Konsep Pembangunan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat

luas wilayah dan jangkauan pelayanan, pemekaran adalah jalan untuk mendekatkan pelayanan sekaligus meningkatkan kemakmuran masyarakat. 19 Secara normatif, segala sesuatu yang berhubungan dengan Negara dan politik tertanam sebuah syarat dan aturan hukum yang sifatnya mengikat untuk dilaksanakan oleh siapapun, terlebih lagi terkait dengan pemekaran wilayah yang sifatnya lebig urgent. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 322004, pasal 5 bahwa pembentukan daerah harus memenuhi syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Syarat administratif untuk kabupaten atau kota meliputi adanya persetujuan DPRD, Provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Mentri dalam Negeri. Sementara itu, syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan faktor-faktor yang berhubungan dengan terselenggaranya otonomi daerah. Sedangkan syarat fisik meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. 20 Menurut Saul M. Katz

1.6.2 Konsep Pembangunan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat

Pembangunan sudah menjadi hal yang sering didengar oleh masyarakat Indonesia. Penggunaaan kata pembangunan seperti obat untuk terciptanya suatu perubahan dan kemajuan. Walaupun sebenarnya suatu pembangunan belum tentu berdampak baikbagi setiap orang. 21 19 Eko Prasojo, “Jajaran Pemekaran Daerah : Instrumen Ekonomi Politik”. Dalam Opini Jawa Pos, 2008. 20 Matias Siagian, 2012, Kemiskinan dan Solusi, Medan : Grasindo Monoratama, hlm 92 21 Taliziduhu Ndraha, 1987, Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Jakarta: Bina Aksara, hlm 15 , pembangunan adalah “major societal change from one state of national being to another, more valued, state” yang lebih kurang berarti perubahan besar- besaran suatu bangsa dari suatu keadaan menuju keadaan yang lebih baik. Hal ini juga berlaku Universitas Sumatera Utara bagi daerah, ketika diberlakukannya otonomi daerah. Masing-masing daerah secara mandiri melakukan pembangunan daerah agar terwujud kesejahteraan masyarakat di daerah otonomnya. Secara gamblang tujuan pembangunan adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, materiil maupun spirituil. 22 Kebijakan pada dasarnya adalah merupakan keputusan pemerintah untuk menciptakan suatu kondisi tertentu yang perlu dilaksanakan dalam rangka mendorong proses pembangunan daerah bersangkutan. Kebijakan pembangunan daerah pada dasarnya merupakan pengambilan keputusan oleh pimpinan atau elit politik daerah untuk mewujudkan kondisi yang dapat mendorong dan mendukung pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan semula dalam bentuk perencanaan. Adil dan makmur sejahtera merupakan harga mati yang harus dicapai melalui pembangunan. Sehingga dapat dikatakan pembangunan ditujukan agar masyarakat dapat mencapai haknya, yaitu kemakmuran yang berkeadilan dan keadilan yang berkemakmuran. 23 Adapun prioritas pembangunan daerah dapat didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut. 24 1. Program dan sektor yang diprioritaskan sebaiknya berhubungan erat dengan visi dan misi pembangunan daerah yang ditetapkan semula sehingga pencapaian visi dan misi tersebut menjadi lebih terjamin sesuai dengan janji yang diberikan pada masyarakat. 2. Program dan sektor yang diprioritaskan sebaiknya mencakup sebagian besar dari kehidupan sosial ekonomi pada negara dan daerah bersangkutan, seperti sektor pertanian, sumber daya manusia, sektor industri dan lain-lainnya. 22 Matias Siagian, 2012, Kemiskinan dan Solusi, Medan:Grasindo Monoratama, hlm 92 23 Sjafrizal, op.cit, hlm 61 24 Ibid, hlm 63 Universitas Sumatera Utara 3. Kegiatan dan sektor tersebut merupakan sektor unggulan dan mempunyai keuntungan komperatif tinggi sehingga dapat diharapkan untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada negara dan daerah bersangkutan. 4. Program dan kegiatan tersebut dapat mendukung dan bersinerrgi dengan kegiatan lainnya sehingga proses pembangunan secara keseluruhan akan menjadi lebih maju dan berkembang. 5. Program kegiatan yang diprioritaskan haruslah yang layak dalam arti manfaatnya yang dapat diberikan adalah lebih besar dari biaya yang diperlukan untuk pelaksanaannya. 6. Program dan kegiatan pembangunan harus sesuai dengan kondisi sosial ekonomi daerah bersangkutan sehingga pembangunan tidak mendapat reaksi negatif dari masyarakat setempat. Untuk melihat keberhasilan pembangunan, maka ditetapkan indikator yang menjadi faktor penentu dan ukuran pembangunan itu sendiri. Bagi daerah, pengukuran kondisi dan kemajuan pembangunan daerah dapat dilakukan melalui penggunaan Indikator Pembangunan Daerah. Indikator ini pada dasarnya merupakan indikasi atau atau tanda-tanda umum tentang kondisi dan perkembangan dari sesuatu aspek pembangunan daerah. Indikator ini terdiri atas dua bagian yaitu Indikator Ekonomi Daerah dan Idikator kesejahteraan sosial. 25 Kesejahteraan dijadikan sebagai indikator untuk melihat indikasi peningkatan kesejahteraan yang telah dan dapat dicapai oleh suatu daerah dalam periode tertentu. Adapun yang termasuk ke dalam Indikator Kesejahteraan Sosial antara lain sebagai berikut. 26 25 Ibid hlm 165 26 Ibid, hlm 166 Universitas Sumatera Utara 1. Indeks Pembangunan Manusia Indeks pembangunan manusia IPM atau Human Development Index HDI muncul karena dorongan perbaikan terhadap penggunaan Pendapatan Per Kapita sebagai ukuran kemakmuran dan kesejahteraan dalam suatu masyarakat. Hal ini dikarenakan kemakmuran masyarakat tidak hanya didasarkan pada aspek ekonomi saja, melainkan juga pada bidang sosial seperti pendidikan dan kesehatan. Untuk itu IPM muncul untuk mengukur tiga unsur penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat, yaitu daya beli pendapatan, pendidikan dan kesehatan masyarakat. Komponen IPM tersebut dapat dihitung dengan cara sebagai berikut. a. Tingkat kesehatan, di ukur dengan Umur Harapan Hidup b. Tingkat Pendidikan, diukur dari persentase melek huruf orang dewasa dengan bobot dua per tiga dan rata-rata lama sekolah bobot sepertiga c. Daya beli Purchasing Power, yang diukur dari pengeluaran konsumsi per kapita masyarakat. 2. Gini Ratio Gini ratio merupakan ukuran distribusi pendapatan Income Distribution. Kondisi ekonomi daerah yang baik tidak hanya dinilai pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cepat, tetapi juga dengan adanya pemerataan distribusi pendapatan yang lebih baik. Distribusi pendapatan yang relatif baik oleh kondisi dimana perbedaan antara golongan masyarakat kaya dan miskin yang tidak terlalu mencolok dalam perekonomian daerah bersangkutan; 3. Tingkat Kemiskinan Universitas Sumatera Utara Tingkat kemiskinan merupakan persentase penduduk miskin yang terdapat di daerah yang bersangkutan, yang dapat dihtiung baik untuk daerah pedesaan maupun daerah perkotaan serta daerah administratif seperti provinsi, kabupaten dan kota. Secara teknis, penduduk miskin dalam suatu daerah pada dasarnya adalah penduduk yang pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan poverty line yang ditentukanoleh pemerintah atau oleh badan tertentu yang berwenang seperti Bank Dunia. Di Indonesia, yang pertama dijadikan sebagai acuan adalah Garis Kemiskinan Sayogyo Sayogyo Poverty Line yang didasarkan pada jumlah kalori minimum yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk dapat hidup secara wajar. Untuk memudahkan pengukuran, jumlah kalori yang dibutuhkan tersebut dapat dihitung dalam bentuk jumlah beras yang perlu dikonsumsi untuk menghasilkan jumlah kalori minimum tersebut. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah Indonesia menetapkan garis kemiskinan yang berlaku secara resmi di Indonesia. Garis kemiskinan ini lebih rendah dari yang ditetapkan oleh Bank Dunia, yaitu minimum US 2,00 per hari. 4. Tingkat Pengangguran Tingkat pengangguran merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah. Tingkat pengangguran yang tinggi mengindikasikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah dan demikian pula sebaliknya. Ukuran tingkat pengangguran ditentukan oleh dua unsur utama yaitu jumlah pencari kerja dan kemampuan penyediaan atau peneyerapan tenaga kerja yang terdapat pada daerah bersangkutan. Jumlah pencari kerja dapat diketahui dari selisih antara jumlah penduduk umur kerja dengan jumlah penduduk bukan angkatan kerja seperti anak sekolah atau mahasiswa dan Universitas Sumatera Utara ibu rumah tangga. Sedangkan jumlah pengangguran akan dapat diketahui dengan mengurangi perkiraan jumlah penyediaan atau penyerapan tenaga kerja dengan jumlah pencari tenaga kerja. 1.7 Metodologi Penelitian` 1.7.1 Metode Penelitian