Latar Belakang Efektifitas Perjanjian Damai Dalam Pengadilan (Akta Van Dading) Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Dan Wanprestasi Dalam Penegakan Hukum Perdata (Studi Pada Pengadilan Negeri Medan)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini berbagai macam konflik atau sengketa sering timbul dalam masyarakat. Penyebabnya sangat beragam dan multidimensi, seperti karena masalah ekonomi, politik, agama, suku, golongan, harga diri, dan sebagainya yang kemudian menimbulkan konflik kepentingan conflict of interest. 1 Konflik menjadi hal yang penting untuk dibahas mengingat semakin meningkatnya jumlah dan kadar konflik dari hari ke hari, baik yang disertai kekerasan maupun tidak. Pada dasarnya konflik yang terjadi dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu konflik vertikal dan konflik horizontal. Konflik vertikal adalah konflik yang terjadi antara elit dengan masyarakat. Elit di sini bisa pejabat, para pengambil kebijakan, kelompok bisnis, polisi, militer, dan lain-lain. Konflik horizontal adalah konflik yang terjadi di kalangan masyarakat itu sendiri, baik konflik antar agama, suku, golongan, Konflik merupakan aktualisasi dari suatu perbedaan dan atau pertentangan antara dua pihak atau lebih. Suatu perselisihan dapat muncul ke permukaan, antara lain disebabkan karena masing-masing merasa benar, merasa berhak atas apa yang diperselisihkan. Sebab kalau salah satu pihak dari yang berselisih merasa bersalah dan tahu tidak berhak atas sesuatu yang diperselisihkan, maka perselisihan itu tidak ada atau berakhir ketika ketidak benaran dan ketidak berhakkannya disadari. 1 Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia, Yogyakarta: Gama Media, 2007, hlm. 279 konflik harga diri, harta benda, konflik bisnis, dan lain-lain. Konflik-konflik seperti itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja, tetapi perlu dicarikan alternatif penyelesaiannya secara tepat, supaya tidak berkepanjangan dan jatuh korban. Masing-masing konflik yang terjadi belum tentu sama cara penyelesaiannya. Dalam hal ini setiap masyarakat umumnya mempunyai cara sendiri dalam menyelesaikan setiap sengketa atau konflik yang dihadapi, mulai dari cara-cara yang sederhana sampai yang lebih kompleks. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup di pedesaan dimana mereka merasa dirinya sebagai bagian dari alam sekitarnya alam semesta. Dengan kata lain, penduduk senantiasa harus menyesuaikan perilakunya dengan tata hidup alamiah untuk mencapai kebahagiaan. Sehubungan dengan hal tersebut, mereka dalam berperilaku memperhitungkan ketentuan-ketentuan gaib yang tidak tampak. Jika timbul sengketa di antara mereka, jarang sekali dibawa ke pengadilan negeri untuk diselesaikan. Mereka lebih suka dan dengan senang hati membawa sengketa ke lembaga yang tersedia pada masyarakat adat untuk diselesaikan secara damai. Dalam masyarakat hukum adat, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan di hadapan kepala desa atau hakim adat. Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi di mana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini diawali oleh perasaan tidak puas yang bersifat subjektif dan tertutup. Kejadian ini dapat dialami oleh perorangan maupun kelompok. Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidak puasannya kepada pihak kedua. Apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah konflik tersebut. Sebaliknya, jika reaksi dari pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki nilai-nilai yang berbeda, terjadi apa yang dinamakan dengan sengketa. 2 Penyelesaian perkara dengan menggunakan alternatif dispute resolution mulai tampak dan dikembangkan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan maraknya kegiatan perdagangan dunia yang tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa antar pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan perdagangan tersebut. Dalam kehidupan sosial adanya konflik sudah menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan lagi dari kehidupan sehari-hari, banyaknya kepentingan menyebabkan lebih banyak konflik, apalagi dalam keadaan masyarakat Indonesia yang heterogen dan merupakan salah satu negara nerpenduduk paling padat di dunia. Pencarian berbagai jenis proses dan metode untuk menyelesaikan sengketa yag muncul adalah sesuatu yang urgen dalam masyarakat. Para ahli non hukum banyak mengeluarkan energi dan inovasi untuk mengekspresikan berbagai model penyelesaian sengketa dispute resolution. Berbagai model penyelesaian sengketa, baik formal maupun informal, dapat dijadikan acuan untuk menjawab sengketa yang mungkin timbul asalkan hal itu membawa keadilan dan kemaslahatan. Pihak-pihak yang bersengketa diberi kebebasan untuk menentukan mekanisme pilihan penyelesaian sengketa yang dikehendaki, apakah akan diselesaikan melalui jalur litigasi pengadilan ataupun melalui jalur non litigasi di luar pengadilan dengan menggunakan alternatif dispute resolution, sepanjang tidak ditentukan sebaliknya dalam peraturan perundang-undangan. 2 Suyud Margono, ADR Alternative Dispute Resolution dan Arbitrase – Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000, hlm. 34 Penyelesaian sengketa secara litigasi melalui pengadilan dianggap terlalu lama dalam proses penyelesaian perkara yang dalam dunia bisnis dianggap tidak menguntungkan dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satu metode untuk menyelesaikan sengketa efektif dan efisien adalah dengan alternatif dispute resolution karena memiliki sistem penyelesaian sengketa dengan cepat dan berbiaya murah quick and lower in time and money to the parties. Oleh karena sistem penyelesaian sengketa melalui alternatif dispute resolution yang diatur dalam regleman on de rechtvording tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perdagangan saat ini, maka dipandang perlu untuk membuat peraturan perundang-undangan yang baru, yang sesuai dengan kondisi zaman. Pada 12 Agustus 1999 Pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sebelumnya masalah ini diatur dalam reglement on de bergerlijke rechtsvordering S. 1847-52 juncto 1849-63. Ketentuan ini diberlakukan oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 untuk mengisi kekosongan hukum. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tidak hanya mengatur tentang arbitrase salah satu alternatif penyelesaian sengketa, tetapi diatur juga tentang alternatif penyelesaian perkara dalam bentuk yang lain seperti negosiasi, konsiliasi dan mediasi. Sedangkan yang dimaksud dengan alternatif penyelesaian sengketa adalah pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengesampingkan penyelesaian secara litigasi dipengadilan negeri. Penyelesaian dapat dilakukan sendiri oleh para pihak dalam bentuk negosiasi, dapat pula melalui bantuan pihak ketiga yang netral di luar para pihak yang disebut mediasi, lembaga damai atau konsiliasi dan dapat pula dilaksanakan penyelesaiannya melalui arbitrase. Istilah peradilan dan pengadilan berasal dari kata dasar adil yang berarti meletakkan sesuatu pada semestinya. Kata peradilan dan pengadilan mempunyai arti yang berbeda akan tetapi terkadang dipakai untuk arti yang sama. Peradilan adalah sebuah sistem aturan yang mengatur agar supaya kebenaran adan keadilan bisa ditegakkan, sedangkan pengadilan asalah sebuah perangkat organisasi penyelenggaraan peradilan, dan pengadilan inilah yang biasa disebut lembaga peradilan. Dewasa ini perkembangan penyelesaian perkara di pengadilan dengan menggunakan alternatif dispute resolution mulai tampak dan dikembangkan di Indonesia. Cara penyelesaian sengketa yang dipilih dengan penerapan lembaga damai dalam proses perkara perdata di pengadilan, hal ini bertujuan untuk memberikan kepuasan bagi masyarakat pencari keadilan dan dalam rangka pembatasan perkara kasasi yang menumpuk di mahkamah agung. Dalam proses perkara perdata di pengadilan, perdamaian tidak hanya dapat diusahakan hakim pada sidang pertama saja, akan tetapi dapat terus dilakukan sebelum ada putusan. 3 3 Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 66 Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulisan skripsi ini akan diberi judul “Efektifitas Perjanjian Damai Dalam Pengadilan Akta Van Dading Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Dan Wanprestasi Dalam Penegakan Hukum Perdata Studi Pada Pengadilan Negeri Medan.”

B. Rumusan Masalah