2.3 Hubungan Radioterapi Daerah Kepala dan Leher Terhadap Xerostomia
Xerostomia dikeluhkan sebanyak 90 pada pasien yang menerima radioterapi.
10
Radioterapi pada daerah kepala dan leher terbukti dapat mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar
saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada
dosis dan lamanya penyinaran.
21
Tabel 1. Hubungan antara dosis penyinaran dengan sekresi saliva
21
Dosis Gejala
10 Gray Reduksi tidak tetap sekresi saliva
10-15 Gray Hiposialia yang jelas dapat ditunjukkan
15-40Gray Reduksi masih terus berlangsung, reversibel
40 Gray Perusakan irreversibel jaringan kelenjar
Hiposialia irreversibel
Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva serous dibandingkan dengan kelenjar saliva mukous.
21
Data laboratorium telah menunjukkan bahwa radiasi yang mengenai kelenjar serous mengalami kematian sel interfase
secara apoptosis, hal ini diakibatkan oleh peningkatan intensitas perubahan degeneratif dengan dosis dan waktu radiasi dalam sel asini pada kelenjar serous yang
menghasilkan dua jenis kerusakan, yaitu apoptosis pada dosis rendah dan nekrosis pada dosis tinggi.
7
Tingkat perubahan kelenjar saliva setelah radiasi yaitu untuk beberapa hari, terjadi radang kelenjar saliva, setelah satu minggu terjadi kerusakan pada parenkim,
perubahan vaskular dan edema yang berkontribusi pada keseluruhan tingkat
Universitas Sumatera Utara
kerusakan. Kerusakan pada kelenjar saliva tersebut menyebabkan penurunan aliran saliva.
7,21
Tingkat perubahan pada kelenjar saliva umumnya langsung berhubungan dengan dosis radiasi yang dihantarkan ke kelenjar saliva. Bentuk kerusakan yang
paling parah dan tidak dapat diubah dari kelainan fungsi saliva ialah kerusakan atau hilangnya sel asini saliva. Di samping kerusakan sel secara langsung, tidak adanya
kemampuan membasahi media mengurangi kemampuan kemoreseptor pada lidah dan palatum untuk menerima rangsangan dari makanan atau minuman mengakibatkan
kegagalan respon saliva.
7
Menurut Coppes, dkk pada tahun 2001 terdapat empat fase dari hilangnya fungsi kelenjar saliva yang disebabkan oleh radiasi. Fase pertama 0-10 hari ditandai
dengan penurunan yang cepat pada laju aliran saliva tanpa perubahan sekresi amilase atau jumlah sel asini. Fase ke dua 10-60 hari ditandai dengan pengurangan sekresi
amilase dan kehilangan sel asini yang paralel. Pada fase ketiga 60-120 hari laju aliran saliva, sekresi amilase dan jumlah sel asini tidak berubah. Fase keempat 120-
240 hari ditandai dengan keburukan fungsi kelenjar tetapi meningkatnya jumlah sel asini, walaupun morfologi jaringannya buruk.
24
Selain berkurangnya volume saliva terjadi perubahan lainnya pada saliva, dimana viskositas dan komposisi saliva berubah menjadi sangat kental dan lengket,
putih, kuning, atau cairan yang berwarna coklat, pH menjadi turun dari 7 menjadi 5, penurunan kapasitas buffer, perubahan tingkat elektrolit saliva dan perubahan non
imun serta imun sistem anti bakteri yaitu sekresi Ig A yang berkurang.
21,26
Penurunan kapasitas buffer tersebut dapat terjadi karena berkurangnya konsentrasi bikarbonat pada kelenjar parotis. Peningkatan konsentrasi sodium,
klorida, kalsium dan magnesium pada saliva telah dilaporkan walaupun konsentrasi dari potassium hanya sedikit dipengaruhi.
26
Saliva merupakan komponen pertahanan pada rongga mulut. Dengan demikian perubahan pada kuantitas dan kualitas saliva akan mempengaruhi pasien yang
mendapat radioterapi hingga menyebabkan beberapa masalah yang berkembang secara langsung ataupun tidak langsung sebagai hasil dari berkurangnya sekresi
Universitas Sumatera Utara
saliva. Konsekuensi xerostomia yang disebabkan oleh radiasi, antara lain kekeringan pada mulut, rasa haus, kesulitan pada fungsi oral, kesulitan pada pemakaian gigi
palsu, ketidaknyamanan pada malam hari, sensasi terbakar, pengecapan terganggu, perubahan jaringan lunak, perubahan pada mikroflora oral, dan karies radiasi.
26
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kerangka Teori