PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA DAN BAHAN BAKU TERHADAP KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN SURAKARTA

(1)

PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA DAN BAHAN BAKU TERHADAP KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN

SURAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh:

EROSE PERWITASAGI PUTRA

F0106003

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA NOVEMBER 2010


(2)

(3)

(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ku persembahkan Untuk:

™ Ayah dan Ibu: Sagi Budi M &

Roose Diana M

™ Adik-adikku: Ian Fatah & M.

Ardiansyah ™ Keluarga besarku

™ Pendampingku:Vaulla Remaco S

™ Sahabat-sahabatku: dari EP

Holics, Fak.Ekonomi UNS, F!team, Plasma4, Alumni kelas 2e SMA4 Solo dan semua yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu


(5)

Motto

Bukannya sesuatu itu sulit sehingga kita tidak berani, tetapi karena kita tidak berani maka sesuatu itu menjadi sulit

(Erose Perwita SP)

Perjuangan terberat dalam hidup ini adalah perjuangan untuk mengalahkan diri sendiri dan kemenangan terbesar dalam hidup ini adalah ketika kita dapat

mengalahkan diri sendiri

(Edward Sarjono)

Jika tidak ingin GAGAL, maka jangan IMPIKAN apapun, jangan lakukan apapun dan jangan jadi apapun


(6)

Jika kita LUNAK terhadap diri sendiri maka KEHIDUPAN akan KERAS terhadap diri sendiri, tetapi jika kita KERAS terhadap diri sendiri maka KEHIDUPAN akan

LUNAK terhadap diri sendiri

(Andrie Wongso)

Jika ingin menjadi LUAR BIASA, maka punyailah IMPIAN yang LUAR BIASA, BEKERJALAH dengan LUAR BIASA dan BERIBADAHLAH dengan LUAR

BIASA

(Ustd. Yusuf Mandur)

Masa Depan yang cerah adalah milik mereka yang percaya akan

KEINDAHAN IMPIAN mereka


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas limpahan hidayah, tuntunan, bimbingan serta petunjuk-Nya penulis selalu diberikan kekuatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA DAN BAHAN BAKU TERHADAP KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN SURAKARTA”

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini, dengan tulus dan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. AM Soesilo, M.Sc, selaku pembimbing skripsi yang selama ini selalu memberikan waktu, arahan, bantuan dan saran serta bimbingan dalam penyusunan skripsi penulis;

2. Bhimo Rizky Samodro, SE, Msi, selaku pembimbing akademik yang selama ini memberi arahan dan bantuan demi kelancaran kuliah penulis untuk mencapai gelar Strata Satu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta;


(8)

3. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M. Com, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta;

4. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, MSi, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta;

5. Izza Mafruhah, SE Msi, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta;

6. Segenap Dosen dan seluruh Staf Kantor TU Program Strata Satu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah membantu proses pelaksanaan Pendidikan dan Penelitian;

7. Instansi-instansi yang terkait, seperti Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan dan H.Saud Effendi selaku pemilik Workshop Saud Effendi yang telah membantu dalam pengumpulan data dan artikel yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini;

8. Bapak Sagi Budi Margiyanto dan ibu Roose Diana Musthofa, selaku bapak dan ibu penulis beserta adik-adik penulis Ian Fatah dan Muhammad Ardiansyah Budi Saputra yang selalu menjadi semangat dan inspirasi bagi penulis;

9. Vaulla Remaco Sewacotama yang telah memberikan semangat dan dukungan penuh kepada penulis;

10.Teman – teman seperjuangan angkatan 2006 (EP Holics dan teman – teman dari jurusan lain) yang bersama- sama berjuang dalam menjalani masa kuliah.


(9)

11.Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari tak ada gading yang tak retak, skripsi ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran terhadap segala kekurangan yang ada, sangat penulis harapkan dan penulis mengucapkan terima kasih, penulis berharap semoga skripsi ini turut memberikan sumbangan manfaat betapapun kecilnya bagi semua pihak yang membutuhkan.


(10)

DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN JUDUL... ...i

ABSTRAK... ..ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... ..v

HALAMAN MOTTO... .vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR TABEL...xvii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 8


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA…..………... ...10

A. Industri...………... 10

1. Pengertian Industri... 10

2. Faktor Penunjang/Faktor Pendukung... 12

3. Pengertian Usaha Kecil, Mikro dan Menengah...15

4. Kekuatan dan Kelemahan Industri Kecil. ...17

5. Masalah-masalah Industri Kecil di Indonesia...19

B. Fungsi Produksi dan Fungsi Keuntungan... 20

C. Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas...23

D. Penelitian Sebelumnya... 26

E. Kerangka Pemikiran Teoritis... 28

F. Hipotesis... 30

III. METODE PENELITIAN………...32

A. Desain Penelitian...…....………...32

B. Populasi dan Sampel...32

C. Sumber Data……….. ...32

D. Definisi Operasional Variabel………...35

E. Metode analisis Data...35

1. Analisis Diskriptif...35

2. AnalisisKuantitatif...38

IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN………...43

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian...43


(12)

2. Kondisi Sosial dan Sumber Daya Manusia ...45

B. Deskripsi Umum Industri Batik ...………...55

1. Sejarah Batik... .55

2. Perkembangan Industri Batik...57

C. Analisis Disriptif Lokasi Penelitian... ...58

1. Sejarah Kampung Laweyan...58

2. Lokasi Kampung Laweyan ...60

3. Kondisi Sosial Masyarakat ...65

4. Produk Batik Kampung Laweyan...65

5. Proses Pembuatan Batik...66

6. Jalur Perjalanan Wisata... ...68

7. Fasilitas Kampung Batik Laweyan...70

8. Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan ...71

D. Analisis Diskriptif Data...80

1. Menentukan Jumlah Kelas ...81

2. Menentukan Interval Kelas ...81

E. Hasil dan Analisis Data ...94

1. Pemilihan Model... ..94

2. Uji Statistik...95

a. Uji Parameter Individual (Uji t)... ..95

b. Uji f... ..98

c. Goodnes of Fit Atau Koefisien Determinasi(R2)...100


(13)

a. Uji Multikolinieritas...100

b. Uji Heteroskedastisitas...102

c. Uji Autokorelasi... 102

4. Analisis Ekonomi... 104

V. PENUTUP………... 108

A. Kesimpulan………. ...108

B. Saran………...109

DAFTAR PUSTAKA………...110


(14)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1 Diagram Faktor Yang Mempengaruhi Keuntungan Usaha Batik... ....30

4.1 Struktur Organisasi FPKBL...75

4.2 Hubungan Antar Lembaga di kampoeng Batik Laweyan... ..77

4.3 Hubungan FPKBL Dengan Instansi Di Luar Kampoeng Batik Laweyan... 79

4.4 Daerah Kritis Uji f... 99

DAFTAR TABEL TABEL HALAMAN 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Yang Diserap Oleh Sektor Industri di Kota Surakarta Tahun 2002-2006... .3

1.2 Realisasi Ekspor Tahunan Kota Surakarta Tahun 2007 (Menurut Komoditi)... ...5

4.1 Jumlah Penduduk Kota Surakarta menurut Jenis Kelamin Tahun 2000-2008...44


(15)

4.2 Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1980-2008...47

4.3 Luas Daerah, Pembagian Wilayah Administrasi dan Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2008... ...48

4.4 Banyaknya Penduduk Umur 5 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Surakarta tahun 2006 – 2007... ...49

4.5 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian (Usia 10 Tahun Ke Atas ) di Kota Surakarta tahun 2007... ...50

4.6 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Surakarta Tahun 2008 – 2009 (Jutaan Rupiah)...51

4.7 Obyek Wisata Laweyan... ....69

4.8 Program dan Pelaksanaan Kegiatan (Rencana Program)... ....77

4.9 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Umur... ...82

4.10 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Tingkat Pendidikan... ....83

4.11 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Pengalaman Usaha... ...85

4.12 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Status Usaha... ...86

4.13 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Jumlah Tenaga Kerja... ...86

4.14 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Upah Tenaga Kerja... ...87

4.15 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Biaya Bahan Baku...88

4.16 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Sumber Modal...89

4.17 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Jumlah Modal...90


(16)

4.19 Distribusi Pengusaha Industri Batik Menurut Keuntungan... ...93 4.22 Pengaruh Variabel Independen Terhadap Keuntungan

Pengusaha Batik se Kecamatan Laweyan...95 4.23 Hasil R21 , R22 , R23 dan R24 Pada Regresi Antar Variabel

Independen...96 4.24 Uji Heteroskedastik Menggunakan Uji LM ARCH... ...101 4.25 Uji autokorelasi menggunakan pengujian B-G test... ...102


(17)

commit to user

EROSE PERWITA SAGI PUTRA F0106003

PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA DAN BAHAN BAKU TERHADAP KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN SURAKARTA

Kota Surakarta selain memiliki citra sebagai kota budaya, Surakarta juga mempunyai potensi besar pada perdagangan Batik. Dilihat dari perkembangan peningkatan industri kecil 4 tahun terakhir, termasuk diantaranya adalah industri kerajinan Batik, telah memberikan sumbangan nilai produksi, nilai investasi, penyediaan lapangan kerja dan unit usaha yang lebih besar dibanding industri sedang dan besar (Disperindag: 2009). Berdasarkan fakta tersebut, maka industri kecil kerajinan batik berperan penting dalam pembangunan ekonomi khususnya dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat kecil. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana faktor modal, tenaga kerja dan bahan baku dapat mempengaruhi tingkat keuntungan pengusaha batik di Kampung Batik Laweyan. Berdasarkan permasalahan terebut maka hipotesis yang diajukan adalah variabel modal, tenaga kerja dan bahan baku berpengaruh positif terhadap keuntungan para pengusaha batik di kampung batik Laweyan.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat diskriptif kuantitatif dengan mengambil data primer (wawancara dan observasi) dengan menggunakan pendekatan regresi linear berganda yaitu dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Berdasarkan hasil pengujian, menunjukkan bahwa variabel modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap keuntungan pengusaha batik di Laweyan. Sedangkan untuk variabel tenaga kerja dan bahan baku tidak berpengaruh terhadap keuntungan pengusaha batik di Laweyan.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diajukan saran, antara lain: Perlunya pemerintah daerah Kota Surakarta untuk memberikan bantuan modal kepada pengusaha batik dengan memberikan bantuan kredit lunak kepada para pengusaha batik dengan cara memberikan bantuan kredit dengan bunga yang rendah kepada para pengusaha batik di Kecamatan Laweyan Surakarta.

Kata kunci: Keuntungan, Modal, Tenaga Kerja dan Bahan Baku.  


(18)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan industri merupakan kegiatan untuk peningkatan kesejahteraan dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga manusia disertai usaha untuk meluaskan ruang lingkup kegiatan manusia. Dengan demikian, dapat diusahakan secara vertikal semakin besarnya nilai tambah pada kegiatan ekonomi dan sekaligus secara horizontal makin luasnya lapangan kerja produktif bagi penduduk yang semakin bertambah (Arsyad, 2001).

Peranan sektor industri yang ditujukan untuk memperkukuh struktur ekonomi nasional dengan keterkaitan yang kuat dan saling mendukung antar sektor, meningkatkan daya tahan perekonomian nasional dan kesempatan kerja sekaligus mendorong berkembangnya kegiatan – kegiatan pembangunan diberbagai sektor lainnya dan juga diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan pendapatan perkapita. Pembangunan di sektor industri dikembangkan secara bertahap dan terpadu melalui peningkatan keterkaitan antar industri dan antar sektor industri yang memasukkan bahan baku industri, melalui iklim yang merangsang bagi penanam modal dan penyebaran pembangunan


(19)

commit to user

industri di daerah sesuai dengan potensi masing – masing dan sesuai dengan iklim usaha yang memantapkan pertumbuhan ekonomi nasional (Todaro, 2000).

Pembangunan industri di Indonesia tidak hanya dititikberatkan pada industri besar saja tetapi juga diperhatikan perkembangan industri kecil dan kerajinan rumah tangga. Selain itu perkembangan industri juga diupayakan untuk mengembangkan potensi yang ada yaitu melalui pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya secara optimal seperti adanya pembangunan di sektor industri pedesaan dengan tujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan industri di daerah atau industri kecil di pedesaan tersebut.

Industri kecil mempunyai peranan penting dalam kegiatan ekonomi nasional, misalnya dapat menciptakan lapangan pekerjaan, ikut membantu pelayanan masyarakat luas, mempercepat pemerataan distribusi pendapatan, mendorong pertumbuhan ekonomi dan ikut menjaga stabilitas nasional. Dengan demikian industri kecil dan rumah tangga merupakan salah satu sasaran yang memerlukan perhatian khusus. Sasaran tersebut sangat sesuai dengan permasalahan yang ada di Indonesia yaitu tingginya tingkat pengangguran yang tidak dapat ditampung oleh lapangan pekerjaan yang tersedia.

Industri kecil memang bukan penghasil nilai output dan nilai tambah yang terbesar jika dibandingkan dengan industri yang berskala besar dan sedang (Wihana, 2001). Tetapi pada dasarnya industri kecil kerajinan menjadi usaha yang tangguh dan mandiri sehingga dapat memperkokoh struktur perekonomian nasional dalam rangka pembangunan nasional, khususnya di sektor industri mempunyai peranan yang sangat penting ditinjau dari penyerapan tenaga kerja.


(20)

commit to user

Untuk mengetahui peranan sektor industri dari segi kesempatan kerja dapat ditunjukkan dengan melihat tingkat peranan tenaga kerja untuk sektor industri selama beberapa tahun terakhir di Kota Surakarta. Pada tahun 2004 industri kecil di Surakarta menyerap 21.531 tenaga kerja dan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sampai pada tahun 2009 penyerapan tenaga kerja dari sektor industri kecil mencapai 26.656 orang. Industri kecil mampu menyerap tenaga kerja jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja yang dilakukan oleh industri besar dan menengah, kondisi ini dapat dilihat pada tahun-tahun terakhir dan pada tahun 2006 yaitu 8.893 orang untuk tenaga kerja industri besar dan 7.957 orang untuk tenaga kerja industri menengah.

Tabel 1.1

Jumlah Tenaga Kerja yang Diserap oleh Sektor Industri di Kota Surakarta Tahun 2004-2009

Jenis Industri

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Besar 1.172 2.671 4.799 10.608 13.338 8.893

Menengah 13.350 12.500 10.572 7.560 7.938 7.957

Kecil 21.531 21.888 22.064 24.954 26.167 26.656

Non Formal

11.267 11.355 11.575 12.055 12.712 13.032

Jumlah 47.320 48.394 49.010 55.177 60.205 56.538

Sumber : Disperindag Surakarta Tahun 2010

Kota Surakarta selain memiliki citra sebagai kota budaya, Surakarta juga mempunyai potensi besar pada perdagangan Batik. Dilihat dari perkembangan peningkatan industri kecil dari tahun 2004 sampai tahun 2009, termasuk diantaranya adalah industri kerajinan Batik, telah memberikan sumbangan penyediaan lapangan kerja yang lebih besar dibanding industri sedang dan besar.


(21)

commit to user

Kondisi ini menunjukkan dimana sektor industri kecil di Surakarta lebih potensial untuk dikembangkan terutama untuk memajukan sektor pariwisata, meningkatkan ekspor non migas, dan meningkatkan pendapatan pengrajin itu sendiri.

Citra kota Surakarta sebagai kota budaya, tentunya menuntut kota ini untuk menghadirkan atmosfir budaya di segala aspek. Kota Surakarta mampu mengangkat sisi lain pariwisatanya melalui sentuhan kualitas peradaban yang tinggi. Dengan menjadikan budaya Jawa sebagai daya tarik wisata, maka timbul tantangan bagi Pemerintah kota maupun warga kota Surakarta untuk bertahan ditengah laju modernisasi.

Industri kerajinan Batik di Surakarta merupakan bagian dari budaya Jawa yang dapat dikatakan cukup kuat keberadaannya di masyarakat. Ini terbukti dari meluasnya penggunaan kain Batik yang semula hanya dipakai wanita dan sebagian pria, kini diakui sebagai pakaian nasional Indonesia. Batik adalah sebagai salah satu bagian dari kebutuhan sandang yang dikenal dan digemari masyarakat dari berbagai kelas sosial.

Surakarta sebagai daerah wisata, mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan dan pemasaran barang kerajinan Batik. Hal ini ditinjau dari tersedianya tenaga kerja yang terampil dan bahan baku yang tersedia. Industri Batik sampai saat ini tetap merupakan komoditi unggulan yang senantiasa dikembangkan baik dari segi desain maupun mutunya. Produksi kerajinan Batik telah mampu menembus pasar Internasional, dan dapat dilihat dari realisasi ekspor kota Surakarta pada Tabel 1.3 berikut ini:


(22)

commit to user

Tabel 1.2

Realisasi Ekspor Tahunan Kota Surakarta Tahun 2009 (Menurut Komoditi)

Jumlah Tahun

No. Nama Komoditi

Volume (Kg) Nilai FOB (US$)

1. BATIK 300.534,25 5,487,233.99

2. DAUN CINCAU YANG

DIKERINGKAN

4.500.00 4,144.00

3. KANTONG PLASTIK 311.802,01 428,271.10

4. KARTU UCAPAN 281.452,60 990,657.71

5. KARUNG PLASTIK 2.893.691,18 3,596,390.99

6. KAYU OLAHAN 32.506,88 58.804,71

7. KERAJINAN TANAH LIAT 18.200,00 2,067.96

8. KERAJINAN KAYU 30.024,29 48,197.47

9. KERAMIK 100.259,00 32,942.75

10. MEBEL 3.145.920,57 7,512,232.38

11. PERABOT RT DARI BATU 609.648,98 268,178.56

12. PERALATAN KANTOR 638.355,00 1,310,375.85

13. PLASTIK HANGER 84,00 250.60

14. TAS DARI KERTAS 215.798,97 637,409.95

15. TEKSTIL DAN PRODUK

TEKSTIL

2.129.731,85 22,413,636.67

Jumlah 10.712.509,58 42,790,794.69

Sumber : Disperindag 2010

Data dari Disperindag diatas menunjukkan posisi Batik pada ekspor Surakarta menempati rangking ketiga yaitu sebesar 5,487,233.99 (menurut FOB dalam US$) setelah komoditi tekstil yang mencapai 22,413,636.67, dan komoditi mebel yang mencapai nilai ekspor 7,512,232.38. Potensi Batik ini kemudian berkembang tidak hanya pada perdagangan kain Batik. Mulai dari tempat memproduksi, toko, hingga proses pembuatannya menjadi aset pariwisata yang berharga di Kota Surakarta. Aset pariwisata ini semuanya dapat dinikmati di Kampung Batik, kawasan sentra batik yang mensinergikan aktivitas perdagangan dan pariwisata, yaitu Kampung Batik Laweyan.


(23)

commit to user

Kampung Laweyan di Surakarta memiliki identitas sebagai perkampungan saudagar. Karakteristiknya sangat berbeda dengan kampung-kampung lain di kota Surakarta, karena itu sebagian masyarakat Surakarta menyebut daerah itu sebagai “kampung dagang” Laweyan.

Industri Batik digolongkan menjadi tiga menurut tingkat pengelolaannya, yaitu:

1. Pengelolaan secara sederhana, terjadi pada industri batik yang sifat usahanya masih berupa industri rumah tangga dan belum ada spesialisasi kerja.

2. Pengelolaan tingkat menengah, industri yang bidang usahanya sudah lebih besar dan penanganan usahanya menggunakan tenaga diluar anggota keluarga dan mulai terdapat spesialisasi kerja.

3. Pengelolaan secara utuh, industri batik yang lingkup usahanya besar-besaran, sudah ada spesialisasi kerja baik teknis maupun non teknis.

Sejalan dengan pengembangan pariwisata yang sedang berlangsung di Surakarta maka industri kecil kerajinan memiliki proses yang menggembirakan, terutama untuk industri kecil yang memproduksi barang-barang seni seperti batik, dimana batik tersebut masih identik dengan nilai-nilai tradisional, mengingat Surakarta sendiri masih memiliki peninggalan bersejarah yaitu Keraton Surakarta dan masih ada sebagian kehidupan masyarakat yang dilingkupi nuansa kehidupan keraton (kerajaan).


(24)

commit to user

Industri kecil kerajinan berperan penting dalam pembangunan ekonomi khususnya dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat kecil. Dengan demikian, berbagai upaya akan dilakukan dalam rangka memajukan industri kecil kerajinan. Di Surakarta terdapat beberapa daerah yang menjadi wilayah sentra industri batik yang cukup produktif, misalnya Kampung Batik Laweyan. Berdasarkan pada keadaan yang ada, maka penulis tertarik untuk meneliti karakteristik pengusaha Batik di Kecamatan Laweyan Surakarta, maka penelitian ini mengambil judul:

“PENGARUH MODAL, TENAGA KERJA dan BAHAN BAKU TERHADAP KEUNTUNGAN PENGUSAHA BATIK LAWEYAN SURAKARTA”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah gambaran tentang Kampoeng Batik Laweyan Surakarta? 2. Bagaimanakah pengaruh faktor modal, tenaga kerja, dan bahan baku

terhadap tingkat keuntungan pengusaha batik di Kecamatan Laweyan. 3. Manakah dari faktor modal, tenaga kerja dan bahan baku yang mempunyai

pengaruh paling dominan terhadap tingkat keuntungan pengusaha batik di Kecamatan Laweyan.


(25)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah penelitian, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran tentang Kampoeng Batik Laweyan Surakarta. 2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh faktor modal, tenaga kerja dan

bahan baku terhadap tingkat keuntungan pengusaha batik di Kecamatan Laweyan.

3. Untuk mengetahui manakah dari faktor modal, tenaga kerja dan bahan baku yang mempunyai pengaruh dominan terhadap tingkat keuntungan pengusaha batik di Kecamatan Laweyan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Menjadi sumber informasi bagi pengusaha batik untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang didapatkan oleh para pengusaha batik, apakah meningkat atau tetap.

2. Membantu untuk mengetahui keadaan pasar batik yang ada didaerah wilayah penelitian maupun yang diluar daerah penelitian.

3. Menjadi sumber tambahan untuk penelitian yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian ini.

4. Bagi penulis penelitian ini merupakam penerapan dan evaluasi terhadap teori yang diperoleh selama ini dalam bangku kuliah pada kondisi yang


(26)

commit to user

nyata, kususnya masalah ekonomi mikro dan sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(27)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri

1. Pengertian Industri

Industri adalah suatu kelompok usaha yang menghasilkan produk yang serupa atau sejenis. Sedangkan produk adalah barang atau jasa yang ditawarkan oleh suatu usaha. Berikut ini adalah faktor-faktor pokok yang menyebabkan suatu industri / perindustrian dapat berkembang dengan baik apabila dimiliki, antara lain adalah :

1. Faktor Pokok a. Modal

Modal digunakan untuk membangun aset, pembelian bahan baku, rekrutmen tenaga kerja, dan lain sebagainya untuk menjalankan kegiatan industri. Modal bisa berasal dari dalam suatu negara serta dari luar negeri yang disebut juga sebagai penanaman modal asing (PMA).

b. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dengan jumlah dan standar kualitas yang sesuai dengan kebutuhan suatu perindustrian tentu akan membuat industri tersebut menjadi lancar dan mampu berkembang di masa depan. Jika suatu negara kelebihan tenaga kerja, maka salah satu solusi yang baik adalah mengirim tenaga kerja ke luar negeri


(28)

commit to user

menjadi tenaga kerja asing. Contohnya indonesia dengan tenaga kerja Indonesia (TKI) dan tenaga kerja wanita (TKW). Jika suatu negara kekurangan tenaga kerja maka salah satu jalan keluarnya adalah mendatangkan tenaga kerja asing dari luar negaranya.

c. Bahan Mentah / Bahan Baku

Bahan baku adalah salah satu unsur penting yang sangat mempengaruhi kegiatan produksi suatu industri. Tanpa bahan baku yang cukup maka proses produksi dapat terhambat dan bahkan terhenti. Untuk itu pasokan bahan mentah yang cukup baik dari dalam maupun luar negeri / impor dapat melancarkan dalam mempercepat perkembangan suatu industri.

d. Transportasi

Sarana transportasi sangat vital dibutuhkan suatu industri baik untuk mengangkut bahan mentah ke lokasi industri, mengangkut dan mengantarkan tenaga kerja, pengangkutan barang jadi hasil output industri ke agen penyalur / distributor atau ke tahap produksi selanjutnya, dan lain sebagainya. Terbayang bila transportasi untuk kegiatan tadi terputus.

e. Sumber Energi / Tenaga

Industri yang modern memerlukan sumber energi / tenaga untuk dapat menjalankan berbagai mesin-mesin produksi, menyalakan perangkat penunjang kegiatan bekerja, menjalankan kendaraankendaraan industri dan lain sebagainya. Sumber energi


(29)

commit to user

dapat berwujud dalam berbagai bentuk seperti bahan bakar minyak /bbm, batubara, gas bumi, listrik, metan, baterai, dan lain sebagainya.

f. Marketing / Pemasaran Hasil Output Produksi

Pemasaran produk hasil keluaran produksi haruslah dikelola oleh orang-orang yang tepat agar hasil produksi dapat terjual untuk mendapatkan keuntungan / profit yang diharapkan sebagai pemasukan untuk pembiayaan kegiatan produksi berikutnya, memperluas pangsa pasar, memberikan dividen kepada pemegang saham, membayar pegawai, karyawan, buruh, dan lain-lain.

2. Faktor Penunjang / Faktor Pendukung

a. Kebudayaan Masyarakat

Sebelum membangun dan menjalankan kegiatan industri sebaiknya patut dipelajari mengenai adat-istiadat, norma, nilai, kebiasaan, dan lain sebagainya yang berlaku di lingkungan sekitar. Tidak sensitif terhadap kehidupan masyarakat sekitar mampu menimbulkan konflik dengan penduduk sekitar. Selain itu ketidak mampuan membaca pasar juga dapat membuat barang hasil produksi tidak laku di pasaran karena tidak sesuai dengan selera konsumen, tidak terjangkau daya beli masyarakat, boikot konsumen, dan lain-lain.


(30)

commit to user

Dengan berkembangnya teknologi dari waktu ke waktu akan dapat membantu industri untuk dapat memproduksi dengan lebih efektif dan efisien serta mampu menciptakan dan memproduksi barang-barang yang lebih modern dan berteknologi tinggi.

c. Pemerintah

Pemerintah adalah bagian yang cukup penting dalam perkembangan suatu industri karena segala peraturan dan kebijakan perindustrian ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah beserta aparat-aparatnya. Pemerintahan yang stabil mampu membantu perkembangan industri baik dalam segi keamanan, kemudahankemudahan, subsidi, pemberian modal ringan, dan sebagainya.

d. Dukungan Masyarakat

Semangat masyarakat untuk mau membangun daerah atau negaranya akan membantu industri di sekitarnya. Masyarakat yang cepat beradaptasi dengan pembangunan industri baik di desa dan di kota akan sangat mendukung sukses suatu indutri.

e. Kondisi Alam

Kondisi alam yang baik serta iklim yang bersahabat akan membantu industri memperlancar kegiatan usahanya. Di Indonesia memiliki iklim tropis tanpa banyak cuaca yang ekstrim sehingga


(31)

commit to user

kegiatan produksi rata-rata dapat berjalan dengan baik sepanjang tahun.

f. Kondisi Perekonomian

Pendapatan masyarakat yang baik dan tinggi akan meningkatkan daya beli masyarakat untuk membeli produk industri, sehingga efeknya akan sangat baik untuk perkembangan perindustrian lokal maupun internasional. Di samping itu Saluran distribusi yang baik untuk menyalurkan barang dan jasa dari tangan produsen ke konsumen juga menjadi hal yang sangat penting.

Faktor-faktor yang menghambat pembangunan dan perkembangan industri merupakan kebalikan dari kondisi faktor-faktor di atas. Hanya saja nilainya yang lebih negatif.

Contoh :

• Permodalan yang kurang

• Tidak ada SDM yang sesuai dengan yang dibutuhkan

• Hasil produksi yang kualitas buruk

• Pemasaran yang buruk


(32)

commit to user

3. Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Pengertian industri kecil telah banyak dikemukakan oleh berbagai penulis maupun berbagai instansi formal (pemerintah). Penekanan aspek dan kriteria diantara berbagai pengertian tersebut kadang kala berbeda-beda. Banyak dijumpai pengertian industri yang hanya ditekankan pada aspek tenaga kerja/karyawan, seperti aset, penanaman modal atau investasi, omset dan bahkan pemiliknya.

Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menurut UU No 8 Tahun 2008 adalah :

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan / atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang – undang ini.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau besar yang memenuhi kriteria usaha kecil yang dimaksud dalam Undang – Undang ini.

c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang – Undang ini.


(33)

commit to user

Kriteria usaha mikro menurut UU No 20 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :

• Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

• Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

Kriteria usaha kecil menurut UU No 20 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :

• Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

• Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Kriteria usaha menengah UU No 20 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :

• Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak temasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau


(34)

commit to user

• Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).

Usaha mikro dalam pengertian ini meliputi usaha kecil informal adalah yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum berbadan hukum, antara lain petani penggarap, industri rumah tangga, pedagang asongan, pedagang keliling, pedagang kaki lima, dan pemulung. Sedangkan yang dimaksud usaha kecil tradisional adalah usaha secara turun temurun dan dapat berkaitan dengan seni budaya.

Didalam praktek pengertian kecil adalah apabila pemilik mengurusi secara langsung dan mempunyai hubungan pribadi yang akrab dengan tenaga kerja termasuk semua pegawai-pegawainya. Kriteria pengusaha kecil secara garis besar dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja dan investasi yang ditanamkan.

BPS mengklasifikasikan industri dilihat dari penggunaan tenaga kerja sebagai berikut:

• Industri Rumah Tangga = 1 - 4 orang

• Industri Kecil = 5 – 9 orang

• Industri Sedang = 20 – 29 orang

• Industri Besar = 100 orang atau lebih

4. Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil

Menurut Drs. Suryana, M.Si. (2006) Usaha kecil memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri. Beberapa kekuatan usaha kecil antara lain :


(35)

commit to user 1. Memiliki kebebasan untuk bertindak 2. Fleksibel

3. Tidak mudah goncang

Sedangkan kelemahan perusahaan kecil dapat dikategorikan kedalam dua aspek :

1. Aspek kelemahan struktural, yaitu kelemahan dalam strukturnya, misalnya kelemahan dalam bidang manajemen dan organisasi, kelemahan dalam pengendalian mutu, kelemahan dalam mengadopsi dan penguasaan teknologi, kesulitan mencari permodalan, tenaga kerja masih lokal, dan terbatas akses pasar.

2. Kelemahan kultural, kelemahan kultural mengakibatkan kelemahan struktural. Kelemahan kultural mengakibatkan kurangnya akses informasi dan lemahnya berbagai persyaratan lain guna memperoleh akses permodalan, pemasaran, dan bahan baku, seperti :

a. Informasi peluang dan cara memasarkan produk

b. Informasi untuk mendapatkan bahan baku yang baik, murah, dan mudah di dapat

c. Informasi untuk memperoleh fasilitas dan bantuan pengusaha besar dalam menjalin hubungan kemitraan untuk memperoleh bantuan permodalan dan pemasaran.

d. Informasi tentang tatacara pengembangan produk, baik desain, kualitas, maupun kemasannya.


(36)

commit to user

e. Informasi untuk menambah sumber permodalan dengan persyaratan yang terjangkau.

5. Masalah – masalah Industri Kecil di Indonesia

Untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan industri kecil yang peranannya tidak kecil dalam perekonomian banyak menghadapi kendala baik secara internal maupun eksternal. Secara internal pada umumnya melekat pada industri kecil sendiri mengandung kelamahan antara lain tingkat produksi rendah, skala produksi rendah sehingga lemah menjangkau sasaran yang luas, kurang mampu menyerap informasi pasar, dan teknologi baru yang lebih efisien, karena rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan serta modal yang dimiliki relatif rendah.

Permasalahan yang melekat pada industri kecil adalah sebagai berikut : 1. Kurangnya kemampuan dan keterampilan beroperasi, serta manajemen,

tidak adanya bentuk formal dari perusahaan. 2. Kurangnya permodalan

3. Aposisi bersaing yang kurang kuat

4. Kurangnya koordinasi antara produksi dan penjualan 5. Sistem pencatatan yang kurang mampu.

Sedangkan faktor eksternal adalah adanya iklim diskriminatif dari pemerintah, terbatasnya peluang untuk memperoleh kredit dari bank. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan keengganan pihak bank untuk memberikan kredit kepada pengusaha kecil, yaitu sulitnya untuk memperoleh


(37)

commit to user

informasi yang memadai tentang industri kecil sebagai pemohon kredit, adanya resiko yang lebih apakah mampu mengembalikannya, tidak tersedianya agunan dan seringkali modal yang telah terkumpul dipergunakan untuk keperluan konsumtif (Saleh, 1986).

B. Fungsi Produksi dan Fungsi Keuntungan

Fungsi produksi adalah suatu pernyataan yang menghubungkan kuantitas berbagai input dengan berbagai tingkat output, dengan teknologi tertentu (Arsyad, 1987). Fungsi produksi untuk setiap komoditi adalah suatu persamaan, tabel atau grafik yang menyatakan jumlah (maksimum) komoditi yang dapat diproduksi per unit waktu untuk setiap kombinasi input alternatif, bila menggunakan tehnik produksi terbaru yang tersedia (Salvatore, 1989).

Setiap kegiatan usaha memiliki salah satu tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Suatu usaha yang tidak menguntungkan, maka usaha tersebut dapat berhenti beroperasi. Jika suatu usaha berhenti beroperasi menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak dapat menghasilkan produk atau output. Ketiadaan output mengakibatkan tidak adanya pemasukan pada usaha tersebut. Oleh karena itu, suatu usaha harus menguntungkan dan mempunyai prospek pasar yang potensial.

Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan contoh fungsi produksi yang homogen yang mempunyai elastisitas substitusi yang konstan. Fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut (Arsyad, 1987):


(38)

commit to user Dimana: Q = output

L = Tenaga kerja

K = capital/modal

a dan b = angka positif, dimana b<1

Pencapaian keuntungan maksimum kadang dihadapkan pada kendala, diantaranya cara mengalokasikan sumberdaya yang ada untuk menghasilkan output terbesar dengan tingkat keuntungan yang tinggi. Jika melihat kondisi seperti ini, maka diperlukan sebuah fungsi produksi dan fungsi keuntungan. Dalam kondisi ini, akan dititik beratkan pada fungsi keuntungan karena harga faktor produksi di pasar tidak dapat dikendalikan oleh pedagang.

Fungsi keuntungan yang mudah dipakai dapat menggunakan fungsi keuntungan Cobb-Douglas. Fungsi keuntungan ini dapat digunakan oleh pengusaha dalam memaksimalkan keuntungan, pendugaannya relatif mudah, mudah melakukan manipulasi terhadap analisis dan dapat mengukur efisiensi pada tingkatan atau pada ciri yang berbeda (Soekartawi, 1990).

Penggunaan fungsi keuntungan Cobb-Douglas dapat dibantu dengan analisis regresi. Koefisien regresi ini sekaligus merupakan besaran elastisitas, sedangkan besaran elastisitas tersebut menunjukkan tingkat besaran Return To Scale (RTS). Soekartawi (1990) menyatakan bahwa jika jumah besaran elastisitas < elatisitas = 1 >1, maka masuk increasing RTS.

Model fungsi keuntungan menurut Lau and Yotopoulus (1972) adalah karena model ini dinilai memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan fungsi produksi dan program linier, diantaranya adalah;


(39)

commit to user

1. Fungsi penawaran output dan fungsi permintaan input dapat diduga bersama-sama tanpa harus membuat fungsi produksi yang eksplisit. 2. Fungsi keuntungan dapat digunakan untuk menelaah efisiensi

teknis, harga, dan ekonomi.

3. Di dalam model fungsi keuntungan, peubah-peubah yang diamati adalah peubah harga output dan input.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model fungsi keuntungan adalah:

1. Pengusaha sebagai unit analisis ekonomi berusaha

memaksimumkan keuntungan.

2. Pengusaha sebagai penerima harga (price taker).

3. Fungsi produksi adalah berbentuk concave (cekung) dalam input-input tidak tetap.

Fungsi keuntungan ini dapat digunakan sebagai patokan bagi pengusaha batik dalam upaya untuk memperoleh keuntungan maksimum dengan biaya yang sekecil-kecilnya. Jika jumlah input dikurangi atau ditambah, maka keuntungan yang diperoleh dapat diprediksi, sehingga dapat dijadikan acuan bagi pengusaha batik dalam mengambil keputusan-keputusan dalam usaha batik.


(40)

commit to user

C. Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas

Keuntungan adalah selisih antara nilai penjualan perusahaan dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi barang yang dijual tersebut.

Secara bentuk sistematis yang sederhana dapat ditulis sebagai berikut :

TR-TC = π

Dimana :

a. TR (Total Revenue) adalah penerimaan total produsen dari hasil penjualan hasil outputnya, TR = output x harga jual.

b. TC (Total Cost) adalah merupakan total biaya yang dihasilkan untuk memproduksi output yang dipengaruhi oleh dua variabel biaya tetap (biaya yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah output yang diproduksi).

c. TR harus lebih besar dari TC, dengan kata lain TR-TC harus ada selisih yang positif, bila terjadi TR=TC maka terjadi BEP (Break Even Point), yaitu tidak terjadi keuntungan maupun kerugian.

Fungsi keuntungan digunakan untuk mengetahui hubungan antara input dan output, serta mengukur pengaruh dari berbagai perubahan harga dan input terhadap produksi. Untuk itu digunakan Fungsi Keuntungan Cobb-Douglas dengan teknik yang dinamakan Unit-Output-Price Cobb Douglas Profit Function (UOP-CDPF). Cara ini mempunyai asumsi bahwa pengusaha adalah lebih memaksimumkan keuntungan daripada


(41)

commit to user

memaksimumkan utilitas atau kepuasan usahanya, sehingga Unit-Output-Price Cobb Douglas Profit Function adalah cara yang dipakai untuk memaksimumkan keuntungan. UOP-CDPF adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan harga faktor produksi dan produksi yang telah dinormalkan dengan harga tertentu. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut (Soekartawi, 1990):

Y=AF (X,Z) Dimana:

Y = produksi

A = besaran yang menunjukkan efisiensi teknik X = variabel faktor produksi tidak tetap

Z = variabel faktro produksi tetap

Persamaan keuntungan yang diuntungkan dari persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1990):

Dimana:

= besarnya keuntungan = besarnya efisiensi teknik = harga dari produksi per satuan = harga masukan produksi per satuan


(42)

commit to user = harga masukan produksi tetap per satuan = variabel masukan produksi tetap digunakan, Dimana j = 1, ..., n

Untuk memudahkan dalam menganalisa keuntungan cobb-douglas maka persamaan diatas dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 1990:233):

Dimana:

= keuntungan yang telah dinormalkan dengan harga output = besaran efisiensi teknik yang dinormalkan dengan harga output = koefisien variabel faktor produksi yang telah dinormalkan dengan harga output

= koefisien faktor produksi tetap yang telah dinormalkan dengan harga output

= variabel faktor produksi yang telah dinormalkan dengan harga output = variabel faktor produksi tetap yang telah dinormalkan dengan harga output

Asumsi dalam Unit-Output-Price Cobb Douglas Profit Function disamping bahwa pengusaha adalah melakukan tindakan yang berorientasi


(43)

commit to user

memaksimumkan keuntungan, juga berlaku asumsi lainnya yaitu (Soekartawi, 1990):

1. Fungsi keuntungan adalah menurun bersamaan dengan bertambahnya jumlah faktor produksi tetap,

2. Masing – masing individu sampel memperlakukan harga input yang bervariasi sedemikian rupa dalam usaha memaksimumkan keuntungan, 3. Walaupun masing – masing individu pengusaha mempunyai produksi yang

sama tetapi fungsi tersebut menjadi berbeda kalau ada perbedaan penggunaan input tetap yang berbeda jumlahnya.

D. Penelitian Sebelumnnya

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sahara et al (2004). Penelitian ini dilakukan dengan meneliti para petani Kakao di Sulawesi Tenggara. Dalam menganalisis digunakan teknik analisis regresi berganda fungsi keuntungan cobb-douglas dengan teknik unit output price cobb-douglas profit function(UOP-CDPF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel modal, luas areal, harga pupuk, harga pestisida dan upah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap keuntungan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Tajeri dan Noor (2003). Penelitian ini dilakukan dengan meneliti para penambak Ikan Bandeng di Kecamatan Palang Kabupaten Tuban Jawa Timur. Dalam menganalisis digunakan teknik analisis regresi berganda fungsi keuntungan cobb-douglas dengan teknik unit output price cobb-douglas profit function(UOP-CDPF). Hasil


(44)

commit to user

penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi aktual dan optimal, secara bersama-sama peubah masukan tidak tetap (benih ikan, pakan ikan, pupuk tsp dan urea, tenaga kerja manusia) dan peubah masukan tetap (luas areal dan modal investasi) menunjukkan pengaruh nyata terhadap tingkat keuntungan usaha budidaya ikan bandeng di Kecamatan Palang Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Namun secara sendirisendiri, pada kondisi aktual terdapat satu peubah masukan tidak tetap yaitu tenaga kerja manusia tidak berpengaruh nyata, sedangkan pada kondisi optimal masing-masing peubah masukan tidak tetap (benih ikan, pakan ikan, tenaga kerja manusia) dan tetap (luas areal dan modal investasi) memberikan pengaruh yang nyata.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Mandaka dan Hatagaol (2005). Penelitian ini dilakukan dengan meneliti para petenak sapi perah di Kelurahan Kebon Pedes Bogor yang merupakan sentra produksi susu sapi segar di wilayah Bogor. Dalam menganalisis digunakan teknik analisis regresi berganda fungsi keuntungan douglas dengan teknik unit output price cobb-douglas profit function(UOP-CDPF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel bebas yaitu harga konsentrat, harga hijauan, upah tenaga kerja, harga atau nilai perlengkapan kandang untuk pemeliharaan, harga obat-obatan, jumlah induk produkstif, pengalaman beternak dan dummy skala usaha secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap keuntungan usaha ternak pada tingkat kepercayaan 99 persen.


(45)

commit to user

E. Kerangka Pemikiran Teoritis

Para pengusaha batik mempunyai banyak faktor baik sosial maupun ekonomi yang mempengaruhi mereka untuk menjalankan usaha batik. Fakor sosial maupun ekonomi tersebut antara lain: umur, tingkat pendidikan,pengalaman usaha, status usaha, jumlah tenaga kerja, upah tenaga kerja, bahan baku, modal, penjualan dan keuntungan. Keuntungan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pengusaha batik menjalankan usahanya. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini, penulis memilih beberapa faktor baik sosial maupun ekonomi yang dianggap mempengaruhi aktivitas ekonomi para pengusaha batik.

Usaha batik yang dikerjakan oleh para pengusaha batik supaya dapat bertahan kelangsungan pengelolaannya harus dapat memetik suatu tingkat keuntungan tertentu. Keuntungan atau pendapatan bersih dari usaha batik pada dasarnya ditentukan oleh produksi yang dihasilkan (Y), biaya produksi ( C ) dan tingkat harga yang diterima pengusaha ( P ). Atau dapat ditulis dengan dengan rumus Profit = Total Revenue – Total Costs (Mankiw ,2004). Beberapa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian keuntungan antara lain adalah :

1. Modal

Permasalahan sentral dan klasik yang selalu dihadapi oleh pengrajin dan pemilik usaha industri batik adalah permasalahan permodalan, karena modal disini memegang peranan penting dalam


(46)

commit to user

perekonomian. Penggunaan modal besar dalam proses produksi akan dapat meningkatkan keuntungan yang diterima oleh pengrajin begitupun sebaliknya bilamana modal yang digunakan kecil maka keuntungan yang diperolehnyapun kecil. Tanpa adanya modal maka sangat tidak mungkin suatu proses produksi dapat berjalan (Sukirno, 2005).

2. Tenaga Kerja

Secara individu variable tenaga kerja berpengaruh positif terhadap output sector industri batik, yaitu apabila tenaga kerja naik maka output industri batik juga naik. Hal ini disebabkan karena kenaikkan jumlah tenaga kerja akan menambah jumlah produksi industri batik tersebut melalui bertambahnya jumlah pekerja yang bekerja di industri tersebut. 3. Bahan Baku

Bahan baku sangat penting dalam suatu proses produksi. Dalam hal ini bahan baku mempunyai hubungan yang positif dengan output. Apabila terdapat penambahan bahan baku maka produksi semakin meningkat. Adapun faktor-faktor / variabel yang diperkirakan berpengaruh terhadap keuntungan dapat dilihat Gambar 2.5 berikut ini


(47)

commit to user

Gambar 2.5

Diagram Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keuntungan Usaha Batik

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan didekati dengan menggunakan persamaan fungsi keuntungan Cobb Douglass yang diaplikasikan dalam penelitian ini untuk empat variabel maka persamaan tersebut dapat dituliskan kembali sebagai berikut:

   

F. Hipotesis

Mengacu pada uraian kerangka pemikiran teoritis, dapat diajukan beberapa hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini. Adapun hipotesis tersebut adalah:

TENAGA KERJA ( ) 

KEUNTUNGAN  

BAHAN BAKU ( )  MODAL ( ) 


(48)

commit to user

1. Diduga besarnya modal berpengaruh positif terhadap keuntungan usaha 2. Diduga tenaga kerja berpengaruh positif terhadap keuntungan

3. Diduga bahan baku berpengaruh positif terhadap keuntungan

4. Diduga faktor modal mempunyai pengaruh dominan terhadap tingkat keuntungan pengrajin batik tulis di Kecamatan Laweyan Surakarta


(49)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei dan wawancara di wilayah yang menjadi potensi pengembangan batik, yaitu di Kampung Batik se Kecamatan Laweyan Surakarta Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2010.

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh pengusaha batik yang ada di seluruh kecamatan Laweyan Surakarta. Menurut data dari kecamatan setempat terdapat 125 pengusaha batik di seluruh kecamatan Laweyan.

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini, teknik sampling (teknik pengambilan sampel) yang digunakan adalah dengan cara acak sederhana (simple random sampling). Populasi dibawah 100 pengamatan, maka sampel yang baik digunakan adalah minimal 50% dari seluruh populasi dan jika populasi antara 100-1000, maka sampel yang baik digunakan adalah minimal 15%. Populasi penelitian ini adalah 125 pengusaha. Untuk itu maka dalam penelitian ini sampel yang akan


(50)

commit to user

diambil adalah 100 pengusaha batik di Kecamatan Laweyan agar penelitian ini dapat mewakili seluruh populasi.

C. Sumber Data

Sumber data yang digunakan adalah : 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden yaitu para pengusaha batik di Kampung Batik se Kecamatan Laweyan Surakarta. Sumber data ini diperoleh dengan cara :

a. Wawancara adalah pengumpulan data dengan wawancara secara tatap muka dengan responden, hal ini dilakukan untuk membantu metode kuisioner. Contoh : dialog antara peneliti dengan responden. b. Observasi adalah pengumpulan data melalui pengamatan dan

pencatatan secara sistematis pada objek penelitian, hal ini dilakukan untuk melengkapi data yang kurang lengkap.

Contoh : mengamati kehidupan responden

c. Kuisioner adalah pengumpulan data dengan menggunakan sejumlah daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden untuk memperoleh data primer. Contoh : daftar pertanyaan untuk responden.


(51)

commit to user

Data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti koperasi pengusaha batik, Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan Surakarta, Biro Pusat Statistik,dan data lain yang bersumber dari referensi studi kepustakaan melalui, jurnal, artikel dan bahan lain dari berbagai situs website yang mendukung.

D. Definisi Operasional Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 5 (lima) macam, yaitu keuntungan, modal, tenaga kerja dan bahan baku. Variabel-variabel tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:

Variabel dependen (variabel terikat), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah :

1. Tingkat keuntungan.

Keuntungan adalah laba yang diterima oleh pengrajin batik, diperoleh dari jumlah produksi dikalikan dengan tingkat harga jual (harga output) dan dikurangi semua biaya yang dikeluarkan dalam satu bulan (harga input) dengan satuan (Rp).

Variabel independen (variabel bebas), yaitu variabel yang mempengaruhi variabel terikat, antara lain :

2. Modal adalah sejumlah dana yang diinvestasikan dalam aktiva tetap yang diukur dari peralatan-peralatan yang dipakai dalam proses produksi untuk menghasilkan produk batik yang dinyatakan dalam rupiah.


(52)

commit to user

3. Tenaga Kerja adalah sejumlah orang yang bekerja pada pengusaha untuk menjalankan sistem dari yang sudah ditentukan oleh pengusaha tempat dia bekerja.

4. Bahan Baku adalah sejumlah bahan dasar yang dibutuhkan oleh seorang pengusaha untuk menghasilkan suatu produk tertentu.

E. Metode Analisis Data 1. Analisis Deskriptif

Metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan manggambarkan / melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat penelitian berlangsung, berdasarkan fakta-fakta yang tampak.

Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk melakukan representasi obyektif mengenai gejala-gejala yang terdapat dalam masalah-masalah penelitian. Representasi itu dilakukan dengan mendeskripsikan gejala-gejala sebagai data / fakta sebagaimana adanya. Data atau fakta itu harus bersumber dari gejala-gejala yang terdapat didalam masalah yang terjadi. Representasi data itu harus diiringi dengan pengolahan, agar dapat diberikan penafsiran yang kuat dan obyektif .

Secara harfiah menurut Nazir (1998) metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian sehingga metode ini tidak hanya mengadakan akumulasi dari data yang tersedia di lapangan. Namun juga menerangkan hubungan, menguji hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan.


(53)

commit to user

2. Analisis Kuantitatif

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda yang dirumuskan sebagai berikut:

  Keterangan :

= tingkat keuntungan

0

β

= intersep

1

β = jumlah modal

2

β = besarnya biaya untuk jumlah tenaga kerja = besarnya biaya bahan baku

= variabel gangguan

1. Analisis Statistik

Setelah diketahui hasil regresi persamaan tersebut, maka dilakukan pengujian-pengujian meliputi:

a. Uji t

Uji t adalah pengujian koefisien regresi secara individual. Pada dasarnya uji ini untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen dalam mempengaruhi perubahan variabel dependen, dengan beranggapan variabel independen lain tetap atau konstan. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:


(54)

commit to user i. Ho : β1 = 0

Artinya suatu parameter (β1) sama dengan nol atau variabel independen tersebut bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

ii. Ha : β1 ≠ 0

Artinya suatu parameter (β1) tidak sama dengan nol variabel independen tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

b) Melakukan penghitungan nilai t sebagai berikut:

Nilai t tabel = tα 2;N − K ... (3.10)

Keterangan:

α = derajat signifikansi

N = jumlah sampel (banyaknya observasi) K = banyaknya parameter

Nilai t hitung =

( )

i i

Se β β

………...(3.11)

Keterangan:

βi = koefisien regresi

Se (βi) = standard error koefisien regresi

   

Ho diterima

   


(55)

commit to user

Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t d) Kesimpulan

i. Apabila nilai –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima. Artinya variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan.

ii. Apabila nilai t hitung > t tabel atau t hitung < - t tabel, maka Ho ditolak. Artinya variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

b. Uji F

Uji F (Overall Test) dilakukan untuk menunjukan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dengan derajat keyakinan 95% (α = 5%), derajat kebebasan pembilang (numerator) adalah k-1 dan penyebut (denumerator) adalah n-k.

Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut: a) Menentukan Hipotesis

i. Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0

Artinya semua parameter sama dengan nol atau semua variabel independen tersebut bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.


(56)

commit to user ii. Ha : β1 ≠β2 ≠β3 ≠β4 ≠ 0

Artinya semua parameter tidak sama dengan nol atau semua variabel independen tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

b) Melakukan penghitungan nilai F sebagai berikut:

Nilai F tabel = Fα;K1;NK ... (3.12) Keterangan:

N = jumlah sampel/data K = banyaknya parameter Nilai F hitung =

(

(

)

)

(

N K

)

. R 1 1 K R 2 2 − − − ...(3.13) Keterangan: 2

R = koefisien regresi

N = jumlah sampel atau data K = banyaknya parameter

Ho diterima Ho ditolak 

F (α; K‐1; N‐K

c) Kriteria pengujian

Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F d) Kesimpulan


(57)

commit to user

i. Apabila nilai F hitung < F tabel, maka Ho diterima. Artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan.

ii. Apabila nilai F hitung > F tabel, maka Ho ditolak. Artinya variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

c. Uji koefisien determinasi (R2)

Uji ini bertujuan mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2 adjusted) antara nol dan satu. Koefisien determinasi nol berarti variabel independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap variabel dependen bila mendekati satu variabel independen semakin berpengaruh terhadap variabel dependen.

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah ada hubungan beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dalam model regresi tersebut memiliki kesalahan yang standar besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan kecepatan yang tinggi.

Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas adalah dengan uji Farrar-Glauber (perhitungan ratio-F untuk lokasi multikolinearitas) yaitu:


(58)

commit to user

(1) Meregres tiap variabel bebas yang lain. Dari regresi tersebut diperoleh 2 yang cocok

R

( )

R

12

(2) Menghitung F kritis F Hitung =

(

(

)

)

(

N k

)

R i i k i R − − − 2 2 b. Heteroskedasitas

Heteroskedasitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga penaksir OLS tidak efisien baik dalam sample besar maupun sample kecil (tetapi masih tetap tidak bias dan konsisten).

Pengujian heteroskedasitas dilakukan untuk melihat apakah kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama atau tidak. Hal tersebut dapat dilambangkan sebagai berikut:

E

( )

U

2

I

=

Q

2 Dimana:

2

Q

= varian dari I:1,2,3...n

c. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi antara variabel gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam


(59)

commit to user

sampel kecil maupun sample besar. Salah satu cara untuk menguji auto korelasi adalah dengan percobaan d (Durbin-Watson).

Hipotesisnya, Ho adalah dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positive maupun negative (Gujarati: 1995), maka:

d < dl : menolak Ho (ada auto korelasi positive) d < (4-dl) : menolak Ho (ada auto korelasi negative) dU<d<(4-dU) : menerima Ho (tidak ada autokorelasi) dU<d<dl dan (4-dU) <d<(4-dl) : ragu-ragu


(60)

commit to user

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

1. Kondisi Geografis dan Sumber Daya Alam a. Kondisi Geografis

Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang dan Yogyakarta. Kota Surakarta yang juga dikenal dengan sebutan kota Solo merupakan sebuah dataran rendah yang terletak di cekungan lereng pegunungan Lawu dan pegunungan Merapi dengan ketinggian sekitar 92 meter di atas permukaan air laut. Dengan luas sekitar 44 km2, kota Surakarta secara astronomis terletak di antara 110° 45’15”-110° 45’35” Bujur Timur dan 70º36’00”- 70° 56’00” Lintang Selatan. Kota Surakarta dibelah oleh tiga aliran sungai besar yaitu sungai Bengawan Solo, Kali Jenes dan Kali Pepe. Sungai Bengawan Solo pada zaman dahulu kala sangat terkenal dengan keelokan panorama serta lalu lintas perdagangannya. Wilayah Kota Surakarta ini mempunyai suhu udara rata-rata 26ºC - 28ºC dengan tekanan udara rata-rata 1.010,9 MBS, kelembaban udara 71 persen, kecepatan angin 4 knot dan arah angin 240 derajat dan beriklim tropis.


(61)

commit to user

Wilayah administratif Kota Surakarta terdiri dari lima kecamatan, yaitu Kecamatan Laweyan, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Kliwon, Kecamatan Jebres, Kecamatan Banjarsari dan terdiri dari 51 kelurahan yang mencakup 592 RW dan 2.644 RT.

Batas administratif Wilayah Kota Surakarta adalah :

a. Sebelah Utara : Kab. Karanganyar dan Kab. Boyolali b. Sebelah Timur : Kab. Karanganyar dan Kab. Sukoharjo c. Sebelah Selatan : Kab. Sukoharjo

d. Sebelah Barat : Kab. Sukoharjo dan Kab. Karanganyar. Letak wilayah Kota Surakarta yang diapit oleh wilayah lain menjadikan Kota Surakarta merupakan wilayah yang strategis. Selain itu posisi Kota Surakarta berada dalam jalur strategis di antara Yogyakarta dan Semarang (Joglo Semar). Hal ini tentu saja menyebabkan sektor perdagangan terutama sektor informal mudah untuk dikembangkan di Kota Surakarta, selain sektor pariwisata. Hal ini ditunjukkan dengan kenyataan bahwa perkembangan perdagangan sektor informal dari tahun ke tahun semakin meningkat, terutama pedagang kaki lima.

b. Sumber Daya Alam

Pemerintahan Kota Surakarta merupakan urban area, sehingga potensi sumber daya alam yang terkandung di dalamnya relatif terbatas. Sebagaimana karakteristik daerah perkotaan lainnya, sektor pertanian di Kota Surakarta memiliki peranan dan kontribusi yang semakin lama semakin menurun dalam pembantukan produksi daerah bahkan untuk


(62)

commit to user

kepentingan penyediaan hasil bumi, Pemerintah Kota Surakarta mengandalkan dari daerah sekitar, baik produk pertanian tanamna pangan, perkebunan, perikanan, maupun peternakan.

2. Kondisi Sosial dan Sumber Daya Manusia

Kondisi sosial politik selama tahun 2004 lalu dapat dikatakan relatif tenang dan stabil. Modal dasar ini nampaknya tidak disia-siakan oleh para pelaku ekonomi. Pulihnya Pasar Gede juga memberi andil bergeraknya pembangunan ekonomi di Kota Surakarta. Keadaan di atas tentu merupakan hasil upaya terpadu baik dari pemerintah maupun masyarakat. Tahun 2004 mungkin merupakan tahun dengan situasi sosial politik yang paling kondusif sejak terjadinya krisis multidimensi beberapa waktu yang lalu. Keadaan ini mendorong para pelaku ekonomi tumbuh kembali secara sehat.

Jumlah penduduk yang besar di suatu wilayah merupakan unsur penting bagi pembangunan. Penduduk yang besar jika dibina dan dikembangkan dengan baik dan terpadu akan menjadi potensi dan sumber daya manusia yang tangguh dalam mendukung pembangunan. Jumlah penduduk Kota Surakarta dari tahun ke tahun terus bertambah. Penduduk merupakan sumber daya manusia yang secara potensial dan dinamis mampu mengolah sumber daya alam dan sumber daya buatan yang ada untuk mencapai tingkat produktivitas yang optimal sehingga akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Meningkatnya jumlah penduduk disebabkan oleh urbanisasi dan


(63)

commit to user

pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan untuk di Jawa Tengah Kota Surakarta termasuk dalam kota yang cukup maju dan berkembang dibandingkan kota-kota lainnya di Jawa Tengah.

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Kota Surakarta menurut Jenis Kelamin Tahun 2000-2008 

Tahun Laki-Laki Perempuan

Jumlah Total

Rasio Jenis Kelamin

2000 238.158 252.056 490.214 94,49

2003 242.591 254.643 497.234 95,27

2004 249.278 261.433 510.711 95,35

2005 250.868 283.672 534.540 88,44

2006 254.259 258.639 512.898 98,31

2007 246.132 269.240 515.372 91,42

2008 247.245 275.690 522.935 89,18

Sumber : BPS (Surakarta dalam Angka Tahun 2008)

Jumlah penduduk Kota Surakarta pada tahun 2008 adalah 522.935 jiwa terdiri dari 247.245 laki-laki dan 275.690 perempuan. Jumlah penduduk tahun 2008 jika dibandingkan dengan jumlah penduduk tujuh tahun sebelumnya pada tahun 2000 hasil sensus sebesar 490.214 jiwa, berarti dalam tujuh tahun terakhir kota Surakarta mengalami kenaikan sebanyak 32.721 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk disebabkan oleh urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan untuk di Jawa Tengah Kota Surakarta termasuk dalam kota yang cukup maju dan berkembang dibandingkan kota-kota lainnya di Jawa Tengah.

Kondisi pertumbuhan penduduk di Kota Surakarta sudah relatif rendah yaitu hingga Tahun 2008 mencapai rata-rata sebesar 0,48 persen


(64)

commit to user

per tahun (BPS Kota Surakarta). Kepadatan penduduk di Kota Surakarta pada Tahun 2004 sebesar 11,599 penduduk per tahun per km2 .

Tabel 4.2

Pertumbuhan Penduduk Kota Surakarta Tahun 1980-2008

Sumber : BPS (Surakarta dalam Angka Tahun 2008)

Apabila jumlah penduduk tersebut dibandingkan dengan luas wilayah yang sebesar 4.403 km2, kepadatan penduduknya adalah sebesar 12.716 jiwa/km2 yang tersebar di 5 (lima) kecamatan, 51 kelurahan yang mencakup 529 RW dan 2645 RT. Sebagian besar penduduk bekerja di sektor perdagangan juga sektor industri dan jasa.

Tahun

Jumlah penduduk

Pertumbuhan Jiwa dari kurun waktu

sebelumnya

Pertumbuhan Penduduk

1980 469.532 - -

1990 503.827 34.295 0,73

1995 516.594 12.767 0,51

2000 490.214 -26.380 -1,02

2003 497.234 7.020 0,48

2004 510.711 13.477 2,71

2005 534.540 23.829 4,66

2006 512.898 -21.642 -4,05

2007 515.372 2.474 0,48


(65)

commit to user

Tabel 4.3

Luas Daerah, Pembagian Wilayah Administrasi dan Jumlah Penduduk Kota Surakarta Tahun 2008

Sumber: BPS (Surakarta dalam angka 2008)

No. Kecamatan Luas Wilayah

(Km2)

Jumlah

Penduduk Kelurahan

Kepadatan penduduk (jiwa per km2)

1. Serengan 3,19 63.558 7 19.899

2. Laweyan 8,64 109.930 11 12.723

3. Jebres 12,58 142.292 11 11.311

4. Pasar Kliwon 4,82 87.980 9 18.272

5. Banjarsari 14,81 162.093 13 10.945

Jumlah 44,04 565.853 51 12.849

3. Aspek Sosial Ekonomi

a. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Komposisi berdasarkan tingkat pendidikan adalah jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan yang telah dan sedang ditempuh, dalam hal ini pendidikan formal. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Surakarta, komposisi penduduk dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini:


(66)

commit to user

Tabel 4.4

Banyaknya Penduduk Umur 5 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan Kota Surakarta tahun 2006 - 2007

No. Tingkat Pendidikan

2006 % 2007 %

Pertumbuhan 2006-2007

(%)

1. Tamat Akademi/ PT 33.103 6,82 33.156 7 0,16

2. Tamat SLTA 95.974 9,78 101.018 21,33 5,26

3. Tamat SLTP 103.569 21,34 103.037 21,76 -0,51

4. Tamat SD 105.816 21,81 99.859 21,08 -5,63

5. Tidak Tamat SD 47.498 9,79 42.924 9,06 -9,63

6. Belum Tamat SD 73.979 15,24 67.858 14,33 -8,27

7. Tidak Sekolah 25.184 5,19 25.658 5,41 1,88

b. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Komposisi menurut mata pencaharian merupakan jumlah penduduk yang bekerja (usia 10 tahun ke atas) menurut pekerjaan yang dijalaninya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Surakarta, pada tahun 2006 jenis lapangan pekerjaan yang ditekuni penduduk Kota Surakarta ada berbagai macam. Pada tabel 4.5 akan memperlihatkan banyaknya penduduk menurut mata pencahariannya.


(67)

commit to user

Tabel 4.5

Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian (Usia 10 Tahun Ke Atas ) Kota Surakarta tahun 2007

No. Mata Pencaharian

2006 % 2007 %

Pertumbuhan 2006-2007(%)

1. Petani Sendiri 486 0,12 486 0,11 -0,01

2. Buruh Tani 569 0,14 569 0,13 -0,01

3. Pengusaha 8.042 1,99 8.218 1,89 -0,1

4. Buruh Industri 70.254 17,44 75.667 17,40 -0,04

5. Buruh Bangunan 64.406 15,99 68.535 15,76 -0,23

6. Pedagang 31.975 7,93 33.180 10,76 2,83

7. Angkutan 17.235 4,27 37.981 8,73 4,46

8. PNS/TNI/POLRI 27.505 6,82 26.169 6,01 -0,81

9. Pensiunan 30.791 7,64 17.018 3,91 -3,73

10. Lain-lain 151.494 37,61 166.936 38,39 0,78

JUMLAH 402.757 100 434.759 100

Sumber : BPS (Surakarta dalam Angka Tahun 2008)

4. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB)

PDRB merupakan salah satu indikator perkembangan perekonomian suatu daerah. Perhitungan PDRB yang dilakukan dengan harga konstan berarti dalam perhitungan telah dihilangkan pengaruh – pengaruh terhadap merosotnya nilai mata uang. Perhitungan PDRB Kota Surakarta Tahun 2006 – 2007 berdasarkan harga konstan 2000 dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini:


(68)

commit to user

Tabel 4.6

Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Surakarta

Tahun 2008 – 2009 (Jutaan Rupiah)

No Lapangan Usaha 2008 % 2009 %

Pertumbuhan 2008-2009 (%)

1. Pertanian 2.866,18 0,07 2.900,41 0,07 -

2. Penggalian 1.905,23 0,04 1.862,50 0,04 -

3. Industri Pengolahan 1.200.606,83 27,88 1.235.952,77 27,97 0,09 4. Listrik, Gas, dan Air

Bersih

103.020,58 2,26 111.391,58 2,57 0,31

5. Bangunan 583.069,88 11,86 625.624,26 12,29 0,43

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

1.211.208,49 26,04 1.288.066,92 26,17 0,13

7. Angkutan dan

Komunikasi

449.973,94 9,95 484.827,89 9,96 0,01

8. Keuangan, Sewa, dan Jasa Perusahaan

449.992,44 9,88 481.987,12 9,96 0,08

9. Jasa-jasa 546.699,38 12,03 585.264,16 12,07 0,04

PDRB 4.549.342,95 100 4.817.877,63 100

Sumber : BPS ( Surakarta Dalam Angka 2008)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2008 – 2009 sektor industri pengolahan memberikan kontribusi paling besar kedua setelah perdagangan, hotel dan restoran pada PDRB Kota Surakarta. Dan yang memberikan kontribusi paling kecil adalah sektor penggalian.

Kecamatan Lawiyan atau Laweyan merupakan daerah yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Kecamatan ini terletak di barat kota Surakarta yang memiliki sebelas kelurahan, yaitu kelurahan Bumi, Jajar, Karangasem, Laweyan, Kerten, Panularan, Pajang, Purwosari, Penumping, Sondakan dan Sriwedari. Kecamatan ini terkenal karena penduduknya


(69)

commit to user

banyak yang menjadi produsen dan pedagang batik, sejak dulu sampai sekarang.

1. Kelurahan Lawiyan

Kelurahan ini memiliki kode pos 57148. Kelurahan ini berada di pusat kecamatan Lawiyan dan bisa dikatakan jantung kecamatan ini. Di kawasan Laweyan ada Kampung Laweyan, Tegalsari, Tegalayu, Batikan, dan Jongke, yang penduduknya banyak yang menjadi produsen dan pedagang batik, sejak dulu sampai sekarang. Di sinilah tempat berdirinya Syarekat Dagang Islam, asosiasi dagang pertama yang didirikan oleh para produsen dan pedagang batik pribumi, pada 1912. Bekas kejayaan para pedagang batik pribumi tempo doeloe ini bisa dilihat dari peninggalan rumah mewahnya. Di kawasan ini, mereka memang menunjukkan kejayaannya dengan berlomba membangun rumah besar yang mewah dengan arsitektur cantik.

Kawasan Laweyan dilewati Jalan Dr Rajiman (yang berada di poros Keraton Kasunanan Surakarta-bekas Keraton Mataram di Kartasura). Dari jalan Dr Rajiman ini, banyak terlihat tembok tinggi yang menutupi rumah-rumah besar, dengan pintu gerbang besar dari kayu yang disebut

regol.

Sepintas tak terlalu menarik, bahkan banyak yang kusam. Tapi begitu regol dibuka, barulah tampak bangunan rumah besar dengan arsitektur yang indah. Biasanya terdiri dari bangunan utama di tengah,


(70)

commit to user

bangunan sayap di kanan-kirinya, dan bangunan pendukung di belakangnya, serta halaman depan yang luas.

Dengan bentuk arsitektur, kemewahan material, dan keindahan ornamennya, seolah para raja batik zaman dulu mau menunjukkan kemampuannya untuk membangun istananya, meski dalam skala yang mini. Salah satu contoh yang bisa dilihat adalah rumah besar bekas saudagar batik yang terletak di pinggir Jalan Dr Rajiman, yang sekarang dibeli oleh Nina 'Akbar Tanjung', dirawat dan dijadikan homestay Roemahkoe yang dilengkapi restoran Lestari.

Tentu saja tak semuanya bisa membangun "istana" yang luas, karena di kanan-kirinya adalah lahan tetangga yang juga membangun "istana"-nya sendiri-sendiri. Alhasil, kawasan ini dipenuhi dengan berbagai istana mini, yang hanya dipisahkan oleh tembok tinggi dan gang-gang sempit. Semangat berlomba membangun rumah mewah ini tampaknya mengabaikan pentingnya ruang publik. Jalan-jalan kampung menjadi sangat sempit. Terbentuklah banyak gang dengan lorong sempit yang hanya cukup dilewati orang atau sepeda motor.

Tapi di sinilah uniknya. Menelusuri lorong-lorong sempit di antara tembok tinggi rumah-rumah kuno ini sangat mengasyikkan. Kita seolah berjalan di antara monumen sejarah kejayaan pedagang batik tempo doeloe. Pola lorong-lorong sempit yang diapit tembok rumah gedongan yang tinggi semacam ini juga terdapat di kawasan Kauman, Kemlayan, dan Pasar Kliwon (di Yogyakarta, bisa ditemukan di Kotagede).


(71)

commit to user 2. Kelurahan Penumping.

Kelurahan ini memiliki kode pos 57141. Di kelurahan ini terdapat gedung Wisma Walikota yang oleh penduduk setempat disebut Loji Gandrung. Kelurahan Penumping terdiri dari dua kampung yang dipisahkan oleh Jalan Slamet Riyadi. Di bagian selatan terletak kampung Penumping, sedang di sebelah utara terdapat kampung Kalitan. Selain Loji Gandrung, di kelurahan Penumping terdapat beberapa bangunan lain yang pantas disebut. Misalnya, YPAC (Yayasan Pemeliharaan Anak-anak Cacad), Tugu Lilin (yang berhubungan dengan peringatan Kebangkitan Nasional, 20 Mei), Ndalem Kalitan (yang kini dimiliki oleh keluarga mantan Presiden terlama Republik Indonesia). Di tempat yang dulu berdiri bangunan milik DKR (Djawatan Kesejatan Rakyat) kini berdiri Grand Mall.

3. Kelurahan Pajang

Kelurahan ini memiliki kode pos 57146. Di perbatasan Pajang dengan Desa Makamhaji terdapat situs purbakala yang diyakini sebagai sisa-sisa keraton Kesultanan Pajang. Nama Pajang kemungkinan besar berasal dari nama kesultanan yang berdiri sekitar 500 tahun yang lalu ini. 4. Kelurahan Purwosari

Kelurahan ini memiliki kode pos 57142. Sebagian jalan utama kota Surakarta, yaitu Jalan Slamet Riyadi melewati kelurahan ini.


(72)

commit to user

Kelurahan ini memiliki kode pos 57141. Nama kelurahan ini diambil dari Taman Sriwedari yang berada di wilayah kelurahan ini.

6. Kelurahan Kerten

Kelurahan ini memiliki kode pos 57143. Di kelurahan ini terdapat rumah sakit Panti Waluyo dan juga perusahaan rekaman negara PN.LOKANANTA.

7. Kelurahan Karangasem

Kelurahan ini memiliki kode pos 57145. Kelurahan ini adalah kelurahan Surakarta yang letaknya paling barat.

8. Kelurahan Bumi

Kelurahan ini memiliki kode pos 57148. 9. Kelurahan Sondakan

Kelurahan ini memiliki kode pos 57147. 10.Kelurahan Panularan

Kelurahan ini memiliki kode pos 57149. 11.Kelurahan Jajar

Kelurahan ini memiliki kode pos 57144.

B. Diskripsi Umum Industri Batik

1. Sejarah batik

Kata “batik” sebenarnya berasal dari Indonesia. Dalam bahasa Jawa kata batik berasal dari akar kata ”tik” yang berarti kecil. Istilah batik diperkirakan lahir setelah adanya canting dab teknik perintang


(73)

commit to user

celup dengan lilin yaitu kira-kira setelah zaman Kartasura (abad 18). Sedang pada zaman sebelumnya orang belum menamakannya batik, namun motif dan proses batik sudah terbukti ada.

Mengenai asal mula batik Indonesia terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda dan sampai kini masih dalam penelitian. Pendapat-pendapat mengenai sejarah batik Indonesia antara lain :

a. Ditinjau dari sejarah kebudayaan, Dr. RM. Sutjipto Wirjosuprapto, menyatakan bahwa bangsa Indonesia sebelum bertemu dengan kebudayaan India telah mengenal teknik untuk membuat kain batik, mengatur penanaman padi dan sebagainya.

b. Ditinjau dari batik design dan proses “wax-resist-technique” maka beberapa pendapat sebagai berikut :

• Dr. Alfred Steinmann, mengemukakan bahwa semacam batik terdapat pula di Jepang pada zaman Dinasti Nara sampai abad pertengahan, disebut “ro-Kechi”. Design batik dari daerah tersebut umumnya bermotif geometris, tetapi batik di Indonesia mempunyai design yang lebih tinggi dan banyak variasinya. Batik dari India selatan dibuat sejenis kain secara lukisan lilin, dipsangkan di Malaysia terkenal dengan nama kain Palekat.

• Dari keadaan di Indonesia, daerah-daerah yang dulu tidak pernah terdapat pengaruh budaya India, terdapat pula pembuatan batik, misalnya di Toraja, Irian, dan Sumatera.


(74)

commit to user

• Ditinjau dari seni ornament di Indonesia, tidak terdapat persamaan seni ornament dalam batik Indonesia dengaan ornament dalam batik India

c. Pendapat G.P Rouffaer, yang menyatakan antara lain, batik Jawa adalah dari luar, dibawa pertama oleh orang Kalinga dan koromandel, Hindu, dimana pada permulaan sebagai pedagang kemudian sebagai imigran mulai mempengaruhi di Jawa.

d. Ditinjau dari sejarah, baik M. Yamin maupun Dr. RM Sutjipto Wirjosuprapto, mengemukakan bahwa pada zaman Sriwijaya ada hubungan timbal balik antara Sriwijaya dan Tiongkok pada zaman Dinasti Kaisar T’ang (abad 7-9).

Dengan adanya berbagai pendapat dan penelitian yang merupakan perkembangan baru dalam masalah sejarah batik Indonesia, maka pendapat G.P Rouffaer yang sudah menjadi pendapat umum, yaitu batik Indonesia barasal dari India, menjadi diragukan.

2. Perkembangan Industri Batik

Perkembangan yang dapat diikuti sampai saat ini adalah perkembangan desain batik yang tercermin pada motif yang sangat sederhana pada mulanya, sampai pada motif yang ada saat ini, menunjukkan karya seni yang halus, rumit, dan indah.


(75)

commit to user

Kemudian perkembangan industri batik dari segi teknologi dimulai dari cara mengikat dan mewarnai sampai pada penggunaan zat perintang warna yang digunakan semula dari bubur ketan sampai lilin batik. Sebagai alat pembatik, semula dari bambu/lidi sampai canting tulis dan canting cap.

Sedangkan perkembangan industri batik dari segi kegunaan produknya dapat dilihat, mulanya hanya sebagai kain panjang (jarik) tetapi saat ini kegunaanya tidak terbatas untuk busana saja melainkan digunakan juga untuk keperluan alat rumah tangga, seperti gorden, alat kursi, sprei, tapalk meja dan lain-lain.

C. Analisis Diskriptif Lokasi Penelitian

1. Sejarah Kampung Laweyan

Kampung Laweyan sudah ada sejak tahun 1500 sebelum masehi mulai dari keberadaan kerajaan Pajang, Laweyan yang berasal dari kata “Lawe” (bahan sandang) telah menjadi pusat perdagangan bahan sandang seperti kapas dan aneka kain. Laweyan semakin pesat ketika Kyai Ageng Henis (keturunan Brawijaya V) dan cucunya yaitu Raden Ngabehi Lor Ing Pasar/ Sutawijaya yang kelak menjadi raja pertama Mataram bermukim di Laweyan tahun 1546 M. Kyai Ageng Henislah yang kemudian mengajarkan cara membuat batik kepada masyarakat Laweyan.

Dalam perkembanganya Laweyan berkembang menjadi pusat industri batik sejak jaman kerajaan Mataram. Para saudagar batik yang tinggal di


(1)

commit to user d = 2,246889

dL = 1,613 4 - dL = 2,387

dU = 1,736 4 - dU = 2,264

Dari hasil perhitungan di atas dapat dinyatakan tidak terjadi masalah autokorelasi dalam penelitian ini.

Tabel 4.26

Uji autokorelasi menggunakan pengujian B-G test

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.045936 0.156269 0.293955 0.7694

LM -0.062379 0.388832 -0.160426 0.8729

LTK -0.011462 0.086185 -0.132998 0.8945

LBB 0.058185 0.371143 0.156772 0.8758

RESID(-1) -0.135895 0.106527 -1.275682 0.2052

Sumber : Eviews 3.1, data diolah.

Berdasarkan hasil uji B-G test, diketahui bahwa nilai probabilitas yang dihitung sebesar 0.2052 yang artinya nilai probabilitas tersebut lebih dari probabilitas 5%, maka hipotesa yang menyatakan pada model tidak terdapat autokorelasi diterima. Berarti, model empirik tersebut tidak terdapat masalah autokorelasi. Dari hasil pengujian Durbin Watson maupun B-G test, keduanya mendapatkan kesimpulan yang sama bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model tersebut diatas.

4. Analisis Ekonomi.


(2)

commit to user

Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda diketahui t statistik dari variabel modal 3,745267. Berdasarkan hasil uji t untuk taraf signifikansi 5% diketahui bahwa faktor modal mempunyai pengaruh terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh pengusaha batik. Dengan nilai koefisien regresi sebesar 1,449430 hal tersebut menunjukan bahwa peningkatan jumlah modal sebesar Rp 100.000 menyebabkan kenaikan keuntungan sebesar Rp 144.943 dengan asumsi variabel independen yang lain tetap. Hubungan antara variabel modal dengan variabel keuntungan sesuai dengan hipotesis yang diajukan, yaitu adanya pengaruh yang signifikan antara modal dengan keuntungan pengusaha batik Laweyan.

Dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang sama dengan penelitian dari Sahara et al (2004) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa modal berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan. Begitu pula dengan penelitian dari Tajeri dan Noor (2003) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa modal berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan.

2) Pengaruh Upah Tenaga Kerja terhadap Keuntungan

Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda diketahui t statistik dari variabel tenaga kerja adalah 1,117653. Berdasarkan hasil uji t untuk taraf signifikansi 5% diketahui bahwa faktor tenaga kerja tidak mempunyai pengaruh terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh pengusaha batik. Dengan nilai koefisien regresi sebesar


(3)

commit to user

0,096112 hubungan antara variabel tenaga kerja dengan variabel keuntungan tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan, yaitu adanya pengaruh yang signifikan antara tenaga kerja dengan keuntungan pengusaha batik Laweyan.

Dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang berbeda

dengan penelitian dari Sahara et al (2004) yang menyatakan dalam

penelitiannya bahwa tenaga kerja berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan. Begitu pula penelitian dari Mandaka dan Hatagaol (2005) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa tenaga kerja berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan. Tetapi menghasilkan kesimpulan yang sama dengan penelitian dari Tajeri dan

Noor (2003) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa tenaga kerja

tidak berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan.

3) Pengaruh Bahan Baku terhadap Keuntungan

Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda diketahui t statistik dari variabel bahan baku -1,671758. Berdasarkan hasil uji t untuk taraf signifikansi 5% diketahui bahwa faktor bahan baku tidak mempunyai pengaruh terhadap besarnya keuntungan yang diperoleh pengusaha batik. Dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,617766, hubungan antara variabel bahan baku dengan variabel keuntungan tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan, yaitu adanya pengaruh yang signifikan antara bahan baku dengan keuntungan pengusaha batik Laweyan.


(4)

commit to user

Dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang berbeda

dengan penelitian dari Sahara et al (2004) yang menyatakan dalam

penelitiannya bahwa bahan baku berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan. Begitu pula dengan penelitian dari Tajeri dan Noor (2003) yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa bahan baku berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan. Dalam penelitian dari Mandaka dan Hatagaol (2006) pun menghasilkan kesimpulan yang berbeda yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa bahan baku berdampak signifikan dan positif terhadap Keuntungan.

4) Faktor yang paling dominan terhadap keuntungan

Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda, menurut tingkat koefisien diketahui bahwa variabel modal memiliki nilai yang paling besar dari variabel independen lainnya yaitu sebesar 1,449430. Ini berarti bahwa variabel modal adalah variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap keuntungan yang yang diperoleh pengusaha batik Laweyan.


(5)

commit to user

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian secara empiris dalam penelitian ini, maka akan disajikan beberapa kesimpulan. Adapun beberapa kesimpulan dari penelitian mengenai profil pengusaha batik di kecamatan Laweyan adalah sebagai berikut:

1. Kejayaan Kampoeng Batik Laweyan saat ini tidak lepas dari peran

Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) yang merupakan pihak yang mengelola obyek wisata Kampoeng Batik Laweyan dengan menawarkan berbagai batik, makam, makanan dan berbagai bangunan kuno dengan konsep yang unik dan terpadu.

2. Mayoritas pengusaha batik di Laweyan sudah berumur diatas 40 tahun

dengan pengalaman lebih dari 20 tahun dan telah menyelesaikan pendidikan tingkat Strata1.

3. Pada uji t, variabel modal (M) secara statistik berpengaruh secara

signifikan terhadap keuntungan (K), sedangkan variabel Tenaga Kerja (TK) dan Bahan Baku (BB) secara statistik tidak berpengaruh terhadap Keuntungan (K).

4. Pada uji F, Berdasarkan dari hasil pengolahan yang diperoleh dari


(6)

commit to user

jumlah Modal (M), Tenaga Kerja (TK) dan Bahan Baku (BB) secara bersama-sama mempengaruhi tingkat keuntungan para pengusaha batik di kecamatan Laweyan.

5. Pada uji Goodness of Fit (R2) diketahui bahwa variabel Keuntungan (K) dapat dijelaskan oleh variabel jumlah Modal (M), Tenaga Kerja (TK) dan Bahan Baku (BB). Itu berarti tingkat hubungan variasi antar variabelnya dikatakan bahwa 85,6% bisa menjelaskan variabel dependennya.

B. Saran

Perlunya pemerintah daerah Kota Surakarta untuk memberikan bantuan modal kepada pengusaha batik dengan memberikan bantuan kredit lunak kepada para pengusaha batik dengan cara memberikan bantuan kredit dengan bunga yang rendah kepada para pengusaha batik di Kecamatan Laweyan Surakarta.