat Klorfeniramin maleat mengandung tidak kurang dari 98,0 dan tidak lebih dari 100,5 C 16 H 19 ClN 2 .C 4 H 4 O 4 dihitung terhdap zat yang telah dikeringkan. Nama Kimia : 2-[p-kloro- α-[2-dimetilaminoetil] benzyl piridina maleat Rumus molekul : C 16 H 19 ClN 2 .C 4 H 4 O 4 Berat molekulnya : 390,87 Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau. Larutan mempunyai pH antara 4 dan 5. Kelarutan : mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam benzena Ditjen POM, 1995. Universitas Sumatera Utara

2.3.1.1 Efek Farmakologi Klorfeniramin adalah derivat klor dengan daya kerja 10 kali lebih kuat dan

derajat toksisitas yang sama. Efek sampingnya sedatif ringan dan sering kali digunakan dalam obat batuk Tjay, 2002. Klorfeniramin maleat merupakan antihistamin jenis antagonis reseptor H-1 yang bekerja dengan cara memblokir reseptor H-1 dengan menyaingi histamin pada resptornya di otot licin didnding pembuluh darah dan dengan demikian menghindarkan timbulnya reaksi alergi Tjay, 2002.

2.3.2 Selulosa Mikrokristal

Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan secara parsial, berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, serbuk kristal yang terdiri atas partikel- partikel yang menyerap. Selulosa mikrokristal secara komersial tersedia dalam berbagai ukuran partikel dan tingkat kelembapan sehingga mempunyai sifat dan penggunaan yang berbeda Rowe, et al., 2009. Selulosa mikrokristal secara luas digunakan dalam farmasi, terutama sebagai pengikatpengisi dalam formulasi tablet dan kapsul yang dapat digunakan dalam proses granulasi basah dan kempa langsung. Selain digunakan sebagai pengikatpengisi, selulosa mikrokristalin juga mempunyai sifat lubrikan dan disintegran yang dapat berguna dalam pentabletan Rowe, et al., 2009. Universitas Sumatera Utara 2.4 Sediaan Tablet 2.4.1 Uraian Umum Dewasa ini sediaan tablet semakin popular pemakaiannya dan merupakan sediaan yang paling banyak diproduksi. Tablet merupakan salah satu sediaan yang banyak mengalami perkembangan baik formulasi maupun cara penggunaannya. Beberapa keuntungan sediaan tablet diantaranya adalah sediaan lebih kompak, biaya pembuatannya lebih sederhana, dosisnya tepat, mudah pengemasannya, sehingga penggunaannya lebih praktis jika dibandingkan dengan sediaan yang lain Lachman, et al., 1994. Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja Ditjen POM, 1995. Tablet dicetak dari serbuk kering, kristal atau granulat, umumnya dengan penambahan bahan pembantu, pada mesin yang sesuai, dengan menggunakan tekanan tinggi. Tablet dapat memiliki bentuk silinder, kubus, batang, atau cakram, serta bentuk seperti telur atau peluru. Garis tengah tablet pada umumnya 5-17 mm, sedangkan bobot tablet 0,1-1 g Voigt, 1995.

2.4.2 Metode Pembuatan Tablet

Tablet dibuat dengan 3 cara umum, yaitu granulasi basah, granulasi kering mesin rol atau mesin slag dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa Ditjen POM, 1995. Universitas Sumatera Utara Butiran granulat yang diperoleh, partikel-partikelnya mempunyai daya lekat. Daya alirnya menjadi lebih baik sehingga pengisian ruang cetak dapat berlangsung secara kontiniu dan homogen. Keseragaman bentuk granulat menyebabkan keseragaman bentuk tablet Voigt, 1995. a. Granulasi basah Zat berkhasiat, pengisi dan penghancur dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin tablet Anief, 1994. b. Granulasi kering Metode ini digunakan pada keadaan dosis efektif terlalu tinggi untuk pencetakan langsung, obatnya peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya Lachman, et al., 1994. Setelah penimbangan dan pencampuran bahan, serbuk di slugg atau dikompresi menjadi tablet yang besar dan datar dengan garis tengah sekitar 1 inci. Kempaan harus cukup keras agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan serbuk yang berceceran. Tablet kempaan ini dipecahkan dengan tangan atau alat dan diayak dengan lubang yang diinginkan, pelicin ditambahkan dan tablet dikempa Ansel, 1989. c. Kompresi Langsung Beberapa bahan obat seperti kalium klorida, kalium iodida, amonium klorida, dan metenamin bersifat mudah mengalir, sifat kohesifnya juga Universitas Sumatera Utara memungkinkan untuk langsung dikompresi tanpa memerlukan granulasiAnsel, 1989. Istilah kempa langsung telah lama digunakan untuk memperkenalkan pengempaan senyawa kristalin tunggal biasanya garam anorganik dengan struktur kristal kubik seperti natrium klorida, natrium bromida, atau kalium bromida menjadi suatu padatan tanpa penambahan zat-zat lain. Hanya sedikit bahan kimia yang mempunyai sifat alir, kohesi, dan lubrikasi di bawah tekanan untuk membuat padatan seperti ini Siregar dan Wikarsa, 2010. Sekarang istilah kempa langsung digunakan untuk menyatakan proses ketika tablet dikempa langsung dari campuran serbuk zat aktif dan eksipien yang sesuai termasuk pengisi, disintegran, dan lubrikan, yang akan mengalir dengan seragam ke dalam lubang kempa dan membentuk suatu padatan yang kokoh. Tidak ada prosedur praperlakuan granulasi basah atau kering yang diperlukan pada campuran serbuk Siregar dan Wikarsa, 2010. Keuntungan metode kempa langsung yaitu : 1. Lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit 2. Lebih singkat prosesnya. Karena proses yang dilakukan lebih sedikit, maka waktu yang diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang dipergunakan juga lebih sedikit. 3. Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab. 4. Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul, tetapi langsung menjadi partikel. Tablet kempa langsung berisi Universitas Sumatera Utara partikel halus sehingga tidak melalui proses dari granul ke partikel halus terlebih dahulu Andayana, 2009. Modifikasi lanjut dari proses kempa langsung adalah penggunaan penggerusan pracampur zat aktif keras dengan satu atau lebih pengisi dan penambahan pengisi dan pengikat lain sebelum campuran akhir dikempa langsung Siregar dan Wikarsa, 2010. Keuntungan tablet dibandingkan dengan sediaan yang lain: 1. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang rendah. 2. Ongkos pembuatannya paling rendah. 3. Sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim. 4. paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal ditenggorokan. 5. Mempunyai sifat stabilitas mikrobiologis yang paling baik Lachman, et al., 1994.

2.4.3 Komposisi Tablet

Tablet oral umumnya di samping zat aktif mengandung, pengisi, pengikat, penghancur, dan pelincir. Tablet tertentu mungkin memerlukan pemacu aliran, zat warna, zat perasa, dan pemanis Lachman, et al., 1994. a. Pengisi Digunakan agar tablet memiliki ukuran dan massa yang dibutuhkan. Sifatnya harus netral secara kimia dan fisiologis, selain itu juga dapat dicernakan dengan baik Voigt, 1995. Bahan-bahan pengisi yaitu : laktosa, sukrosa, manitol, sorbitol, amilum, bolus alba, kalsium sulfat, natrium sulfat, natrium klorida, Universitas Sumatera Utara magnesium karbonat Soekemi, dkk., 1987. Pengisi diperlukan dalam formulasi tablet dengan semua metode untuk menambah massa tablet yang mengandung bahan aktif dengan jumlah kecil Jones, 2008. b. Pengikat Untuk memberikan kekompakan dan daya tahan tablet, juga untuk menja- min penyatuan beberapa partikel serbuk dalam butir granulat Voigt, 1995. Pengikat yang umum digunakan yaitu : amilum, gelatin, glukosa, gom arab, natrium alginat, cmc, polivinilpirolidon, dan veegum Soekemi, dkk., 1987. c. Penghancur Untuk memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorpsi Lachman, et al., 1994. Bahan yang digunakan sebagai pengembang yaitu : amilum, gom, derivat selulosa, alginat, dan clays Soekemi, dkk., 1987. d. Pelincir Ditambahkan untuk meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi, mencegah melekatnya massa pada punch dan die, mengurangi pergesekan antara butir-butir granul, dan mempermudah pengeluaran tablet dari die. Bahan pelicin yaitu : metalik stearat, talk, asam stearat, senyawa lilin dengan titik lebur tinggi, amilum maydis Soekemi, dkk., 1987.

2.4.4 Evaluasi Tablet

a. Kekerasan tablet Ketahanan tablet terhadap goncangan saat pengangkutan, pengemasan dan peredaran bergantung pada kekerasan tablet. Kekerasan yang lebih tinggi menghasilkan tablet yang bagus, tidak rapuh tetapi ini mengakibatkan Universitas Sumatera Utara berkurangnya porositas dari tablet sehingga sukar dimasuki cairan yang mengakibatkan lamanya waktu hancur. Kekerasan dinyatakan dalam kg tenaga yang dibutuhkan untuk memecahkan tablet. Kekerasan untuk tablet secara umum yaitu 4-8 kg, tablet hisap 10-20 kg, tablet kunyah 3 kg Soekemi, dkk, 1987. Kekerasan tablet dipengaruhi oleh perbedaan massa granul yang mengisi die pada saat pencetakan tablet dan tekanan kompressi. Selain itu, berbedanya nilai kekerasan juga dapat diakibatkan oleh variasi jenis dan jumlah bahan tambahan yang digunakan pada formulasi. Bahan pengikat adalah contoh bahan tambahan yang bisa menyebabkan meningkatnya kekerasan tablet bila digunakan terlalu pekat Lachman, et al., 1994. b. Friabilitas Tablet mengalami capping atau hancur akibat adanya goncangan dan gesekan, selain itu juga dapat menimbulkan variasi pada berat dan keseragaman isi tablet. Pengujian dilakukan pada kecepatan 25 rpm, menjatuhkan tablet sejauh 6 inci pada setiap putaran, dijalankan sebanyak 100 putaran. Kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil dari 0,5 sampai 1 Lachman, et al, 1994. Kerenyahan tablet dapat dipengaruhi oleh kandungan air dari granul dan produk akhir. Granul yang sangat kering dan hanya mengandung sedikit sekali persentase kelembapan, sering sekali menghasilkan tablet yang renyah daripada granul yang kadar kelembapannya 2 sampai 4 Lachman, et al., 1994. c. Waktu hancur Waktu hancur yaitu waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi partikel-partikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorpsi. Menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan dan Universitas Sumatera Utara lewatnya seluruh partikel melalui saringan mesh-10 Lachman, et al., 1994. Hancurnya tablet tidak berarti sempurna larutnya bahan obat dalam tablet. Tablet memenuhi syarat jika waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit. Kebanyakan bahan pelicin bersifat hidrofob, bahan pelicin yang berlebihan akan memperlambat waktu hancur. Tablet dengan rongga-rongga yang besar akan mudah dimasuki air sehingga hancur lebih cepat daripada tablet yang keras dengan rongga-rongga yang kecil Soekemi, dkk., 1987. d. Kadar zat berkhasiat Untuk mengevaluasi kemanjuran suatu tablet, jumlah obat dalam tablet harus dipantau pada setiap tablet atau batch, begitu juga kemampuan tablet untuk melepaskan zat atau obat yang dibutuhkan harus diketahui Lachman, et al., 1994. Persyaratan kadar berbeda-beda, dan tertera pada masing-masing monografi masing-masing bahan obat. e. Disolusi Disolusi adalah proses suatu zat solid memasuki pelarut untuk menghasilkan suatu larutan. Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai proses suatu solid melarut. Laju disolusi ialah jumlah zat aktif yang larut per satuan waktu di bawah kondisi yang dibakukan dari antarpermukaan cairansolid, suhu, dan komposisi pelarut Siregar dan Wikarsa, 2010. Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, keculai pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah Ditjen POM, 1995. Pentingnya laju disolusi zat aktif dari sediaannya pada manfaat klinis dan Universitas Sumatera Utara sistem penghantaran zat aktif telah lama diakui. Sifat bentuk sediaan yang sangat penting adalah kontribusinya pada laju dan besarnya ketersediaan zat aktif obat dalam tubuh. Upaya yang telah diusahakan adalah pengembangan sistem disolusi yang memberikan informasi tentang proses disolusi banyak zat aktif dan juga model sistem disolusi in vitro yang dapat dikorelasikan dengan beberapa petunjuk daya guna in vivo Siregar dan Wikarsa, 2010. 2.5 Spektrofotometri Ultraviolet Spektrofotometri ultraviolet digunakan untuk analisa kualitatif ataupun kuantitatif suatu senyawa. Absorpsi cahaya ultraviolet maupun cahaya tampak mengakibatkan traansisi elektron, yaitu perubahan elektron-elektron dari orbital dasar berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi Fessenden dan Fessenden, 1992. Penyerapan radiasi ultraviolet atau sinar tampak tergantung pada mudahnya transisi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk transisi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul-molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap panjang gelombang lebih panjang Fessenden dan Fessenden, 1992. Jika suatu molekul dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai sehingga energi molekul tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka terjadi peristiwa penyerapan absorpsi energi oleh molekul. Supaya terjadi absorpsi, perbedaan energi antara dua tingkat energi harus setara dengan energi foton yang diserap. Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan larutan sampel dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya Rohman, 2007 Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pencetak tablet single punch Ateliers, Desintegration Tester Erweka, Disolution Tester Erweka DT, Friabilator Roche, hot plate, neraca listrik Sartorius, oven, spektrofotometer UVVisible Shimadzu, Fourier-Transform Infrared Spectrophotometer, stopwatch, termometer, Strong Cobb Hardness Tester Erweka dan alat-alat gelas.

3.2 Bahan Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Klorfeniramin

Maleat BPFI BPOM, natrium hidroksida p.a E. Merck, asam klorida pekat E. Merck, nata de coco, air suling, amilum manihot, magnesium stearat, talkum, laktosa, avicel PH 102 Mingtai Co. Ltd. 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penyiapan bahan Nata de coco, yang berupa lempengan sebanyak 15 lembar atau kurang lebih 7 kg, ditiriskan dan dipotong-potong dengan ukuran 2 x 2 cm. Kemudian nata de coco dihancurkan sampai menjadi bubur dan dikeringkan pada 95ºC selama 12 jam. Serbuk yang telah kering disebut sebagai serbuk selulosa kemudian dihaluskan lagi untuk tahap selanjutnya Yanuar, dkk., 2003. 3.3.2 Isolasi α-selulosa dan selulosa mikrokristal Serbuk selulosa dididihkan dalam air panas kemudian disaring dan dipisahkan bagian larut dan tidak larut. Bagian yang tidak larut dididihkan dengan Universitas Sumatera Utara