vitro dengan menggunakan mesin PCR, hasil amplifikasi diidentifikasi dengan menggunakan elektroforesis gel, sehingga akan terlihat pita DNA
sesuai dengan ukuran panjang DNA yang diamplifikasi. Pita ini dibandingkan dengan pita DNA dari daging babi dan daging sapi sebagai
pembanding.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimanakah kondisi optimal isolasi DNA pada kornet sapi?
2. Bagaimanakah kondisi optimal untuk amplifikasi primer spesifik DNA
babi sehingga menghasilkan produk PCR? 3.
Apakah reaksi PCR dengan menggunakan primer spesifik DNA babi dapat mengamplifikasi DNA pada kornet sapi?
1.3 Tujuan penelitian
1. Menentukan kondisi optimal dalam proses isolasi DNA pada kornet
sapi. 2.
Menentukan kondisi optimal dalam proses PCR untuk menghasilkan produk PCR yang dapat digunakan sebagai dasar analisis cemaran
kandungan daging babi pada produk pangan kornet. 3.
Mendeteksi adanya kandungan daging babi dalam kornet yang dijual di wilayah Ciputat dengan menggunakan teknik PCR.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang keamanan dan kehalalan produk makanan yang
beredar di Ciputat, khususnya produk olahan daging, dalam hal ini adalah
kornet, sehingga masyarakat lebih berhati-hati dan bijaksana dalam mengkonsumsi produk olahan daging.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sel
Sel merupakan unit terkecil dari makhluk hidup, dalam arti bahwa sel dapat hidup tanpa kehadiran sel yang lain. Di alam, sel dapat dibagi ke dalam
dua kelompok, yaitu prokariotik sel bakteri dan eukariotik. Sel prokariotik pada umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur sederhana,
sedangkan sel eukariotik memiliki ukuran yang lebih besar dan strukturnya lebih kompleks.
Sel Eukariotik Sel Prokariotik
Gambar 1. Sel eukariotik dan sel prokariotik Raven, et al., 2005 Perbedaan utama antara sel prokariotik dan sel eukariotik adalah
terletak pada lokasi materi genetiknya DNA. DNA prokariotik tidak dibatasi oleh membran inti, sedangkan pada sel eukariotik dibatasi oleh
membran inti Sumadi dan Marianti, 2007.
2.2. DNA
2.2.1. Pengertian DNA
DNA merupakan polimer linear rantai panjang yang terdiri atas nukleotida. Nukleotida yaitu unsur pembangun asam nukleat yang
mengandung satu gugus fosfat, gula, dan sebuah basa purin atau pirimidin molekul-molekul berbentuk cincin pipih mengandung
nitrogen dan karbon. Jika nukleotida-nukleotida itu tersambung dalam jumlah besar disebut polinukleotida Watson et al.,1988.
Nukleotida-nukleotida terikat menjadi satu yang dihubungkan oleh gugus fosfat dengan residu deoksiribosa pada atom karbon 5’
dengan nukleotida berikutnya pada atom karbon 3’ yang membentuk rantai-rantai polipeptida Brown dan Todd, 1952. Ikatan ini menjadi
tulang punggung DNA.
Gambar 2. Struktur DNA http:www.websters-online-dictionary.org DNA terdiri dari basa purin adenosin dan guanin dan pirimidin
timin dan sitosin, jumlah adenosin sama dengan jumlah timin,
sedangkan jumlah guanin sama dengan jumlah sitosin Chargaff, 1951. Masing-masing basa purin dan pirimidin dihubungkan oleh ikatan
hidrogen. Meskipun ikatan-ikatan hidrogen ini sangat lemah, namun setiap nukleotida mengandung begitu banyak basa sehingga rantai-
rantai komplementernya tidak pernah terpisah secara spontan pada kondisi fisiologis. Akan tetapi, jika DNA terkena pengaruh suhu yang
mendekati titik didih, maka banyak pasangan DNA yang putus sehingga heliks gandanya terbelah menjadi rantai-rantai komplementernya
denaturasi Watson dan Crick, 1953. Proses denaturasipun dapat dipengaruhi oleh pH yang ekstrim
pH3 atau pH10. Namun proses denaturasi ini dapat kembali lagi pada posisi normal renaturasi membentuk heliks-heliks ganda asal jika
kondisi dikembalikan kepada suhu subdenaturasi mendekati 60
2.2.2. Ekstraksi dan Purifikasi DNA
C Marmur dan Lane, 1958. Akan tetapi proses renaturasi dapat menjadi
tidak sempurna jika suhu tidak begitu mengikat atau suhu lebih rendah Marmur et al., 1958.
DNA Deoxyribonucleic Acid pada organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan dan tumbuhan terdapat di dalam inti sel, dan
beberapa organel lain di dalam sel, seperti mitokondria DNA mitokondria dan kloroplas. Ekstraksi DNA dari organisme eukariot
dilakukan dengan melalui proses penghancuran dinding sel lysis of cell wall, penghilangan protein dan RNA cell digestion, pengendapan
DNA precipitation of DNA dan pemanenan. Sulandari, S., dan Arifin, M.S.Z., 2003.
Secara umum, kualitas DNA dapat ditentukan oleh keberadaan kontaminasi RNA, protein, lipid, dan konstituen sel lainnya yang
berhubungan dengan enzim restriksi, ligase, dan DNA polimerase
termostabil. Yang lebih penting adalah preparasi harus terbebas dari DNA nuklease yang dapat merusak DNA Merante et al., 1998.
Metode yang biasa digunakan untuk melisiskan sel adalah dengan menggunakan buffer yang mengandung satu atau lebih deterjen,
contohnya SDS B, NP-40, atau Triton X-100. Setelah hancur, residu dari protein dan lipid dapat dihilangkan dengan menggunakan fenol dan
kloroform. Isoamil alkohol dapat digunakan untuk membantu pemisahan fase air dan fase organik. Dengan perbandingan masing-
masing fenol, kloroform, dan isoamil alkohol sebesar 25:24:1 Burden dan Whitney, 1995; Mülhardt, 2007. Secara skematik, aplikasi isolasi
DNA dengan menggunakan metode fenol-kloroform dapat dilihat pada gambar 3.
Berbagai teknik ekstraksi telah dikembangkan dari prinsip dasar tersebut, sehingga saat ini muncul teknik ekstraksi dan purifikasi DNA
dalam bentuk kit. Prinsip dasar ekstraksi DNA adalah serangkaian proses untuk memisahkan DNA dari komponen sel lainnya. Hasil
ekstraksi ini merupakan tahapan penting dalam langkah berikutnya.
Gambar 3: Diagram skematik aplikasi isolasi DNA dengan menggunakan metode fenol-kloroform Marante et al., 1998
2.3. Metode PCR
Polymerase Chain Reaction PCR merupakan metode untuk mengamplifikasi primer dari urutan DNA secara spesifik dengan
menggunakan media enzimatik Kolmodin dan Birch, 2002 dan sangat mudah terkontaminasi baik dari luar mesin PCR ataupun dari bahan
amplifikasi sebelumnya McDonagh, 2003. Kualitas dan spesifitas amplifikasi dengan menggunakan PCR bergantung pada kondisi
amplifikasinya yaitu 1 program siklus amplifikasi suhu, primer, nukleotida, polymerase, konsentrasi magnesium, waktu dan jumlah siklus,
2 komposisi dari bahan yang akan diamplifikasi, dan 3 jumlah serta sifat
alamiah target DNA sampel untai tunggalsingle stranded atau untai gandadouble stranded Committee on DNA Technology in Forensic
Science, 2002.
Gambar 4. Skematik PCR secara teoritik Donald M. Coen, 2001
Reaksi dibuat siklus dengan cara pemanasan dan pendinginan, yang mencakup terjadinya denaturasi template, penempelan primer annealing
dan elongasi fragmen DNA spesifik. Tahap denaturasi berlangsung dengan cepat pada suhu 94-95
C, sedangkan penempelan primer bergantung pada Tm melting temperature dari primer template hybrid. Dalam Masing-
masing siklus, fragmen target akan meningkat secara eksponensial. Setelah 35 siklus ribuan fragmen yang dikopi akan didapatkan. Untuk menganalisis
DNA spesifik hasil dari PCR, dapat menggunakan elektroforesis yang berdasarkan pada ukuran produk yang dihasilkan dan reaksi sequensing
untuk mendeteksi struktur primer DNA. Selain itu, sequensing juga dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya mutasi Crocker, 2003.
Untuk memprediksi Tm dari primer, pengaturan konsentrasi primer dan konsentrasi keseluruhan garam biasanya dengan menggunakan software,
sedangkan untuk mendapatkan suhu terbaik dalam proses annealing adalah dengan cara optimasi. Kebanyakan template mengalami proses elongasi
pada suhu 72 Berikut adalah komponen penting dalam PCR Sambrook dan
Russel, 2001. C Kolmodin, 2002.
1. DNA polymerase termostabil yang mengkatalisis sintesis DNA Terdapat banyak enzim yang dapat digunakan untuk mengkatalisis
sintesis DNA. Yang paling banyak digunakan adalah taq polymerase 0,5-2,5 unit per standar reaksi 2,5-50 µl. Standar PCR mengandung
2x10
12
sampai 10x10
12
molekul enzim. Enzim menjadi berkurang ketika produk yang diamplifikasi mencapai nilai akumulasi 1,4x10
12
hingga 7x10
12
Taq polymerase merupakan DNA polymerase yang diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus. Beberapa enzim yang serupa dapat diisolasi
dari organisme thermophilic lain. termasuk Thermus thermophilus, Th. flaws,
Th. litoralis, Pyrococcus furiosus, dan
Bacillus stearothermophilus.
.
Taq polymerase telah diisolasi dari Th. aquaticus dengan beberapa strain yang berbeda, dan masing-masing memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Strain yang paling banyak digunakan
adalah strain YT-1 yang pada saat ini dapat dihasilkan dari klon rekombinan Weir, 1993.
Aktifitas enzim bergantung pada kation ion bivalen. Konsentrasi optimum MgCl
2
adalah 2 mM. laju polimerisasi maksimum dihasilkan dengan 0,7-0,8 mM dNTPs. Inhibisi substrat diamati pada konsentrasi
dNTPs 4-6 mM. Kation monovalen juga memiliki efek terhadap aktifitas enzim. Kondisi optimum adalah 50 mV KCl, dimana inhibisi
terjadi pada konsentrasi 75 nV KC1. NaCl, NH
4
Cl, dan NH
4
Tabel 1. Efek inhibitor terhadap aktifitas taq polymerase I asetat
tidak dapat menggantikan KCl tanpa penurunan aktifitas yang spesifik. Bahan pendenaturasi seperti deterjen dan pelarut dalam konsentrasi
yang rendah dapat ditoleransi oleh taq polymerase Landgraf dan Wolfes, 1993.
Sumber: Landgraf , A., Wolfes, H., 1993 dalam Enzymes of Molecular biology
Inhibitor Konsentrasi
Aktivitas UREA
0.5 M 100
1 O M 118
1.5 M 107
2.O M 82
SDS 0.001
105 0.01
10 0.1
01 Etanol
3 100
10 110
DMSO l
100 10
53 20
110 DMF
5 100
10 82
20 17
2. Sepasang Oligonukleotida Primer Kehati-hatian dalam desain primer dibutuhkan untuk menghasilkan
produk yang diinginkan. Primer memberikan pengaruh yang besar pada kesuksesan pengerjaan PCR. Reaksi standar mengandung jumlah primer
yang terbatas, khususnya 0,1-0,5 µM pada masing-masing primer 6x10
12
sampai 3x10
13
3. Deoksinukleosida Trifosfat dNTPs molekul. Jumlah ini cukup untuk 30 siklus
amplifikasi untuk 1 kb segmen DNA. Dalam jumlah yang lebih besar akan mengakibatkan mispriming, yang membuat amplifikasi yang tidak
spesifik.
PCR standar mengandung jumlah dATP, dTTP, dCTP dan dGTP yang equimolar. Konsentrasi 200-250 µM dari masing-masing dNTP,
direkomendasikan untuk taq polymerase dalam reaksi yang mengandung 1,5 mM MgCl
2
4. Kation Divalen . Jumlah tersebut harus menghasilkan
∼6-6,5 µg DNA dalam 50 µl, yang cukup sama untuk reaksi multipleks delapan pasang
primer atau lebih yang digunakan pada waktu yang sama.
Semua taq polymerase membutuhkan kation divalen bebas biasanya Mg
2+
untuk aktifitasnya. Ion kalsium cukup menginaktifkan polymerase, karena dNTPs dan oligonukleotida berikatan dengan Mg
2+
. Konsentrasi molar kation harus melebihi konsentrasi molar gugus fosfat
yang disumbangkan oleh dNTPs dan primer. Untuk itu, tidak mungkin direkomendasikan konsentrasi optimal dari Mg
2+
dalam semua kondisi, meskipun sering digunakan dalam konsentrasi 1,5 mM. Dalam beberapa
kasus, peningkatan konsentrasi mg
2+
5. Buffer
hingga 4,5 atau 6 mM dapat menurunkan nonspesifik priming.
Tris-Cl disesuaikan pada pH antara 8,3 hingga 8,8 pada suhu ruang, yang dimasukan ke dalam standar PCR pada konsentrasi 10 mM.
ketika diinkubasi pada suhu 72
6. Kation Monovalen C suhu yang biasa digunakan untuk fase
ekstensi PCR, pH campuran turun menghasilkan buffer dengan pH ∼7,2.
Buffer PCR standar mengandung 50 mM KCl yang bekerja baik untuk mengamplifikasi segmen DNA yang panjangnya 500 bp. Dengan
menaikan konsentrasi KCl hingga ∼70-100 mM seringkali dapat
meningkatkan hasil dari segmen DNA yang pendek. 7. Template DNA
Template DNA mengandung urutan target yang akan ditambahkan pada PCR dalam bentuk single strand atau double strand. Amplifikasi
Template DNA sirkular sangat tidak efisien dibandingkan dengan DNA linear.
2.4. Primer spesifik DNA